Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Triwulanan

1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 13

1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Triwulanan

Secara triwulanan qtq, pertumbuhan ekonomi Sumsel diyakini mengalami perbaikan setelah pada triwulan sebelumnya tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 3,46 qtq. Pertumbuhan ekonomi Sumsel secara triwulanan pada triwulan III 2009 diperkirakan mencapai 5,73. Beberapa indikator ekonomi seperti jumlah pendaftaran kendaraan baru, perkembangan arus penumpang dan barang, konsumsi listrik, serta perkembangan konsumsi semen mengkonfirmasi hal tersebut. Kinerja perekonomian secara triwulanan pada triwulan III 2009 ditandai dengan semakin membaiknya kinerja seluruh sektor ekonomi dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya, kecuali sektor jasa-jasa. Sektor pertanian diperkirakan mencatat pertumbuhan yang paling tinggi yakni sebesar 14,99. Semakin membaiknya sektor pertanian sangat berdampak pada perbaikan kinerja sektor lainnya, terutama pada peningkatan kinerja sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang masing-masing mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 4,10 dan 4,89. Sementara itu sektor keuangan, persewaan dan jasa perbankan diperkirakan Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Triwulanan qtq Sektoral PDRB Propinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 Lapangan Usaha 2008 2009 III IV I II III Pertanian 15.97 20.54 0.98 9.86 14.99 Pertambangan dan Penggalian 1.02 0.73 0.70 0.84 1.99 Industri Pengolahan 4.29 4.70 1.08 2.00 4.10 LGA 1.22 1.33 2.10 1.75 2.07 Bangunan 3.78 1.29 1.44 3.58 5.33 PHR 6.01 3.82 0.85 3.00 4.89 Pengangkutan Komunikasi 6.91 5.18 0.85 1.61 4.32 Keu., Persewaan Jasa Perusahaan 2.78 0.26 3.41 0.39 0.90 Jasa-jasa 4.08 1.23 1.87 3.23 2.96 Angka Sementara Proyeksi Bank Indonesia Palembang Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan, diolah Grafik 1.3 PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB Propinsi Sumsel ADHK 2000 dengan Migas Angka Sementara Proyeksi Bank Indonesia Palembang Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan, diolah 14 mengalami pertumbuhan triwulanan paling rendah yakni sebesar 0,90. Namun walaupun demikian sektor tersebut tercatat masih mengalami perbaikan dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 0,39. Dari segi kontribusinya, walaupun mengalami penurunan pangsa, sektor pertambangan dan penggalian diperkirakan masih tetap merupakan penyumbang PDRB yang paling besar dengan pangsa sebesar 22,29 setelah pada triwulan sebelumnya tercatat memberi sumbangan sebesar 23,11. Sementara itu sektor pertanian dan sektor industri pengolahan masing-masing menyumbang 21,45 dan 16,63. Kinerja ekonomi sektor pertanian diperkirakan mengalami pertumbuhan paling tinggi yakni sebesar 14,99. Pertumbuhan triwulanan di sektor ini lebih baik dibandingkan dengan kondisi triwulan II 2009 yang mencatat pertumbuhan triwulanan sebesar 9,86. Sub sektor perkebunan merupakan pendorong utama membaiknya kinerja sektor pertanian seiring terus membaiknya harga karet di pasar internasional. Laju pertumbuhan ekonomi sektor pertanian pada triwulan III 2009 tidak terlepas dari penguatan harga komoditas di pasar internasional maupun di tingkat petani dibandingkan triwulan sebelumnya walaupun disisi lain agak terkendala dengan kondisi cuaca yang kurang kondusif bagi optimalnya kinerja sektor pertanian, yang ditandai dengan menurunnya tingkat curah hujan maupun hari hujan. Grafik 1.5 Perkembangan Curah Hujan di Sumatera Selatan 50 100 150 200 250 300 350 III IV I II III 2008 2009 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Rata ‐rata Curah Hujan Rata ‐rata Hari Hujan hari mili meter Sumber: Stasiun Klimatologi Kenten Grafik 1.4 