5.1.3. Evaluasi Kebijakan Ekspor Kopi yang Ada dan Pernah Ada
Tabel 5.1. Kebijakan Ekspor Kopi dan Kondisi Ekspor Kopi Indonesia Pada Tahun Berlaku Kebijakan Periode 1972-2005
Tahun Kebijakan Volume
ton Nilai
ribu US Harga
USton 1972 Penghapusan
Kuota Ekspor
93.712 68.315
728,99 1973
93.562 71.913
768,61 1974
111.857 98.154
877,50 1975
128.401 99.836
777,53 1976
136.272 237.516
1.742,96 1977
160.363 599.279
3.737,02 1978
215.870 491.305
2.275,93 1979
220.205 614.263
2.789,51 1980 Kuota Ekspor ICO
238.677 656.005
2.748,51 1981
210.595 345.943
1.642,69 1982
226.985 341.701
1.505,39 1983 Certificate of Quality
241.238 427.258 1.771,11
1984 294.471
265.261 900,81
1985 282.671
556.203 1.967,67
1986 298.124
818.387 2.745,12
1987 286.316
535.566 1.870,54
1988 298.998
550.237 1.840,27
1989 Penghapusan Kuota; SNI 357.035
493.549 1.382,35
1990 421.833
377.154 894,08
1991 380.666
372.431 978,37
1992 Retensi Stok Batal 269.352
236.774 879,05
1993 349.916
344.208 983,69
1994 289.288
745.744 2.577,86
1995 230.201
606.369 2.634,08
1996 366.602
595.268 1.623,74
1997 313.430
511.284 1.631,25
1998 357.550
584.244 1.634,02
1999 352.967
467.858 1.325,50
2000 340.887
326.256 957,08
2001 250.818
188.493 751,51
2002 325.009
223.916 688,95
2003 323.520
258.795 799,94
2004 Isu Keamanan Pangan, 344.077
294.113 854,79
2005 Kesehatan dan
Lingkungan 445.829
503.836 1.130,11
Sumber : Ditjen Perkebunan, AEKI, Departemen Perdagangan, 2006
Berbagai kebijakan ekspor merupakan satu cara bagi pihak-pihak terkait untuk membuat suatu sistem perdagangan kopi yang baik dan menguntungkan
bagi semua pihak. Penelitian ini mengevaluasi kebijakan-kebijakan ekspor yang ada dan pernah ada serta melihat perkembangan ekspor kopi Indonesia pada tahun
berlaku kebijakan. Evaluasi dilakukan secara deskriptif dari perkembangan volume ekspor, nilai ekspor, dan harga ekspor kopi Indonesia.
Kebijakan ekspor yang ada dan pernah ada serta perkembangan kondisi ekspor kopi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.1. Pada awal perkembangan
ekspor kopi, Indonesia menghadapi kebijakan kuota ekspor yang ditetapkan oleh ICO. Karena keterbatasan sumber dan data, perkembangan data pada awal
penetapan kuota ekspor ICO tidak dapat ditampilkan dalam penelitian ini karena awal pemberlakuan kuota ekspor adalah pada tahun 1962. Pada tahun 1972 kuota
ekspor kopi dihapus karena produksi kopi dunia menurun akibat frost di Brazil. Pada Tabel 5.1 dapat dilihat, volume ekspor kopi Indonesia pada saat tahun
berlaku kebijakan penghapusan kuota mulai naik, yaitu 111.857 ton pada tahun 1974 dan pada tahun 1979 sudah mencapai 220.205 ton, hampir dua kali lipatnya.
Harga ekspor juga merangkak naik khususnya setelah tahun 1976 yaitu sebesar US 1.742,96 per ton sehingga menyebabkan nilai ekspor kopi juga besar yaitu
sebesar US 237.516.000. Pada tahun 1980 kuota ekspor diberlakukan kembali oleh ICO karena
terjadi over supply kopi dan resesi ekonomi sehingga harga kopi dunia turun. Untuk menjaga kestabilan harga kuota ekspor diberlakukan, dan kondisi setelah
kuota diberlakukan kembali menunjukkan ekspor kopi Indonesia menjadi semakin
menurun. Pada tahun 1981 ekspor kopi Indonesia menurun, dari 238.677 ton pada tahun 1980 menjadi 210.595 ton. Pada tahun 1982 dan seterusnya volume ekspor
kopi Indonesia kembali meningkat. Hal tersebut dikarenakan pada tahun-tahun tersebut Indonesia mendapatkan peningkatan jatah kuota dari ICO, yaitu dari 4,75
persen menjadi 5,19 persen dari kuota kopi dunia, dan produksi kopi Indonesia terus meningkat. Selain itu Indonesia mencoba untuk meningkatkan ekspor ke
negara-negara non kuota. Akan tetapi ekspor ke negara non kuota dipersulit oleh ICO dengan mengetatkan prosedur pada tahun 1983 dan 1985 yaitu harus disertai
dengan bukti-bukti sah, dan harga kopi dengan jenis dan mutu yang sama harus disamakan dengan ekspor kopi ke negara kuota.
