bunuh diri; 4 gangguan pola tidur initial insomnia; 5 gangguan pola tidur middle insomnia; 6 gangguan pola tidur Late insomnia; 7 pekerjaan dan
kegiatan-kegiatan; 8 retardasi psikomotor; 9 kegelisahan Agitasi ringan; 10 kecemasan ansietas somatik; 11 kecemasan Ansietas psikis; 12 gejala
somatik pencernaan; 13 gejala somatik Umum; 14 gejala genital; 15 hipokondriasis terlalu cemas mengenai kesehatannya; 16 kehilangan berat
badan; 17 penglihatan diri Insigh. Penilaian masing-masing gejala depresi adalah sebagai berikut untuk item
pernyaatan yang jumlah pilihannya 5 maka penilaiannya: 0 : tidak ada, 1: ringan, 2-3: sedang, 4: berat, sedangkan untuk item pernyataan yang jumlah pilihan 3
maka penilaiannya: 0 tidak ada, 1 sedikit atau ragu-ragu, 2 jelas Hamilton,1960. Untuk penilaian skor Hamilton depression rating scale yaitu normaltidak ada
depresi : 0-6, depresi ringan: 7-17, depresi sedang: 18-24, depresi Berat: 24 Bornivelli et al., 2012; Garcia et al., 2010; Hamilton,1960.
2.2.6 Dampak Depresi Pada Pasien Hemodialisis
Penelitian Santos 2011 mengatakan bahwa prevalensi depresi pada pasien yang menjalani hemodialisis 7,8, depresi dapat menyebabkan perubahan
emosional, kesehatan mental, dan berdampak pada status kesehatan dan kualitas hidup pasien yang lebih rendah. penelitian Hedayati et al. 2008 juga
menunjukkan bahwa kondisi depresi dapat mempengaruhi motivasi pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sehingga berdampak terhadap penurunan
kesehatan fisik dan mental yang akan memperberat penyakitnya dan meningkatkan kematian. Hal ini juga didukung oleh penelitian Cruz et al. 2010
Universitas Sumatera Utara
mengatakan bahwa depresi merupakan kondisi yang umum pada pasien yang menjalani hemodialisis, prevalensi untuk diagnosis depresi berkisar antara
15-27, gejala depresi 17-65, depresi dapat berdampak pada emosional, kesehatan mental, fungsi sosial yang dapat memperburuk kondisi kesehatan
pasien bahkan berdampak pada kualitas hidup yang lebih rendah. Hasil penelitian Keskin dan Engin 2011 menunjukkan bahwa ada
korelasi positif antara depresi dengan perilaku bunuh diri, antara usia pasien dan depresi, depresi dan bunuh diri meningkat pada status pendidikan yang lebih
rendah. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis sering mengalami depresi, keinginan bunuh diri meningkat apabila
mengalami tingkat depresi yang parah dan bertambahnya usia pada pasien gagal ginjal kronis, oleh karena itu dipandang perlu untuk pasien dialisis berada
dibawah evaluasi psikiatri dan hal ini peran perawat dialisis sangat penting mengevaluasi kondisi psikososial pasien gagal ginjal yang menjalani terapi
hemodialisi untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, untuk keberhasilan perawat harus melakukan perawatan yang holistik sehingga perawat
mampu menilai depresi dan strategi mengatasi bunuh diri. Penelitian Kurella et al. 2005 juga mengatakan bahwa pasien gagal
ginjal tahap akhir kehilangan kemampuan fisik dan kognitif yang akhirnya membawa pasien pada kesedihan dan keputusasaan sehingga menyebabkan
pemutusan dialisis, perilaku ini dianggap sebagai pemikiran bunuh diri, bunuh diri dipicu akibat kegagalan mengatasi stres dialisis. Menurut Chen et al. 2010 juga
menunjukkan bahwa pasien depresi memiliki tingkat kelelahan dan kecemasan
Universitas Sumatera Utara
yang lebih tinggi, kualitas hidup yang lebih buruk, dan keinginan bunuh diri yang lebih besar.