Kontribusi Sektor Ekonomi ADHK 2000 Propinsi Sumatera Selatan Triwulan III 2009 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 15 Sub sektor tanaman perkebunan diperkirakan mengalami pertumbuhan triwulanan cukup tinggi yang disebabkan membaiknya permintaan pasar dunia. Namun dari sisi volume relatif lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang antara lain disebabkan pengaruh musim kemarau yang berlangsung selama beberapa bulan terakhir telah menyebabkan produksi karet dan CPO menyusut sebesar 15 hingga 30. Sementara itu, menurunnya produksi juga disebabkan karena tingginya harga pupuk sehingga petani kurang maksimal dalam merawat tanamannya. Rata-rata harga karet di pasar internasional pada triwulan ini mencapai USD cent 201,83kg atau mengalami peningkatan sebesar 12,97 dibandingkan rata-rata harga pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar USDcent 178,67kg. Sementara itu rata- rata harga CPO dunia pada triwulan III 2009 tercatat sebesar USD642,84metrik ton, menurun sebesar 10,50 dibandingkan dengan rata-rata harga pada triwulan sebelumnya. Kinerja sub sektor tanaman bahan makanan diperkirakan mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya, terutama dari sisi prodiktivitas. Beberapa upaya ekstensifikasi yang dilakukan dengan bantuan dinas terkait cukup mendorong peningkatan produktivitas meskipun luas tanam mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Menurut informasi dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Sumsel diperoleh keterangan bahwa luas panen padi pada triwulan III 2009 tercatat mengalami peningkatan sebesar 33,13 qtq menjadi sekitar 227.279 Ha. Grafik 1.6 Perkembangan Harga Karet di Pasar Internasional Sumber: Bloomberg Grafik 1.7 Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional Sumber: Bloomberg 16 Kondisi sektor bangunan diprediksi relatif membaik dengan pertumbuhan triwulanan sebesar 5,33, semakin membaik dari kondisi triwulan sebelumnya dimana sektor bangunan pada saat itu mencatat pertumbuhan triwulanan sebesar 3,58. Membaiknya kondisi sektor bangunan seiring dengan realisasi proyek-proyek swasta yang lebih banyak terfokus pada pengembangan tempat hunian dan juga realisasi proyek pemerintah yang sudah mulai berjalan. Berdasarkan kegiatan survei bisnis diperoleh informasi bahwa permintaan perumahan Rumah Sederhana Sehat RSH maupun segmen rumah menengah ke atas tetap mengalami peningkatan. Suatu hal yang menggembirakan, Asosiasi Semen Indonesia mencatat terjadinya peningkatan penjualan semen sebesar 10,41 qtq pada triwulan ini, walaupun peningkatannya tidak sebesar pada triwulan sebelumnya. Tabel 1.3 Realisasi Luas Tanam LT dan Luas Panen LP Propinsi Sumatera Selatan dalam Ha Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Sumatera Selatan Grafik 1.8 Perkembangan Konsumsi Semen Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 17 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran PHR diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 4,89 yang disebabkan meningkatnya konsumsi masyarakat pada moment perayaan Hari Raya Idul Fitri dan juga pada beberapa event tahunan seperti Sriwijaya Expo. Berdasarkan survei yang dilakukan Bank Indonesia, pesanan mobil secara triwulanan diperkirakan mengalami peningkatan dalam kisaran 20-40. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari data pendaftaran kendaraan baru yang diperoleh dari Dispenda Propinsi Sumatera Selatan. Data dari Dispenda menunjukkan bahwa pendaftaran mobil baru mengalami peningkatan sebesar 36,79 qtq sementara pendaftaran motor mengalami peningkatan sebesar 29,99 qtq. Sementara itu dari sektor perhotelan, berdasarkan survei bisnis yang dilakukan diperoleh informasi bahwa penjualan sewa kamar mengalami sedikit penurunan pasca kegiatan pemilu dan juga pada masa bulan Ramadhan. Untuk mempertahankan profit, beberapa hotel gencar menggelar promo-promo kuliner buka puasa dan juga mengoptimalkan jasa penyewaan gedungruangan. Sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan masih mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan sebelumnya yakni sebesar 4,32. Kinerja sub sektor komunikasi diprediksi sedikit mengalami percepatan pertumbuhan yakni menjadi sebesar 5 qtq. Tarif komunikasi yang semakin murah serta terus digulirkannya promo-promo dari sejumlah operator seluler tetap cukup ampuh dalam menjaga kinerja sub sektor ini selain permintaan yang cukup tinggi pada moment Idul Fitri. Liburan Idul Fitri yang cukup panjang sedikit banyak telah mendorong pertumbuhan sub sektor transportasi. Data dari PT. Pelindo menunjukkan terjadinya peningkatan frekuensi pelayaran maupun jumlah penumpang kapal laut. Begitu pula dengan kondisi transportasi udara yang menurut informasi dari PT. Angkasa Pura II menunjukkan adanya peningkatan jumlah penumpang, baik penumpang domestik maupun internasional. Grafik 1.9 Perkembangan Pendaftaran Kendaraan Bermotor Sumber: Dispenda Prop. Sumatera Selatan 18 Sektor Industri Pengolahan diperkirakan mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 4,10. Berdasarkan hasil survei dunia usaha, kondisi sub sektor industri pengolahan non migas, khususnya crumb rubber terus mengalami peningkatan pertumbuhan terkait dengan membaiknya permintaan ekspor dan harga karet di pasar internasional yang kembali meningkat. Sektor jasa-jasa sebagai penunjang geliat perekonomian diperkirakan masih menyumbang pertumbuhan ekonomi Sumsel walaupun tidak sebesar triwulan sebelumnya. Sektor jasa-jasa diprediksi tumbuh sebesar 2,96, mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Moment Idul Fitri yang jatuh pada triwulan ini diyakini menjadi pendorong pertumbuhan di sektor ini walaupun tidak sebesar dorongan moment pemilihan umum pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilihan presiden yang jatuh pada triwulan sebelumnya. Sektor listrik, gas, dan air bersih LGA diperkirakan meningkat sebesar 2,07 qtq atau lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 1,75 qtq. Peningkatan konsumsi LGA di bulan Ramadhan dan semakin lancarnya program konversi energi yang dilakukan pemerintah terus mendorong pertumbuhan di sub sektor gas kota. Sub sektor listrik pun cukup memberikan peran dalam mendorong sektor LGA yang terlihat dari meningkatnya konsumsi listrik secara total. Grafik 1.11 Perkembangan Penumpang Angkutan Laut Pelabuhan Boom Baru Propinsi Sumsel Sumber : PT. Pelindo Boom Baru, diolah Grafik 1.10 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara Sumber : PT. Angkasa Pura II, diolah 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 19 Kinerja sektor pertambangan dan penggalian diprediksi sedikit mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yakni menjadi sebesar 1,99 qtq. Kinerja sektor ini pada triwulan sebelumnya tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 0,84 qtq. Terus membaiknya harga minyak mentah di pasar internasional sejak triwulan I 2009 telah membantu kinerja sektor pertambangan ditengah kondisi stagnasi kapasitas produksi yang dialami pelaku usaha di sektor tersebut. Sementara itu, terus harga batu bara di pasar internasional juga tercatat mengalami perbaikan setelah pada triwulan sebelumnya sempat merosot ke USD47,59metrik ton. Kapasitas produksi beberapa pertambangan besar di Sumatera Selatan dalam beberapa tahun terakhir ini tergolong stagnan. Namun walaupun demikian, dalam beberapa tahun ke depan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan rencana beberapa industri besar yang berbahan baku pertambangan seperti industri semen yang berencana akan membangun pabrik baru. Grafik 1.14 Perkembangan Harga Batu Bara di Pasar Internasional Sumber: Bloomberg Grafik 1.15 Perkembangan Harga Minyak Bumi di Pasar Internasional Sumber: Bloomberg Grafik 1.12 Perkembangan Penjualan LPG Sumber : PT. Pertamina UPMS II Grafik 1.13 Perkembangan Konsumsi Listrik Sumber : PLN Sumbagsel 20 Sektor keuangan, persewaan, dan jasa pada triwulan ini diprediksi menjadi sektor yang mengalami pertumbuhan ekonomi triwulanan yang paling rendah, yakni sebesar 0,90 qtq. Walaupun demikian, pertumbuhan triwulanan sektor tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulanan pada triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 0,39 qtq. Bergairahnya kondisi ekonomi secara umum pada triwulan ini diprediksi telah mendorong perbaikan kinerja sektor keuangan yang ditandai dengan peningkatan jumlah aset, penghimpunan dana, maupun penyaluran kreditpembiayaan secara umum. Sementara itu, berdasarkan hasil survei bisnis di sub sektor persewaan diperoleh informasi bahwa selama triwulan ini telah terjadi peningkatan tingkat penyewaan gudang dalam kisaran 10 hingga 20. 1.3 Perkembangan PDRB dari Sisi Penggunaan Pertumbuhan ekonomi secara tahunan yoy dari sisi penggunaan masih didominasi oleh konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga walaupun ditengarai mengalami perlambatan. Pertumbuhan sektor konsumsi diprediksi sebesar 6,40 yoy, mengalami perlambatan apabila dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan konsumsi pada triwulan sebelumnya yang mencapai 8,75 yoy. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan konsumsi swasta nirlaba masing-masing diperkirakan sebesar 6,58 dan 44,34. Sementara itu konsumsi pemerintah diperkirakan mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0,37 yang disebabkan realisasi belanja yang minim pada periode ini. Hasil quick survey “Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Realisasi Belanja Daerah” dan “Optimalisasi Pemanfaatan Dana Pemerintah Daerah pada Perbankan Daerah” yang dilakukan Bank Indonesia, diperoleh informasi salah satu penyebab rendahnya realisasi belanja disebabkan karena masalah birokrasi yang cukup menyita waktu. Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan yoy Propinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2008 –2009 Angka Sementara Proyeksi Bank Indonesia Palembang Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan, diolah 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 21 Dari sisi kegiatan perdagangan, ekspor diperkirakan turun sebesar 9,36, sedikit membaik dibandingkan dengan kondisi pada triwulan sebelumnya yang mengalami penurunan sebesar 10,89. Sementara itu, impor masih mencatat pertumbuhan tahunan yakni sebesar 6,06, mengalami perlambatan dibandingkan dengan kinerja tahunan pada triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 7,21. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sumsel pada triwulan ini lebih disebabkan karena meningkatnya harga komoditas unggulan di pasar Internasional. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari survei kegiatan dunia usaha triwulan III 2009 yang dilakukan KBI Palembang menggambarkan kegiatan usaha yang dilakukan oleh para pelaku usaha di Sumsel mengalami peningkatan dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya. Grafik 1.16 Perkembangan Kegiatan Usaha Sumber : SKDU KBI Palembang Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha SKDU triwulan III 2009 mengindikasikan terjadinya peningkatan kegiatan usaha dari persepsi kalangan dunia usaha dibanding triwulan sebelumnya yang tercermin dengan peningkatan nilai Saldo Bersih Tertimbang SBT 1 dari 12,96 menjadi 13,06. 1 SBT adalah selisih antara jawaban meningkat optimis dengan jawaban menurun pesimis yang dikalikan dengan bobot masing-masing sektor ekonomi. 22 Secara triwulanan qtq, komponen yang mengalami pertumbuhan paling tinggi adalah investasi. Sementara itu komponen ekspor diperkirakan mengalami peningkatan pada kisaran 4, sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,22. Melambatnya ekspor dibandingkan triwulan sebelumnya lebih banyak disebabkan karena faktor menurunnya volume ekspor secara keseluruhan. Meningkatnya harga komoditas primer di pasar internasional tidak cukup membantu perlambatan ekspor karena perkiraan turunnya volume ekspor yang cukup signifikan. Melambatnya volume ekspor secara umum terkonfirmasi dengan menurunnya nilai saldo bersih perkembangan volume pesanan pada Survei Kegiatan Dunia Usaha SKDU triwulan III 2009 menjadi sebesar 16,67, di bawah angka saldo bersih perkembangan volume pesanan pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 27,27. Grafik 1.17 Perkembangan Volume Pesanan berdasarkan Persepsi Pengusaha Sumber : SKDU KBI Palembang Seiring dengan melemahnya volume pesanan, kapasitas produksi pada triwulan III - 2009 juga tidak mengalami peningkatan. Peningkatan kapasitas terjadi di triwulan yang lalu sebesar 25. Sedangkan untuk triwulan ini nilai saldo bersihnya adalah 0. Hal ini terjadi diperkirakan karena peningkatan kapasitas produksi banyak dilakukan oleh pelaku usaha di triwulan lalu, sedangkan di triwulan ini kapasitas produksi tidak ditingkatkan lagi 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 23 Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan qtq Propinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2008 –2009 Angka Sementara Proyeksi Bank Indonesia Palembang Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan 1.4. Struktur Ekonomi Berdasarkan strukturnya, PDRB Sumsel masih ditopang oleh sektor primer yakni sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian dengan pangsa sebesar 43,74. Pangsa sektor primer tersebut sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 42,83. Peningkatan pangsa di sektor primer terutama didorong sektor pertanian dari sebesar 21,45 menjadi 22,27. Sektor sekunder mengalami penurunan pangsa menjadi 24,85 dari triwulan sebelumnya yang sebesar 25,16. Penurunan pangsa di sektor sekunder tersebut disebabkan oleh penurunan pangsa seluruh sub sektor komponen sektor sekunder, yakni sub sektor industri pengolahan, sub sektor LGA, dan sub sektor bangunan yang masing-masing mengalami penurunan pangsa sebesar 0,26, 0,02 dan 0,03. Grafik 1.18 Struktur Ekonomi Propinsi Sumatera Selatan Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan, diolah 24 Tabel 1.6 Struktur Ekonomi Sektoral Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2008 – 2009 Persen Angka Sementara Proyeksi Bank Indonesia Palembang Sumber: BPS Propinsi Sumatera Selatan Pangsa sektor tersier diperkirakan sedikit menurun dari sebesar 32,01 pada triwulan sebelumnya menjadi 31,41. Hal tersebut disebabkan karena terjadinya penurunan pangsa dari seluruh sub sektor pada sektor ini. Dari sisi penggunaan, walaupun mengalami penurunan pangsa menjadi 69,82, secara struktural konsumsi masih memperlihatkan peran yang dominan pada PDRB. Pada triwulan sebelumnya kontribusi komponen konsumsi tercatat sebesar 71,93. Kontribusi konsumsi rumah tangga tercatat sebesar 60,88, mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan pangsa pada triwulan sebelumnya yang sebesar 62,73. Sementara itu komponen eksternal yang merupakan selisih dari ekspor dan impor tercatat mengalami peningkatan menjadi sebesar 9,20 dari sebesar 8,30 pada triwulan sebelumnya. Tabel 1.7 Struktur Ekonomi Penggunaan Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2008 – 2009 Persen Angka Sementara Proyeksi Bank Indonesia Palembang Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan 1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional 25 1.5. Perkembangan Ekspor Impor 1.5.1. Perkembangan Ekspor