Kuota ekspor ingin dihapuskan lagi setelah tahun 1985 akibat kekeringan di Brazil, tetapi tidak berlangsung karena harga kopi melonjak naik yaitu sebesar
US 2.745,12 per ton. Setelah tahun 1986 harga kopi terus menurun sampai mencapai angka US 1.840,27 pada tahun 1988.
Pada tahun 1989 para anggota ICO tidak mencapai kata sepakat untuk meneruskan pemberlakuan kuota ekspor. Setelah dinilai bahwa kondisi kopi dunia
sudah stabil, kuota ekspor akhirnya secara permanen dibekukan. Kuota ekspor yang dibekukan membuat negara eksportir kopi bebas mengekspor kopinya.
Volume ekspor kopi Indonesia pada tahun 1990 naik menjadi sebesar 421.833 ton. Akan tetapi karena masing-masing negara mengoptimalkan ekspornya
menyebabkan supply yang berlebihan di pasaran kopi dunia, sehingga harga kopi menjadi turun sampai US 894,08 per ton. Akibatnya nilai ekspor kopi Indonesia
menjadi US 377.154.000, lebih rendah dari tahun sebelumnya yaitu sebesar US 493.549.000.
Tabel 5.2. Pertumbuhan Ekspor Indonesia Tiap Periode Kebijakan Kuota ICO Tahun 1972-2005
Tahun Kebijakan Volume ton
Pertumbuhan 1972-1979 Rata-rata Penghapusan Kuota ICO
145.030,25 -
1980-1989 Rata-rata Kuota Ekspor ICO 264.230,56
82,19 1990-2005 Rata-rata Penghapusan Kuota ICO
336.410,59 27,32
Sumber : Ditjen Perkebunan, 2006
Pertumbuhan ekspor kopi Indonesia tiap periode kebijakan kuota ICO dapat dilihat pada Tabel 5.2. Berdasarkan data tersebut, volume ekspor rata-rata
tiap periode kebijakan kuota ICO menunjukkan pertumbuhan yang positif. Volume rata-rata pada periode kebijakan kuota ekspor menunjukkan pertumbuhan
sebesar 82,19 persen, dan volume rata-rata setelah kebijakan kuota ekspor dihapuskan menunjukkan pertumbuhan sebesar 27,32 persen. Pada periode kuota
ekspor volume rata-rata mengalami peningkatan karena pada periode tersebut produksi kopi Indonesia mengalami peningkatan dan Indonesia mendapat
peningkatan jatah kuota dari ICO sehingga tiap tahun volume ekspornya lebih besar daripada saat periode penghapusan kuota.
Pada tahun 1992 Indonesia berencana untuk menerapkan retensi stok. Akan tetapi rencana ini dibatalkan karena terjadi frost di Brazil. Supply kopi dunia
menurun dan dikhawatirkan harga kopi dunia akan melonjak naik. Harga kopi dunia akan mempengaruhi harga ekspor kopi Indonesia. Pada Tabel 5.1 dapat
dilihat, harga ekspor kopi Indonesia pada tahun 1992 adalah US 879,05 per ton dan pada tahun selanjutnya yaitu tahun 1993, 1994 dan 1995 harga kopi melonjak
naik menjadi US 983,69 per ton, US 2.577,86 per ton dan US 2.634,08 per ton.
Kebijakan yang terkait dengan mutu keamanan pangan, kesehatan dan lingkungan mulai diterapkan pada tahun 2004 oleh beberapa negara seperti
Jepang, negara Eropa dan Amerika, yang merupakan negara tujuan utama ekspor kopi Indonesia. Kebijakan ini merupakan kebijakan yang menghambat
merestriksi ekspor kopi Indonesia, akan tetapi volume ekspor kopi Indonesia pada tahun berlaku kebijakan menunjukkan peningkatan, yaitu 344.077 ton pada
tahun 2004 dan 445.829 ton pada tahun 2005. Jika dibandingkan dengan volume ekspor kopi Indonesia pada tahun 2003 Tabel 5.1, peningkatan volume ekspor
kopi Indonesia cukup besar. Kebijakan ini perlu menjadi perhatian bagi pihak- pihak terkait seperti pemerintah, asosiasi, petani dan eksportir agar dimasa
mendatang tidak menjadi penghambat ekspor kopi Indonesia. Kebijakan pengawasan kualitas yaitu penerapan “Certificate of Quality”
dan SNI memberi aturan yang jelas mengenai kriteria kopi yang dapat diekspor. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan daya saing kopi Indonesia.
Certificate of Quality mulai berlaku tahun 1983 sampai 1989, setelah itu diganti
dengan kriteria mutu kopi dari SNI dan masih berlaku sampai sekarang. Kebijakan mengenai pelaku ekspor kopi yaitu eksportir terdaftar berlaku mulai
tahun 1969 sampai sekarang dan memberikan efek yang baik yaitu keteraturan tataniaga ekspor kopi dan peningkatan profesionalisme.
Diantara kebijakan-kebijakan ekspor kopi yang telah dijelaskan, kebijakan yang saat ini berlaku adalah kebijakan eksportir kopi terdaftar, SNI, dan kebijakan
terkait mutu keamanan pangan, kesehatan dan lingkungan. Pemerintah Indonesia tidak melakukan banyak intervensi terhadap perdagangan komoditi kopi,
khususnya ekspor kopi.
5.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Kopi Indonesia