INTERAKSI SISWA SLOW LEARNER KELAS III DI SD MUHAMMADIYAH 2 MAGELANG.

(1)

INTERAKSI SOSIAL SISWA SLOW LEARNER KELAS III DI SD MUHAMMADIYAH 2 MAGELANG

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh Roh Dinia Wati NIM 13108241188

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

INTERAKSI SISWA SLOW LEARNER KELAS III DI SD MUHAMMADIYAH 2 MAGELANG

Oleh: Roh Dinia Wati NIM 13108241188

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk interaksi sosial siswa slow learner di kelas III SD Muhammadiyah 2 Magelang. Bentuk-bentuk interaksi sosial meliputi bentuk kerjasama, akomodasi, persaingan, kontravensi, dan menghadapi pertentangan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif jenis studi kasus dengan subjek seorang siswa slow learner di kelas III SD Muhammadiyah 2 Magelang. Informan dalam penelitian ini adalah guru kelas III, guru olahraga, dan empat teman siswa slow learner. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Uji keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Teknik analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa slow learner memiliki interaksi sosial yang baik seperti mudah bergaul dengan siapapun. Dilihat dari bentuk kerjasama, siswa slow learner jarang melakukan piket namun membantu siswa lain. Bentuk akomodasi yakni siswa slow learner menunjukkan sikap senang saat tampil di hadapan umum dengan kegiatan selain membaca dan menulis, memiliki keberanian untuk bertanya kepada guru, dan mampu berkomunikasi serta bercanda secara wajar. Bentuk persaingan yakni siswa slow learner memiliki keinginan untuk mendapat nilai baik dan tidak memiliki keinginan untuk bersaing alat sekolah. Bentuk kontravensi yakni siswa slow learner jarang memberikan dan mengungkapkan kritik kepada siswa lain, menunjukkan ekspresi kurang senang apabila siswa lain melakukan kesalahan, dan tidak membeda-bedakan dalam berteman. Dalam menghadapi pertentangan, siswa slow learner tidak melerai saat terdapat siswa yang berkelahi, pernah terlibat pertengkaran baik secara kontak fisik maupun lisan, mengancam siswa lain masih pada tingkatan yang wajar, dan ikut menyalahkan siswa yang melakukan kesalahan.


(3)

SOCIAL INTERACTION SLOW LEARNER STUDENT OF THIRD GRADE IN SD MUHAMMADIYAH 2 MAGELANG

By: Roh Dinia Wati NIM 13108241188

ABSTRACK

This study aims to determine the forms of social interaction slow learner students in class III SD Muhammadiyah 2 Magelang. The forms of social interaction include forms of cooperation, accommodation, competition, contravention, and face opposition.

The type of this research was qualitative descriptive with case study’s approach. The subject of this research was a slow learner students in the class III SD Muhammadiyah 2 Magelang with informant were third grade teacher, gym teacher, and four friends slow learner student. Data collection techniques in this study used observation, interview, and documentation. Validity test of the data in this study used triangulation technique and source. Data were analyzed by data reduction, data display, and conclusion drawing.

The results show that slow learner students have good social interactions such as easy to get along with anyone. Viewed from the form of cooperation, slow learner students rarely do picket but help other students. The form of accommodation that is slow learner students show a happy attitude when appearing in public with activities other than reading and writing, have the courage to ask the teacher, and able to communicate and joke naturally. Forms of competition that slow learner students have a desire to get good grades and have no desire to compete school tools. Contrasting forms of slow learner students rarely give and express criticism to other students, show less happy expression when other students make mistakes, and do not discriminate in making friends. In the face of opposition, slow learner students do not intervene when there are students who fight, have been involved in a fight both physically and verbally, threatening other students are still on a reasonable level, and participate blame the students who make mistakes.


(4)

(5)

(6)

(7)

MOTTO

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…” (Terjemahan QS. Al Baqarah: 286)

“... Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain,

dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap” (Terjemahan Q.S. Al-Insyirah 6-8)


(8)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tugas akhir ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orangtuaku (Bapak Makhrodin dan Ibu Mugiyati yang selamanya akan tetap menjadi ibuku).

2. Agama Islam, Nusa, dan Bangsaku. 3. Almamaterku UNY.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Interaksi Sosial Siswa Slow Learner Kelas III di SD Muhammadiyah 2 Magelang” dengan baik dan lancar. Skripsi ini disusun sebagai syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Terselesaikannya skripsi ini atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan pada peneliti untuk menyelesaikan studi pada program studi S1 PGSD FIP UNY.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta atas ijin bimbingan yang telah diberikan untuk melakukan penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar yang telah menyetujui judul ini. 4. Ibu Haryani, M. Pd., sebagai dosen pembimbing yang telah sabar dalam

memberikan banyak waktu, bimbingan, dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Kedua orangtuaku yaitu Bapak Makhrodin dan Ibu Mugiyati yang telah memberikan ridho dan doa kepada penulis.

6. Bapak dan ibu dosen program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan wawasan materi dalam menempuh kuliah selama ini.

7. Kepala SD Muhammadiyah 2 Magelang, Ibu Yuriningsih, S. Pd., serta guru-guru SD Muhammadiyah 2 Magelang yang telah memberi ijin dan bantuannya kepada penulis.

8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 khususnya PGSD kelas 8 E dan 8 F yang memberi semangat dan berbagi cerita kepada penulis.


(10)

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Fokus Penelitian ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Interaksi Sosial ... 7

1. Pengertian Interaksi Sosial ... 7

2. Syarat-Syarat Interaksi Sosial ... 8

3. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ... 10

4. Faktor-Faktor Terjadinya Interaksi Sosial ... 15

5. Interaksi Sosial Anak SD ... 17

B. Siswa Slow Learner ... 22

1. Pengertian Siswa Slow Learner ... 22

2. Karakteristik Siswa Slow Learner... 23

C. Interaksi Sosial Siswa Slow Learner ... 28

D. Kajian Penelitian yang Relevan ... 27

E. Pertanyaan Penelitian ... 31

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 33

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

C. Subjek Penelitian ... 34


(12)

F. Teknik Analisis Data ... 40

G. Uji Keabsahan Data ... 42

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 44

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 45

C. Hasil Penelitian ... 47

D. Pembahasan ... 65

E. Keterbatasan Penelitian ... 72

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Model analisis data kualitatif menurut Miles dan


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Pedoman Observasi Interaksi Sosial Siswa Slow Learner ... 38 Tabel 2. Pedoman Wawancara Interaksi Sosial terhadap Siswa

Slow Learner, Teman Siswa Slow Learner, Guru Kelas III, dan

Guru Olahraga ... 39 Tabel 3. Daftar Siswa Berkebutuhan Khusus di SD Muhammadiyah


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Pedoman Observasi dan Wawancara... 78

Lampiran 2. Hasil Observasi ... 82

Lampiran 3. Transkrip dan Reduksi Hasil Wawancara Siswa Slow Learner .... 106

Lampiran 4. Transkrip dan Reduksi Hasil Wawancara Perwakilan Teman Kelas III dan IV ... 109

Lampiran 5. Transkrip dan Reduksi Hasil Wawancara Guru Kelas ... 119

Lampiran 6. Transkrip dan Reduksi Hasil Wawancara Guru Olahraga ... 123

Lampiran 7. Reduksi, Penyajian Data, dan Penarikan Kesimpulan Interaksi Siswa Slow Learner ... 126

Lampiran 8. Catatan Lapangan ... 138

Lampiran 9. Foto Penunjang Observasi ... 153

Lampiran 10. Hasil Assesment ... 156

Lampiran 11. Raport Siswa Slow Learner ... 158

Lampiran 12. Foto Tulisan Siswa Slow Learner ... 167

Lampiran 13. Surat Keterangan Sekolah Inklusi ... 168

Lampiran 14. Surat Keterangan Validasi ... 171

Lampiran 15. Surat Ijin Penelitian ... 172


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki hasrat untuk senantiasa bersosialisasi dengan manusia yang lain. Salah satu cara manusia dalam bersosialisasi yaitu mengadakan interaksi dengan orang lain melalui komunikasi. Interaksi dilakukan kedua pihak atau lebih untuk saling mengerti dan memperoleh informasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Abdulsyani (2012: 153) bahwa interaksi sosial terjadi karena adanya saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing pihak dalam suatu hubungan sosial.

Manusia memulai interaksi pertama kalinya di dalam lingkungan keluarga. Keluarga menjadi suatu tempat dimana seorang anak melakukan pengenalan pertama dengan kedua orangtuanya. Setelah lingkungan keluarga, anak mengembangkan kemampuannya untuk bersosialisasi dengan orang lain di lingkungan sekolah.

Komponen pendidikan di lingkungan sekolah seperti pendidik dan peserta didik saling melakukan interaksi. Salah satu interaksi sosial positif dapat ditemui pada saat kegiatan belajar mengajar. Peserta didik dan pendidik melakukan hubungan sosial timbal balik secara dinamis. Peserta didik dapat mengajukan pertanyaan kepada pendidik dan pendidik dapat memberikan penjelasan kepada peserta didik. Selain itu, peserta didik juga dapat melakukan interaksi dengan peserta didik lainnya. Dalam kegiatan belajar kelompok, pengalaman belajar itu tidak saja diperoleh melalui interaksi dengan pendidik, tetapi akan didapat pula


(17)

melalui interaksi antar peserta didik dan antara peserta didik dengan lingkungan sosialnya Sudjana (2000: 96).

Interaksi sosial juga dapat ditemui di sekolah penyelenggara pendidikan inklusi. Sekolah inklusi merupakan sekolah reguler yang menampung baik siswa normal maupun siswa berkebutuhan. Siswa berkebutuhan khusus berbeda dari siswa lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kustawan & Meimulyani (2013: 29) bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak secara umum atau rata-rata seusianya.

