Analisis Fisikokimia Pati, RS Tipe III dan RS Tipe IV Garut

ekstrinsik yang mempengaruhi pencernaan pati adalah transit time, bentuk makanan, konsentrasi amilase pada usus, jumlah pati dan keberadaan komponen pangan lainnya. Umbi garut memiliki rendemen pati yang paling tinggi dan daya cerna RS tipe IV yang paling rendah dari umbi gadung dan talas. Oleh karena itu, umbi garut terpilih untuk diteliti lebih lanjut.

B. SELEKSI RS DAN JENIS BAL

Penelitian tahap kedua meliputi seleksi jenis RS dan BAL pati garut berdasarkan sifat fisiko kimia dan kemampuannya untuk menumbuhkan BAL. Pengujian dilakukan secara in vitro dengan menumbuhkan BAL pada RS yang disuspensikan dalam air media s-RS dan media MRSB tanpa dekstrosa m-MRSB+RS.

1. Analisis Fisikokimia Pati, RS Tipe III dan RS Tipe IV Garut

Analisis sifat fisikokimia yang dilakukan pada pati alami, RS tipe III dan RS tipe IV dari garut meliputi analisis kadar RS, densitas kamba, densitas padat, uji kelarutan dalam air, derajat putih, a w , kadar amilosa, uji amilograf dan gula pereduksi. Pada Tabel 4 tercantum data hasil analisis fisikokimia. Tabel 4. Hasil Analisis Fisikokimia Pati, RS Tipe III dan RS Tipe IV Garut No Parameter Pati RS tipe III RS tipe IV a Kadar RS 1.85 6.65 4.42 b Densitas kamba gml 0.752 0.605 0.669 Densitas padat gml 0.976 0.732 0.921 c Kelarutan dalam air 8.45 12.96 9.98 d Derajat putih 100.95 - 103.60 e a w 0.41 0.36 0.42 f Kadar amilosa 30.27 30.32 26.82 g Suhu awal gelatinisasi o C 75.25 55.75 73.25 Suhu puncak gelatinisasi o C 81.3 91.75 83.75 Viskositas BU 1010 690 2410 h Gula pereduksi 0.05 0.27 0.15 a. Kadar Resistant Starch RS 1.85 6.65 4.42 1 2 3 4 5 6 7 Pati RS tipeIII RS tipe IV Ka d a r R S Gambar 12. Histogram Kadar RS Pati, RS Tipe III dan RS Tipe IV Umbi Garut Kadar RS pati, RS tipe III dan RS tipe IV dari pati garut berturut-turut sebesar 1.85, 6.65, dan 4.42. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa pati alami dari garut memiliki kandungan RS, yaitu sebesar 1.85. Kandungan RS tipe III pada garut lebih tinggi daripada RS tipe IV. RS tipe III merupakan tipe pati yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku pangan fungsional yang berbasis resistant starch. Kandungan RS tipe III dalam makanan secara alami pada umumnya rendah. Jumlah RS tipe III dapat meningkat saat makanan dipanggang atau pada saat pengolahan makanan. Akan tetapi, cara seperti ini hanya meningkatkan kadar RS tipe III sampai maksimal 3 Edmonton dan Saskatoon, 1998. Lehmann, et al., 2004 melaporkan bahwa melalui proses debranching dan retrogadasi, pati alami pisang dengan kandungan RS tipe III sebesar 5.9-6.5 meningkat hingga mencapai 47.5-50.6 . Hal-hal yang mempengaruhi kadar RS yang dihasilkan adalah: 1 rasio amilosa : amilopektin pada pati. Amilosa yang lebih tinggi akan meningkatkan kadar RS, 2 rasio pati : air dalam pembuatan RS, dan 3 proses pemanasan akan meningkatkan kadar RS yang dihasilkan Sajilata, et al., 2006. Faktor yang berperan dalam pembentukan RS tipe IV adalah fosfat yang ditambahkan. Pada penelitian ini kandungan RS tipe IV yang diperoleh adalah sebesar 4.42 dan POCl 3 yang digunakan sebesar 0.2. Menurut Woo, et al., 1999, jumlah fosfat yang paling baik untuk pembentukan RS tipe IV adalah 0.4-0.5. b. Densitas Kamba dan densitas padat Densitas kamba dan densitas padat merupakan sifat fisik yang dinyatakan dalam gramml. Densitas kamba adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu tanpa dipadatkan sedangkan densitas padat adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu dengan dipadatkan. Suatu bahan dinyatakan kamba jika densitas kambanya kecil. Pengetahuan tentang densitas kamba diperlukan terutama dalam kebutuhan ruang, baik dalam pengemasan, penyimpanan maupun pengangkutan. 