Laporan Observasi Pre-histerektomi Partisipan 1

mengikuti lomba paduan suara bersama teman-teman gerejanya di Klaten. Bukan saja bergumul atas keadaan pre-histerektomi, partisipan juga bergumul atas keadaan post-histerektomi. Gejala vertigo serta nyeri yang dirasakan post-histerektomi awalnya dianggap sebagai beban oleh partisipan. Namun seiring proses penyembuhan, partisipan memadang hal tersebut sebagai hal yang tidak terlampau dicemaskan. Selain vertigo, partisipan juga merasa pegal saat duduk tanpa bersandar dan saat jongkok. Partisipan juga cemas akan dampak histerektomi yang akan dialami, yaitu penurunan hormon yang dapat menyebabkan penuaan dini. Selain itu, perasaan tidak bisa seoptimal sebelum dihisterektomi, keadaannya yang harus bergantung kepada orang lain serta luka jahitan yang belum kunjung sembuh menyebabkan muncul rasa marah atas dirinya sendiri.

b. Laporan Observasi Pre-histerektomi Partisipan 1

Wawancara pertama dilakukan pada tanggal 23 Juni 2012 di ruang Bougenvile Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Saat peneliti datang, partisipan sedang bersama temannya yang duduk di samping partisipan sambil membaca majalah wanita. Tidak terlihat suami maupun anak partisipan. Secara fisik, partisipan memiliki postur tubuh kurus dengan tinggi berkisar 154 cm dan masih menggunakan pakaian untuk pasien yang disediakan oleh pihak rumah sakit. Partisipan menyambut peneliti dengan senyuman dan menyatakan kesediaannya untuk diwawancara namun partisipan kelihatan lemas. Saat peneliti menanyakan kedaannya, partisipan mengatakan bahwa ia belum merasakan sakit seperti yang dikatakan oleh teman-temannya yang sudah pernah dihisterektomi karena reaksi analgesik yang diberikan saat histerektomi masih terasa. Sebelum wawancara dimulai, partisipan mencoba mengatur posisinya senyaman mungkin hal ini terlihat dengan partisipan mengambil bantal dan menjadikannya sebagai sandaran. Saat wawancara dilakukan, intonasi suara partisipan meninggi saat peneliti menanyakan tentang perasaannya saat pertama kali divonis dokter uterusnya harus diangkat. Namun, volume suaranya mengecil saat peneliti menanyakan tentang kapan partisipan tahu tentang penyakitnya. Intonasi suara partisipan kembali meninggi saat partisipan menceritakan hasil pemeriksaannya yang menunjukkan kista ovariumnya semakin menyebar. Setelah itu, pada pertanyaan berikutnya partisipan menjawab pertanyaan peneliti dengan nada suara biasa, dan artikulasi yang jelas dan sesekali menjawab sambil tersenyum. Sejak awal wawancara, partisipan cukup terbuka dan terlihat bersemangat saat menceritakan harapan, pekerjaan dan kelompok paduan suara yang biasanya diikuti bersama teman-teman gereja. Partisipan sesekali melihat ke temannya jika pertanyaan yang diberikan peneliti kurang dimengerti. Di akhir wawancara. peneliti melakukan kontrak waktu dengan partisipan untuk melakukan wawancara berikutnya. Saat mencari lokasi tempat tinggal partisipan untuk melakukan wawancara kedua, peneliti sedikit mengalami kesulitan karena partisipan tidak banyak dikenal warga sekitar. Peneliti bertemu dengan suami partisipan saat pertama kali berkunjung. Sambil menunggu partisipan yang sedang mandi, peneliti berbincang-bincang dengan suami partisipan tentang tujuan kedatangan peneliti. Partisipan yang saat itu mengenakan daster tampak lebih kurus dibanding wawancara sebelumnya. Partisipan juga masih tampak lemas dan masih merasakan nyeri pada daerah histerektomi. Hal ini terlihat dari cara partisipan berjalan maupun duduk yang dilakukan dengan perlahan sambil memegangi daerah sekitar histerektomi. Selain itu, saat wawancara akan dimulai, partisipan mengatur posisinya senyaman mungkin agar tidak timbul nyeri sekitar daerah histerektomi. Di awal percakapan sebelum wawancara dimulai, partisipan menjawab pertanyaan dari peneliti dengan nada suara biasa, artikulasi yang jelas dan sesekali menjawab sambil tersenyum. Namun, disaat peneliti mulai menanyakan perasaan partisipan ketika sebelas bulan yang lalu divonis memiliki mioma uteri dan kista ovarium, partisipan menjawab dengan intonasi suara membesar bahwa ia kaget karena merasa dirinya baik-baik saja. Setelah itu, nada suara partisipan kembali biasa dan partisipan kembali tersenyum. Partisipan kemudian menjelaskan alasannya tidak melakukan kontrol ke dokter sambil tersenyum dan sambil menjelaskan gejala yang sering dirasakan, partisipan menunjukkan lokasi gejala tersebut. Intonasi suara partisipan kembali meninggi saat peneliti menanyakan perasaannya saat tahu kista ovariumnya berkembang. Namun, sambil tersenyum, partisipan terlihat antusias saat menceritakan tentang kegiatan yang masih dilakukan walaupun telah divonis memiliki mioma uteri dan kista ovarium. Volume suara partisipan kembali membesar saat menceritakan tentang kecemasannya yang bertambah karena mendengar kabar dari teman-temannya bahwa ada yang kritis karena kista ovariumnya pecah. Demikian pula saat menceritakan kecemasannya saat memikirkan histerektomi. Namun, partisipan tertawa saat mengatakan pikirannya yang berkecamuk banyak hal saat itu. Saat menceritakan tentang uterusnya, partisipan menjawab sambil menunduk melihat perutnya. Saat peneliti menanyakan pandangan partisipan akan penyakitnya, partisipan menjawab dengan volume suara kecil sambil tersenyum dan saat peneliti bertanya tentang pandangannya akan kehidupan seksual, partisipan menjelaskan dengan terlebih dahulu tersenyum dan setelah selesai menjelaskan kembali partisipan tersenyum. Volume suara partisipan kembali mengecil saat menceritakan tentang abortus yang terjadi akibat depresi yang dialami karena memikirkan utang temannya pada partisipan yang terlampau banyak dan perasaan kecewanya saat harus menghadapi keadaan tersebut. Wawancara ketiga kembali dilakukan di ruang tamu rumah partisipan. Partisipan terlihat sedikit lebih segar dibanding wawancara sebelumnya. Namun, partisipan masih terlihat merasakan nyeri pada daerah histerektomi. Sebelum wawancara, partisipan kembali mengatur posisinya senyaman mungkin. Sama seperti wawancara pertama dan kedua, secara umum pada wawancara ketiga. partisipan sering tersenyum ketika menjawab pertanyaan peneliti dan menjawab pertanyaan peneliti dengan suara biasa. Namun, suara partisipan mengecil saat peneliti menanyakan tentang kecemasan partisipan atas histerektomi pengangkatan uterus yang dilakukan. Namun partisipan tertawa saat menceritakan tentang dirinya yang tetap melakukan aktivitas sehari sebelum histerektomi. Saat peneliti bertanya siapa yang dipanggil saat partisipan merasakan gejala kram, partisipan tersenyum dan sambil memperagakan dengan mengelus-elus perutnya menjelaskan bahwa tidak ada yang dipanggil saat gejala muncul karena tidak ada yang dapat membantu mengurangi gejala yang dirasakan. Partisipan kembali tersenyum dan volume suaranya sedikit membesar saat menceritakan mimpi partisipan tentang ayahnya. Dan saat peneliti bertanya apakah hal tersebut menambah rasa cemas partisipan, partisipan menjawab bahwa hal tersebut menambah kecemasannya sambil tertawa. Saat peneliti bertanya apa yang dicemaskan dengan mimpi yang dialami, sambil tertawa partisipan menjawab yang dicemaskan adalah efek yang akan muncul post-histerektomi. Partisipan juga tertawa saat peneliti bertanya tentang apakah kecamasan berpengaruh terhadap pola makan. Namun volume suara partisipan membesar saat peneliti bertanya tentang perasaannya ketika telah menjaga pola makan namun tetap divonis memiliki mioma uteri. Namun, partisipan kembali tertawa saat menceritakan tentang kabar yang didengar dari teman-teman dan mimpi tentang ayahnya yang semakin membuat partisipan cemas sebelum dihisterektomi. Hal yang sama juga diekspresikan partisipan saat mengatakan bahwa ia lebih takut tua dibanding takut meninggal dan partisipan juga tertawa saat menceritakan bahwa kecemasannya akan semakin bertambah jika ia tahu sebelum dihisterektomi yang diangkat adalah kedua ovariumnya. Partisipan diam sejenak sebelum menceritakan keinginannya untuk melihat bentuk dari mioma uteri dan kista ovariumnya post- histerektomi. Partisipan tertawa saat menceritakan tentang keakrabannya dengan teman-temannya. Namun intonasi suara partisipan meningkat saat peneliti bertanya tentang persiapan dari perawat dalam membantu partisipan menghadapi histerektomi dan menghilangkan rasa cemasnya.

