Pengertian Perceraian TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

23 Hadits Abu Dawud dan Ibnu Majah Talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya. Ini terjadi dalam talak bain, sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dari dua menjadi satu, dan dari satu menjadi hilang hak dalam talak raj’i. Secara harfiyah talak itu berarti lepas dan bebas. Dihubungkanya kata talak dalam arti ini dengan putusnya perkawinan antara suami dan istri sudah lepas hubunganya atau masing-masing sudah bebas. Dalam mengemukakan arti talak secara terminologis kelihatanya ulama mengemukakan rumusan yang berbeda namun esensinya sama. 18 Ditinjau dari segi waktu yang dijatuhkannya talak itu, maka talak dibagi menjadi tiga macam, sebagai berikut : 1. Talak sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah. Di katakan talak sunni jika memenuhi empat syarat : a. Istri yang ditalak sudah pernah digauli, bila tidak dijatuhkan terhadapa istir yang belum pernah digauli, tidak termasuk talak. 17 Abi Daud Sulaiman Bin As-As Sajastani, Sunan Abi Daud, Daarul Fikr, 1994, h. 500. 18 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Jakarta : Kencana, 2006 h. 198. 24 b. Istri dapat segera melakukan iddah suci dari haid. Menurut ulama Syafiiyah, perhitungan iddh bagi wanita berhaid ialah 3 kali suci, bukan 3 kali haid. Talak terhadap istri yang telah lepas haid atau belum pernah haid, atau sedang hamil, atau talak karena suami meminta tebusan, atau ketika istri dalam haid, semuanya tidak termasuk talak suami. c. Tahalaq itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, maupun di akhir suci, kendati beberapa saat lalu datang haid. d. Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci dimana talak itu di jatuhkan. Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika istri dalam keadaan suci dari haid tetapi pernah di gauli, tidak termasuk talak suami. - Talak Bid’i, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan sunnah, tidak memenuhi syarat- syarat talak sunni. Termasuk talak bid’i ialah : a. Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid, baik di permulaan haid maupun di pertengahanya. b. Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci pernah digauli oleh suaminya dalam keadaan suci dimaksud. - Talak la sunni wala bid’i, yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan tidak pula termasuk talak bid’i, yaitu : 25 a. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belom pernah digauli. b. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haid, atau istri yang telah lepas haid. c. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil. 19 Talak adakalanya wajib, kadang-kadang haram, mubah, dan kadang- kadang dihukumi sunnah. Talak wajib, misalnya talak dari hakam perkara syiqaq, yakni perselisihan suami istri yang sudah tidak dapat didamaikan lagi, dan kedua pihak memandang perceraian sebagai jalan terbaik untuk menyelesaikan persengketaan mereka. Termasuk wajib ialah talak dari orang yang melakukan ila, tehadap istrinya setelah lewat waktu empat bulan. Adapun talak yang diharamkan, yaitu talak yang tidak diperlukan. Talak ini dihukumi haram karena akan merugikan suami dan istri serta tidak ada manfaatnya. Talak mubah terjadi hanya apabila diperlukan, misalnya karena istri sangat jelek, pergaulanya jelek, atau tidak dapat di harapkan adanya kebaikan dari pihak istri. Talak mandub atau talak sunnah, yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang sudah keterlaluan dalam melanggar perintah-perintah allah, misalnya meninggalkan sholat atau kelakuannya sudah tidak dapat diperbaiki lagi atau istri sudah tidak menjaga kesopananya. Talak adalah hak suami, karena dialah yang telah berminat melangsungkan perkawinan, 19 Abdul Rahman Ghozali, Fikih Munakahat Jakarta : Kencana, 2006 h. 193 26 dialah yang berkewajiban memberi nafkah dalam idah. Di samping itu, laki- laki harus memberi mut’ah dan nafkah idah. Di samping itu, laki-laki adalah orang yang lebih sabar terhadap sesuatu yang tidak akan tergesa-gesa menajtuhkan talak apabila marah atau ada kesukaran yang menimpanya. Sebaliknya, kaum perempuan itu lebih cepat marah, kurang tabah sehingga ia sering cepat-cepat minta cerai hanya karena ada sebab yang sebenarnya sepele atau tidak masuk akal. Karena itulah, maka kaum perempuan tidak diberi hak untuk menjatuhkan talak. 20