0.752 0.669 0.605 0.976 0.921 0.732 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 Pati RS tipe III RS tipe IV Jenis sam pel D e n s it a s g m l Densitas kamba gml Densitas padat gml Gambar 13. Histogram Densitas Kamba dan Densitas Padat Pati, RS Tipe III dan RS Tipe IV Garut Pati umbi garut, RS tipe III dan RS tipe IV memiliki nilai densitas kamba berturut-turut adalah sebesar 0.752 gml, 0.605 gml, dan 0.669 gml. Pati umbi garut, RS tipe III dan RS tipe IV memiliki nilai densitas padat berturut-turut adalah sebesar 0.976 gml, 0.732 gml, dan 0.921 gml. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa nilai densitas kamba dan densitas padat dari RS tipe IV lebih tinggi dibandingkan dengan RS tipe III. Nilai densitas kamba yang besar berarti untuk satuan berat yang sama akan membutuhkan ruang yang kecil atau tidak luas. Dari hasil di atas diketahui bahwa pati alami, RS tipe III dan tipe IV garut dapat menghemat kemasan dan ruang penyimpanan karena memiliki nilai densitas padat dan densitas kamba yang cukup tinggi. c. Kelarutan dalam air Kelarutan dalam air dari pati alami, RS tipe III, dan RS tipe IV garut berturut-turut sebesar 8.45, 12.96, dan 9.98. Hasil ini menunjukkan bahwa RS tipe III memiliki kelarutan paling besar, yang disusul dengan RS tipe IV dan pati alami. Pati terdiri dari dua fraksi, yaitu amilosa dan amilopektin. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Pada saat pembentukan RS tipe III, proses gelatinisasi menyebabkan amilosa keluar dari granula pati. Hal ini menyebabkan nilai kelarutan RS tipe III lebih tinggi dari pati dan RS tipe IV. 9.98 12.96 8.45 2 4 6 8 10 12 14 Pati RS tipe III RS tipe IV N ila i k elar u tan Gambar 14. Histogram Nilai Kelarutan RS Pati, RS Tipe III dan RS Tipe IV Umbi Garut Kelarutan pati mempengaruhi kemudahannya untuk diaplikasikan ke dalam produk pangan tertentu. Kelarutan dalam air akan mempengaruhi palatabilitas konsumen. Dengan adanya bahan terlarut dalam ludah maka rangsangan akan diterima oleh syaraf pencicip yang ada di permukaan lidah Anwar et al., 1993. d. Derajat putih Derajat putih adalah salah satu parameter yang dapat menentukan mutu produk. Penentuan warna dilakukan dengan menggunakan alat whiteness meter. Derajat putih dari pati alami garut dan RS tipe IV garut secara berturut-turut adalah sebesar 100.95 dan 103.60. Nilai ini lebih tinggi dari standar magnesium oksida MgO yang mempunyai nilai derajat putih sebesar 81.6. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mariati 2001, diketahui bahwa derajat putih pati dari berbagai varietas garut berkisar antara 79.59-95.26, sedangkan derajat putih tepung garut cukup rendah, yaitu berkisar antara 60.60-71.84. e. Aktivitas air a w 0.415 0.362 0.41 0.33 0.34 0.35 0.36 0.37 0.38 0.39 0.4 0.41 0.42 Pati RS tipe III RS tipe IV Jenis Sam pel aw Gambar 15. Histogram Aktivitas Air a W Pati, RS Tipe III dan RS Tipe IV Garut Aktivitas air a w adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Aktivitas air menjelaskan air yang tidak terikat atau bebas dalam suatu sistem yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Air yang terkandung dalam bahan pangan apabila terikat kuat dengan komponen bukan air maka akan lebih sukar digunakan baik untuk aktivitas mikrobiologis maupun aktivitas kimia hidrolitik Syarief dan Halid, 1993. Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa nilai aktivitas air a w pati, RS tipe III dan RS tipe IV umbi garut secara berurutan adalah sebesar 0.41, 0.36, dan 0.42. Organisme mempunyai kebutuhan a w minimal yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Bakteri pada umumnya membutuhkan a w mendekati 1.00. Sebagai contoh, a w minimal bakteri adalah 0.97 untuk Pseudomonas, 0.96 untuk Escherichia coli, 0.95 untuk Bacillus subtilis, 0.93 untuk Clostridium botulinum, dan 0.86 untuk Staphylococcus aureus. Pada a w di bawah 0.62 semua pertumbuhan kapang akan dihambat Fardiaz,1992. Semakin tinggi a w , keawetan pati akan semakin menurun. Hal ini diakibatkan oleh semakin meningkatnya aktivitas mikroorganisme. Nilai a w yang dimiliki pati 0.41, RS tipe III 0.36 dan RS tipe IV 0.42 garut cukup aman untuk mencegah tumbuhnya mikroba. f. Kadar amilosa 26.82 30.32 30.27 25 26 27 28 29 30 31 Pati RS tipe III RS tipe IV Jenis sam pel K a d a r am il o sa Gambar 16. Histogram Kadar Amilosa Pati, RS Tipe III dan RS Tipe IV Umbi Garut Pati terdiri dari dua fraksi. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa kadar amilosa pati alami, RS tipe III dan RS tipe IV dari garut berturut-turut sebesar 30.27 , 30.32 , dan 26.82 . Berdasarkan klasifikasi dari IRRI International Rice Research Institute , kadar amilosa bahan berpati digolongkan menjadi tiga, yaitu amilosa rendah 20, amilosa sedang 20-25 dan amilosa tinggi 25. Pati alami, RS tipe III dan RS tipe IV dari garut dapat digolongkan kedalam pangan berkadar amilosa tinggi. RS tipe III memiliki kadar amilosa yang paling tinggi dan tidak jauh berbeda dengan pati alami. Kandungan amilosa yang lebih tinggi akan menyebabkan pencernaan terjadi lebih lambat karena amilosa merupakan polimer gula sederhana yang memiliki struktur tidak bercabang yang akan membuat amilosa terikat lebih kuat sehingga sulit tergelatinisasi dan akibatnya sulit dicerna Rimbawan dan Siagian, 2004. Bahan dengan nilai daya cerna yang rendah berpotensi sebagai prebiotik, sehingga RS tipe III dan RS tipe IV dengan kadar amilosa yang tinggi yang dihasilkan dalam penelitian ini berpeluang tinggi sebagai prebiotik. g. Amilograf Pengukuran amilograf pati alami, RS tipe III dan tipe IV garut dilakukan dengan menggunakan alat “Brabender visko-amilograf”. Dari pengukuran amilograf ini dapat diketahui suhu awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, dan viskositas puncak sampel. Pengukuran amilograf ini dilakukan untuk mengetahui suhu yang tepat untuk pengolahan produk sehingga pada saat pengolahan pati dapat tergelatinisasi dengan sempurna. Suhu awal gelatinisasi pati, RS tipe III, dan tipe IV garut berturut-turut adalah 75.25 C, 55.75 C, dan 73.25 C. Suhu puncak gelatinisasinya berturut-turut adalah 81.3 C, 91.75 C, dan 83.75 C. Suhu