Bornivelli et al. 2012 mengatakan bahwa depresi merupakan gangguan umum yang sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis, penelitian ini
juga menemukan bahwa ada hubungan antara depresi dengan parameter laboratorium dan gangguan tidur, pada pasien hemodialisis yang mengalami
depresi menyebabkan kadar hemoglobin rendah dan Protein C-Reactive CRP lebih tinggi serta menyebabkan gangguan tidur. Dalam penelitian Micozkadioglu
et al. 2006 juga mengatakan bahwa pasien hemodialisis yang mengalami depresi dapat menyebabkan terjadi sindroma malnutrisi-inflamasi yang lebih tinggi. Hal
yang sama juga ditemukan Kalender et al. 2007 bahwa pasien yang mengalami depresi memiliki hemoglobin rendah, kadar albumin serum yang lebih rendah, dan
tingkat CRP yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tidak depresi. Menurut Fernandes et al. 2010 mengatakan bahwa prevalensi depresi
pada pasien yang menjalani hemodialisis 26 juga mengalami disfungsi ereksi yang sangat tinggi yaitu 72,3, dikatakan bahwa depresi merupakan faktor resiko
independen terjadinya disfungsi ereksi dimana usia merupakan penyebab terkuat dari disfungsi ereksi selain itu ditemukan juga bahwa disfungsi ereksi
menyebabkan kualitas hidup yang rendah. Menurut Santos, Frota, Junior, Cavalcanti, Vieira et al. 2012 dari total 58 pasien perempuan yang menjalani
hemodialisis, 46 79,3 diketahui mengalami disfungsi seksual. Prevalensi disfungsi seksual di antara perempuan yang menjalani hemodialisis sangat tinggi,
mencapai hampir 80. Menurut Stefanovic dan Avramovic 2012 mengatakan
Universitas Sumatera Utara
bahwa bukan hanya perempuan, pasien pria juga mengalami gangguan disfungsi seksual atau gangguan ereksi.
Menurut teori Maslow ada lima kebutuhan dasar salah satunya adalah kebutuhan seksual ini merupakan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi dan
apabila kebutuhan seksual ini tidak terpenuhi semestinya maka akan terjadi suatu penyimpangan seksual Potter Perry, 2005.
Kimmel 2006 mengatakan dampak depresi pada pasien gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis adalah Gangguan tidur. Penduduk USA yang mengalami
cronic kidney disease CKD menderita gangguan tidur sangat tinggi sampai 80
dapat menimbulkan masalah yang serius pada kesehatan pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian Wuryanto dkk. 2012 Pasien gagal ginjal kronik yang
menjalani hemodialisis mengalami berbagai macam stressor fisik, psikis, maupun sosial sehingga rentan terhadap munculnya gejala depresi, gejala depresi dan
berbagai kondisi yang terkait terapi hemodialisis dapat menyebabkan terjadinya gangguan tidur yang mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Dalam penelitian
Pai et al. 2007 juga mengatakan bahwa depresi dapat menyebabkan insomnia dan anemia pada pasien yang menjalani hemodialisis sehingga akan memperburuk
kondisi kesehatan pasien.
Menurut teori tidur merupakan komponen yang penting bagi kesehatan, juga sangat esensial bagi fisik dan mental. Tidur menjadi suatu masalah apabila
kualitas tidur tidak tercukupi yang berakibat pada fisik dan mentalnya. Jika tidur kurang dari 3 jam dalam 24 jam, manusia akan mudah marah dan cakupan
perhatian berkurang. Kurang tidur dalam waktu yang lama menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
kesulitan berkonsentrasi, kemunduran performa umum, fisik terasa lemah, kehilangan mood, penurunan libido, menjadi lebih peka terhadap sesuatu yang
mengganggu suasan hati, halusinasi, paranoid dan bangkitan kejang. Menonjolnya efek psikologis mengisyaratkan bahwa tidur secara spesifik memperbaiki fungsi
otak Puri, 2011.
2.2.7 Peran Perawat di Unit Hemodialisis