Cara Mengukur Kecemasan Kecemasan
32 a. Mengukur suhu tangan dengan menggunakan termometer, hal ini
dilakukan dengan asumsi suhu pada tangan salah satu gejala kecemasan individu.
b. Mengukur ketegangan otot melalui satuan-satuan biofeedback otot, karena pada saat mengalami kecemasan otot akan mengalami
ketegangan. c. Mengukur kencangnya denyut nadi.
d. Menggunakan alat respon kulit gulvanik peristaltik untuk mengetahui tingkat rangsangan kecemasan individu.
e. Melalui alat stetoskop untuk mengetahui kegiatan peristaltik dalam alat pencerna makanan.
f. Mengukur tingkat tekanan darah.
g. Menggunakan alat elektroencepalogram untuk mengukur kegiatan gelombang otak.
h. Merekam perubahan kekuatan listrik yang terjadi selama jantung berdetak dengan menggunakan alat elektrokardiograf.
Dari metode biofeedback di atas diketahui bahwa kecemasan seorang individu dapat diukur dengan peralatan medis melalui beberapa
bentuk rangkaian kegiatan pengukuran dan alat ukur pendukung. Di sisi lain, Agung Santoso 2006: 5 dalam artikelnya
mengungkapkan bahwa kecemasan dapat di ukur melalui aspek, indikator dan dimensi faktor. Melalui aspek-aspek yang jelas, dapat diketahui
dengan rinci seperti apa orang yang mengalami kecemasan. Kemudian
33 setelah itu mencari indikator dari individu yang mengalami kecemasan,
misalnya badan gemetar, muka pucat, jantung berdebar kencang, berkeringat dingin, pikiran kacau, sulit berkonsentrasi, gelisah dan
perasaan tidak nyaman. Indikator ini bisa disamakan dengan simptom atau gejala. Indikator ini kemudian menjadi item dalam skala dengan
mengelompokannya, misalnya “badan gemetar, jantung berdebar cepat” yaitu ciri fisik, “gelisah” masuk dalam aspek psikis. “suasana sekolah”
termasuk dalam aspek lingkungan sosial. Setelah menentukan penskalaannya, misalnya menggunakan skala likert dengan kategori
sangat sesuai sampai sangat tidak sesuai dan subjek diminta untuk menilai frekuensi atau intensitas dengan kategori dari sangat kuat sampai
sangat lemah. Intensitas dan frekuensi inilah yang disebut dengan dimensi faktor. Dari hasil itu dapat diketahui kecemasan seseorang.
Dari dua pendapat di atas bisa diartikan jika dalam mengukur kecemasan dapat dilakukan secara medis maupun melalui melihat aspek,
simptom dan frekuensi atau intensitas. Kedua cara mengukur kecemasan di atas memiliki ketepatan masing-masing dalam penggunaannya.
Pengukuran secara medis akan lebih tepat jika digunakan untuk mengukur kecemasan bagi para pasien dalam menghadapi pengobatan
atau operasi, karena dalam pengukuran ini pasien selain memiliki kecemasan, ia juga sedang sakit secara fisik sehingga perlu pengukuran
dan pengawasan dari orang yang memiliki profesi dalam bidang tersebut. Cara yang kedua tadi lebih tepat untuk mengukur kecemasan siswa,
34 karena kecemasan siswa ini memiliki gejala yang dirasakan siswa dengan
jelas serta siswa sedang dalam kondisi sehat secara fisik sehingga kecemasan siswa dapat diukur menggunakan skala yang jelas
berdasarkan aspek-aspek gejala kecemasan yang ada pada siswa.