perpartisipan, peneliti melakukan analisia narasi untuk membadingkan hasil yang peneliti temukan pada masing-
masing partisipan.
4.3 Deskripsi Partisipan 1.
Partisipan Penelitian 1 a.
Gambaran Umum Partisipan 1 Identitas
Nama : THS
Tempat, tanggal lahir : Semarang, 12 Mei 1960 Umur
: 53 tahun Jenis Kelamin
: Perempuan Pendidikan Terakhir
: SMA Status
: Menikah Agama
: Kristen Pantekosta Alamat
: Semarang. Anak ke
: 3 dari 6 bersaudara THS adalah warga keturunan asli Tionghoa baik dari
keturunan ayah maupun ibunya. Dari hasil pernikahannya, partisipan dikaruniai 3 orang anak. Namun pada kehamilan kedua,
diusianya yang ke tiga puluh dua tahun, partisipan mengalami keguguran karena mengalami depresi akibat hutang piutang rekan
kerjanya atas usaha yang dijalani. Partisipan mengalami gangguan pola tidur dan diikuti dengan munculnya bercak-bercak darah yang
mulai membanyak sehingga partisipan dilarikan ke Rumah Sakit Telogorejo. Partisipan mencoba mempertahankan kehamilannya.
Namun janinnya tidak bisa diselamatkan. Sebelas hari setelah janinnya dinyatakan meninggal, partisipan dikuret dan dua hari
kemudian diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit. Partisipan menyesali apa yang dialaminya karena merasa tidak pernah
berlaku jahat kepada orang lain. Dalam kesehariannya, partisipan bekerja secara freelance
baik untuk asuransi jiwa, kosmetik dan peralatan masak. Bekerja secara freelance membuat partisipan sering bepergian ke luar kota
dan jarang berkumpul bersama keluarga. Partisipan merupakan seorang pekerja keras dan selalu memiliki target dalam bekerja.
Sebelas bulan sebelum wawancara, partisipan mengalami perdarahan. Siklus menstruasi yang tidak teratur dan cenderung
banyak selama kurang lebih tiga belas hari mendorongnya untuk memeriksakan diri ke dokter. Melalui pemeriksaan tersebut, ia
didiagnosa memiliki mioma uteri uteri dan kista ovarium ovari. Perasaan kaget dan tidak percaya atas vonis yang diberikan
mendorong partisipan kembali melakukan pemeriksaan ke dokter lain. Namun, pemeriksaan yang kedua kalinya membuktikan
partisipan positif memiliki mioma uteri dan kista ovarium. Setelah divonis memiliki mioma uteri dan perdarahannya
terhenti, partisipan hanya mengkonsumsi pengobatan herbal tanpa
melakukan pemeriksaan rutin ke dokter dan menunda untuk dihisterektomi. Selama itu pula partisipan tetap beraktivitasnya
seperti biasa. Partisipan tetap bekerja dan rutin berolahraga seperti renang yang dilakukan tiga kali seminggu.
Dua bulan sebelum wawancara dilakukan, partisipan merasakan nyeri hilang timbul pada bagian bawah perut. Frekuensi
munculnya nyeri meningkat saat partisipan mengendarai motor dan tiduran. Gejala ini membuatnya kembali memikirkan penyakitnya.
Pemikiran akan pekerjaannya yang tertunda, efek histerektomi, serta kecemasan penyakitnya bertambah parah membuatnya
sering terbangun di malam hari karena dilema antara iya dan tidaknya histerektomi.
Frekuensi gejala yang meningkat mendorong partisipan untuk kembali memeriksakan diri karena kuatir kista ovariumnya pecah.
Hasil pemeriksaan menunjukan kista ovariumnya menyebar sedangkan mioma uterinya mengecil dan partisipan divonis harus
dihisterektomi. Partisipan kembali kaget dan kecewa karena merasa
usaha yang
dilakukannya untuk
menyembuhkan penyakitnya sia-sia. Namun, Ia akhirnya menerima vonis tersebut
dan bersedia untuk dihisterektomi. Perencanaan untuk segera dihisterektomi telah dipikirkan partisipan sebelumnya agar dapat
mencapai target dan perencanaannya ke depan. Persiapan histerektomi baik fisik maupun psikis membuat partisipan tidak
mengikuti lomba paduan suara bersama teman-teman gerejanya di Klaten.
Bukan saja bergumul atas keadaan pre-histerektomi, partisipan juga bergumul atas keadaan post-histerektomi. Gejala
vertigo serta nyeri yang dirasakan post-histerektomi awalnya dianggap sebagai beban oleh partisipan. Namun seiring proses
penyembuhan, partisipan memadang hal tersebut sebagai hal yang tidak terlampau dicemaskan. Selain vertigo, partisipan juga merasa
pegal saat duduk tanpa bersandar dan saat jongkok. Partisipan juga cemas akan dampak histerektomi yang akan dialami, yaitu
penurunan hormon yang dapat menyebabkan penuaan dini. Selain itu, perasaan tidak bisa seoptimal sebelum dihisterektomi,
keadaannya yang harus bergantung kepada orang lain serta luka jahitan yang belum kunjung sembuh menyebabkan muncul rasa
marah atas dirinya sendiri.
b. Laporan Observasi Pre-histerektomi Partisipan 1