hormon merasa dikuatkan. Keadaan post-histerektomi juga membuat kehidupan spiritual partisipan semakin dikuatkan.
Penyerahan diri secara total pada kuasa Tuhan membuat partisipan merasa
tidak perlu
mencemaskan keadaannya
pasca dihisterektomi.
b. Laporan Observasi Pre-Histerektomi Partisipan 3
Saat pertama kali menemui partisipan, kondisi partisipan tidak memungkinkan untuk diwawancarai akibat nyeri post-histerektomi
yang dirasakan. Secara fisik partisipan memiliki tubuh kurus dan kecil dengan tinggi badan sekitar 151 cm. Partisipan tampak
sedang ditemani keluarganya yang kemudian diketahui sebagai kakak partisipan. Peneliti kemudian memperkenalkan diri dan
mengutarakan maksud dan tujuan kedatangan.
Partisipan terlihat meringis kesakitan dan sesekali membuka matanya. Partisipan juga terlihat tidak tenang dengan sering
bergerak serta
sesekali menghembuskan
napas panjang.
Sementara itu, kakak partisipan berusaha menenangkannya dengan membisikkan kata-kata penguatan.
Tidak lama kemudian, suami partisipan datang. Peneliti kemudian memperkenalkan diri dan mengutarakan maksud dan
tujuan kedatangan
peneliti. Suami
partisipan kemudian
menceritakan tentang keadaan partisipan yang belum tahu jika rahim dan kedua ovariumnya telah diangkat. Saat ditanya tentang
kapan suami partisipan akan memberitahu partisipan akan keadaannya, volume suara suami partisipan mengecil saat
menjawab bahwa suaminya akan menunggu hingga kondisi psikologi partisipan membaik dan dirasa siap untuk mengetahui
kondisi sebenarnya. Saat peneliti sedang bercakap-cakap dengan suami
partisipan, partisipan terlihat mual kemudian muntah. Melihat itu, suami dan kakak partisipan langsung membantu partisipan. Suami
partisipan membersihkan muntahan partisipan dan memberi partisipan minum. Sedangkan kakak partisipan membantu
partisipan agar tetap tenang dengan membisikkan kata-kata penguatan. Partisipan saat itu tampak pucat namun terlihat bahwa
sebelum dihisterektomi, partisipan merias wajahnya. Dua hari setelah itu, peneliti kembali ke rumah sakit untuk
melakukan wawancara pertama. Saat itu, kondisi partisipan terlihat lebih baik dibanding sebelumnya. Partisipan tampak sedang
berbincang-bincang dengan kenalannya yang saat itu sedang berkunjung yang kemudian diketahui sebagai om dan tante
partisipan. Tampak pula kakak partisipan yang berbeda sedang duduk tidak jauh dari tempat tidur partisipan. Selama menunggu
partisipan berbincang-bincang dengan om dan tantenya, peneliti menunggu sambil berbincang-bincang dengan kakak partisipan.
Setelah itu, peneliti menemui partisipan.
Partisipan menyambut peneliti dengan tersenyum. Peneliti kemudian memperkenalkan diri kepada partisipan dan ternyata
partisipan masih
mengingat peneliti.
Partisipan kemudian
menyatakan kesediaannya untuk diwawancara. Ketika peneliti bertanya tentang kapan partisipan mengetahui
penyakitnya, sambil bercerita, partisipan melihat ke depan dan kemudian melihat ke peneliti. Pada pertengahan percakapan yang
dilakukan, suara partisipan terdengar bersemangat. Partisipan lalu mengambil handphone-nya dan menunjukan gambar mioma
uterinya yang telah diangkat saat bercerita tentang pengangkatan dan beratnya mioma uteri.
Ketika wawancara masih berlangsung, partisipan dikunjungi petugas pastoral yang akan mendoakan partisipan. Perbincangan
sempat terjadi antara petugas pastoral dan partisipan. Volume suara partisipan membesar saat menceritakan tentang gejala dan
keluhan fisik yang dirasakannya sebelum akhirnya memeriksakan diri ke dokter. Dan kemudian tertawa saat mengatakan berat
badannya yang turun 1 kg dengan diangkatnya mioma uteri. Partisipan menunduk, memperhatikan dan memegang
perutnya, saat petugas pastoral bertanya kembali tentang partisipan yang sudah memiliki anak atau belum. Dan saat ditanya sudah
berapa lama menikah, partisipan menjawab dengan sambil
tersenyum bahwa sudah dua belas tahun menikah dan belum pernah memeriksakan diri ke dokter.
Suara partisipan terdengar bersemangat ketika menceritakan tentang teman-temannya yang datang memberikan dukungan
sebelum partisipan
dihisterektomi bahkan
selama proses
histerektomi berlangsung. Partisipan dapat menjawab semua pertanyaan dengan jelas.
Ketika wawancara berlangsung, partisipan menerima telepon dari suaminya. Percakapan terhenti dan partisipan terlihat
tersenyum saat menerima telepon dari sang suami. Tidak lama setelah wawancara berlanjut, partisipan mendapat kunjungan dari
kenalannya yang kemudian diketahui merupakan anak bosnya tempat partisipan bekerja. Selama partisipan dikunjungi, peneliti
berbincang-bincang dengan kakak partisipan. Partisipan terlihat senang dengan kunjungan tersebut.
Terlihat bahwa partisian sempat becanda dan tertawa. Setelah kunjungan selesai, barulah wawancara kembali dilanjutkan.
Partisipan menunjuk pasien di depannya saat peneliti bertanya tentang informasi yang didapat partisipan dengan penyakit yang
sama. Partisipan menjawab dengan enteng saat peneliti bertanya tentang perbedaan kegiatan partisipan setelah dan sebelum tahu
adanya mioma uteri.
Partisipan menjawab dan kembali bertanya ke kakaknya untuk meyakinkan peneliti bahwa mioma uteri yang dialami tidak
mengganggu aktivitasnya. Partisipan tersenyum saat mengatakan histerektomi merupakan hal yang paling ditakutkan. Diakhir
wawancara, peneliti melakukan kontrak waktu dengan partisipan untuk wawancara selanjutnya.
Wawancara kedua dilakukan di ruang tamu rumah partisipan. Ketika mencari tempat tinggal partisipan, tampak warga sekitar
mengenal partisipan dengan baik hal ini mempermudah peneliti menemukan lokasi rumah partisipan.
Ketika peneliti datang, tampak tetangga partisipan dan kakaknya yang berbeda sedang berbincang-bincang sehingga
peneliti menunggu hingga perbincangan mereka selesai. Pada waktu sedang berbincang-bincang, partisipan terlihat diam dan
melihat keluar dengan tatapan kosong, saat kakak partisipan mengatakan “kenapa tidak diperiksakan setelah satu tahun
menikah agar tidak harus dihisterektomi”.
c. Analisis Verbatim Pre-histerektomi Partisipan 3