berbahaya, maka sistem jaminan halal dibangun untuk menjamin kehalalan produk yang dihasilkan dari waktu ke waktu. Ada tiga konsep dalam
menghasilkan sistem jaminan halal yang ideal yaitu: 1 Zero limit, artinya tidak boleh ada sama sekali bahan haram, najis dan kotoran di dalam bahan mentah,
bahan tambahan dan produk pada semua rangkaian produksi; 2 Zero defect, artinya tidak boleh ada sama sekali produk haram yang dihasilkan, mengingat
risiko besar yang ditanggung perusahaan apabila ada klaim produknya haram dan ternyata benar; 3 Zero risk, dengan diterapkannya dua prinsip sebelumnya, maka
tidak ada risiko buruk yang akan ditanggung perusahaan Apriyantono, 2001. Dalam pelaksanaan sistem jaminan halal, akan terbentuk suatu siklus
kerangka kerja yang harus dipantau terus menerus dan dilakukan pengkajian secara periodik untuk memberikan arahan dan masukan yang efektif bagi
pelaksanaan proses produksi halal. Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya peluang perubahan, baik secara internal maupun eksternal. Menurut LPPOM MUI
2005
b
, siklus sistem jaminan halal dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Siklus sistem jaminan halal
D. MANUAL HALAL
Menurut LPPOM MUI 2005
b
, manual halal merupakan dokumen tertulis dari suatu sistem jaminan halal yang terpisah dari manual mutu lain yang dimiliki
perusahan, seperti ISO atau HACCP. Manual halal yang disusun perusahaan harus mencakup: 1 Kebijakan halal; 2 Perencanaan sistem jaminan halal; 3
Pelaksanaan sistem jaminan halal; 4 Pemantauan dan evaluasi sistem jaminan halal; serta 5 Tindakan perbaikan.
Perencanaan Planning
Kebijakan halal Policy
Pemantauan dan evaluasi Monitoring
and Evaluation
Pelaksanaan Doing
Tindakan perbaikan Corrective Action
Manual halal menunjukkan kesungguhan dari pimpinan perusahaan untuk memproduksi produk yang halal. Dengan adanya kebijakan mengenai halal dari
pimpinan berupa kebijakan tertulis, maka diharapkan semua pegawai di setiap lapisan dapat memberikan respon yang positif terhadap kebijakan halal dengan
melaksanakan SOP Standard Operating Procedure halal.
E. KEBIJAKAN HALAL
Penetapan kebijakan halal merupakan tahap awal dan menjadi dasar perusahaan dalam penyusunan dan pelaksanaan sistem jaminan halal. Kebijakan
halal itu sendiri merupakan pernyataan tertulis tentang komitmen perusahaan untuk memproduksi produk halal secara konsisten, mencakup konsistensi dalam
penggunaan dan pengadaan bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta konsistensi dalam proses produksi halal sesuai dengan syari’at Islam
LPPOM MUI, 2005
b
. F. PANDUAN HALAL
Panduan halal merupakan pedoman perusahaan dalam pelaksanaan produksi halal yang berisikan tentang uraian ringkas tentang aturan halal-haram
dalam Islam yang dapat dipahami oleh jajaran manajemen dan karyawan perusahaan, dasar Al Qur’an Hadits dan fatwa MUI seputar pangan halal, serta
pedoman halal-haram bahan yang digunakan dan proses produksi yang dijalankan LPPOM MUI, 2005
b
. Output dari panduan halal ini berupa daftar bahan beserta titik kritisnya, bagan alir proses produksi beserta titik kritisnya dan tindakan
pencegahan yang diambil. Menurut Apriyantono 2001, panduan halal dapat menggunakan draft Codex General Guideline For Use Of The Term “HALAL”
yang pada tahun 1997 telah diadopsi oleh Codex Alimentarius Commision, serta
telah diakui dan diterima secara internasional. G. SOP
STANDARD OPERATING PROCEDURE HALAL
SOP halal adalah suatu bentuk uraian manual halal yang dibuat sebagai standar kerja pada proses produksi halal. Menurut LPPOM MUI 2005
b
, SOP halal merupakan suatu perangkat instruksi yang dibakukan untuk menyelesaikan
suatu proses kerja rutin tertentu. Adanya perbedaan teknologi proses maupun
tingkat kompleksitas masing-masing perusahaan menyebabkan SOP di setiap perusahaan bersifat khas. Secara umum ada enam prosedur yang termasuk dalam
SOP halal, yaitu: 1 Prosedur pembelian; 2 Prosedur penerimaan dan penggudangan; 3 Prosedur pengembangan produk; 4 Prosedur quality control;
5 Prosedur produksi; dan 6 Prosedur sistem audit halal internal.
H. MANAJEMEN HALAL