b. Kini terdapat teori ketiga yang muncul sebagai landasan yang
kecenderungannya didukung didalam masa sekarang yaitu functional necessity theory yang membenarkan bahwa kekebalan dan keistimewaan merupakan
keperluan agar perwakilan dapat menunaikan tugas-tugasnya. c.
Komisi Hukum Internasional telah menganut teori ketiga ini didalam menyelesaikan masalah-masalah didalam praktek tidak dapat memberikan
keterangan yang jelas, disamping memperhatikan juga sifat perwakilan dari kepala perwakilannya sendiri.
65
C. Prinsip Inviolability dan Prinsip Extraterritoriality
C.1. Prinsip Inviolability Prinsip tidak dapat diganggu gugat inviolability adalah mutlak guna
melakukan fungsi perwakilan asing dengan baik dan sempurna.Pemberian hak Inviolability didasarkan atas azas timbal balik antar negara dan mutlak diperlukan
dalam rangka mengembangkan permasalahan antar negara tanpa mempertimbangkan sistem sosial mereka yang berbeda.
66
Kekebalan dan keistimewaan diplomatik itu dinikmati tidak saja oleh Kepala-kepala perwakilan lainnya bahkan dalam beberapa hal dapat diberikan
kepada staf administrasi dan teknis yaitu yang dipekerjakan sebagai pelayanan administrasi dan teknis serta anggota staf pelayanan yang mengerjakan pelayanan
domestic di perwakilan asing tersebut termasuk kepada pembantu pribadi, yaitu seseorang yang mengerjakan pelayanan domestik pada anggota perwakilan tetapi
bukan pegawai dari negara penerima. Kekebalan yang diberikan kepada staf
65
Ibid
66
Sumaryo Suryokusumo, Op.cit, hal.102
Universitas Sumatera Utara
teknis dan administratif, staf pelayanan dan pembantu pribadi bergantung kepada apakah mereka itu warga negara pengirim atau negara penerima.Jika warga negara
dari negara penerima kekebalan mereka sangat dibatasi.
67
Hak Inviolability itu diberikan kepada para diplomat
68
, gedung perwakilannya
69
, arsip-arsip serta dokumen lainnya
70
. Hak yang sama juga diterapkan pada tempat kediaman para diplomat yang kemidian dikenal sebagai
Franchise de L’Hotel, termasuk juga surat-surat dan korespondensi.
71
Negara penerima haruslah mengambil langkah-langkah untuk mencegah adanya gangguan terhadap para diplomat asing, baik kebebasan maupun
kehormatan mereka.Dengan demikian, baik gedung maupun tempat kediaman mereka berhak memperoleh perlindungan khusus dan tidak dapat dimasuki tanpa
izin Kepala perwakilan atau duta besar kecuali jika terjadi kebakaran dan bencana lainnya yang memerlukan tindakan-tindakan yang cepat.
72
Para diplomat juga menikmati sepenuhnya kekebalan terhadap jurisdiksi pidana kriminal dari negara penerima.Dan beberapa pengecualian terhadap
kekebalan jurisdiksi perdata dan administrasi juga diberikan oleh negara penerima, tetapi bukan kekebalan dari jurisdiksi negara pengirim.
73
67
Ibid, hal 104
68
Pasal 29 Konvensi Wina tahun 1961
69
Pasal 22 Konvensi Wina tahun 1961
70
Pasal 24 Konvensi Wina tahun 1961
71
Pasal 30 Konvensi Wina tahun 1961
72
Pasal 31 Konvensi Wina tahun 1961
73
Pasal 32 ayat 3 Konvensi Wina tahun 1961
C.2. Prinsip Extraterritoriality
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan azas ini, para diplomat dianggap tidak berada di negara penerima, tetapi berada di negara pengirim, meskipun kenyataannya ia berada di
wilayah negara penerima dan tidak dapat dikuasai oleh hukum dan peraturan negara penerima. Seorang diplomat adalah hanya dikuasai oleh hukum negara
pengirim. Terhadap gedung atau tempat kediaman para pejabat diplomatik dengan
azas ini dianggap sebagai bagian perpanjangan dari wilayah negara pengirim.Gedung yang dipakai oleh suatu perwakilan diplomatik baik gedung itu
milik negara pengirim atau Kepala perwakilan maupun disewa perorangan biasanya tidak dapat diganggu gugat oleh para penguasa negara penerima, dan
dibebaskan dari perpajakan kecuali bagi pajak-pajak dalam bentuk biaya pelayan khusus.
Di dalam perkembangannya Azas Extraterritoriality pada abad ke-18 banyak disalahgunakan sehingga banyak dijadikan tempat persembunyian
penjahat-penjahat.Dengan demikian berdasarkan perkembangan zaman azas ini sifat absolutnya mulai menurun dan mulai berkembang prinsip kewenangan
negara penerima untuk memberikan perlindungan kepada tempat perwakilan diplomat.
74
Dengan adanya ketidaksesuaian dalam praktek pemberian kekebalan dan keistimewaan diplomatik dalam pergaulan antar negara, maka teori exterritoriality
dalam bentuk asalnya tidak dapat dipertahankan lagi.Namun demikian masih banyak penulis modern yang masih mempergunakan istilah exterritoriality hanya
sekedar untuk menunjukkan prinsip bahwa negara penerima tidak mempunyai
74
Edi Suryono, Op.cit, hal.15
Universitas Sumatera Utara
wewenang menegakkan hukum asing sebagai konsepsi terbatas, dan tidak pula mencakup pengertian bahwa kejahatan dan transaksi hukum yang terjadi di tempat
kedutaan asing harus dianggap sebagai terjadi di wilayah negara pengirim.
75
Di dalam praktek terdapat percampuran antara kekebalan dan tidak dapatnya diganggu gugat, kekebalan berarti bahwa negara penerima harus
membebaskan perwakilan diplomatik dari tindakan yang menurut hukum sebenarnya sah, sedangkan prinsip tidak dapat diganggu gugat berarti bahwa
polisi harus bertindak secara posotif untuk mencegah perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum.
76
D. Lingkup Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik