Gambar 4.3 Grafik rata-rata berat ginjal antara kelompok kontrol K dan
perlakuan P di setiap minggu pengamatan. Huruf yang sama pada minggu pengamatan yang berbeda adalah tidak berbeda nyata
pada taraf 5 tn= p0,05.
Pada kelompok kontrol dan perlakuan disetiap minggu pengamatan, hasil uji statistik menunjukkan bahwa antara kelompok kontrol dan perlakuan K0P0, K1P1,
K2P2, K3P3, dan K4P4 pada setiap minggu pengamatan tidak terlihat adanya perbedaan yang nyata p0,05. Menurut Lu 1994, bila terjadi perubahan pada berat
ginjal, bila dibandingkan dengan hewan kontrol, sering menunjukkan lesi ginjal. Lesi ginjal merupakan kerusakan jaringan karena gangguan fisik atau patologis.
Bila berat organ ginjal mengalami peningkatan seiring dengan lamanya perlakuan hal tersebut dapat terjadi karena adanya substansi seperti air dan lemak
yang terjadi dalam sel sehingga volume sel akan bertambah dan akhirnya akan mempengaruhi berat organ hewan uji Anggraini, 2008.
4.4 Gambaran hasil histologi tubulus proksimal ginjal
Setelah dilakukan pembuatan preparat histologi ginjal dengan metode parafin, maka dilakukan pengamatan histologi pada tubulus proksimal ginjal dengan menggunakan
mikroskop pada perbesaran 100x. Pengamatan dilakukan dengan melihat tubulus proksimal ginjal abnormal. Dikatakan abnormal apabila terdapat pembengkakan sel-
0,00 0,05
0,10 0,15
0,20 0,25
0,30 0,35
0,40 0,45
K0P0 K1P1
K2P2 K3P3
K4P4 B
e r
at Gin
jal g
Lama Perlakuan Minggu
Kontrol Perlakuan
ab ab
ab b
6 12
18 24
tn tn
tn tn
tn
a a
b
a
ab b
Universitas Sumatera Utara
sel penyusun epitel, sehingga lumen tubulus proksimal menjadi menyempit bahkan menutup. Gambaran histologi tubulus proksimal ginjal setelah pemberian ekstrak air
biji pepaya Carica papaya L. dan Testosteron undekanoat TU dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
K0 P0
K1 P1
K2 P2
K3 P3
K4 P4
a a
a a
b b
a a
b a
b
a b
a c
a b
a b
a c
a b
b
Gambar 4.2. Penampang melintang ginjal mencit Mus musculus L. kelompok kontrol K dan
kelompok perlakuan P Pewarnaan HE, perbesaran 100x, 200µm. Pada kelompok kontrol; a. Glomerulus, b.Tubulus Proksimal terbuka. Pada kelompok perlakuan;
a. Glomerulus, b. Tubulus Proksimal yang menyempitmenutup, c. Tubulus Proksimal terbukanormal.
200 µm
200 µm
200 µm
200 µm
200 µm 200 µm
200 µm
200 µm
200 µm
200 µm
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil pengamatan histologi ginjal diatas, hasil rata-rata persentase kerusakan tubulus proksimal ginjal mencit dianalisis dengan program SPSS release
13.0. Secara statistik pada kelompok perlakuan setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas varians menunjukkan bahwa data berdistribusi normal p0.05.
Karena data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji 0neway anova. Data tetap berdistribusi normal p0.05 maka dilanjutkan dengan uji analisis Post Hoc –
Bonferroni taraf 5
.
Persentase tubulus proksimal ginjal mencit Mus musculus L. kelompok kontrol ditunjukkan dalam Gambar 4.4 berikut ini
Gambar 4.4 Grafik histologi tubulus proksimal ginjal mencit Mus musculus L.
kelompok kontrol K di setiap minggu pengamatan. Huruf yang sama pada minggu pengamatan yang berbeda adalah tidak berbeda
nyata pada taraf 5 p0,05 .
Dari grafik di atas, hasil uji statistik menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol minggu ke 0 K0 hingga kelompok kontrol minggu ke 18 K3 tidak berbeda
nyata, sedangkan pada kelompok kontrol minggu ke 24 K4 berbeda nyata dengan kelompok kontrol minggu ke 12 K2 akan tetapi tidak berbeda nyata dengan
kelompok kontrol minggu ke 0 K0, 6 K1, dan 18 K3.
Pada kelompok perlakuan, setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas varian diperoleh hasil bahwa data tidak berdistribusi normal p0.05.
