dirumuskan peneliti dan konseli sebagai A Antiseden. Dari A yang telah dirumuskan, konseli memunculkan perilaku B diantaranya menjauhi teman,
diam saja, dan terkadang melawan perlakuan teman. Dari B Behaviour yang muncul, menimbulkan C Concequence diantaranya makin dijauhi oleh siswa
perempuan dan siswa laki-laki yang mengganggu semakin menjadi. Sebagai tindak lanjut dan follow up, peneliti mengevaluasi dengan menyimpulkan hasil
konseling pada pertemuan pertama. Peneliti juga membuat kesepakatan dengan konseli untuk kembali bertemu untuk membahas Goal Setting di pertemuan
berikutnya.
4.1.3.2 Goal Setting
Tahap kedua yang peneliti lakukan sebagai langkah treatment adalah menentukan goal setting atau tujuan dalam konseling behavior. Goal setting yang
ditentukan pada kedua konseli berbeda, pada VB ia memiliki goal setting konseli ingin lebih dihargai dan didengar oleh teman sekelasnya agar tidak saling
menjauhi satu sama lain. sedangkan pada RR, goal settingnya adalah konseli ingin teman-temannya berhenti menyalahkan dirinya saat bermain dan siswa laki-laki
yang sering mengganggunya tidak lagi mengganggu. Setelah goal setting berhasil berhasil dirumuskan, peneliti banyak memberi dukungan serta motivasi untuk
konseli demi tercapainya tujuan konseling. Kemudian mengakhiri pertemuan kedua dan membuat kesepakatan untuk bertemu dan membahas treatment yang
akan diberikan.
4.1.3.3 Implementasi Teknik
Pada pertemuan ketiga ini peneliti mengulas kembali hasil yang didapat dari pembahasan goal setting di pertemuan sebelumnya. Pentahapan implementasi
teknik yang peneliti berikan pada VB dan RR adalah sama. Memasuki pembahasan treatment, kedua konseli akan dibelajarkan tentang pelatihan asertif.
Agar konseli memahami treatment yang nantinya diberikan, peneliti menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan asertif, tujuannya, beserta manfaat apa
yang akan konseli peroleh jika ia dapat berperilaku asertif. Untuk prosedur awal pelatihan asertif ini peneliti mengidentifikasi bersama konseli kesulitan untuk
berperilaku asertif, sehingga diperoleh ketidakasertifan apa yang muncul. Setelah didapat apa kendalanya, dari situlah bersama-sama peneliti dan konseli
merumuskan perilaku yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan demi tercapainya keasertifan konseli. Selain itu peneliti juga menyampaikan bahwa ada beberapa
hal yang harus dihindari dan dilakukan dalam mencapai perilaku akhir yang dibutuhkan. Perilaku akhir yang dibutuhkan dalam konseling behavior ini adalah
konseli dapat asertif tanpa menyinggung lawan bicaranya. Agar konseli lebih memahami konsep asertif, peneliti memberikan contoh-contoh yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari yang konseli alami. Konseli juga diberikan kesempatan untuk menanggapai berbagai situasi yang tidak menyenangkan
dengan kalimat asertif secara bertahap. Sebagai pengakhiran konseling sesi pemberian treatment ini peneliti
menutup pertemuan dengan menyimpulkan sementara hasil treatment dengan memberikan umpan balik konsep asertif pada konseli dan menyimpulkan prosedur
pelatihan asertif. Peneliti juga memberikan motivasi demi kemajuan konseli.
Kemudian untuk pelatihan asertif selanjutnya peneliti dan konseli membuat kesepakatan untuk bertemu kembali.
4.1.3.4 Implementasi Teknik ke-2
Pada tahap ini konseli tinggal melanjutkan apa yang sudah dicapai olehnya di tahap sebelumnya sambil peneliti mengulas hasil di pertemuan sebelumnya. Di
pertemuan ini peneliti kembali memberikan latihan asertif pada konseli. Setelah dirasa respon yang diberikan sudah sesuai dan konseli memahami keasertifan
dirinya, peneliti menganjurkan agar konseli tetap berlatih dan memberikan tugas untuk mencatat perilaku asertif yang konseli lakukan sehari-hari untuk melihat
perkembangan konseli. Di akhir sesi peneliti tutup dengan mengevaluasi sementara perkembangan konseli selama mengikuti konseling behavior. Untuk
pertemuan berikutnya peneliti membuat kesepakatan untuk membahas evaluasi keseluruhan dari pertemuan 1 sampai terakhir dan untuk mengakhiri sesi
konseling behavior.
4.1.3.5 Evaluasi – Terminasi