awal dan suhu puncak gelatinisasi pati dan RS tipe IV tidak berbeda jauh, sedangkan suhu awal dan suhu puncak gelatinisasi RS tipe III berbeda sekitar 36 C. Suhu gelatinisasi adalah suhu dimana penetrasi air di dalam granula pati menyebabkan granula membengkak secara luar biasa sehingga pecah dan membentuk masa yang kental. Pada pengukuran sifat amilograf, suhu awal gelatinisasi yaitu suhu pada saat kurva mulai menaik. Suhu awal gelatinisasi ditentukan berdasarkan perhitungan hasil konversi waktu yang dibutuhkan sampai kurva mulai naik dikalikan dengan kenaikan suhu 1.5°Cmenit kemudian ditambahkan dengan suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran. Suhu puncak gelatinisasi adalah suhu pada saat kurva mencapai puncak atau suhu pada puncak maksimum viskositas yang dicapai. Suhu puncak gelatinisasi ditentukan berdasarkan perhitungan hasil konversi waktu yang dibutuhkan sampai kenaikan kurva mencapai puncak dikalikan dengan kenaikan suhu 1.5°Cmenit kemudian ditambahkan dengan suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran. Viskositas puncak ditentukan dengan satuan Brabender Unit BU pada saat suhu gelatinisasi puncak tercapai. Viskositas berhubungan dengan suhu gelatinisasi. Semakin tinggi suhu gelatinisasi maka semakin lambat granula pati mengembang dan semakin lambat waktu viskositas tercapai. Viskositas puncak pati, RS tipe III, dan tipe IV berturut-turut adalah 1010 BU, 690 BU, dan 2410 BU. Semakin tinggi nilai viskositas puncak maka kekentalannya akan semakin tinggi. h. Gula pereduksi Pati, RS tipe III, dan RS tipe IV garut mempunyai kadar gula pereduksi berturut-turut sebesar 0.04, 0.27, dan 0.15. Kadar gula pereduksi RS tipe III dan RS tipe IV pada Tabel 4 relatif rendah sehingga terbatas untuk dimanfaatkan BAL sebagai media pertumbuhannya. Hal ini menunjukkan bahwa BAL memanfaatkan RS dan bukan gula pereduksi sebagai sumber karbon untuk mempertahankan pertumbuhannya. Penelitian yang dilakukan oleh Lee, et al., 2001, diketahui bahwa Lactobacillus acidophilus A-4, Lactobacillus acidophilus L23 dan Lactobacillus fermentum L9 dapat tumbuh pada media MRS broth yang sumber gulanya diganti dengan 1 pati jagung. Jumlah Lactobacillus acidophilus A-4 yang tumbuh adalah sebesar 1.3x10 7 CFUml, Lactobacillus acidophilus L23 sebesar 7.9x10 7 CFUml dan Lactobacillus fermentum L9 sebesar 6.2x10 6 CFUml. i. Granula pati a b c d e f Gambar 17. a Granula Pati Garut perbesaran 200x, b Granula Pati Garut perbesaran 400x, c Granula Pati RS Tipe III Garut perbesaran 200x, d Granula Pati RS Tipe IV Garut perbesaran 400x, e Granula Pati RS Tipe IV Garut perbesaran 200x, dan f Granula Pati RS Tipe IV Garut perbesaran 400x Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula yang berbeda-beda. Dengan mikroskop, jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, dan sifat birefringent yang berbeda. Sifat birefringent berarti kemampuan granula pati untuk merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat kristal hitam putih. Dalam pembuatan RS tipe III, granula pecah karena proses gelatinisasi sehingga sifat birefringent ini akan hilang Winarno, 1995. Dari Gambar 17 terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan bentuk antara granula pati dengan granula pati RS tipe IV-nya.

2. Uji Prebiotik secara In Vitro