fasilitas sarana perkantoran, juga turut serta dalam membuat rumusan strategi kompetitif. Langkah dan program yang nyata sangat diperlukan oleh
Sub Direktorat Property and Facilities Management untuk menyusun strategi perusahaan yang mampu menerjemahkan visi dan misi menjadi
tindakan dan sasaran strategis yang jelas dan terukur. KPI merupakan tolok ukur keberhasilan dari Sub Direktorat Property and Facilities Management,
dimana dalam perancangannya dapat dilakukan dengan menggunakan metode BSC. Analisa terhadap KPI pada Sub Direktorat Property and
Facilities Management harus dilakukan untuk mengetahui sejauhmana strategi yang dijalankan tersebut mencapai sasarannya.
BSC merupakan suatu metode atau alat untuk mengukur kinerja perusahaan dan dapat menerjemahkan visi, misi dan strategi menjadi aksi.
BSC menerjemahkan visi, misi dan strategi ke dalam berbagai ukuran dan tujuan yang terangkai dalam empat perspektif, yaitu perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan Kaplan dan Norton, 1996. BSC mampu
memberikan informasi atau petunjuk kepada para pekerja tentang faktor- faktor yang menjadi pendorong keberhasilan dan ukuran keberhasilan pada
sub direktoratnya.
1.2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain : 1. Faktor-faktor keberhasilan kritikal Critical Success FactorCSF apakah
yang dapat mempengaruhi masing-masing perspektif dalam BSC ? 2. Tolok ukur strategik apakah yang ada dari tiap perspektif tersebut ?
3. Apakah alat ukur kinerja Sub Direktorat Property and Facilities Management saat ini sudah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
perusahaan ? 4. Rancangan alat pengukur kinerja Sub Direktorat Property and Facilities
Management yang seperti apakah yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan ?
1.3. Tujuan penelitian
1. Menganalisis CSF dari kinerja Sub Direktorat Property and Facilities Management PT. Indosat Tbk dan keterkaitannya pada tiap perspektif
BSC. 2. Mengetahui tolok ukur strategik dari tiap-tiap perspektif.
3. Mengidentifikasi kesesuaian alat ukur kinerja Sub Direktorat Property and Facilities Management saat ini dengan kondisi dan kebutuhan
perusahaan. 4. Merancang alat ukur kinerja Sub Direktorat Property and Facilities
Management.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pengukuran Kinerja
Yuwono, dkk. 2002 mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam
rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang
prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
2.2. Persyaratan Sistem Pengukuran Kinerja
Menurut Yuwono, dkk. 2002, dengan munculnya berbagai paradigma baru dimana bisnis harus digerakkan oleh customer-focused, suatu sistem
pengukutan kinerja yang efektif paling tidak harus memiliki syarat-syarat berikut :
1. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai perspektif pelanggan.
2. Evaluasi atas berbagai aktivitas, menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang customer-validated.
3. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan, sehingga menghasilkan penilaian komprehensif.
4. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi mengenali masalah-masalah yang ada kemungkinan untuk diadakan
perbaikan. Menurut Mc.Mann dan Nanni dalam Yuwono, dkk. 2002, secara
umum suatu sistem pengukuran kinerja yang baik harus terdiri dari sekumpulan tolok ukur yang mengkombinasikan antara matriks keuangan
dan non-keuangan dengan 24 atribut berikut : 1.
Mendukung dan konsisten dengan tujuan, tindakan, budaya dan faktor- faktor kunci keberhasilan perusahaan.
2. Relevan dan mendukung strategi.
3. Sederhana untuk diimplementasikan.
4. Tidak kompleks.
5. Digerakkan oleh pelanggan.
6. Integral dengan seluruh fungsi dalam organisasi.
7. Sesuai dengan keseluruhan tingkatan organisasi.
8. Sesuai dengan lingkungan eksternal.
9. Mendorong kerjasama dalam organisasi, baik secara horizontal maupun
vertikal. 10.
Hasil pengukurannya dapat dipertanggungjawabkan. 11.
Jika memungkinkan, dikembangkan dengan menggabungkan pendekatan top-down
dan bottom-up. 12.
Dikomunikasikan ke seluruh bagian yang relevan dalam organisasi. 13.
Dapat dipahami. 14.
Disepakati bersama. 15.
Realistik. 16.
Berhubungan dengan faktor-faktor yang berhubungan dan membuat ‘sebuah perbedaan’.
17. Terhubung dengan aktivitas, sehingga hubungan yang jelas terlihat
antara sebab dan akibat. 18.
Difokuskan lebih pada pengelolaan sumber daya ketimbang biaya yang sederhana.
19. Dimanfaatkan untuk memberi real-time feedback.
20. Digunakan untuk memberi action-oriented feedback.
21. Jika diperlukan, suatu tolok ukur bisa ditambahkan lintas fungsional dan
level manajemen. 22.
Mendukung bagi pembelajaran individu dan organisasi. 23.
Mendorong perbaikan secara terus menerus. 24.
Secara terus menerus dinilai relevansinya terhadap 23 atribut di atas dan dikeluarkan jika kegunaannya hilang atau ada tolok ukur yang baru atau
lebih relevan ditemukan.
2.3. Manfaat Sistem Pengukuran Kinerja Yang Baik