Anak berkebutuhan khusus tidak sedikit yang mendapat pengucilan dari masyarakat. Dede Nana (Nana, 2016) melaporkan bahwa terdapat seorang anak berkebutuhan khusus yang mendapat ejekan dari teman-temannya. Seperti dialami oleh D yang dahulu bersekolah di SD dekat rumahnya. Setiap hari D menjadi bahan olok-olok dan ejekan teman-temannya sehingga D menjadi takut untuk bersekolah. Hal ini membuat orangtuanya hampir menyerah namun sekarang D mendapat terapi dan sudah mulai berani menghadapi orang asing.

Anak berkebutuhan khusus atau yang sering disebut ABK terdapat berbagai jenis. Salah satu jenis dari anak kebutuhan khusus ialah slow learner. Menurut Yusuf dalam Triani & Amir (2013: 3), anak lamban belajar atau slow learner ialah anak yang prestasi belajarnya rendah tetapi IQ nya sedikit di bawah rata-rata. Siswa yang mengalami slow learner mempunyai IQ dari 70-90. Siswa slow learner mengalami masalah hampir pada semua pelajaran terutama pada mata pelajaran yang berkenaan dengan hafalan dan pemahaman sehingga hasil belajarnya lebih rendah dibanding dengan teman-teman yang lain. Beberapa


(18)

masalah yang dihadapi anak slow learner antara lain anak mengalami perasaan minder terhadap teman-temannya; anak cenderung bersikap pemalu, menarik diri dari lingkungan sosialnya; lamban menerima informasi; hasil prestasi belajar kurang optimal; karena ketidakmampuannya sehingga tinggal kelas dan mendapat label yang kurang baik dari teman-temannya (Triani & Amir, 2013: 13).

Kenyataan di lapangan, masih dijumpai siswa slow learner yang masih mengalami kendala baik pada akademik maupun sosialnya. Permasalahan tersebut juga ditemui di SD Muhammadiyah 2 Magelang. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Magelang Nomor: 423.7/1346/230, SD Muhammadiyah 2 Magelang adalah salah satu SD yang ditunjuk sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi. Berdasarkan hasil assessment teridentifikasi 18 siswa berkebutuhan khusus di antaranya 5 anak autis, 3 anak tuna rungu, 1 anak tuna wicara, 1 anak tuna grahita ringan, 2 anak tuna grahita sedang, dan 6 anak slow learner.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti dengan wali kelas III pada bulan Oktober 2016 di SD Muhammadiyah 2 Magelang, didapati bahwa sekolah ini belum memiliki guru pendamping khusus atau yang sering disebut GPK. Siswa berkebutuhan khusus di sekolah ini masih ditangani oleh wali kelas masing-masing. Meskipun di sekolah ini terdapat guru Bimbingan Konseling (BK), namun tugas guru BK hanyalah sebagai penengah saja jika terjadi konflik pada siswa. Sementara guru kelas tetap memperlakukan siswa berkebutuhan khusus sesuai dengan kesulitan siswa. Guru kelas mendekati siswa slow learner dan membantu serta memotivasi siswa untuk dapat menyelesaikan


(19)

tugas yang diperintahkan guru. Guru juga menyadari bahwa siswa slow learner mempunyai kemampuan mengerjakan tugas lebih lama dibandingkan siswa normal lainnya. Tak jarang, guru kelas juga mengingatkan siswa untuk kembali dan fokus pada pelajaran. Selain itu, guru melakukan sistem rolling atau pergantian posisi tempat duduk setiap dua minggu sekali agar siswa tidak merasa bosan.

Siswa berkebutuhan khusus di SD Muhammadiyah 2 Magelang hampir terdapat di setiap kelas dari kelas I-VI. Di kelas III terdapat 2 siswa slow learner dan 1 siswa autis. Saat peneliti melakukan observasi, peneliti menemukan hal yang menarik. Peneliti melihat salah seorang anak slow learner memiliki karakteristik yang relatif berbeda dengan anak slow learner lainnya. Siswa slow learner tersebut bernama MAR yang merupakan siswa pindahan dari Lombok. MAR memiliki interaksi yang cukup baik dibanding siswa slow learner lain yang bernama FRA. Saat pembelajaran, MAR terlihat memperhatikan penjelasan dari guru. MAR juga menghapus papan tulis tanpa perintah dari guru. Pada saat menghapus papan tulis, MAR tidak sampai untuk menghapus papan tulis di bagian atas sehingga MAR menggunakan gagang kemoceng untuk membantu agar bisa menghapus sampai atas. MAR juga membantu mengambilkan penghapus temannya yang jatuh di lantai dan langsung memberikannya.

Berdasarkan wawancara kedua dengan guru pada tanggal 18 November 2016, MAR memang anak yang mudah akrab dengan orang lain. Namun, MAR memiliki kesulitan pada aspek membaca dan menulis. Tulisan MAR masih belum bisa rapi dan masih terdapat huruf-huruf yang kurang sesuai. MAR terlihat


(20)

kesulitan membaca pada saat mengerjakan soal sehingga MAR dibantu oleh guru atau teman MAR untuk membacakan soal.

Ketika di luar kelas, MAR sering bermain dengan teman-teman yang berbeda kelas. MAR terlihat aktif dan berani. Hal ini terlihat saat kegiatan estrakurikuler Hizbul Wathon, MAR mengingatkan Pembina pramuka untuk mengadakan pengecekan kuku sebelum kegiatan Hizbul Wathon selesai. Berdasarkan masalah di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai interaksi sosial siswa slow learner kelas III di SD Muhammadiyah 2 Magelang.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Siswa slow learner normatifnya memiliki interaksi sosial yang kurang baik, tetapi MAR memiliki interaksi sosial yang baik seperti mudah bergaul dengan siswa lain.

2. Siswa slow learner normatifnya pendiam, tetapi MAR berani mengingatkan Pembina Pramuka untuk melakukan pengecekan kuku.

C. Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini difokuskan pada point pertama yaitu interaksi sosial siswa slow learner di kelas III SD Muhammadiyah 2 Magelang.


(21)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka dapat dirumuskan masalah yakni bagaimana bentuk-bentuk interaksi sosial siswa slow learner di kelas III SD Muhammadiyah 2 Magelang?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui interaksi sosial siswa slow learner di kelas III SD Muhammadiyah 2 Magelang.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, antara lain: 1. Bagi Guru

a. Sebagai informasi mengenai interaksi siswa slow learner sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam mengoptimalkan interaksi siswa slow learner.

b. Sebagai referensi menentukan strategi pembelajaran yang melibatkan seluruh siswa sehingga dapat mendukung dan memotivasi siswa slow learner dalam berinteraksi.

2. Bagi Sekolah

a. Sebagai bahan kajian atau referensi mengenai gambaran siswa slow learner dalam berinteraksi sosial.

b. Meningkatkan kesadaran pihak sekolah untuk membimbing dan memotivasi siswa slow learner agar memunculkan interaksi positif.


(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Interaksi Sosial

1. Pengertian Interaksi Sosial

Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berhubungan dengan manusia lain. Manusia tidak terlepas dari bantuan manusia lain sehingga manusia harus melakukan interaksi sosial. Interaksi sosial menurut Abdulsyani (2012: 152) diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial timbal balik yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang secara perseorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang dengan kelompok-kelompok-kelompok-kelompok manusia. Sejalan dengan pendapat di atas, Herimanto & Winarno (2011: 52) juga mengungkapkan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan timbal balik antarindividu, antarkelompok manusia, maupun antara orang dengan kelompok manusia.

Interaksi sosial menurut Gillin and Gillin (dalam Setiadi, Hakam, & Effendi, 2006: 87) adalah hubungan-hubungan antara orang-orang secara individual, antarkelompok orang, dan orang-perorangan dengan kelompok. Sejalan dengan itu, Setiadi, Hakam, & Effendi (2006: 87) juga memaparkan bahwa interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, antara kelompok dengan kelompok, dan antara individu dengan kelompok. Apabila dua orang atau lebih bertemu akan terjadi interaksi sosial. Interaksi sosial tersebut bisa dalam situasi persahabatan ataupun permusuhan, bisa dengan tutur kata, jabat tangan, bahasa isyarat, atau tanpa kontak fisik.


(23)

Sementara Bonner (Santoso, 1999: 15) menjelaskan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Selain itu, terdapat proses interaksi sosial yang berarti pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya (Herbert Blumer dalam Sudjarwo, 2015: 35-36).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, interaksi sosial dalam penelitian ini dimaknai suatu perlakuan yang dilakukan siswa SD untuk melakukan hubungan timbal balik antarsiswa, antarsiswa dengan kelompok siswa, dan antarkelompok siswa melalui kontak sosial dan komunikasi yang berupa kegiatan dinamis seperti tutur kata, jabat tangan, berbahasa atau bahkan tanpa kontak fisik.

2. Syarat-Syarat Interaksi Sosial

Manusia berinteraksi memerlukan sesuatu yang harus dipenuhi. Interaksi sosial yang dilakukan manusia tidak sekedar berjalan tanpa suatu syarat. Interaksi sosial terjadi karena adanya syarat-syarat tertentu. Syarat terjadinya interaksi sosial menurut Bungin (2006: 55) adalah adanya kontak sosial (social contact) dan adanya komunikasi (communication). Kontak sosial dan komunikasi merupakan syarat terjadinya interaksi sosial (Herimanto & Winarno, 2011: 52). Sejalan dengan pendapat Setiadi, Hakam, & Effendi (2006: 90-91) syarat-syarat terjadinya interaksi sosial antara lain yaitu:


(24)

a. Adanya kontak sosial

Menurut Abdulsyani (2012: 154) mengungkapkan bahwa kontak sosial adalah hubungan antara satu orang atau lebih, melalui percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing dalam kehidupan masyarakat. Orang mempengaruhi tingkah laku orang lain melalui kontak. Kontak ini mungkin berlangsung melalui organisme fisik, seperti dalam obrolan, pendengaran, melakukan gerakan pada beberapa bagian badan, melihat dan lain-lain atau secara tidak langsung melalui tulisan, atau dengan cara berhubungan dari jauh.

