Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
4
rumah tangga yang damai dan teratur. Untuk itu haruslah diadakannya ikatan dan pertalian yang kokoh yang tak mungkin putus dan di putuskan,
ialah ikatan akad nikah atau ijab kabul perkawinan. Islam sangat menganjurkan pernikahan dalam rangka mewujudkan
tatanan keluarga yang tenang, damai, tentram, dan penuh kasih sayang. Di samping itu, pernikahan salah satu sarana untuk melahirkan generasi yang
baik bahkan Rasulullah saw menegaskan bahwa pernikahan merupakan salah satu sunnah yang dianjurkan. Dengan adanya pernikahan sebagaimana
diatur oleh agama, maka anak-anak dan keturunan akan terpelihara dengan baik, baik yang berkaitan dengan nasab dalam arti asal usul seseorang,
maupun terpelihara di dalam arti jasmani dan rohaninya. Salah satu harapan adanya pernikahan juga untuk memperoleh keturunan yang baik, salih dan
salihah. Dengan demikian, pernikahan dalam Islam mempunyai hikmah dan manfaat yang sangat besar, baik bagi kehidupan individu, keluarga,
masyarakat, bahkan agama, bangsa dan negara serta kelangsungan umat manusia.
5
Konsekuensi dari adanya pernikahan yaitu timbulnya hadhanah atau pemeliharaan atau hak asuh anak yang dibebankan kepada orang tua yang
telah mempunyai anak. Hadhanah yang timbul ini harus dijalankan sesuai dengan kewajiban yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan. Hadhanah sering diartikan pemeliharaan anak oleh ibu dalam
5
Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan Di Dalam Keluarga, Jakarta : Graha Paramuda, 2008 , h. 41.
5
pendidikan sejak lahir sampai sanggup berdiri sendiri mengurus dirinya yang dilakukan oleh kerabat anak.
Mengasuh anak-anak yang masih kecil hukumnya wajib, sebab mengabaikanya berarti menghadapkan anak-anak yang masih kecil kepada
bahaya kebinasaan. Hadhanah merupakan hak bagi anak-anak yang masih kecil, karena ia membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksanaan
urusannya, dan orang yang mendidiknya. Dalam kaitan ini, terutama ibunyalah yang berkewajiban melakukan Hadhanah. Rasulullah Saw.,
bersabda, yang artinya : engkaulah ibu yang berhak terhadap anaknya.
6
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan seperangkat hak yang menjamin derajat sebagai manusia. Hak-hak inilah yang kemudian
disebut sebagai hak asasi manusia, yaitu hak yang diperoleh sejak kelahiranya sebagai manusia yang merupakan karunia sang pencipta.
Karena setiap manusia diciptakan kedudukanya sederajat dengan hak-hak yang sama, maka prinsip persamaan dan kesederajatan merupakan hal
utama dalam interaksi sosial. Namun kenyataanya menunjukan bahwa manusia selalu hidup dalam komunitas sosial.
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang
seutuhnya. Anak sebagai penerus keturunan yang terlahir dari perkawinan yang sah kedudukan anak yang sah. Anak merupakan persoalan yang selalu
6
Tihami Sohari Sahrani, Fikih Munakahat, Jakarta : Pt. Rajagrafindo Persada, 2009 , h. 215.
6
menjadi perhatian berbagai elemen di masyarakat, bagaimana kedudukan dan hak dalam keluarga dan bagaimana seharusnya ia diperlakukan oleh
orang tuanya, bahkan juga dalam kehidupan masyarakat dan negara melakukan kebijakan dalam mengayomi anak. Anak sebagai generasi
penerus dan pengola masa depan hal ini harus dipersiapkan sejak dini melalui proses pemenuhan hak-hak yakni hak untuk tumbuh, berkembang
dan berpartisipasi secara wajarnya sesuai dengan martabat manusia, serta mendapatkan perlindungan.
Anak yang diartikan sebagai keturunan, anak juga mengandung pengertian sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu, anak pada
hakekatnya seorang yang berada pada suatu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk menjadi dewasa.
7
Prinsip-prinsip tersebut juga terdapat di dalam ketentuan Undang- undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang dibentuk oleh pemerintah agar hak-hak anak dapat diimplementasikan di indonesia.
Kepedulian pemerintah indonesia terhadap harkat dan martabat anak sebenarnya sudah terlihat sejak tahun 1979 ketika membuat Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesehjateraan Anak dan sampai sekarang, kesejahteraan dan pemenuhan hak anak masih jauh dari yang
diharapkan.
7
Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, h. 30.
7
Setiap anak yang lahir pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan fitrah. Namun, dalam beberapa kesempatan perseteruan yang dihasilkan dari
orang tuanya menjadikan anak sebagai korban. Ketika anak menjadi korban di situlah peran serta lembaga yang berkaitan dengan pemerhati anak sangat
dinanti untuk melindungi hak-hak anak tersebut dan menjaganya agar tidak menjadi trauma. Maka oleh sebab itu peneliti mengambil judul skripsi ini
“Peran Komisi Nasional Perlindungan Anak Komnas Pa Terhadap Anak Akibat Korban Perceraian”