c. Analisis Verbatim Pre-histerektomi Partisipan 1

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Keluarga Sebagai Motivator Pasien Ca Mammae Post Mastectomy di RS Panti Wilasa Citarum Semarang T1 462008068 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Keluarga Sebagai Motivator Pasien Ca Mammae Post Mastectomy di RS Panti Wilasa Citarum Semarang T1 462008068 BAB II

0 1 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Keluarga Sebagai Motivator Pasien Ca Mammae Post Mastectomy di RS Panti Wilasa Citarum Semarang T1 462008068 BAB IV

0 0 41

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Hidup Pasien Pre- dan Post-Histerektomi di Rumah Sakit Panti Wilasa “Citarum” Semarang Jawa Tengah T1 462008061 BAB I

0 1 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Hidup Pasien Pre- dan Post-Histerektomi di Rumah Sakit Panti Wilasa “Citarum” Semarang Jawa Tengah T1 462008061 BAB II

0 3 46

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Hidup Pasien Pre- dan Post-Histerektomi di Rumah Sakit Panti Wilasa “Citarum” Semarang Jawa Tengah T1 462008061 BAB V

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Hidup Pasien Pre- dan Post-Histerektomi di Rumah Sakit Panti Wilasa “Citarum” Semarang Jawa Tengah

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Hidup Pasien Pre- dan Post-Histerektomi di Rumah Sakit Panti Wilasa “Citarum” Semarang Jawa Tengah

0 0 139

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Presence dalam Pendampingan Pastoral Terhadap Pasien Terminal Illness di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang

0 1 17

T1__BAB IV Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap Kecemasan Pasien Pre Sectio Caesarea di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang T1 BAB IV

1 1 15