Kontak sosial dapat terjadi dalam tiga bentuk, yaitu:

1) Kontak antarindividu, misalnya seseorang siswa baru mempelajari tata tertib dan budaya sekolah.

2) Kontak antarindividu dengan suatu kelompok, misalnya seorang guru mengajar di suatu kelas tentang suatu pokok bahasan.

3) Kontak antarkelompok dengan kelompok lain, misalnya class meeting antarkelas.

b. Adanya komunikasi

Menurut Soekanto dalam Yusuf (2005: 155) komunikasi adalah bahwa seseorang memberikan tafsiran pada perikelakuan orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerik badaniah atau sikap) perasaan-perasaan apa yang disampaikan oleh orang lain tersebut. Sementara Jalaluddin Rakhmat dalam Aziz (2015: 192) mengatakan bahwa komunikasi merupakan interaksi antara dua orang


(25)

yang saling mempengaruhi sehingga menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh terhadap sikap, hubungan baik dan tindakan.

Berdasarkan beberapa paparan ahli di atas, maka diketahui bahwa syarat-syarat terjadinya interaksi sosial dalam penelitian ini meliputi kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial berlangsung dalam tiga bentuk antara lain kontak sosial antarindividu, individu dengan kelompok, dan antarkelompok. Sementara komunikasi mencakup pembicaraan, gerak gerik badaniah, sikap dan perasaan sehingga saling mempengaruhi satu sama lain.

3. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial

Interaksi sosial memiliki bentuk-bentuk yang menjadi bagian dari aktivitas manusia. Bentuk umum proses-proses sosial adalah interaksi sosial yang merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain dari proses-proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial. Apabila dua orang bertemu, interaksi dimulai pada saat itu mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk interaksi sosial (Setiadi, Hakam, & Effendi, 2006: 87).

Menurut Gillin dan Gillin dalam Soekanto (2005: 71) ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial yaitu:

a. Proses yang asosiatif (processes of assosiation) yang terbagi dalam tiga bentuk khusus lagi yakni,

1) Akomodasi 2) Asimilasi


(26)

3) Akulturasi

b. Proses yang disosiatif (processes of dissociation) yang mencakup: 1) Persaingan

2) Persaingan yang meliputi kontravensi dan pertentangan atau pertikaian (conflict)

Berbeda dengan Herimanto & Winarno (2011: 54) yang mengungkapkan bentuk interaksi sosial adalah akomodasi, kerja sama, persaingan dan pertikaian. Perbedaan terdapat pada bentuk akulturasi yang termasuk bagian dari interaksi asosiatif. Sedangkan menurut Setiadi, Hakam, & Effendi (2006: 92-95) bentuk-bentuk interaksi sosial antara lain:

a. Interaksi asosiatif meliputi 1) Kerja sama (Cooperation)

Kerja sama merupakan proses utama untuk menggambarkan sebagian besar bentuk interaksi sosial. Bentuk kerja sama meliputi bargaining, cooperation, dan coalition. Menurut Abdulsyani (2012: 156) mengungkapkan bahwa kerja sama merupakan suatu proses sosial yang didalamnya terdapat aktivitas untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami terhadap aktivitas masing-masing. Kerja sama dianggap lebih banyak mendatangkan keuntungan daripada bekerja sendiri. Beberapa bentuk kerja sama menurut Soekanto & Sulistyowati (2015: 67) antara lain:

a) Kerukunan yang mencakup gotong royong dan tolong menolong.

b) Bargaining yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-jasa antara dua organisasi atau lebih.


(27)

c) Kooptasi (co-optation) yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.

d) Koalisi (coalition) yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang sama. Koalisi dapat menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu, karena dua organisasi atau lebih tersebut kemungkinan mempunyai struktur yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi karena maksud utama adalah untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama, maka sifatnya adalah kooperatif.

e) Joint ventrue yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, misalnya, pemboran minyak, pertambangan batu-bara, perfilman, perhotelan dan seterusnya.

2) Akomodasi (Accommodation)

Menurut Abdulsyani, 2012: 157 mengemukakan bahwa akomodasi merupakan suatu keadaan hubungan antara kedua belah pihak yang menunjukkan keseimbangan yang berhubungan dengan nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Akomodasi memungkinkan masing-masing pihak melakukan penyesuaian dan berusaha mencapai kesepakatan untuk tidak saling bertentangan. Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Bentuk akomodasi antara lain coercion, compromise, arbitration,


(28)

mediation, conciliation, toleration, stalemate, dan adjudication (Soekanto & Sulistyowati, 2015: 69-71).

b. Interaksi disosiatif meliputi 1) Persaingan

Persaingan adalah bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa menggunakan kekerasan. Persaingan dapat berlangsung antarindividu maupun antarkelompok.

2) Kontravensi

Kontravensi berbeda dengan persaingan dan pertentangan. Kontravensi ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri seseorang, perasaan tidak suka yang disembunyikan kebencian terhadap kepribadian orang lain, akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak sampai pada persaingan dan pertentangan. Bentuk kontravensi menurut Soekanto & Sulistyowati (2015: 89) sebagai berikut:

a) Perbuatan penolakan, perlawanan, dan lain-lain; b) Menyangkal pernyataan orang lain dimuka umum; c) Melakukan penghasutan;

d) Berkhianat;

e) Mengejutkan lawan, dan lain-lain. 3) Pertentangan

Pertentangan adalah suatu bentuk interaksi individu atau kelompok sosial yang berusaha untuk mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lain


(29)

disertai ancaman atau kekerasan. Abdulsyani (2012: 158) memaparkan bahwa pertikaian atau pertentangan merupakan bentuk persaingan yang berkembang secara negatif, yakni dimana terdapat satu pihak yang bermaksud untuk mencelakakan atau berusaha menyingkirkan pihak lainnya.

Berbeda dengan pendapat di atas, bentuk-bentuk interaksi sosial di antaranya sebagai berikut:

a. Oposisi (opposition) yang mencakup persaingan (competition) dan pertikaian (conflict);

b. Kerja sama (co-operation) yang menghasilkan akomodasi (accomodation) dan;

c. Differentiation yang merupakan proses ketika individu-individu di dalam masyarakat memperoleh hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berbeda dengan orang dalam masyarakat atas dasar perbedaan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan. Diferensiasi tersebut menghasilkan sistem sosial berlapis-lapis (Kimbal Young dalam Soyomukti, 2016: 338).

Berdasarkan beberapa penjelasan para ahli mengenai bentuk-bentuk interaksi sosial di atas, dapat diketahui bahwa interaksi sosial memiliki sifat asosiatif (positif) dan sifat disosiatif (negatif). Bentuk interaksi sosial yang bersifat asosiatif meliputi kerja sama dan akomodasi. Sedangkan bentuk interaksi sosial yang bersifat disosiatif meliputi persaingan, kontravensi, dan pertentangan.


(30)

4. Faktor-Faktor Terjadinya Interaksi Sosial

Orang yang melakukan interaksi sosial akan mempengaruhi hal dalam diri orang tersebut. Interaksi sosial tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Selain syarat dan bentuk, interaksi sosial terjadi karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhi. Menurut Herimanto & Winarno (2011: 53-54) berlangsungnya interaksi sosial didasarkan atas berbagai faktor, antara lain

Faktor imitasi, sugesti, identifikasi, simpati, motivasi, dan empati. Imitasi adalah proses atau tindakan seseorang untuk meniru orang lain baik sikap, perbuatan, penampilan, dan gaya hidup. Sugesti adalah rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan individu kepada individu lain sehingga orang yang diberi sugesti itu melaksanakan apa yang disugestikan tanpa sikap kritis dan rasional. Identifikasi adalah upaya yang dilakukan individu untuk menjadi sama (identik) dengan individu yang ditirunya. Proses identifikasi erat kaitannya dengan imitasi. Simpati adalah proses kejiwaan seorang individu yang merasa tertarik dengan individu atau kelompok karena sikap, penampilan, atau perbuatannya. Motivasi merupakan dorongan, rangsangan, pengaruh, atau stimulasi yang diberikan individu kepada individu lain sehingga orang yang diberi motivasi melaksanakannya secara kritis, rasional, dan tanggungjawab. Empati adalah proses kejiwaan seorang individu untuk larut dalam perasaan orang lain baik suka maupun duka.

Sementara Setiadi, Hakam, & Effendi (2006: 88) faktor-faktor yang mendasari berlangsungnya interaksi sosial yaitu:

a. Faktor imitasi

Faktor imitasi mempunyai peranan yang positif karena imitasi dapat membawa seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku. Sutirna (2013: 118) mengungkapkan proses imitasi adalah proses peniruan terhadap tingkah laku atau sikap dan cara pandang orang dewasa yang dilihat anak secara sengaja dari orang-orang terdekat.


(31)

b. Faktor sugesti

Sugesti merupakan pengaruh psikis, yang baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya daya kritik. Perbedaan imitasi dan sugesti dalam interaksi sosial ialah imitasi orang yang mengikuti salah satu dirinya, sedangkan pada sugesti seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya, lalu diterima oleh orang lain di luarnya.

c. Faktor identifikasi

Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. Identifikasi mempunyai peran lebih mendalam dibanding imitasi dan sugesti. Sutirna (2013: 118) memaparkan proses identifikasi adalah proses terjadinya pengaruh sosial pada seseorang untuk menjadi individu lain yang dikagumi/proses menyamakan tingkah laku sosial orang yang berada di sekitarnya sesuai dengan peranannya kelak di masyarakat.

d. Faktor simpati

Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan seperti juga pada proses identifikasi. Bahkan orang dapat tiba-tiba merasa tertarik pada orang lain dengan sendirinya karena keseluruhan cara-cara tingkah laku menarik baginya.

