Keabsahan Data METODE PENELITIAN

38

BAB IV BENTUK MUSIK IRINGAN KESENIAN SINTREN DI DESA

KEDUNGUTER KABUPATEN BREBES

A. Kesenian di Kabupaten Brebes

Pada aspek budaya, Kabupaten Brebes dipengaruhi oleh beberapa budaya yaitu budaya Jawa pesisir, Banyumasan, Cirebon, Sunda, serta pengaruh Islam. Oleh karena itu dalam kehidupan sehari-hari bahasa yang digunakan oleh msyarakat Brebes adalah bahasa Jawa Brebes dan bahasa Sunda. Jenis kesenian yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Brebes diantaranya adalah buroq, tari topeng, kuda lumping, karawitan, orkes keroncong, orkes gambus, kosidah samrah rebana, terbang Jawa kencer, lengger, sandiwara marses, badha ngasa, bentha benthi, dut-dut keradut, ula-ula klabang, sintren, dangdut tarling, wayang kulit, wayang golek dan campursari. Terdapat beberapa tradisi yang dianggap menjadi bagian dari tradisi dan seni tradisional. Sejarah tentang gamelan yang ada di Kabupaten Brebes digunakan untuk sarana dakwah penyebaran Islam, karena memang keberadaan gamelan digunakan untuk sarana penyebaran agama Islam. Dimana gamelan Brebes dinamakan gamelan kemurangan atau gamelan losari. Gamelan Brebes bernada pelog yakni pelog miring dan pelog sorog, jenis gamelan ini biasanya digunakan untuk mengiringi tari topeng, tari kuda lumping, dan sintren. Kabupaten Brebes mempunyai dua potensi besar yaitu petani bawang merah dan produksi telor asin khas Brebes. Kedua hasil pangan ini juga dijadikan sebagai icon atau mascot sebagai potensi sumber daya pangan yang khas dari Kabupaten Brebes. Rasa syukur dipanjatkan oleh masyarakat Brebes dengan mengadakan ritual atau semacam sedekah bumi sebagai ucapan rasa syukur kepada Sang Pencipta, biasanya masyarakat Kabupaten Brebes biasanya akan mementaskan kesenian Sintren. Gambar 1. Kesenian Sintren Brebes. Dok. Pratomo, Mei 2016 Menurut hasil wawancara dengan Bapak Soegeng Rianto 53 Tahun, 14 Juni 2016: “Kesenian Sintren ini juga memiliki fungsi yang bersifat religius karena dulunya Sintren ini digunakan untuk upacara ritual pemanggilan hujan, dan sedekah bumi yang merupakan ungkapan doa dan rasa syukur masyarakat kepada Sang Pencipta alam ini”. Ada kepercayaan dari masyarakat Brebes, bahwa kesenian Sintren yang merupakan simbol dari perayaan kesuburan dan kemakmuran bagi mayarakat Brebes. Kesenian Sintren ini sudah menjadi bagian dari masyarakat Brebes, setiap kali kesenian Sintren ini selalu dipentaskan dalam acara-acara yang sifatnya ritual maupun sebagai hiburan seperti dipentaskan pada acara HUT 17 Agustus, upacara adat, mendatangkan hujan, tulak balak menolak wabah penyakit dan sedekah bumi.

B. Sejarah Kesenian Sintren

Kesenian Sintren merupakan bentuk seni tradisi yang tak hanya dikenal di Kabupaten Brebes. Wilayah seperti Indramayu, Cirebon, Tegal, Pemalang dan Pekalongan juga mengenalnya. Di Pemalang dan Pekalongan kesenian ini disebut juga dengan istilah lais. Belum ada catatan dan bukti yang menguatkan mulai kapan kesenian Sintren ini berkembang di Kabupaten Brebes. Perkembangan kesenian Sintren di Kabupaten Brebes hampir ada di setiap kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Brebes, terdapat beberapa perkumpulan grup Sintren. Menurut penuturan Bapak Wijanarko selaku ketua dewan kesenian Kabupaten Brebes, jumlah perkumpulan Sintren yang ada di Kabupaten Brebes semakin banyak, mulai dari Kecamatan Brebes, Kecamatan Wanasari, Kecamatan Bumiayu, dan Kecamatan Paguyangan. Kesenian tradisional Sintren yang masih ada hingga saat ini yaitu grup Sintren “Satria Nada” yang berada di desa Kedunguter Kabupaten Brebes Pimpinan Bapak H. Tasori. Terbentuknya grup Sintren “Satria Nada” pada Tanggal 05 Desember 1994 dengan jumlah anggota pemain 20 orang. Menurut pengakuan Bapak Tasori, beliau merupakan generasi ke tiga sejak kesenian Sintren di desa Kedunguter ada. Berikut hasil wawancara dengan Bapak H. Tasori 53 Tahun, 13 Mei 2016, “bapane bapane enyong mbiyen dadi ketua, bapane enyong dadi bodor lah trus setelah bapane wis ora dadi bodor, wis dewasa oh…nuruna neng enyong. Koen mbesok ditutungna arane seni lama aja kosi di ilangna, akhire aku ya ngelanjutna ”. Bapak dari bapak saya dulu menjadi ketua sintren, bapak saya saat itu jadi bodor terus setelah bapak ku sudah tidak menjadi bodor, sudah dewasa oh... menurunkan pada saya. Kamu besok melanjutkan seni ini jangan sampai hilang, akhirnya saya melanjutkan. Kesenian Sintren sejak jaman dulu sudah ada, terbukti kesenian Sintren yang ada di desa Kedunguter ini sudah mengalami tiga regenerasi dan generasi sekarang ini terbentuk pada tahun 1994, regenerasi kesenian tradisional seperti Sintren ini biasanya diturunkan melalui keturunan dari seniman. Gambar 2. Plang nama grup Sintren “Satria Nada” di desa Kedunguter. Dok: Pratomo, Mei 2016 Gambar 3. Pimpinan Grup Sintren “Satria Nada” Bapak H. Tasori. Dok: Pratomo, Mei 2016 Menurut hasil wawancara dengan Bapak Suwatno 42 Tahun, 18 Mei 2016, “sekitar tahun 80an mas, itu Sintren sudah masuk kategori modern. Dan 1998 sudah modern juga. Ada perubahan di musiknya, di alat musiknya ada gitar, organ, dan sebagainya ”. . Masuknya Sintren di daerah Brebes masih menjadi rahasia yang belum terungkap saat ini, namun pada tahun 80 an pemunculan dan perkembangannya mengalami peningkatan yaitu ada beberapa penambahan alat musik gamelan seperti, kendhang, gambang, saron, slentem, kempul, dan gong. Gambar 4. Pemain Musik Pengiring Sintren. Dok. Pratomo, Mei 2016