Karena data tidak berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji non parametrik 5
10 15
20 25
30 35
40
K0 K1
K2 K3
K4 T
u b
u lu
s P roks
imal Gin
jal
Lama Perlakuan Minggu KONTROL
6 12
18 24
ab ab
a ac
bc
Universitas Sumatera Utara
Friedman Test yang dilanjutkan dengan uji Wilcoxon. Persentase kerusakan tubulus proksimal ginjal mencit Mus musculus L. kelompok perlakuan ditunjukkan dalam
Gambar 4.5 berikut ini
Gambar 4.5 Grafik histologi tubulus proksimal ginjal mencit Mus musculus L.
kelompok perlakuan P disetiap minggu pengamatan. Huruf yang sama pada minggu pengamatan yang berbeda adalah tidak berbeda
nyata pada taraf 5 p0,05.
Pada kelompok perlakuan, dari hasil uji statistik di atas menunjukkan bahwa kelompok perlakuan minggu ke 6 P1 hingga kelompok perlakuan minggu ke 24 P4
tidak berbeda nyata, sedangkan pada kelompok perlakuan minggu ke 0 P0 berbeda nyata dengan kelompok perlakuan minggu ke 6 P1. Persentase kerusakan tubulus
proksimal ginjal pada kelompok perlakuan yang tinggi terjadi pada minggu ke 6 P1.
Uji antar kelompok untuk membandingkan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dilakukan dengan uji T-Test. Persentase rata-rata kerusakan tubulus
proksimal ginjal mencit Mus musculus L. antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut
10 20
30 40
50 60
P0 P1
P2 P3
P4 T
u b
u lu
s P roks
imal gi
n jal
Lama Perlakuan Minggu PERLAKUAN
6 12
18 24
ad bc
ac bc
cd
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6 Grafik histologi tubulus proksimal ginjal mencit Mus musculus L.
antara kelompok kontrol K dan perlakuan P di setiap minggu pengamatan. Huruf yang sama pada minggu pengamatan yang
berbeda adalah tidak berbeda nyata pada taraf 5 tn= p0,05; =p0,05.
Pada kelompok kontrol dan perlakuan disetiap minggu pengamatan, hasil uji statistik menunjukkan bahwa antara kelompok kontrol dan perlakuan minggu ke 0
K0P0 tidak berbeda nyata, demikian pula pada minggu ke 24 K4P4 tidak berbeda nyata. Sedangkan antara kelompok kontrol dan perlakuan minggu ke 6 K1P1,
minggu ke 12 K2P2, minggu ke 18 K3P3 berbeda nyata dengan kelompok kontrol dan perlakuan minggu ke 0 K0P0 dan minggu ke 24 K4P4.
Persentase kerusakan histologi tubulus proksimal ginjal yang paling tinggi terjadi pada kelompok perlakuan minggu ke 6 P1 mencapai ± 47, dan persentase
kerusakan tubulus proksimal ginjal yang terendah yaitu pada kelompok perlakuan minggu ke 0 P0 ± 35. Hal ini dikarenakan pada minggu ke 6 P1 merupakan masa
dimana mencit mengalami proses adaptasi terhadap bahan asing yang masuk ke dalam tubuhnya.
Menurut Robbins 1995, bahan kimia dan obat-obatan merupakan penyebab penting adaptasi. Ginjal merupakan organ yang beratnya kurang dari 1 dari berat
badan, meskipun demikian menerima sekitar 20 darah dari curah jantung. Aliran 10
20 30
40 50
60
K0P0 K1P1
K2P2 K3P3
K4P4 T
u b
u lu
s P roks
imal Gin
jal
Lama Perlakuan Minggu
Kontrol Perlakuan
ab ad
ab bc
a ac
ac bc
bc cd
6 12
18 24
tn tn
Universitas Sumatera Utara
darah ginjal tersebut didistribusikan ke korteks ginjal melalui cabang-cabang arteri ke glomerulus yang melekat pada tubulus. Fungsi glomerulus sebagai penyaring dan
tubulus sebagai tempat mengkoleksi bahan buangan dan kelebihan air. Oleh karena itu tubuli dan jaringan interstitium korteks ginjal lebih mudah terkena toksin yang
bersirkulasi dibandingkan dengan jaringan-jaringan lainnya Soeksmanto, 2003.