Berdasarkan beberapa penjelasan para ahli di atas mengenai faktor-faktor terjadinya interaksi sosial, maka dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial dapat terjadi karena beberapa faktor yang mendasari. Faktor yang mendasari


(32)

berlangsungya interaksi sosial antara lain imitasi, identifikasi, sugesti, simpati, empati dan motivasi.

5. Interaksi Sosial Anak SD

Sejak lahir anak dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimana ia hidup pertama kali di lingkungan keluarga. Sesuai dengan perkembangannya anak melanjutkan hubungan sosialnya di lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah memiliki pengaruh terhadap anak. Anak yang berperan sebagai seorang siswa melakukan interaksi dengan teman sebayanya.

Interaksi dengan teman sebaya merupakan permulaan hubungan persahabatan dan hubungan dengan peer. Persahabatan pada anak sekolah pada umumnya terjadi atas dasar interes dan aktivitas bersama. Hubungan persahabatan dan hubungan peer bersifat timbal balik dan memiliki sifat-sifat antara lain ada saling pengertian, saling membantu, saling percaya, saling menghargai dan menerima (Monks, Knoers, & Haditono, 2001: 187).

Sementara Sutirna (2013: 119) mengungkapkan ciri anak yang masuk dalam masa peka perkembangan sosial antara lain (a) adanya minat untuk melihat anak lain dan berusaha mengadakan kontak sosial dengan mereka, (b) mulai bermain dengan anak lain, (c) mencoba untuk bergabung dan bekerja sama dalam bermain, (d) lebih menyukai pekerjaan dengan 2 sampai 3 anak yang dipilihnya sendiri.

Interaksi sosial pada masa anak-anak akhir menurut Somantri (2006: 47-49) adalah sebagai berikut.


(33)

b. Kepekaan yang berlebihan. Kepekaan yang berlebihan diartikan sebagai kecenderungan untuk mudah tersinggung dan menginterpretasikan bahwa perkataan dan perbuatan orang lain sebagai ungkapan kebencian.

c. Sugestibilitas dan kontra sugestibilitas. Sugestibilitas atau kemudahan dipengaruhi oleh orang lain, bersumber pada keinginan untuk mendapat perhatian dan penerimaan lingkungannya. Sedangkan kontra sugestibilitas merupakan kecenderungan untuk berpikir dan bertindak bertentangan dengan saran orang lain. Anak menunjukkan pemberontakan terhadap orang dewasa dengan menunjukkan kontradiksi dengan orang dewasa tersebut.

d. Persaingan. Persaingan pada masa anak-anak terungkap dalam tiga bentuk, yakni (1) persaingan di antara anggota kelompok untuk memperoleh pengakuan di dalam kelompok, (2) konflik di antara geng dengan geng yang menjadi saingan, dan (3) konflik antara geng dengan pihak masyarakat yang terorganisasi.

e. Kesportifan. Merupakan kemampuan anak untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan aturan permainan, bekerja sama dengan anak-anak lain dengan jalan mengesampingkan kepentingan individu dan meningkatkan semangat kebersamaan kelompok.

f. Tanggung jawab, yakni keinginan untuk turut mengambil bagian dalam memikul beban. Kemampuan verbal dan keterampilan motorik anak yang semakin berkembang menyebabkan anak mulai belajar menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri dan juga masalah kelompok.


(34)

g. Insight sosial. Merupakan kemampuan mengambil dan mengerti arti situasi sosial serta orang-orang yang terlibat di dalamnya. Kemampuan untuk memperoleh insight sosial dipengaruhi oleh (a) perbedaan jenis kelamin, dimana anak perempuan cenderung lebih matang dibanding dengan anak laki-laki, (b) kecerdasan, (c) status anak dalam kelompok, dan (d) kepribadian anak.

h. Diskriminasi sosial. Anak-anak menunjukkan sikap bahwa anggota kelompok mempunyai nilai yang sama tetapi orang-orang yang tidak menjadi anggota kelompoknya mempunyai nilai yang lebih rendah. Perbedaan itu dapat disebabkan oleh agama, ras, taraf sosial, ekonomi, dan sebagainya.

i. Prasangka. Prasangka terbentuk melalui beberapa cara, yaitu (a) pengalaman yang tidak menyenangkan ketika berinteraksi dengan suatu kelompok, (b) nilai-nilai kultur yang diterima begitu saja, (c) imitasi dari orang tua, guru, teman seusia, (d) pendidikan yang diperoleh dari orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya mengenai prasangka tertentu.

Anak yang memasuki perkembangan sosial akan lebih terbuka dalam bersosialisasi. Dini P. Daeng S dalam Shanty (2012: 15-17) menyatakan empat faktor yang berpengaruh pada kemampuan anak bersosialisasi yaitu:

a. adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang di sekitarnya dari berbagai usia dan latar belakang.

b. adanya minat dan motivasi untuk bergaul.

c. adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain, yang biasanya menjadi “model” bagi anak.


(35)

d. adanya kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki anak.

Sosialisasi dengan teman sebaya sangat penting bagi siswa SD. Hal ini sependapat dengan Izzaty, Suardiman, Ayriza, et al. (2013: 112) yang memaparkan bahwa interaksi dengan keluarga dan teman sebaya memiliki peran yang penting. Dalam hal ini proses sosialisasi banyak terpengaruh oleh guru dan teman sebaya. Identifikasi bukan lagi terhadap orangtua, melainkan terhadap guru. Selain itu, anak tidak lagi bersifat egoisentris, ia telah mempunyai jiwa kompetitif sehingga dapat memilah apa yang baik bagi dirinya, mampu memecahkan masalahnya sendiri dan mulai melakukan identifikasi terhadap tokoh tertentu yang menarik perhatiannya (Dewi, Oktiawati, & Saputri, 2015: 35). Perkembangan sosial tidak dapat terlepas dengan interaksi sosial. Anak usia SD berinteraksi sesuai dengan tahapan usianya. Interaksi sosial pada anak usia SD (7-12 tahun) meliputi:

a. mampu bekerja sama;

b. bersifat terbuka dan senang bercanda dalam kehidupan sehari-hari;

c. senang mencari perhatian, dengan menjadi asisten guru, membangun kedekatan dengan guru, menginginkan pengakuan orang dewasa, senang tampil di depan orang dewasa dan menantang mereka dalam suatu permainan;

d. bersikap cukup percaya diri, mengetahui segala sesuatu dan tidak melakukan kesalahan;

e. meniru pakaian, gaya rambut, dan sikap dari tokoh olahraga dan selebritis yang popular;


(36)

f. bergabung dalam kelompok bermain, lebih senang bermain dalam kelompok dimana penerimaan oleh teman sangatlah penting, merasa khawatir apabila tidak disukai, mudah sakit hati, mudah terluka perasaannya, menangis atau mengatakan sesuatu dengan keras kepala;

g. mencari persahabatan berdasarkan kesamaan umur dan jenis kelamin dan mengkritik teman yang berbeda jenis kelamin;

h. senang menghabiskan waktu bersama teman-teman, mencari persahabatan berdasarkan minat yang sama dan kedekatan (anak-anak tetangga atau teman sekelas);

i. mengerti dan menghargai kenyataan bahwa beberapa anak lebih berbakat dalam bidang tertentu, seperti menggambar, olahraga, membaca, kesenian, dan musik;

j. masih terjadi perselisihan dan suka mengadu baik dalam permainan dua orang atau kelompok;

k. mudah menyalahkan orang lain atau menciptakan alibi untuk menjelaskan kekurangannya atau kesalahannya;

l. menganggap kritik sebagai serangan pribadi, mudah frustasi dan jengkel bila tidak mampu menyelesaikan tugas atau ketika hasilnya tidak memenuhi harapan;

m. menghadapi frustasi dengan ledakan emosi pada usia kelas rendah dan lebih sedikit ledakan emosi pada usia kelas tinggi, mampu mengutarakan hal yang mengganggu pikirannya, menggunakan kata-kata dengan ekspresi wajah dan gerak tubuh untuk mengungkapkannya dan;


(37)

n. menanggapi nama julukan dan godaan bila diprovokasi (Allen & Marotz, 2010: 177-209)

Berdasarkan beberapa penjelasan para ahli di atas, maka dalam penelitian ini siswa SD melakukan interaksi sosialnya lebih banyak dengan peer. Siswa SD bersosialisasi dengan teman sebayanya melalui aktivitas kesehariannya di sekolah. Beberapa bentuk interaksi sosial siswa SD seperti saling bekerja sama, tanggung jawab, bersikap percaya diri, meniru gaya orang lain, mencari persahabatan, dan memiliki jiwa kompetitif sehingga mampu memecahkan masalahnya sendiri.

B. Siswa Slow Learner

1. Pengertian Siswa Slow Learner

Anak yang mengalami slow learner merupakan bagian dari anak kebutuhan khusus (ABK). Anak slow learner dapat ditemui di sekolah inklusi sehingga biasanya mendapat julukan siswa slow learner. Siswa slow learner disebut juga siswa lamban belajar. Siswa tersebut merupakan siswa yang mempunyai prestasi belajar rendah dengan IQ di bawah rata-rata. Hal ini sependapat dengan Yusuf dalam Triani & Amir (2013: 3) yang mengemukakan bahwa anak yang prestasi belajarnya rendah tetapi IQ nya sedikit di bawah rata-rata disebut anak yang lamban belajar. Sejalan dengan itu, Yusuf (2005: 70) menyatakan bahwa anak yang ber IQ antara 70-90 termasuk kategori “border line” (garis batas) yang secara pendidikan disebut “slow learner” (lamban belajar).

Menurut Budiyartati (2014: 29), siswa slow learner atau lamban belajar adalah siswa yang memiliki potensi intelektual lebih sedikit di bawah normal,


(38)

namun belum dikategorikan sebagai tunagrahita. Klasifikasi lamban belajar yang dikemukakan oleh Triman Prasadio (Mumpuniarti, 2007: 14) yaitu :

a. retardasi sekolah IQ 86-90 b. borderline IQ 70-85 c. ringan (mild) IQ 50-60 d. sedang (moderate) IQ 36-49 e. berat (severe) IQ 20-30 f. sangat berat IQ 0-19

Klasifikasi tersebut menunjukkan bahwa siswa slow learner dengan IQ 70-85 masuk dalam kategori borderline. Selain itu, berada satu tingkat di atas tunagrahita sehingga definisi slow learner dan tunagrahita berbeda.

Berdasarkan paparan beberapa ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa slow learner ialah siswa yang memiliki prestasi belajar rendah dan berada pada tingkat di bawah siswa pada umumnya yang memiliki IQ 90-109. Apabila dilakukan tes IQ, maka hasil IQ siswa slow learner berkisar antara IQ 70-90.

2. Karakteristik Siswa Slow Learner

Siswa slow learner sering disebut juga siswa lamban belajar. Siswa tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dengan siswa berkebutuhan khusus lainnya. Triani & Amir (2013: 10-12) menyatakan beberapa karakteristik dari siswa lamban belajar atau slow learner antara lain sebagai berikut.

a. Inteligensi

Inteligensi siswa lamban belajar atau slow learner berkisar antara 70- 90 berdasarkan skala WISC. Triani & Amir (2013:10) menyatakan bahwa siswa slow


(39)

learner biasanya mengalami masalah pada hampir semua mata pelajaran terutama yang berkenaan dengan hafalan dan pemahaman. Nilai belajar siswa slow learner rendah apabila dibandingkan dengan teman-teman di kelasnya. Sementara Kustawan & Meimulyani (2013: 88-89) juga mengungkapkan bahwa siswa lamban belajar atau slow learner rata-rata memiliki prestasi yang rendah, sering terlambat dalam menyelesaikan tugas-tugas daripada teman-teman seusianya, daya tangkap terhadap pelajaran lambat, dan pernah tidak naik kelas. Anak yang memiliki inteligensi sedikit di bawah rata-rata (slow learner) memerlukan penjelasan dengan menggunakan berbagai metode dan berulang-ulang agar slow learner dapat memahami pelajaran dengan baik (Yusuf, 2005: 59).

b. Bahasa

Siswa lamban belajar atau slow learner mengalami kesulitan dalam menemukan dan menggabungkan kata-kata (Chauhan, 2011: 283). Selain itu, kesulitan yang dialami siswa slow learner dalam bahasa ekspresif atau menyampaikan ide atau gagasan maupun dalam memahami percakapan orang lain atau bahasa reseptif (Triani & Amir, 2013: 10). Siswa slow learner kurang jelas, kurang lancar, dan tidak tepat dalam menggunakan bahasa. Selain aspek bahasa secara lisan, siswa slow learner juga mengalami kesulitan dalam bahasa tulis. Hal ini sejalan dengan Cece Wijaya (dalam Mulyadi, 2010: 125) yang mengungkapkan bahwa siswa slow learner juga mengalami kesulitan dalam menulis walaupun menggunakan kata-kata mudah dan sederhana.


(40)

c. Emosi

Siswa lamban belajar atau slow learner memiliki emosi yang kurang stabil. Hal ini ditandai dengan cepat marah, meledak-ledak, dan sensitif terhadap apa yang dihadapi. Triani & Amir (2013: 11) menyatakan bahwa siswa slow learner biasanya cepat patah semangat apabila terdapat suatu hal yang membuatnya tertekan atau melakukan kesalahan.

d. Sosial

Triani & Amir (2013: 12) mengungkapkan bahwa siswa lamban belajar atau slow learner biasanya kurang baik dalam bersosialisasi. Siswa slow learner lebih senang bermain dengan teman di bawah usianya karena siswa slow learner dapat menggunakan bahasa yang sederhana ketika berkomunikasi. Hal ini sejalan dengan Borah (2013: 140) yang menyatakan siswa slow learner juga memiliki ketidakmatangan dalam menjalin hubungan dengan anak seusianya.

e. Moral

Siswa lamban belajar atau slow learner mengetahui aturan yang berlaku, namun siswa slow learner tidak memahami untuk apa peraturan tersebut dibuat. Siswa slow learner sering terlihat melanggar peraturan. Hal ini disebabkan oleh kemampuan memori siswa slow learner yang terbatas sehingga sering lupa. Oleh karena itu, siswa slow learner sebaiknya sering diingatkan mengenai aturan tersebut (Triani & Amir, 2013: 12).

Selain beberapa karakteristik di atas, siswa slow learner atau lamban belajar memiliki kemampuan konsentrasi yang lemah dan terbatas. Hal ini sejalan dengan pendapat Mulyadi (2010: 123) bahwa siswa slow learner memiliki perhatian dan


(41)

konsentrasi yang terbatas. Siswa slow learner kurang memberikan perhatian sehingga apa yang didengarkan tidak dilakukan. Reddy, Ramar, & Kusuma (2006: 10) mengungkapkan siswa slow learner tidak bisa berkonsentrasi lebih dari 30 menit pada saat pembelajaran yang sebagian besar menggunakan penjelasan verbal. Hal serupa juga diungkapkan oleh Cece Wijaya (dalam Mulyadi, 2010: 125) yang mengungkapkan bahwa siswa slow learner memiliki daya lekat (retensi) yang miskin dalam segala bentuk kegiatan belajar.

Lemahnya konsentrasi dan perhatian mempengaruhi daya memori pada siswa slow learner. Siswa slow learner memiliki memori yang lemah sehingga kurang mampu dalam mengekspresikan ide atau gagasannya. Siswa slow learner mengulang beberapa kali dalam memahami materi. Mulyadi (2010: 125) menyebutkan beberapa tingkah laku yang ditunjukkan oleh siswa slow learner seperti berikut ini.

a. Lambat dalam menerima pelajaran, lambat dalam mengelola pelajaran, lambat dalam membaca, lambat dalam memahami bacaan, lambat dalam menyelesaikan pekerjaan, dan tugas, dan lambat dalam memecahkan masalah, dsb.

b. Memiliki perilaku yang tidak produktif dan memiliki kebiasaan yang tidak baik.

c. Kurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi, kurangnya kemampuan dalam mengingat, kurangnya kemampuan dalam membaca, kurangnya kemampuan dalam berkomunikasi, kurangnya kemampuan dalam memimpin, kurangnya kemampuan menyatakan ide atau mengembangkan pendapat, dsb.


(42)

d. Prestasi yang rendah dalam belajar dan mengajar.

Sementara Oemar Hamalik (2008: 184) menjelaskan bahwa beberapa karakteristik anak lamban belajar diantaranya, a) anak belajar dalam unit-unit yang lebih singkat; b) anak membutuhkan pemeriksaan kemajuan yang lebih intensif dan membutuhkan banyak perbaikan; c) anak mempunyai perbendaharaan bahasa dan daerah perhatian yang lebih terbatas; d) anak tidak melihat adanya kesimpulan atau pengertian sesudahnya; e) anak kurang memiliki kemampuan kreatif dan merencanakan; f) anak lebih lambat memperoleh keterampilan mekanis dan metodis; g) anak lebih mudah mengerjakan tugas-tugas rutin, tetapi mengalami kesulitan dalam membaca dan melakukan abstraksi; h) anak cepat dalam mengambil kesimpulan, tetapi kurang kritis dan mudah puas dengan jawaban yang dangkal; i) anak kurang senang dengan kemajuan orang lain; j) kesulitan belajar anak bertumpuk-tumpuk; k) anak mempunyai ruang minat yang sempit; l) anak kurang mampu dalam melihat hasil akhir perbuatannya, dan anak tidak dapat melihat unsur-unsur yang bersamaan dalam beberapa situasi yang berbeda.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa slow learner dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain kemampuan intelegensi, bahasa, emosi, sosial, moral, konsentrasi, dan memori. Siswa slow learner kurang mampu dalam memaksimalkan aspek-aspek tersebut.

C. Interaksi Sosial Siswa Slow Learner

Aktivitas siswa slow learner di sekolah tidak terlepas dengan guru maupun siswa lain. Hal tersebut menyebabkan siswa slow learner harus melakukan


(43)

interaksi seperti bertanya kepada guru maupun bermain dengan siswa lain. Kustawan & Meimulyani (2013: 28) mengungkapkan bahwa siswa lamban belajar atau slow learner dalam beberapa hal memiliki hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan melakukan adaptasi sosial. Selain itu, sifat-sifat anak slow learner menurut Rumini (1980: 57) antara lain:

1. Di masyarakat dapat mempertahankan diri, bertingkah laku seperti anak normal, sehingga jarang yang mengetahui kalau slow learners. Akibatnya anak slow learners kurang mendapat bimbingan dari masyarakat, bahkan masyarakat meminta segala sesuatu yang lebih dari kemampuannya, sehingga menyebabkan anak menderita minco, malu depresi bahkan sampai dapat histeris.

2. Dengan bimbingan yang tepat, anak dapat bergaul dengan lancar. 3. Kurang dapat mengadakan kritik terhadap dirinya sendiri.

4. Lebih senang bercerita dan membicarakan hal-hal yang kongkrit daripada belajar.

Sementara Borah (2013: 139) menyatakan slow learner belum dewasa terhadap hubungannya dengan orang lain dan masih melakukan hubungan dengan buruk di sekolah. Anak slow learner memiliki kemampuan interaksi sosial yang kurang baik. Slow learner memilih jadi pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri. Namun, beberapa anak juga ada yang menunjukkan sifat humor. Saat bermain, anak-anak slow learner lebih senang bermain dengan anak-anak di bawah usianya. Slow learner merasa lebih aman karena saat


(44)

berkomunikasi dapat menggunakan bahasa yang sederhana (Triani & Amir, 2013: 12-13).

