Konsumsi Domestik Kopi Pemasaran Kopi

hektar. Produksi kopi Arabika dari kedua propinsi ini mencapai 29.653 ton atau mencapai 63,05 persen dari produksi kopi Arabika seluruh Indonesia. Mutu kopi Arabika dari kedua propinsi tersebut dikenal memiliki mutu yang tinggi sehingga memperoleh pasar yang baik dengan harga tinggi AEKI, 2006.

4.3. Konsumsi Domestik Kopi

Minum kopi merupakan kegemaran masyarakat baik di kota dan di desa yang dapat dinikmati di rumah, kantor dan tempat makan dengan beragam penyajian. Minum kopi lazim disenangi pada waktu pagi dan sore hari, namun jarang di malam hari, kecuali untuk tujuan tertentu seperti bekerja di malam hari, jaga malam atau lainnya. Berdasarkan Tabel 4.2 diperoleh gambaran bahwa persentase perubahan konsumsi selama tahun 1994-2005 adalah sebesar 10,06 persen artinya rata-rata setiap tahunnya terdapat peningkatan konsumsi sebesar 10,06 persen. Bila dibandingkan antara total produksi dengan jumlah konsumsi domestik kopi, pada tahun 2005 pasar dalam negeri hanya menyerap 35,31 persen dari total produksi kopi 640.365 ton. Sebagian besar produksi kopi Indonesia diekspor yaitu sebesar 64,69 persen dari total produksi pada tahun 2005. Konsumsi domestik kopi yang masih kecil dapat dikembangkan untuk menumbuhkan pasar kopi yang potensial. ICO telah melakukan berbagai macam cara untuk mempromosikan kepada masyarakat agar gemar minum kopi, seperti memberi penjelasan bahwa secara ilmiah minum kopi tidak merusak kesehatan asalkan dengan porsi yang tepat. Minum kopi juga tidak membahayakan bagi anak-anak asalkan tidak berlebihan. Tabel 4.2. Konsumsi dan Produksi Kopi Indonesia dan Perbandingan Konsumsi dengan Produksi Kopi Indonesia Tahun 2000-2005 Tahun Konsumsi C ton Perkembangan Konsumsi Produksi Q ton Perkembangan Produksi Perbandingan CQ 2000 208.587 18,64 554.574 4,30 37,61 2001 313.516 50,30 569.234 2,64 55,08 2002 353.070 12,62 682.019 19,81 51,77 2003 345.709 -2,08 671.255 -1,58 51,50 2004 324.961 -6,00 647.385 -3,56 50,20 2005 226.122 -30,42 640.365 -1,08 35,31 Rataan 222.476,08 10,06 627.472 3,57 40,41 Sumber : AEKI, 2006 Diolah

