menjadi lebih baik saat dekat dengan Tuhan sampai muncul perasaan hampa saat jauh dari Tuhan. Partisipan merasa
penderitaannya dengan penyakit yang diderita tidak sebanding
dengan penderitaan dan kasih Tuhan untuk partisipan.
Partisipan merasa sakit yang diderita tidak menjadi beban untuknya, hanya saja terdapat perasaan menyesal karena tidak
pernah memeriksakan diri ke dokter walaupun telah dua belas tahun menikah. Partisipan tetap bergumul dengan keadaannya dan
berusaha agar apa yang dikatakan orang lain tentang efek histerektomi tidak
menjadi doanya. Partisipan
berrencana menggunakan
pengobatan alternatif
untuk mempercepat
penyembuhan lukanya.
4.4 Memeriksa Keabsahan Data 1.
Triangulasi a.
Partisipan Pertama THS
Peneliti melakukan triangulasi data untuk partisipan pertama THS dengan mewawancarai orang terdekatnya, dalam hal ini
suaminya BP, karena BP-lah yang mengetahui keseharian partisipan dan yang setia menemaninya mulai dari divonis memiliki
penyakit sampai keadaan post-histerektomi.
BP mulai menceritakan tentang perdarahan yang dialami partisipan. Awalnya partisipan tampak tidak cemas dengan
perdarahan tersebut, namun karena perdarahannya semakin
banyak dan muncul gejala seperti pusing, merasa panas dan mual, BP menyarankan partisipan untuk segera memeriksakan diri ke
dokter.
BP menuturkan bahwa wajah partisipan tampak pucat dan tubuhnya terlihat lemas saat dokter memvonis bahwa ia memiliki
mioma uteri uteri dan kista ovarium ovarium serta harus dihisterektomi. Partisipan saat itu tidak percaya dan terlihat bingung
antara iya dan tidaknya histerektomi. Di satu sisi partisipan takut dihisterektomi, sedangkan di sisi lain jika tidak dihisterektomi
penyakitnya bertambah parah. Partisipan mulai terlihat tenang saat dokter mengatakan banyak wanita yang mengalami hal yang sama
dan berhasil dihisterektomi.
Sepulangnya dari Rumah Sakit, BP menyarankan partisipan untuk segera dihisterektomi agar partisipan tidak lagi terbebani
dengan penyakitnya, namun hal tersebut diurungkan partisipan karena masih cemas akan keadaannya. Partisipan juga tampak
tidak ingin pasrah untuk segera dihisterektomi dan mencari informasi dari temannya yang telah dihisterektomi untuk
memperoleh solusi terbaik. BP dan partisipan kemudian mencari pengobatan alternatif herbal pasca perdarahan terhenti. Partisipan
mengkonsumsi ekstrak daun sirsak berdasarkan saran temannya
yang tampak membantu mengurangi keluhan yang dialaminya.
Selama bergumul untuk dihisterektomi, partisipan tetap beraktivitas seperti biasa, baik itu mengikuti kegiatan gereja
maupun bekerja. BP sempat menyarankan partisipan cuti bekerja untuk sementara waktu, tapi hal tersebut tidak dilakukan partisipan
dengan alasan masih banyak target pekerjaan yang harus
diselesaikan.
Hampir setahun kemudian, partisipan kembali mengeluhkan penyakitnya kepada BP setelah muncul gejala berupa nyeri hilang
timbul pada bagian bawah perutnya. Gejala tersebut membuat partisipan cemas jika penyakitnya bertambah parah. Partisipan
dengan ditemani BP, kemudian kembali memeriksakan diri ke dokter. Dari hasil pemeriksaan, dokter menyarankan partisipan
untuk segera dihisterektomi karena kista ovariumnya menyebar.
BP mengungkapkan,
setelah kembali
divonis harus
dihisterektomi, partisipan tampak cemas jika histerektomi yang dijalani dapat menyebabkan penyakitnya kembali muncul dan harus
dihisterektomi untuk kedua kalinya seperti yang diceritakan temannya. Melihat partisipan cemas, BP berusaha memberikan
dukungan emosional dan meminta partisipan agar tidak langsung percaya atas apa yang didengarnya sebelum mencoba. BP saat itu
berasumsi bahwa jika tidak segera dihisterektomi, partisipan akan mengalami penderitaan batin karena terus mencemaskan
penyakitnya dan memikirkan kapan bisa sembuh.
BP juga menuturkan bahwa selain partisipan cemas harus menjalani histerektomi untuk kedua kalinya, partisipan juga cemas
jika mengalami kegagalan histerektomi yang dipandang BP sebagai bayangan ilusi akibat kecemasan yang dialami partisipan.
Kecemasan tentang prosedur histerektomi membuat partisipan selalu mengunjungi temannya yang telah dihisterektomi dengan
penyakit yang sama. Hal tersebut membuat partisipan tampak semakin memikirkan keadaannya yang belum dihisterektomi. Lewat
hal itu pula, partisipan memperoleh dukungan dari teman-temannya untuk secepatnya dihisterektomi.
BP menceritakan
bahwa post-histerektomi,
partisipan mengalami nyeri daerah sekitar histerektomi. Namun, rasa cemas
akan penyakitnya tidak lagi dikeluhkan partisipan. Aktivitas partisipan dikurangi post histerektomi dilakukan agar luka jahitan
bagian dalam maupun luarnya cepat mengering dan pulih. Partisipan tampak semakin memperhatikan gaya hidupnya dengan
menjaga pola makan dengan baik agar penyakitnya tidak kembali
diderita.
BP mengungkapkan
bahwa pada
post-histerektomi, kecemasan akan penuaan dini akibat penurunan hormon sedikit
dialami partisipan yang sudah mulai berusia lanjut. BP berpendapat bahwa kecemasan yang dialami mungkin berbeda dengan wanita
usia muda dan masih mengingkinkan keturunan. Pasca
dihisterektomi partisipan sering mengungkapkan keinginnya untuk secepatnya kembali bekerja karena banyaknya pekerjaan yang
tertunda.
b. Partisipan Tiga SS