Triani & Amir (2013: 13) mengemukakan beberapa hambatan yang dialami siswa slow learner dalam kegiatan berinteraksi sosial antara lain:

1. merasa minder terhadap teman-temannya karena memiliki kemampuan belajar yang lamban dibandingkan anak normal seusianya;

2. cenderung pemalu dan menarik diri dari lingkungan sosial;

3. lamban menerima informasi karena memiliki keterbatasan berbahasa reseptif atau menerima dan ekspresif atau mengungkapkan;

4. hasil belajar yang kurang optimal menyebabkan stres karena ketidakmampuan anak mencapai apa yang diharapkan;

5. ketidakmampuan mengikuti pelajaran menyebabkan anak slow learner dapat membuat anak tinggal kelas; dan

6. mendapat label yang kurang baik dari teman-temannya.

Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, maka dapat diketahui bahwa interaksi sosial siswa slow learner kurang baik dalam bergaul dengan orang lain. Slow learner lebih suka menjadi penonton pasif dan memiliki sikap pemalu serta menarik diri dari lingkungan sosialnya. Siswa slow learner lebih senang bermain dengan anak-anak di bawah usianya.

D. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang berjudul “Interaksi Sosial Siswa Slow Learner di Kelas III SD Muhammadiyah 2 Magelang” ini memiliki penelitian yang relevan dari


(45)

penelitian sebelumnya. Berikut penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain:

1. Penelitian Heni Kusuma yang berjudul Identifikasi Interaksi Sosial Siswa Berkebutuhan Khusus di SD Negeri Jlaban, Sentolo, Kulonprogo.

Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 2016 yang membahas mengenai identifikasi interaksi sosial siswa slow learner dan siswa tunagrahita. Hasil dari penelitian tersebut ialah siswa slow learner dan siswa tunagrahita di SD Negeri Jlaban menunjukkan interaksi sosial yang sama dengan siswa rata-rata pada aspek-aspek berikut, 1) bergabung dalam kelompok; 2) mencari persahabatan berdasarkan kesamaan umur dan jenis kelamin; 3) menunjukkan sikap menghargai teman; 4) berselisih dengan teman. Sementara pada beberapa aspek, terdapat perbedaan antara interaksi sosial siswa rata-rata dengan siswa berkebutuhan khusus seperti berikut, 1) mampu bekerja sama; 2) bersikap terbuka dan senang bercanda; 3) senang mencari perhatian; 4) menghadapi kritik dan kegagalan. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan ialah penelitian tidak hanya mengidentifikasi interaksi sosial tetapi untuk mengetahui bentuk interaksi sosial. Selain itu, penelitian Heni Kusuma ditujukan kepada siswa tunagrahita dan siswa slow learner, sementara penelitian ini lebih khusus kepada siswa slow learner.

2. Penelitian Sriyanto yang berjudul Studi Kasus Anak Lambat Belajar di SDN Kedungwinong 01, Nguter, Sukoharjo.

Penelitian tersebut pada tahun 2010 membahas mengenai siswa lambat belajar yang terlalu manja. Hasil penelitian tersebut masalah yang dihadapi siswa


(46)

lambat belajar dan terlalu manja karena siswa kurang mendapatkan bimbingan belajar, siswa terlalu dimanja oleh kedua orang tuanya. Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian penulis. Perbedaan penelitiannya ialah penelitian Sriyanto masih umum dalam menjelaskan siswa slow learner melalui studi kasus, sedangkan penelitian penulis lebih menjelaskan bentuk interaksi sosial siswa slow learner.

Kedua penelitian di atas memiliki kesamaan meneliti siswa yang mengalami lambat belajar atau slow learner. Selain itu, kedua penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian penulis yaitu mengenai interaksi sosial yang difokuskan pada siswa slow learner. Oleh karena itu, peneliti ingin mengkaji lebih dalam hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial siswa slow learner.

E. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian dikembangkan berdasarkan rumusan masalah dan digunakan sebagai rambu-rambu untuk memperoleh data penelitian. Pertanyaan penelitian dikembangkan dari bentuk-bentuk interaksi sosial. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana bentuk kerja sama yang ditunjukkan oleh siswa slow learner di SD Muhammadiyah 2 Magelang?

2. Bagaimana bentuk akomodasi yang dilakukan oleh siswa slow learner di SD Muhammadiyah 2 Magelang?

3. Bagaimana bentuk persaingan yang dilakukan oleh siswa slow learner di SD Muhammadiyah 2 Magelang?


(47)

4. Bagaimana bentuk kontravensi yang dilakukan oleh siswa slow learner di SD Muhammadiyah 2 Magelang?

5. Bagaimana siswa slow learner di SD Muhammadiyah 2 Magelang menghadapi bentuk pertentangan?


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif. Moleong (2015: 6) memaparkan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan sebagainya secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Penelitian kualitatif dalam penelitian ini menggunakan dekripstif dan metode studi kasus atau case-studies. Metode studi kasus merupakan cara meneliti gejala sosial dengan menganalisis satu kasus secara mendalam dan utuh. Pada penelitian studi kasus, peneliti mencoba untuk mencermati individu atau sebuah unit secara mendalam (Arikunto, 2003: 314).

Moleong (2015: 11) juga mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif peneliti mengumpulkan data-data yang berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya sehingga laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan keadaan sosial yang tampak di lapangan tentang interaksi sosial siswa berkebutuhan khusus di SD Muhammadiyah 2 Magelang secara ilmiah dan apa adanya. Peneliti bermaksud untuk mengetahui interaksi sosial siswa slow learner di SD Muhammadiyah 2 Magelang secara mendalam.


(49)

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Muhammadiyah 2 Magelang. Alasan peneliti memilih SD Muhammadiyah 2 Magelang sebagai lokasi penelitian adalah karena SD Muhammadiyah 2 Magelang merupakan sekolah inklusi dan belum pernah digunakan untuk meneliti mengenai interaksi sosial terutama pada siswa slow learner. Spesifikasi kelas yang dijadikan penelitian yakni difokuskan pada siswa slow learner kelas III. Berdasarkan pengamatan pada bulan Oktober 2016, terdapat siswa slow learner yang memiliki interaksi sosial berbeda dengan siswa slow learner yang lain. Peneliti memfokuskan pada siswa slow learner bernama MAR. Hal ini berdasarkan keunikan yang dimiliki MAR. MAR mudah bergaul dengan dibanding siswa slow learner lainnya.

Prosedur memasuki lapangan adalah peneliti melakukan observasi awal di SD Muhammadiyah 2 Magelang dan menemukan permasalahan mengenai keunikan interaksi sosial dari siswa slow learner di SD Muhammadiyah 2 Magelang. Setelah mengkaji hasil observasi, peneliti memfokuskan pada interaksi sosial siswa slow learner di kelas III SD Muhammadiyah 2 Magelang.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 4 Februari-3 Maret 2017.

C. Subjek Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan subjek dan objek penelitian yang digunakan untuk memperoleh data. Moleong (2015: 164-165) mengungkapkan bahwa pada penelitian kualitatif, peneliti berperanserta dalam kehidupan


(50)

sehari-hari subjeknya pada setiap situasi yang diinginkan untuk dapat dipahaminya. Peneliti memasuki pengalaman subjeknya dengan cara mengalami apa yang dialami oleh subjek tersebut. Peneliti berkomunikasi dan berinteraksi dalam jangka waktu tertentu untuk dapat memandang kebiasaan, konflik, dan perubahan yang terjadi dalam diri subjek dan keterkaitannya dengan lingkungannya. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa slow learner kelas III bernama MAR. Pertimbangan memilih MAR karena memiliki tentang interaksi sosial yang berbeda dengan siswa slow learner lainnya seperti mudah bergaul. Pemerolehan data diambil siswa slow learner tersebut dan didukung dengan informasi dari teman-teman MAR, guru kelas III, dan guru olahraga di SD Muhammadiyah 2 Magelang.

D. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada natural setting Sugiyono (2013: 308-309). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling purposif. Ahmadi (2016: 36) menyatakan bahwa dalam sampling purposif, pemilihan partisipan mempresentasikan sebuah keputusan kunci. Sumber data primer dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi berperan (participant observation), wawancara mendalam (in depth interview), dan dokumentasi. Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Observasi

Observasi sebagai suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung


(51)

(Sukmadinata, 2004: 220). Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini melalui observasi partisipatif (participatory observation) yaitu peneliti ikut serta dalam dalam kegiatan yang sedang berlangsung. Observasi dilakukan di dalam kelas saat pembelajaran dan di sekitar sekolah pada saat istirahat. Observasi bertujuan untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan interaksi sosial yang ditunjukkan siswa slow learner di SD Muhammadiyah 2 Magelang tahun pelajaran 2016/ 2017.

2. Wawancara Mendalam

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semiterstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka. Wawancara dalam penelitian ini ditujukan kepada siswa slow learner kelas III, beberapa teman siswa slow learner, guru kelas III, dan guru olahraga di SD Muhammadiyah 2 Magelang. Wawancara ini bertujuan untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan interaksi sosial pada siswa berkebutuhan khusus di SD Muhammadiyah 2 Magelang tahun pelajaran 2016/ 2017.

3. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Sugiyono (2013: 329) mengungkapkan bahwa dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental seseorang. Dokumen yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain catatan-catatan guru kelas mengenai interaksi sosial siswa berkebutuhan khusus pada rapor siswa, hasil asessment subjek, serta dokumen lainnya yang mendukung objek penelitian. Dokumentasi digunakan untuk


(52)

memperoleh data mengenai interaksi sosial siswa slow learner di SD Muhammadiyah 2 Magelang.

E. Instrumen Penelitian

Peneliti memiliki kedudukan sebagai instrumen kunci dalam penelitian kualitatif. Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, peneliti berkedudukan sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya (Moleong, 2015: 168). Sehingga dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrumen utama, namun peneliti membutuhkan alat bantu untuk mendukung pengambilan data di lapangan. Alat bantu yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman studi dokumentasi. Pedoman observasi, pedoman wawancara, dan pedoman studi dokumentasi dikembangkan berdasarkan teori tentang bentuk-bentuk interaksi sosial.