4.4. Pemasaran Kopi

Kopi di Indonesia dihasilkan oleh kebun-kebun kopi milik rakyat dan perkebunan yang tersebar di beberapa propinsi. Keadaan demikian menimbulkan jaringan tataniaga yang beragam untuk menampung dan menyalurkan produksi kopi. Tataniaga kopi merupakan mata rantai kegiatan yang panjang dari jutaan petani dan pekebun kopi serta perusahaan-perusahaan eksportir. Pola tataniaga kopi rakyat di beberapa propinsi penghasil kopi ditandai dengan berperannya pedagang pengumpul, pedagang lokal dan pedagang eksportir. Kebun kopi rakyat umumnya terletak di tempat-tempat yang jauh dari kota pelabuhan dan umumnya masih memiliki sambungan jalan yang belum bagus. Pola tataniaga kopi terbagi menjadi beberapa saluran. Saluran pertama, kopi akan dijual petani ke padagang pengumpul tingkat desa, setelah itu kopi akan dijual kembali ke pedagang pengumpul di tingkat yang lebih tinggi seperti di tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten. Para pedagang pengumpul tingkat kabupaten akan menjual kopi yang dimiliki ke para eksportir atau ke pasar dalam negeri, yaitu industri kopi. Petani kopi juga sering menjual kopinya langsung ke pedagang perantara yang lebih tinggi tingkatannya dari tingkat desa, karena para pedagang perantara ini sering langsung turun ke desa dan bertemu para petani. Saluran kedua, kopi akan dijual oleh petani kopi ke agen tingkat propinsi. Para agen ini juga sering turun langsung ke dasa untuk mendapatkan kopi dari petani. Kopi dari agen tingkat propinsi ini akan dijual ke para eksportir atau ke pasar dalam negeri. Saluran ketiga, petani kopi akan langsung menjual kopi yang dimiliki ke pasar dalam negeri, yaitu ke industri kopi yang ada disekitar wilayah tempat tinggal mereka, atau ke para eksportir. Saluran keempat, petani kopi akan menjual kopinya kepada pemilik mesin pengupas kulit huller. Di beberapa daerah, pemilik mesin pengupas kopi huller berfungsi sebagai pedagang pengumpul di tingkat desa Turnip, 2002. Para pemilik huller ini akan menjual kopi yang dimiliki ke para eksportir atau ke pasar dalam negeri. Kopi dibeli dari petani-petani yang datang pada hari-hari pasar atau dengan cara pembelian langsung di rumah-rumah petani di desa. Kopi yang dikumpulkan umumnya terdiri dari kopi campur yang belum disortir yang kemudian diangkut untuk disetorkan ke pedagang eksportir. Kopi ini umumnya disetorkan ke pengusaha pengolah kopi, yang selanjutnya menyalurkan kopi biji hasil olahannya ke perusahaan eksportir atau ke pabrik-pabrik lokal untuk kopi bubuk. PETANI KOPI PEDAGANG AGEN PEMILIK PENGUMPUL DESA TINGKAT HULLER PROPINSI PEDAGANG PENGUMPUL KECAMATAN PEDAGANG PENGUMPUL KABUPATEN PASAR PERUSAHAAN DALAM EKSPORTIR NEGERI INDUSTRI KOPI PERKEBUNAN EKSPOR KOPI Gambar 4.1. Bagan Pemasaran Kopi Sumber : Turnip 2002 Saluran kelima, kopi yang berasal dari perkebunan akan langsung diekspor. Pola seperti ini biasa dilakukan oleh perkebunan besar swasta, contohnya PT. Perkebunan Nusantara. Pedagang perantara atau pengumpul biasanya memiliki hubungan- hubungan khusus dengan petani kopi, dengan sering memberikan pinjaman uang di masa-masa paceklik atau untuk kepentingan mendadak, dan juga hubungan antara pedagang perantara dengan perusahaan eksportir yang memberikan modal. Berdasarkan hasil penelitian ICO pada tahun 19951996 bahwa hampir 69 persen petani kopi menjual hasil produksinya ke pedagang perantara seperti pedagang pengumpul desa, kecamatan, kabupaten, dan para agen tingkat kabupaten dan 27 persen produksinya dijual langsung ke pedagang di pasar lokal. Hanya 4 persen dari biji kopi yang dihasilkan dijual langsung kepada koperasi, pabrik pengolahan kopi lokal atau perusahaan eksportir. Perkebunan-perkebunan besar mengusahakan pengolahan biji kopi secara cermat untuk menghasilkan biji kopi yang bermutu baik. Untuk kepentingan ini