34 ingatannya agak lemah dan tidak tahan lama, d banyak yang mengalami
putus sekolah, e dalam kehidupan di rumah, murid lamban belajar masih mampu berkomunikasi dan bergaul secara baik dengan saudara-
saudaranya, f emosinya kurang terkendali dan sering mementingkan diri senidiri, g murid lamban belajar dapat dilatih beberapa macam
keterampilan yang bersifat produktif. Peneliti menyimpulkan bahwa karakteristik
slow learner, meliputi: a kondisi fisik seperti anak normal, b intelegensi rendah, c lamban
dalam proses berpikir, d mangalami masalah pada hampir semua bidang, e sulit memahami hal-hal abstrak, f sulit mengungkapkan ide, g emosi
kurang stabil, h daya konsentrasi rendah, i minat dan motivasi belajar rendah, j mudah lupa dan beralih perhatian, k lebih suka bermain
dengan anak di bawah usianya, l tahu aturan tetapi tidak paham untuk apa aturan itu dibuat, dan m bergantung kepada guru dan orang tua
dalam membuktikan ilmu pengetahuan.
3. Peran Orang Tua dan Guru bagi Slow Learner
Orang tua berperan penting dalam membantu slow learner
menjalani kehidupan sehari-hari. Hal itu sejalan dengan pendapat Munawir Yusuf 2005: 54 bahwa peran orang tua dalam membantu
slow learner, meliputi: 1 menerima adanya perbedaan pada diri anak, 2 memberikan
perhatian yang proporsional dan tidak membeda-bedakan dalam memberikan perlakuan kepada anaknya sesuai dengan karakteristik
khususnya, 3 menyampaikan data dan informasi tentang perkembangan
35 anak secara terbuka kepada sekolah dan guru, 4 menjalin kerjasama
secara ikhlas dan jujur dengan guru untuk membantu anaknya yang mengalami kesulitan belajar, dan 5 tidak memaksakan kehendak kepada
anak untuk pencapaian suatu keinginan dan harapan dari orang tua. Sri Winarsih, dkk. 2013: 13 mengungkapkan bahwa orang tua
memiliki peran dalam membantu slow learner, yang terdiri dari: 1
berkonsultasi ke psikolog, b mengikuti asesmen atau tes IQ untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan anak, c berkonsultasi pada guru
kelas, d membimbing dan mendampingi anak di rumah dalam belajar, e menghargai hasil belajar yang diperoleh anak, f memotivasi anak supaya
anak rajin belajar, dan g memberikan contoh tentang sikap dan nilai berperilaku yang baik.
Nani Triani dan Amir 2013: 60-61 menambahkan bahwa orang tua berperan dalam mengembangkan
slow learner. Hal-hal yang dapat dilakukan orang tua di antaranya: a memberikan perhatian atas masalah
belajar yang dihadapi anak dengan penuh kehangatan, b bekerja sama dengan guru dan professional lainnya untuk mencarikan jalan keluar
masalah yang dihadapi anak, c menyediakan waktu dengan sengaja dalam memberikan perhatian dan bimbingan belajar, d tidak bertindak
over protectif, e mengajak anak ke tempat-tempat yang menarik agar slow learner tahu bahwa sukses di bidang akademik sangat penting, f
menjadi model yang paling bermakna pada diri anak, g menunjukkan
36 empati dan dukungan, dan h memberikan
reward terhadap keberhasilan yang ditunjukkan anak.
Guru pun memiliki peran penting dalam membantu slow learner
menghadapi masalahnya. Langkah pertama yang perlu dilakukan guru adalah melakukan identifikasi untuk mengetahui kekuatan dan kekurangan
siswa. Selanjutnya, guru mengelompokkan siswa berdasarkan kelompok yang sesuai dengan tingkat kemampuannya. Guru pun hendaknya bekerja
sama dengan orang tua dan profesi lain untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang optimal. Guru juga perlu menyiapkan materi, strategi,
dan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Guru juga dapat memberikan layanan remedial atau tambahan waktu belajar bagi
slow learner. Guru pun tidak boleh hanya mengukur aspek akademik, tetapi juga mengukur aspek lainnya, dan setiap perkembangan siswa
hendaknya disampaikan kepada orang tua Munawir Yusuf, 2005: 53-54 Peran guru tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, jika guru
memiliki latar belakang pendidikan yang berkenaan dengan anak berkesulitan belajar atau pun mendapatkan bekal ilmu yang memadai.
Pada kenyataannya di sekolah-sekolah reguler, guru kelas merupakan guru yang berlatar belakang S1 PGSD yang kurang mendapatkan bekal ilmu
tentang kesulitan belajar anak. Hal inilah yang menyebabkan guru di sekolah reguler menghadapi kesulitan ketika berhadapan dengan anak
yang berkesulitan belajar, seperti yang diungkapkan oleh Sari Rudiyati 2010: 195 bahwa latar belakang pendidikan yang tidak memberi bekal
37 tentang anak berkesulitan belajar menyebabkan hampir semua guru reguler
di sekolah dasar menghadapi permasalahan dalam menangani anak berkesulitan belajar.
C. Pertanyaan Penelitian