Ginjal memiliki fungsi dalam pengaturan keseimbangan air, pengaturan konsentrasi garam dalam darah dan kesimbangan asam basa darah dan pengeluaran
bahan buangan dan kelebihan garam Irianto, 2004. Karena terjadi absorpsi dan sekresi aktif tubulus proksimal, kadar toksikan pada tubulus proksimal sering lebih
tinggi. Selain itu, kadar sitokrom P-450 pada tubulus proksimal lebih tinggi untuk mendetoksifikasi atau mengaktifkan toksikan. Dengan demikian, tempat ini sering
merupakan sasaran efek toksik Lu, 1994. Kira-kira 65 persen dari semua reabsorbsi dan sekresi yang terjadi dalam sistem tubulus terjadi dalam tubulus proksimal. Sel-sel
tubulus proksimal mempunyai tanda-tanda sel yang bermetabolisme tinggi, mempunyai banyak mitokondria untuk menyokong proses transpor aktif yang sangat
cepat dan cukup tepat Guyton dan Hall, 1997.
Tubulus nefron terutama tubulus kontortus proksimal mengabsorbsi substansi- substansi yang berguna bagi metabolisme tubuh. Suatu toksin setelah memasuki darah
akan didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh. Laju distribusi ke tiap-tiap organ tubuh berhubungan dengan aliran darah di organ tersebut, mudah tidaknya bahan
tersebut melewati dinding kapiler membran sel, serta afinitas komponen organ tubuh terhadap bahan toksin tersebut. Kerusakan pada tubulus dapat terjadi pada sel-sel
epitel, antara lain mengalami degenerasi dan atrofi sehingga lumen melebar dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian nefron Ressang, 1984 dalam Astuti, 2007.
Ginjal tersusun dari beberapa juta unit fungsional nefron yang akan melakukan ultrafiltrasi, reabsorpsi dan ekskresi. Kerja ginjal dimulai saat dinding
kapiler glomerulus melakukan ultrafiltrasi untuk memisahkan plasma darah dari sebagian besar air, ion-ion dan molekul-molekul dengan berat rendah. Ultrafiltrat hasil
ultrafiltrasi ini, dialirkan ke tubulus proksimal untuk direabsorpsi melalui brush border dengan mengambil bahan-bahan yang diperlukan tubuh seperti gula, asam-
Universitas Sumatera Utara
asam amino, vitamin dan sebagainya. Sisa bahan-bahan buangan yang tidak diperlukan disalurkan ke saluran penampung collecting tubulus dan diekskresikan
sebagai urin yang dikeluarkan setiap harinya Maxie, 1985 dalam Soeksmanto, 2006.
Diduga pemberian dosis ekstrak air biji pepaya 30 mg0,5 mlekormencit jantansetiap hari secara oral dan injeksi testosteron undekanoat TU secara intra
muskular sebanyak 0,25 mgekormencit jantan interval 6 minggu sekali yang dilakukan pada penelitian ini, tidak mengakibatkan kerusakan yang mengganggu
proses fungsional ginjal, sehingga memungkinkan ginjal untuk segera memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi, terlihat pada gambar 4.6 di atas pada minggu ke 12,
18, dan 24 bahwa persentase kerusakan tubulus proksimal ginjal mengalami penurunan walaupun dalam perbaikan yang minimal akan tetapi dikhawatirkan dapat
bersifat nefrotoksik pada jaringan ginjal jika diberikan dalam waktu yang lebih lama lagi.
Menurut Di Bartola 1981 dalam Soeksmanto 2006, bila proses keracunan dihentikan pada tahap awal kerusakan ginjal, maka proses nefrotoksik akan segera
berhenti dan ginjal akan melakukan perbaikan fungsinya secara sempurna. Menurut Huxtable 1988 dalam Soeksmanto 2006, ginjal yang terkena bahan nefrotoksik
akan melakukan perbaikan utama pada 1 sampai 2 minggu fase penyembuhan dan perbaikan dapat terus berlangsung hingga 12 bulan atau sampai fungsi ginjal normal
kembali. Menurut Skopicki dkk., 1996 dalam Soeksmanto 2006, bahan nefrotoksik yang masuk kedalam ginjal mungkin akan memperpanjang masa toksisitasnya sampai
bahan-bahan tersebut mengalir keluar dari tubulus proksimal brush border. Diduga pemberian 30 g0,5 mlekormencit jantan setiap hari dosis ekstrak air biji pepaya dan
0,25 mgekormencit jantan interval 6 minggu sekali dosis testosteron undekanoat TU dalam penelitian ini hanya terjadi kerusakan minimal berupa penyempitan lumen
tubulus proksimal.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pemberian