C. Pengertian Hak Asuh Anak

Anak adalah tidak saja sebagai rahmat, tetapi anak juga sebagai amanah dari Allah swt. Sebagai bagian tak terpisahkan oleh rahmat itu, Allah menanamkan perasaan kasih sayang orang tua pada anaknya. Setiap orang tua didalam hatinya tertanam perasaan mengasihi dan menyayangi anaknya. Perasaan tersebut Allah tanamkan dalam hati para orang tuanya sebagai bekal dan dorongan dalam mendidik, memelihara, melindungi dan memperhatikan kemaslahatan anak-anak mereka sehingga semua hak anak dapat terpenuhi dengan baik serta terhindar dari setiap tindak kekerasaan dan diskriminasi. Terlepas dari rahmat dan amanah Allah swt, maka anak memeliki kedudukan, dan fungsi yang strategis bagi masa depan bangsa, yakni bukan saja sebagai penerus tetapi juga sebagai pemilik masa depan. Anak sebagai pemilik masa depan memiliki hak menetukan nasibnya sendiri berdasarkan dari bimbimgan kedua orang tuanya dan pendidikan 20 Tihami Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2009 h. 249. 27 yang dipersiapkan oleh orang tua, masyarakat dan negara. Pada hakekatnya dalam diri orang tua Allah swt menanamkan perasaan cinta dan kasih sayang terhadap anaknya, perasaan cinta dan kasih sayang yang diwujudkan dalam bentuk pemenuhan kebutuhan anak baik jasmani maupun rohani, serta melindungi anak dari setiap tindak kekerasan dan diskriminasi yang dimana akan mempengaruhi baik pada tumbuh kembang sang anak sehingga anak memiliki mental yang kuat dan tangguh utnuk meraih keberhasilan dan kesuksesan di kemudian hari di dalam hidup sang anak. Hak asuh anak hadhannah dalam istilah fikih digunakan dua kata namun ditujukan untuk maksud yang sama yaitu kafalah dan hadhannah, yang dimaksud dengan hadhanah atau kafalah dalam arti sederhana ialah pemeliharaan atau pengasuhan. Dalam arti yang lebih lengkap adalah pemeliharaan anak yang masih kecil setelah terjadinya putus perkawinan. Hal ini dibicarakan dalam fikih karena secara praktis antara suami dan istri telah terjadi perpisahan sedangkan anak-anak memerlukan bantuan dari ayah dan ibunya. Para ulama menetapkan bahwa pemeliharaan anak itu hukumnya wajib, sebagaimana wajib memeliharanya selama berada dalam ikatan perkawinan. Adapun dasar hukumnya mengikuti umum perintah Allah untuk membiayai anak dan istri dalam firman Allah pada QS. Al- Baqarah [2] : 223, 28                     Artinya : isteri-isterimu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah amal yang baik untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. Q.S. Al-Baqarah: 223 Para Ulama Fikih mendefinisikan hadhanah yaitu melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan, atau yang sudah besar tapi belum mumayyiz, menyediakan sesuatu yang menjadikan kebaikanya, menjaganya dari sesuatu yang menyakitinya dan merusaknya, mendidik jasmani, rohani dan akalnya, agar mampu berdiri sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung jawab. Hadhonah berbeda maksudnya dengan pendidikan. Dalam hadhonah terkandung pengertian pemeliharaan jasmani dan rohani, di samping terkandunng pengertian tersebut terkandung juga pengertian pendidikan terhadap anak. Pendidik mungkin terdiri dari keluarga si anak dan ia merupakan perkerja profesional, sedangkan hadhanah dilaksanakan dan dilakukan oleh keluarga si anak, kecuali jika tidak mempunyai keluarga serta ia bukan profesional dilakukan oleh setiap ibu, serta anggota kerabat yang lain. Hadhanah merupakan hak dari hadhin, sedangkan pendidikan belum tentu merupakan hak dari pendidik 21 . 21 Zakiah Daradjat, Ilmu Fikih, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,1995 , Jilid 2, h. 157. 29 Untuk kepentingan anak dan pemeliharaanya diperlukan syarat- syarat bagi hadhonah dan hadhin. Syarat-syarat itu ialah: 1. Tidak terkait dengan sesuatu perekerjaan yang menyebabkan ia tidak melakukan hadhanah denga baik, seperti hadhonah terikat dengan perkerjaan yang berjauahan tempatnya dengan tempat sie anak, atau hampir seluruh waktunya dihabiskan unutk berkerja. 2. Hendaklah ia orang yang mukalaf, yaitu telah baligh, berakal dan tidak terganggu ingatanya. Hadhanah adalah suatu perkrjaan yang penuh dengan tanggung jawab, sedangkan orang yang bukan mukallaf adalah orang yang tidak dapat mempertanggung jawabkan perbuatan. 3. Hendaklah mempunyai kemampuan melakukan hadhanah. 4. Hendaklah dapat menjamin pemeliharaan dan pendidikan anak, terutama yang berhubungan dengan budi pekerti. Orang yang dapat merusak budi pekerti anak, seperti zina, pencuri, tidaklah pantas melakukan hadhanah. 5. Hendaklah hadhonah tidak bersuamikan laki-laki yang tidak ada hubngan mahram dengan sang anak. Jika ia kawin dengan laki-laki yang ada hubungan mahram dengan sang anak, seperti kawin dengan paman sie anak dan sebagainya.