dibangun fasilitas pengolahan biji kopi dengan peralatan yang lengkap untuk fermentasi dan pencucian serta untuk pengeringan biji kopi. Fasilitas tersebut juga dilengkapi fasilitas untuk sortasi biji kopi, baik secara manual oleh tenaga-tenaga manusia maupun menggunakan mesin-mesin sortasi yang bekerja secara elektronik Turnip, 2002. Pemasaran hasil dilakukan oleh perkebunan sendiri, yang memiliki unit khusus untuk pemasaran ekspor maupun lokal. Perkebunan-perkebunan ini umumnya memiliki hubungan baik dengan pihak-pihak pembeli luar negeri. Perkembangan pasar luar negeri diikuti secara terus-menerus, baik mengenai laju perkembangan harga maupun perkembangan produksi kopi di berbagai negara. Kopi yang dijual melalui pusat-pusat pasar komoditi umumnya sampai ke perusahaan-perusahaan atau pabrik-pabrik pengolahan kopi melalui perantara para agen-agennya atau broker. Agen-agen inilah yang banyak berhubungan dengan pedagang-pedagang perantara di negara-negara pengimpor serta mengetahui sumber-sumber kopi yang baik di berbagai negara produsen. Melalui agen-agen tersebut perusahaan dan pabrik pengolahan kopi lebih dapat terjamin memperoleh kopi dalam jumlah dan mutu sesuai dengan kebutuhannya Gambar 4.2. EKSPORTIR IMPORTIR BROKER ROASTER PENGECER Gambar 4.2. Saluran Pemasaran Kopi Di Luar Negeri Sumber : Turnip 2002 Sejak beberapa tahun terakhir nampak ada kecenderungan di berbagai negara produsen kopi untuk memperpendek mata rantai pemasaran kopi dari produsen ke eksportir dengan membentuk badan-badan pemasaran Turnip, 2002. Hal ini ditujukan untuk lebih menjamin harga yang layak bagi petani produsen disamping untuk dapat lebih kuat menghadapi pihak-pihak importir. Banyak pedagang perantara yang tidak hanya melakukan kegiatan sekedar sebagai penghubung antar produsen dan pembeli. Umumnya mereka mengadakan pembelian kopi kemudian ditahan untuk stok dan dilakukan penjualan pada waktu harga kopi menguntungkan. Perusahaan-perusahaan ekspor pun memiliki stok kopi dan memiliki fasilitas-fasilitas untuk membersihkan dan sortasi kopi-kopi sebelum dijual kepada pihak-pihak importir. Ini sangat penting karena untuk ekspor perlu dijaga agar kopi benar-benar dapat memenuhi persyaratan mutu kopi ekspor dan yang telah ditetapkan oleh negara-negara importir. Pada umumnya kopi dijual dengan sistem harga yang disebut free on board FOB, tetapi beberapa organisasi perdagangan menjual dengan sistem harga cost, insurance and freight CIF. Selain penjualan secara langsung tersebut, masih dilaksanakan pula penjualan secara konsinyasi. Kopi dikirim ke negara- negara importir walaupun belum ada pembelinya. Kopi ini baru ditawarkan dan dilaksanakan penjualannya setelah sampai di negara-negara pengimpor. Ada berbagai macam jalan yang dikenal dalam dunia perdagangan kopi. Beberapa negara, termasuk Indonesia, melakukan penjualan kopi di masing- masing negara. Pihak-pihak importir membeli langsung dari perusahaan- perusahaan perkebunan atau perusahaan-perusahaan eksportir, yang selanjutnya mengurus pengapalan kopinya di negara pembeli. Ada juga yang menawarkan kopi melalui pusat-pusat pasar komoditi spot market, terutama melalui Coffee and Sugar Exchange di New York, Terminal Market di London, Le Havre di Paris, Los Angeles, Amsterdam dan Hamburg. Di pusat-pusat pasar kopi inilah bertemu para brokers baik yang mewakili pihak-pihak penjual yang ada di banyak negara produsen maupun brokers yang mewakili perusahaan-perusahaan impor atau perusahaan-perusahaan pengolahan kopi. Ekspor kopi Indonesia sebagian besar dilakukan melalui 5 pelabuhan utama yaitu Panjang Lampung, Palembang Sumatera Selatan, Belawan Sumatera Utara, Tanjung Perak Jawa Timur dan Ujung Pandang Sulawesi Selatan. Pelabuhan-pelabuhan lainnya yaitu Tanjung Priok, Teluk Bayur, Tanjung Mas dan Reo.

4.5. Ekspor Kopi Indonesia