Pengertian Perkawinan TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN
16
3. Dapat mengerti maksud akad.
4. Islam.
5. Dewasa.
5 Ijab qabul, syarat-syaratnya:
1. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali.
2. Adanya pernyataan penerima dari calon memepelai.
3. Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari
kedua kalimat tersebut. 4.
Antara ijab dan qabul bersambungan. 5.
Antara ijab dan qabul jelas maksudnya. 6.
Orang yang terkait dengan ijab dan qabul tidak sedang ihram haji atau umrah.
7. Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat
orang yaitu calon mempelai atau wakil-wakilnya, wali dari mempelai wanita dan dua orang saksi.
6
Kendatipun didalam hal-hal tertentu, seperti posisi wali dan saksi masih ikhtilaf dikalangan ulama, namun mayoritas sepakat dengan rukun
yang lima ini. Menurut hukum perdata itu sendiri pengertian perkawinan adalah
suatu hubungan hukum antara seorang pria dengan wanita utnuk hidup bersama dengan kekal yang diakui oleh negara. Terdapat perbedaan
konsepsi perkawinan antara BW dan UU perkawinan. BW menganut
6
Ahmad Rafiq, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 1998, h. 71
17
konsepsi perkawinan perdata, artinya menurut BW suatu perkawinan itu adalah sah apabila telah dilangsungkan berdasarkan ketentuan undang-
undang dan telah memenuhi syarat-syarat yang digariskan oleh undang- undang. Hal sedemikian sesuai dengan perumusan pasal 26 BW yang
berbunyi “Undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-
hubungan perdata”. Sedangkan konsepsi perkawinan menurut undang-undang perkawinan pada pokoknya adalah: Ikatan lahir batin antara
seseorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang
maha esa.
7
Perkawinan adalah sunatullah, hukum alam di dunia. Perkawinan dilakukan oleh manusia, hewan, bahkan oleh tumbuh-tumbuhan, karenanya
menurut para sarjana ilmu alam mengatakan bahwa segala sesuatu kebanyakan terdiri dari dua pasangan. Misalnya, air yang kita minum,listrik,
ada positif dan negatifnya dan sebagainya. Apa yang telah dinyatakan oleh para sarjana ilmu alam tersebut adalah sesuai dengan firman Allah QS Adz-
Dzaariyaat [51] : 49
Artinya :“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat kebesaran Allah”. Q.S. Adz-Dzaariyaat: 49
7
Kamarusdiana Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Lembaga Penilitian UIN Jakarta, 2007, h. 4.
18
Tujuan perkawinan adalah merupakan tujuan syariat yang dibawa Rasulullah Saw, yaitu penataan hal ihwal manusia di dalam kehidupan
duniawi dan ukhrowi. Dengan pengamatan sepintas lalu, pada batang tubuh ajaran fikih, dapat dilihat adanya empat garis dari penataan itu yakni: a.
Rub al-ibadat, yang menata hubungan manusia selaku mahkluk dengan khaliknya b. Rub al-muamalat, yang menata hubungan manusia dalam lalu
lintas pergaulanya dengan sesamanya untuk memenuhi hajat hidupnya sehari-hari. c. Rub al-munakahat, yaitu yang menata hubungan manusia di
dalam dalam lingkunganya keluarga dan d. Rub al jinayat, yang menata pengamananya
dalam suatu
tertib pergaulan
yang menjamin
ketentramannya.
8
Perkawinan juga brtujuan untuk menata keluarga sebagai subjek untuk membiasakan pengalaman
– pengalaman ajaran agama. Fungsi keluarga adalah menjadi pelaksanaan pendidikan yang paling menetukan.
Sebab keluarga salah satu di antara lembaga pendidikan informal, ibu-bapak yang di kenal mula pertama oleh putra-putrinya dengan segala perlakuan
yang di terima dan dirasakannya, dapat menjadi dasar pertumbuhan pribadikepribadian sang putra-putri itu sendiri.
9
Menurut pasal 1 Undang-undang Perkawinan Tahun 1974 bahwa Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang peria dewasa dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membangun keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
8
Ali Yafie, Pandangan Islam Terhadap Kependudukan Dan Keluarga Berencana, Jakarta: Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdatul Ulama Dan BKBN
1982, h. 1.
9
S.A Al-Hamdani, Risalah Nikah, Terjamah Agus Salim Jakarta: Pustaka Amani, 2002, Edisi Ke-2 h. 64.
19
Esa.
10
Jadi menurut undang-undang perkawinan, apabila ada perkawinan yang dilakukan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan, berarti
perkawinan sama dengan perikatan. Yang dinamakan perkawinan apabila yang terikat itu dua orang pria atau dua orang wanita saja, demikian juga
tidaklah merupakan perkawinan bila dilakukan antara banyak pria dan banyak wanita. Dan tentulah juga mungkin tidak merupakan perkawinan
kalau sekiranya ikatan lahir batin itu tidak bahagia, atau perkawinan itu tidak kekal dan tidak berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut
Wirjono Prodjodikoro peraturan yang dugunakan untuk mengatur perkawinan inilah yang menimbulkan pengertian perkawinan.
11
Pasal 26 KUH Perdata menyimpulkan, adapun undang-undang hanya memandang perkawinan dalam hubungan-hubungan perdata.
Undang-undang hanya mengenal perkawinan perdata yaitu perkawinan yang dilakukan dihadapan seorang pegawai catatan sipil.
12
Perjanjian perkawinan di atur dalam pasal 29 Undang-undang No. 1 Tahun 1974, yang menetapkan :
a. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan , kedua pihak
atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian kawin yang disahkan oleh pegawai pencatatan perkawinan, setelah mana isinya
berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
b. Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bila mana melanggar batas-
batas hukum agama dan kesusilaan. c.
Perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
10
Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 1 Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan
11
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Sumur, Bandung, 1974, h. 7
12
H.F.A Voolmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Rajawali, Jakarta, 1983, h. 50.
20
d. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak dapat
dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga.