Sejarah Kesenian Sintren BENTUK MUSIK IRINGAN KESENIAN SINTREN DI DESA

Seruling yang digunakan dalam kesenian Sintren ini adalah seruling yang terbuat dari bambu, jika dilihat dari sumber bunyi alat musik ini merupakan aerophone. Panjang dari seruling ini sekitar 25-30 cm, seruling dimainkan dengan cara ditiup mengikuti melodi vokal, seruling juga digunakan sebagai filler untuk mempermanis lagu. Bunyi yang dihasilkan dari seruling bambu ini sangat khas. Menurut hasil wawancara dengan Bapak Wijanarko 45 Tahun, 10 Juni 2016, “seruling ini kan dinamis yang bisa membuat iringan imusik ni lebih magis dan ini sesuatu yang luar biasa bagi masyarakat kitat ada sebuah garapan yang menarik dimana ada fase-fase dimana ada yang menyebabkan para pengiringnya menjadi satu ketika persoalan mistik dan magis menyatu dalam pertunjukan tersebut ”. Terbukti bahwa seruling mampu memberikan nuansa tersendiri pada musik Sintren yaitu mampu memberikan nuansa mistis pada pertunjukan kesenian Sintren. c. Kendhang Gambar 7. Kendhang. Dok. Pratomo, Mei 2016 Kendhang yang digunakan pada kesenian Sintren di Brebes adalah Kendhang jawa barat bisa disebut juga kendhang Jaipong. Kendhang jika dilihat menurut sumber bunyinya adalah alat musik membranophone, bahan dari kendhang ini terbuat dari kayu dan kulit hewan misalkan sapi, kambing dan kerbau. Kendhang biasanya untuk mengatur tempo dan pemberi aba-aba atau suwuk ketika musik akan berhenti. d. Kempul dan Gong Gambar 8. Kempul. Dok. Pratomo, Mei 2016 Gambar 9. Gong. Dok. Pratomo, Mei 2016 Kempul dan gong adalah alat musik gamelan yang kemudian dimasukan dalam kesenian Sintren Brebes, seperti halnya dengan ketuk dan kempyang yang kemudian dimasukan dalam musik pengiring Sintren. Alat musik gong dan kempul merupakan alat musik yang paling besar diantara perangkat yang lain. Jika dilihat berdasakan sumber bunyinya, alat musik kempul dan gong merupakan alat musik idiophone, namun pada musik pengiring Sintren kempul dan gong merupakan alat musik idiophone ritmis yaitu idiophone tak bernada. Bahannya terbuat dari logam maupun campuran logam seperti kuningan, tembaga, besi, atau perunggu. Bentuk kempul dan gong yang digunakan dalam musik iringan Sintren ini, tidak ada perbedaan bentuk dengan kempul dan gong di daerah lain di Indonesia. e. Kecrek Gambar 10. Kecrek. Dok. Pratomo, Mei 2016 Kecrek adalah alat musik yang terbuat dari lempengan logam berbentuk persegi panjang yang disusun secara bertingkat dan biasanya berisikan kurang lebih 2 atau 3 lempengan logam. Kecrek dimainkan mengikuti ritmis dari lagu yang dimainkan. Kecrek sebagai alat musik tambahan saja untuk meramaikan musik iringan Sintren. f. Gitar Elektrik Gambar 11. Gitar Elektrik. Dok. Pratomo, Mei 2016 Gitar adalah salah satu alat musik modern yang masuk pada kesenian Sintren Brebes. Gitar merupakan alat musik berdawai atau bisa juga disebut alat musik chordophone berdasarkan warna suaranya. Kontruksi utamanya adalah kayu. Pada musik Sintren, gitar berperan sebagai pemegang melodi untuk menuntun panjak menyanyikan lagu yang dinyanyikannya, gitar dimainkan secara improvisasi menggunakan tangga nada pentatonis pelog dan slendro. Alat musik di atas merupakan alat musik yang digunakan pada musik pengiring kesenian Sintren. Masuknya alat musik modern pada pada kesenian Sintren bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk atau cara agar kesenian Sintren ini tetap eksis dan mampu berkompetisi dengan kesenian-kesenian modern lainnya. Alat musik asli kesenian Sintren jaman dulu sebelum mengalami perkembangan antara lain hanya menggunakan buyung dan bumbung lodong. Menurut hasil wawancara dengan Bapak H. Tasori selaku Pimpinan grup Sintren “Satria Nada” 53 Tahun, 13 Mei 2016, “Ya pertama durung payu nggo tanggapan tah neng desane dewek oh, tuli durung nganggo gamelan ngganggone masih buyung.” Pertama sebelum kesenian Sintren ini laku pementasannya hanya dipentaskan di desa sendiri, terus belum memakai gamelan, memakainya masih menggunakan buyung Berikut ini alat musik jaman dulu yang digunakan kesenian Sintren Brebes: Gambar 12. Buyung. Dok. Pratomo, Mei 2016 Gambar 13. Bumbung. Dok. Pratomo, Mei 2016 Buyung sebenarnya merupakan tempat wadah air yang kemudian oleh para seniman Sintren Brebes dialih fungsikan kegunaannya menjadi sebuah alat musik pada kesenian Sintren Brebes jaman dahulu. Menurut hasil wawancara dengan Bapak H. Tasori 53 Tahun, 13 Mei 2016, “Alate buyung trus nduwure tabuhe nganggone ilir oh, trus monine pak pak bung pak pak bung. Alatnya buyung terus di atasnya dibunyikan menggunakan kipas kipas terbuat dari anyaman bambu, trus suaranya pak pak bung pak pak bung Buyung merupakan alat musik yang terbuat dari bahan tembikar atau gerabah. Cara memainkan alat musik buyung adalah dipukul menggunakan kipas di bagian lubang atas buyung. Bumbung merupakan alat musik yang terbuat dari bambu yang disusun menurut tangga nada dari bunyi yang dihasilkan, bunyi dari bambu menggunakan tangga nada pentatonis slendro dan pelog. Bumbung dimainkan dengan cara dipukul menggunakan alat pemukul khusus bumbung. Kesenian Sintren adalah pertunjukan yang memperlihatkan unsur magis, dimana si penari menari dalam keadaan tidak sadarkan diri trance dimasuki roh atas panggilan pawang atau kemlandang. Dari penuturan sejumlah pelaku kesenian ini, pertunjukan Sintren dipertunjukan pada musim kemarau untuk meminta hujan. Hasil wawancara dengan Bapak Soegeng Rianto 52 Tahun, 14 Juni 2016, “Kesenian Sintren ini juga memiliki kegunaan yang bersifat religius karena dulunya Sintren ini digunakan untuk upacara ritual pemanggilan hujan, dan sedekah bumi yang merupakan ungkapan doa dan rasa syukur masyarakat kepada Sang Pencipta alam ini ”. Hal serupa juga dikemukakan oleh Bapak Suwatno hasil wawancara 42 Tahun, 18 Mei 2016, “ya itu, ritual untuk minta menyingkirkan hujan. Ketika orang hajatan itu ketika mendung, itu bisa digunakan untuk menyingkirkan hujan ”. Sedangkan pendapat lain mengemukakan bahwa Sintren dipertunjukkan untuk tempat mencari jodoh, mencari jodoh dilekatkan karena ada hubungannya dengan alur cerita kesenian Sintren yang mengkisahkan kisah cinta antara Sulandana dengan Sulasih. Diceritakan bahwa Sulandana yang merupakan putra dari Bahurekso Joko Bahu dengan Dewi Rantamsari memadu asmara dengan Sulasih. Hal serupa juga dikemukakan oleh narasumber Bapak Soegeng Rianto 52 Tahun, 14 juni 2016, “iya karena Sulasih rakyat jelata, raden Sulandhana adalah turunan ningrat perkawinan Ki Bahureksa dengan Dewi Rantamsari, Ki Bahurekso tidak mensetujui karena Sulasih adalah seorang rakyat jelata. Tapi Dewi Rantamsari justru mensetujui, jadi dimasukanlah pengasihan Dewi Rantamsari Kepada Sulasih. Kemudian Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih pergi menjadi seorang penari. Sampai kapanpun Si Sulandono dan Sulasih tidak bisa bertemu di alam nyata, hanya bisa ketemu di alam gaib. Itu sejarah, Sulasih itu dari desa Kali Salak”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesenian Sintren merupakan suatu kesenian tradisional berbentuk seni pertunjukan yang menampilkan pertunjukan iringan musik gamelan dan tari, kemudian dikemas dengan gambaran alur cerita kisah cinta antara Sulandana dan Sulasih. Pertunjukan kesenian Sintren sekarang ini banyak mengalami perubahan dan mengikuti selera jaman, perubahan tersebut terlihat dari beberapa alat musiknya. Kesenian Sintren kini telah mengikuti perkembangan jaman, saat ini alat musik iringan yang digunakan tidak semuanya tradisional, masuknya sentuhan beberapa alat musik gamelan seperti kempul, kempyang, ketuk, kecrek, kendhang, seruling, gong dan alat musik modern yang digunakan seperti gitar elektrik.

C. Bentuk Musik Iringan Sintren

Sintren merupakan kesenian yang menampilkan tarian dan musik, musik digunakan untuk mengiringi tarian. Musik pengiring Sintren ini mememiliki struktur bentuk atau pakem lancaran yang menggunakan tangga nada pentatonis slendro dan pelog. Menurut hasil wawancara dengan Bapak H. Tasori 53 Tahun, 13 Mei 2016, “musike mas? Yen ora salah lancaran mas… sampean coba ngerungokna musike bae mas, enyong tah ora patia paham sih yah. Sing jelas nganggone lancaran ”. musiknya mas? Kalau tidak salah lancaran mas… kamu coba mendengarkan musiknya saja mas, saya tidak begitu paham soalnya mas, yang jelas menggunakan lancaran Pendapat serupa juga disampaikan oleh Bapak Wijanarko, menurut hasil wawancara 45 Tahun, 10 Juni 2016, “Pakem dari musik Sintren ini menggunakan lancaran kalo tidak salah mas, kebetulan saya ada bukunya. Nanti mas Andi boleh foto copy bukunya, siapa tau bisa membantu penelitian mas Andi ”. Beberapa sumber menyatakan bahwa kesenian Sintren menggunakan tangga nada pentatonis slendro, namun setelah diteliti musik iringan kesenian Sintren menggunakan tangga nada pentatonis slendro dan pelog, hanya saja penggunaan tangga nada tersebut hanya digunakan pada vokal, gitar elektrik dan seruling. Menurut hasil wawancara dengan Bapak H. Tasori 53 Tahun, 13 Mei 2016, “Tangga nadane ya nganggo sing biasa dienggo gamelan oh mas... tangga nada pelog karo slendro nganggone. Cuma cengkok penyanyine kue nganggo bahasa campuran Cirebonan. Gitar karo Sulinge ya nganggo pelog karo slendro ”. Tangga nadanya menggunakan yang biasa dipakai dalam gamelan mas…Tangga nada pelog dan slendro yang digunakan. Cuma cengkok penyanyinya itu menggunakan Bahasa campuran Cirebonan. Gitar karo sulinge ya memakai pelog dan slendro Alat musik gamelan seperti kempul, gong, ketuk dan kempyang tidak digunakan sebagai alat musik idiophone melodis bernada melainkan hanya sebagai alat musik idiophone ritmis tak bernada. Beberapa lagu-lagu wajib yang wajib dimainkan dalam pertunjukan kesenian Sintren seperti lagu Turun Sintren, Simbar Melati ini merupakan lagu wajib yang harus selalu ada pada pertunjukan Sintren. Menurut hasil wawancara dengan Bapak Suwatno 42 Tahun, 18 Mei 2016, “Itu daerah saya daerah RT 3 RW 4 itu sampai RT 6 RW 4, jadi misal ada acara keliling mengarak Manten atau Sunat, sampai di daerah situ itu lagunya harus lagu turun sintren, bahasanya lagu wajib ”. Berikut ini beberapa lirik lagu yang ada pada kesenian Sintren: Turun Sintren Turun-turun sintren Sintrene widadari Nemu kembang neng ayun-ayunan Nemu kembang neng ayun-ayunan Kembange si Jaya Indra Widadari temurna Simbar Melati Simbar melati Melati megar ning taman Apa dadi apa ora Lamun dadi terus dibuka Kembang melati Melati megar ning dada Apa dadi apa ora Lamun dadi terus dibuka Lirik dari lagu Sintren ini di setiap daerah tidak baku dan bisa diganti oleh para seniman. Beberapa lagu wajib memang harus selalu ada dan dimainkan oleh grup kesenian Sintren di mana kesenian ini berada, bahkan sudah menjadi pakem atau sesuatu yang disakralkan dimana kesenian Sintren ini selalu dipentaskan, lagu wajib ini akan selalu dimainkan. Seperti lagu Turun Sintren ini merupakan salah satu lagu yang disakralkan oleh beberapa pelaku seni Sintren. Lagu-lagu yang ada pada kesenian Sintren ini bisa dikatakan merupakan permohonan doa atau mantra untuk memanggil roh leluhur untuk turun ke arena pertunjukan dan memasuki tubuh si Sintren. Harus berhati-hati karena beberapa lagu tersebut mempunyai kekuatan mistis. Lagu-lagu yang digunakan pada kesenian Sintren ini mempunyai banyak keunikan, perbedaan judul atau nama lagu dan urutan lagu yang berbeda-beda pada tiap daerah dimana kesenian Sintren ini ada. Pada grup Sintren “Satria Nada” musik iringan yang wajib dimainkan adalah lagu Turun Sintren dan Simbar Melati, sedangkan lagu Tepang Sono, Tambak-tambak Pawon, Bapak Tani, Uwa-uwa Bango, Jamang-jamang Topi, dan Pitik Walik. Berikut ini beberapa urutan lagu yang dimainkan grup Sintren “Satria Nada”: 1. Tepang Sono Lagu Tepang Sono merupakan lagu yang dimainkan pada saat awal pertunjukan Sintren dimulai, lagu ini merupakan lagu pembuka atau sebagai lagu penanda bahwa pertunjukan Sintren ini telah di mulai. 2. Turun Sintren dan Simbar Melati Lagu Turun Sintren ini dimainkan ketika adegan Sintren akan dikeluarkan dalam kurungan. Menurut penuturan dari beberapa narasumber, lagu Turun Sintren ini merupakan mantra untuk memanggil roh halus untuk hadir dalam pertunjukan dan masuk ke dalam raga si penari Sintren. Lagu Turun Sintren ini dimainkan secara medley dengan lagu Simbar Melati dan dimainkan secara berulang-ulang mengikuti perintah dari si panjak sinden penyanyi. 3. Tambak-tambak Pawon Lagu Tambak-tambak Pawon menurut penuturan Bapak H. Tasori merupakan lagu umum atau bisa juga disebut lagu tambahan. Lagu ini dimainkan ketika Sintren membawa kembang bunga kemudian turun panggung menjual bunga pada penonton dengan imbalan mendapatkan uang dari menjual bunga tersebut. 4. Jamang-jamang Topi Lagu ini dimainkan ketika adegan kemlandang akan menjadi Bodor. Bodor sendiri adalah salah satu penari laki-laki yang akan menemani Sintren. 5. Awul-awul Abang Lagu Awul-awul Abang dimainkan pada saat sesi pertunjukan balangan. Pada sesi balangan ini para penonton akan melempar kain berupa selendang maupun sarung yang sudah disiapkan oleh kemlandang. Sesi ini merupakan saat-saat yang ditunggu penonton karena ketika kain dilemparkan mengenai Sintren, maka Sintren akan jatuh tidak sadarkan diri kemudian kemlandang akan membangunkan Sintren kembali dengan meniupkan dupa ke wajah Sintren. 6. Bapak Tani Lagu Bapak Tani dimainkan ketika Sintren menari ditemani Bodor. Lagu ini menceritakan tentang kehidupan sehari-hari suami istri, dimana si istri pergi ke sawah membawakan makan untuk suaminya yang sedang bekerja di sawah. 7. Pitik Walik Lagu Pitik Walik dimainkan ketika adegan Sintren menari di atas kurungan, adegan ini merupakan adegan penuh atraksi akrobatik yang cukup membuat kagum penonton ketika melihat adegan tersebut.