1. Instrumen Pedoman Observasi

Observasi dilakukan terhadap siswa slow learner kelas III di SD Muhammadiyah 2 Magelang pada saat pembelajaran dan jam istirahat. Observasi digunakan untuk memperoleh data aktivitas atau kegiatan slow learner kelas III di SD Muhammadiyah 2 Magelang.


(53)

Tabel 1. Pedoman Observasi Interaksi Sosial Siswa Slow Learner

No. Aspek Indikator

Jumlah Butir Observasi

Nomor Butir 1. Bentuk kerja

sama

a. Bekerja sama dalam mengerjakan tugas piket harian

3 a, b, c b. Meminjamkan alat tulis atau benda

lain pada teman

c. Merawat atau menjenguk teman yang sakit

2. Bentuk akomodasi

a. Senang tampil di hadapan umum

4 a, b, c, d b. Berani bertanya pada guru

c. Bergabung dengan sekelompok teman di luar jam pelajaran

d. Berkomunikasi dan bercanda dengan teman

3. Bentuk persaingan

a. Bersaing untuk mendapatkan nilai yang baik

2 a, b b. Bersaing dalam kepemilikan alat

sekolah baru 4. Bentuk

kontravensi

a. Memberikan dan menanggapi kritik siswa lain

3 a, b, c b. Menunjukkan ekspresi kurang

senang dengan teman yang lain c. Berteman dengan siapapun 5. Menghadapi

pertentangan

a. Melerai teman yang berkelahi

4 a, b, c, d b. Bertengkar dengan teman melalui

kontak fisik maupun lisan (saling mengejek)

c. Mengancam teman lain untuk memenuhi keinginannya

d. Menyalahkan orang lain

Jumlah Butir 16

2. Instrumen Pedoman Wawancara

Wawancara dilakukan kepada siswa slow learner kelas III, teman sebaya siswa slow learner, dan guru kelas III. Wawancara bertujuan untuk memperoleh data yang mendalam mengenai interaksi sosial siswa slow learner kelas III di SD Muhammadiyah 2 Magelang tahun pelajaran 2016/ 2017.


(54)

Tabel 2. Pedoman Wawancara Interaksi Sosial terhadap Siswa Slow Learner, Teman Siswa Slow Learner, Guru Kelas III, dan Guru Olahraga

No. Aspek Indikator

Jumlah Butir Pertanyaan

Nomor Butir 1. Bentuk kerja

sama

a. Bekerja sama dalam mengerjakan tugas piket harian

3 6, 14, 20 b. Meminjamkan alat tulis atau benda

lain pada teman

c. Merawat atau menjenguk teman yang sakit

2. Bentuk akomodasi

a. Senang tampil di hadapan umum

6 1, 2, 3, 5, 7, 8 b. Berani bertanya pada guru

c. Bergabung dengan sekelompok teman di luar jam pelajaran

d. Berkomunikasi dan bercanda dengan teman

3. Bentuk persaingan

a. Bersaing untuk mendapatkan nilai yang baik

2 21, 22 b. Bersaing dalam kepemilikan alat

sekolah baru 4. Bentuk

kontravensi

a. Memberikan dan menanggapi kritik siswa lain

4 4, 9, 18, 19 b. Menunjukkan ekspresi kurang

senang dengan teman yang lain c. Berteman dengan siapapun 5. Menghadapi

pertentangan

a. Melerai teman yang berkelahi

7

10, 11, 12, 13, 15, 16, 17 b. Bertengkar dengan teman melalui

kontak fisik maupun lisan (saling mengejek)

c. Mengancam teman lain untuk memenuhi keinginannya

d. Menyalahkan orang lain

Jumlah Butir 22

3. Instrumen Studi Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan sebagai pelengkap data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara. Dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan semua dokumen yang berkaitan dengan interaksi sosial siswa slow learner kelas III di SD Muhammadiyah 2 Magelang. Dokumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.


(55)

1. Profil siswa slow learner kelas III di SD Muhammadiyah 2 Magelang. 2. Hasil assesment slow learner kelas III di SD Muhammadiyah 2 Magelang.

F. Teknik Analisis Data

Peneliti kualitatif mengenal adanya analisis data di lapangan walaupun analisis data secara intensif baru dilakukan sesudah peneliti kembali ke rumah Penelitian ini menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman. Aktivitas analisis data dengan model Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2013: 337) meliputi pengumpulan data (data collection), reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan conclutions drawing/ verification. Adapun langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut.

1. Pengumpulan Data (Data Collection)

Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan dalam kondisi alami di mana sumber data utama dan teknik pengumpulan data lebih banyak dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Peneliti melakukan observasi pada kegiatan pembelajaran di kelas dan kegiatan di luar kelas untuk mendapatkan berbagai informasi tentang interaksi sosial siswa slow learner kelas III di SD Muhammadiyah 2 Magelang. Selain itu, peneliti melakukan wawancara kepada beberapa teman siswa slow learner, guru kelas III, guru olahraga, dan siswa slow learner kelas III untuk mengetahui interaksi sosial siswa slow learner kelas III di SD Muhammadiyah 2 Magelang.


(56)

2. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data merupakan proses mencatat dengan teliti atau merangkum data yang telah dikumpulkan agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. Reduksi data dilakukan oleh peneliti dari semua informasi yang diperoleh melalui hasil observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Peneliti merangkum, mengambil data yang pokok, dan mengkategorikan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Reduksi data dalam penelitian ini difokuskan kepada interaksi sosial siswa slow learner kelas III di SD Muhammadiyah 2 Magelang tahun pelajaran 2016/ 2017. Sedangkan informasi yang tidak diperlukan dibuang karena dianggap tidak penting bagi peneliti.

3. Penyajian Data (Data Display)

Setelah melakukan reduksi data, selanjutnya adalah menyajikan data. Penyajian data kualitatif dapat berupa uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sebagainya, yang dapat membantu menginterpretasikan data (Sugiyono, 2013: 341). Sementara Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2013: 341) mengungkapkan bahwa penyajian data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Penyajian data dalam penelitan kualitatif tentang interaksi sosial siswa slow learner kelas III di SD Muhammadiyah 2 Magelang tahun pelajaran 2016/ 2017 berupa uraian deskriptif. Data diperoleh dari hasil observasi dan wawancara mengenai interaksi sosial siswa slow learner kelas III melalui wawancara dengan guru kelas III, guru


(57)

olahraga, beberapa teman siswa slow learner, siswa slow learner dan studi dokumentasi.

4. Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi (Conclusion Drawing/ Verification)

Kesimpulan awal dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan dapat berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada saat pengumpulan data berikutnya. Oleh sebab itu, data yang telah disajikan dipilih kembali yang penting dan diperlukan untuk kemudian dibuat kategori tertentu. Data tentang interaksi sosial siswa slow learner kelas III di SD Muhammadiyah 2 Magelang tahun pelajaran 2016/ 2017 dianalisis untuk memperoleh kesimpulan.

Gambar 1. Model analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman

G. Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dilakukan untuk membuktikan bahwa penelitian kredibel atau dapat dipercaya. Sugiyono (2013: 365) menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan. Uji keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi yaitu triangulasi teknik dan triangulasi sumber.

Data Display Data Collection

Data Reduction


(58)

Triangulasi teknik dilakukan untuk mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Peneliti membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. Apabila dengan teknik pengujian data tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka peneliti harus melakukan diskusi lebih lanjut dengan sumber data untuk memastikan data mana yang dianggap benar. Sedangkan triangulasi sumber dilakukan untuk mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Untuk menguji kredibilitas data tentang interaksi sosial siswa slow learner, maka pengumpulan data dan pengujian data dilakukan ke siswa slow learner, beberapa teman siswa slow learner, guru kelas III dan guru olahraga.


(59)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SD Muhammadiyah 2 Magelang yang terletak di Jalan Beringin IV No 1 A Magelang. SD Muhammadiyah 2 Magelang merupakan SD swasta dengan yayasan Muhammadiyah yang berada di sebelah barat pasar dan tidak jauh dengan SMP N 8 Magelang. Meskipun letaknya bersebelahan dengan pasar, siswa merasa cukup nyaman dalam menerima pelajaran.

SD Muhammadiyah 2 Magelang memiliki 6 ruang kelas untuk pembelajaran dari kelas I sampai kelas VI. Selain ruang kelas, SD Muhammadiyah 2 Magelang juga difasilitasi dengan mushola, ruang perpustakaan, ruang komputer, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tamu, ruang UKS, halaman sekolah, kantin sekolah, gudang dan WC serta kamar mandi. Di halaman sekolah juga terdapat beberapa tanaman yang terawat dengan baik karena adanya piket menyiram tanaman seperti tanaman cabai, terong dan kangkung. Selain itu, taman bermain seperti plorotan dan rumah-rumahan juga tersedia di SD Muhammadiyah 2 Magelang.

SD Muhammadiyah 2 Magelang memiliki tenaga kependidikan dan non kependidikan yang berjumlah 10 orang, dengan latar belakang pendidikan S1 kecuali 1 guru kelas I dan 1 orang karyawan. Guru di SD Muhammadiyah ini berstatus sebagai guru tetap yayasan. Sedangkan jumlah siswa di SD Muhammadiyah 2 Magelang hanya terdapat 44 siswa, 18 di antaranya tercatat sebagai siswa berkebutuhan khusus.


(60)

SD Muhammadiyah 2 Magelang sering disebut juga dengan SD MUDA CERIA (Cerdas, Beriman dan Bertaqwa). Selain itu, visi dan misi SD MUDA juga dipersiapkan dalam mendidik para siswanya. Visi SD Muhammadiyah 2 Magelang yaitu “Berprestasi, Aktif, Kreatif, dan Mandiri dalam Berkarya yang Berwawasan Iman dan Taqwa. Guna mencapai visi tersebut, SD Muhammadiyah 2 Magelang memiliki misi-misi sebagai berikut:

1. Melaksanakan pembelajaran secara aktif, kreatif, inovatif dan efektif. 2. Meningkatkan profesionalisme pendidikan.

3. Menumbuhkan minat dan bakat serta prestasi siswa. 4. Tersedianya sarana prasarana sekolah yang memadai. 5. Terlaksananya program Madrasah Diniyah sesuai harapan.

6. Memberikan layanan pendidikan khusus bagi anak berkebutuhan khusus (ABK).

B. Deskripsi Subjek Penelitian

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidilan Kota Magelang Nomor 423.7/1346/230 Tanggal 30 April 2012 Tentang Penetapan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi, SD Muhammadiyah 2 termasuk satu dari 9 sekolah yang ditetapkan sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusi di Kota Magelang.

SD Muhammadiyah 2 memiliki 18 siswa berkebutuhan khusus yang tersebar di setiap kelas. Data tersebut berdasarkan hasil assessment dari Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang. Siswa yang mendaftar di SD Muhammadiyah 2


(61)

Magelang diharuskan untuk menyertakan hasil pemeriksaan psikologi. Berikut rincian siswa berkebutuhan khusus di SD Muhammadiyah 2 Magelang.

Tabel 3. Daftar Siswa Berkebutuhan Khusus di SD Muhammadiyah 2 Magelang

No Nama Kelas Ketunaan

1. DNP II Autis

2. IHS II Tunagrahita ringan

3. SKI II Tunagrahita sedang

4. MFU II Autis

5. MAR III Slow Learner

6. FAI III Slow Learner

7. SDW III Autis

8. NNA IV Tunagrahita sedang

9. DLP IV Tunarungu

10. ETY IV Tunarungu

11. MNA V Slow Learner

12. VAK V Slow Learner

13. NAS V Slow Learner

14. MYZ VI Autis

15. FUS VI Autis

16. MAN VI Tunarungu

17. ALA VI Tunawicara

18. RHM VI Slow Learner

(Sumber: Dokumen SD Muhammadiyah 2 Magelang 2016/2017)

Berdasarkan daftar siswa berkebutuhan khusus di atas, peneliti hanya melakukan penelitian terhadap 1 siswa berkebutuhan khusus yang teridentifikasi slow learner di kelas III. Siswa tersebut berinisial MAR. Peneliti tidak melakukan penelitian terhadap siswa slow learner lain karena hanya MAR yang memiliki perbedaan dengan siswa slow learner yang lain. Keunikan tersebut terletak pada interaksi sosial MAR yang baik daripada siswa slow learner lainnya.

Informan untuk mendukung penelitian ini diperoleh dari beberapa teman MAR. Peneliti memilih beberapa siswa yang memiliki hubungan cukup dekat


(62)

dengan siswa slow learner di sekolah. Hal ini dilakukan agar peneliti mendapatklan informasi yang lebih mendalam tentang interaksi sosial yang dilakukan oleh siswa slow learner dengan teman-teman MAR di sekolah. Informan berikutnya ialah guru kelas III. Hal ini dikarenakan guru kelas lebih banyak mengetahui aktivitas siswa saat pembelajaran di sekolah. Informasi tambahan juga diperoleh dari guru olahraga.

C. Hasil Penelitian

Interaksi Sosial Siswa Slow Learner di SD Muhammadiyah 2 Magelang

Pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2017 di SD Muhammadiyah 2 Magelang. Peneliti mendapatkan data terkait dengan interaksi sosial siswa slow learner di SD Muhammadiyah 2 Magelang melalui beberapa teknik seperti wawancara, observasi, dan dokumentasi. Selanjutnya peneliti melakukan analisis terkait interaksi sosial siswa slow learner di SD Muhammadiyah 2 Magelang dan diuraikan sebagai berikut.

a. Bentuk Kerjasama

Kerjasama merupakan bentuk interaksi sosial assosiatif. Aspek kerjasama memiliki indikator yang mencakup antara lain bekerja sama dalam mengerjakan tugas piket harian, meminjamkan alat tulis atau benda lain pada teman, dan merawat atau menjenguk teman yang sakit.

1) Bekerja Sama dalam Mengerjakan Tugas Piket Harian

Awalnya peneliti ingin mengetahui lebih jelas kerjasama MAR dalam mengerjakan tugas piket harian. Sementara, kelas III hanya terdiri dari empat siswa antara lain MAR (slow learner), SDW (autis), IND, dan HEA. Setiap siswa


(63)

memperoleh giliran piket dua kali dalam seminggu. MAR mendapatkan giliran piket bersama SDW pada hari Rabu dan Sabtu.

Sesuai dengan hasil observasi, MAR jarang melakukan tugas piket. Beberapa kali saat MAR mendapat giliran tugas piket, MAR tidak melakukan piket. IND sering mengingatkan MAR untuk piket namun MAR mengelak nanti dan tidak segera piket. Jadwal piket yang harusnya dilakukan berdua antara MAR dan SDW tidak berjalan. MAR tidak pernah piket bersama SDW. Berbeda halnya ketika guru yang menyuruh MAR untuk piket, MAR segera melaksanakannya. Berikut ini kutipan wawancara dengan guru kelas III.

Piketnya kadang-kadang. Tapi kalau diperintah, MAR langsung mau. Kadang saya juga lupa mengingatkan jadwal piketnya. MAR anaknya manut, tidak banyak berontak, jika diperintah guru langsung melakukan misal menyapu, menghapus papan tulis. Bisa gak bisa tetap dicoba. (Bu YN, lampiran 5 halaman 119)

Tidak piket kalau tidak diingatkan. Pulang sekolah ya sudah langsung bubar. Memang gurunya yang harus sering ngingetin Mbak. (Bu YN, lampiran 5 halaman 120)

Selain itu, pada saat observasi ke 15 peneliti mengamati perilaku MAR dalam menghadapi lantai kelas III yang basah. Guru kelas III meminta MAR mengambil kain pel dan mengepel lantai. MAR melakukan dengan senang hati.

Kerjasama MAR tampak dalam beberapa kali observasi. Berdasarkan observasi ke 5, MAR menyapu ruang kelas yang kotor bersama HEA setelah pelajaran SBK. MAR dan HEA menyapu tanpa diperintah oleh guru. Selain itu, saat kegiatan Jumat bersih, MAR bekerja sama mencabut rumput di halaman sekolah. Sesekali MAR duduk karena terlihat capek, kemudian guru memanggil dan MAR kembali membersihkan.


(64)

Pada hari Senin dilaksanakan upacara bendera. MAR melakukan dengan baik ketika menjadi petugas pengibar bendera yang dilakukan secara bersamaan dengan dua siswa lain. MAR membawa bendera dan berada di tengah. Saat pembelajaran akan dimulai, MAR mengambil kapur di kantor karena kapur tulis di kelas sudah habis. MAR juga menyalakan obat nyamuk tanpa diperintah guru. MAR tampak memahami keadaan yang berlangsung. Selain itu, MAR juga lebih sering menyiapkan peralatan olahraga seperti bola, raket, dan bola voli. Di saat ekstrakurikuler menari akan berlangsung, MAR juga menyiapkan kabel dan sound system.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa MAR jarang dalam mengerjakan tugas piket harian sehingga sering diingatkan oleh siswa lain. Kerja sama MAR tampak baik saat menjadi petugas pengibar bendera dan menyiapkan peralatan yang dibutuhkan yang mendukung pembelajaran.

2) Meminjamkan Alat Tulis atau Benda Lain pada Teman

Siswa SD biasa melakukan kegiatan pinjam meminjam kepada siswa yang lain. Seperti halnya di kelas III, MAR sering meminjamkan alat yang dimilikinya kepada siswa lain. Alat yang dipinjamkan kepada siswa lain seperti pensil, penghapus, penggaris segitiga, crayon, bola, sepeda dan payung. Berdasarkan hasil observasi 13 MAR menawarkan minuman kepada KKH setelah selesai olahraga. MAR berkata “Minum tidak KKH?”. Selain itu, MAR juga menawarkan payung kepada KKH dengan berkata “Gonaku ya ana kuwi nang njobo (Punyaku juga ada itu di luar)”. Hal ini sesuai dengan observasi 14 saat hujan dan KKH masuk ke kelas III untuk meminjam payung.


(65)

Berdasarkan catatan lapangan ke 3, MAR juga berani meminjam kepada siswa lain. MAR meminjam pulpen kepada siswa kelas V saat pelajaran TIK. Sementara dari catatan lapangan observasi ke 9, MAR meminjam pulpen kepada peneliti untuk menuliskan tanggal pada buku prestasi Iqra dengan berkata “Bu pinjam pulpennya” (14 Februari 2017 lampiran 8 halaman 144).

Sesuai dengan wawancara guru kelas mengungkapkan “Meminjami kecuali sama SDW agak pelit. Soalnya SDW kan gak bisa menjaga barangnya. Sering-seringnya SDW meminjam rautan MAR. Kalau sama teman yang lain enjoy aja” (Bu YN, lampiran 5 halaman 120). MAR lebih sering meminjami SDW tetapi terkadang disembunyikan karena SDW tidak bisa menjaga barang milik MAR. MAR memang agak pelit dengan SDW meskipun begitu MAR tetap meminjami alat yang dimilikinya.

Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa MAR senang meminjamkan alat miliknya kepada siswa lain yang meminjam dan tidak membawa. MAR juga berani meminjam alat kepada siswa lain saat membutuhkannya sehingga terdapat interaksi yang baik antara MAR dengan siswa lain.

3) Merawat atau Menjenguk Teman yang Sakit

Merawat atau menjenguk siswa yang sakit biasa dilakukan di saat terdapat siswa yang beberapa hari tidak masuk sekolah. Hal ini memunculkan empati kepada siswa yang sakit. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa MAR sering menjenguk siswa lain. Siswa tersebut ialah IND yang sering tidak masuk sekolah karena sakit.


(1)

(2)

(3)

171


(4)

172


(5)

(6)

174