Jurisprudensi Mahkamah Agung terhadap Kasus Sengketa Tanah Kedutaan Besar Malaysia

l. Tidak Puas dengan putusan Pengadilan tingkat pertama, Mulyo Setiawan mengajukan upaya banding. Hakim Banding pada Pengadilan Tinggi Jakarta dengan putusannya Nomor 502pdt2002PT.DKI tanggal 21 Januari 2003 juga menguatkan putusan PN Jakarta Selatan. Upaya Kasasi telah dibatalkan secara sepihak

B. Jurisprudensi Mahkamah Agung terhadap Kasus Sengketa Tanah Kedutaan Besar Malaysia

Dalam keputusannya Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dari Para pemohon kasasi yaitu Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional dan Mohd. Zain Bin Abu bakar Duta Besar Pemeritah Malaysia yaitu membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, dengan pertimbangan bahwa sejak tahun 1971, objek tanah dalam perkara sudah dikuasai dan dimiliki oleh kedutaan besar Malaysia untuk kepentingan diplomatik yang akhirnya pada bulan Maret 1998 telah terjadi penyerobotan tanah oleh pihak lain dan kemudian dengan data-data yang tidak lengkap yaitu bahwa warkah dan buku tanah hak milik No. 13 Bangka dalam peta-peta yang ada di kantor pertanahan Jakarta Selatan tidak diketemukan, telah diterbitkan Sertifikat Hak Milik Nomor 3416Bangka atas nama Mulyo Setiawan diatas tanah milik yang dikuasai oleh Kedutaan Besar Malaysia. Dengan demikian persoalan yuridisnya bukanlah tentang masalah sengketa kepemilikan tetapi justru mengenai kekeliruan administratif maupun yuridis didalam prosedur penerbitan sertifikat atas data-data yang tidak lengkap dan riwayat tanah yang keliru dan yang telah hilang. Oleh Karena ada kekeliruan dan cacat yuridis tersebut, maka pihak pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dalam hal Universitas Sumatera Utara ini pihak Badan Pertanahan Nasionan atau Permohonan Kasasi setelah melakukan penelitian kembali memang dapat dan berwenang membatalkan sertifikat atas inisatip sendiri ”Spontane Vernietiging” Bahwa dari segi substansil materi perkara, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta seharusnya disamping memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum di Indonesia tentang pertanahan, harus juga mempertimbangkan ketentuan-ketentuan hukum diplomatik dikaitkan dengan beberapa konvensi internasional yang terkait. Sesuai dengan pemberian hak-hak yang didasarkan atas timbal balik atau rersiprositas the principle of reciprocity dalam hubungan Internasional. Ketentuan-ketentuan demikian seharusnya diperhatikan juga dan dipertimbangkan. Justru karena sengketa perkara ini menyangkut perwakilan Negara Asing yang berdaulat di Indonesia, dan juga oleh ketentuan diplomatik dijamin dan dilindungi kepentingan hukumnya Landasan pokoknya adalah sebagaimana yang ditentukan dalam Konvensi Wina tahun 1961 18 April 1961 Pasal 29 dan 30 Pasal 29 Konvensi Wina 1961: ” The Person of a diplomatic agent shall be inviolable. He shall not be liable to any form of arrest or detention. The receiving State shall treat him with due respect and shall take all appropriate steps to prevent any attack on his person, freedom or dignity” “ Para Pejabat diplomatik harus tidak boleh dilakukan penindasan dan kejahatan. Dia tidak dapat dikenakan segala macam bentuk hukuman dan penahanan. Negara Penerima harus memperlakukannya dengan segala hormat dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah Universitas Sumatera Utara segala bentuk penyerangan terhadap staf pejabat diplomatik , kebebasannya atau martabat” Pasal 30 Konvensi Wina 1961: “ 1 The Private residence of a diplomatic agent shall enjoy the same Inviolability and protection at the premises of the mission 2 His papers, correspondence and, except as provided in paragraph 3 of Article 31, his property, shall likewise enjoy inviolability” “ 1 Tempat tinggal pribadi Pejabat Diplomatik harus menikmati hak tidak boleh dilakukan penyerangan yang sama dan perlindungan dalam rangka masa jabatan 2 Dokumen, surat menyurat dan pengecualian yang disediakan dalam paragraph 3 Pasal 31, properti juga harus menikmati hak yang sama” C. Jurisprudensi Mahkamah Agung terhadap Kasus Sengketa Tanah Kedutaan Besar Malaysia Ditinjau dari Konvensi Wina 1961 Pada dasarnya negara penerima wajib memberikan bantuan kepada perwakilan Diplomatik Negara Pengirim. Pemerintah Indonesia selaku Negara Penerima memberikan bantuan kepada Kedutaan Besar Malaysia. Berdasarkan Pasal 21 Konvensi Wina tahun 1961 yang berbunyi : Article 21 Vienna Convention on Diplomatic Relation “1. The Receiving State Shall either facilitate the acquisition on its territory, in accordance with its laws, by the sending State of premises necessary for its mission or assist the latter in obtaining accommodation in some other way. 2. it shall also, where necessary, assists missions in obtaining suitable accommodation for their members” Universitas Sumatera Utara Mahkamah Agung dalam konsideran putusan Kasasi TUN-nya menggunakan pertimbangan hukum dan konvensi internasional Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik Pasal 29 dan 30 dalam mengadili perkara sengketa tanah Kedutaan Besar Malaysia Konvensi Wina Tahun 1961 Pasal 29 dan 30 menjamin bahwa rumah tempat tinggal para diplomat yang kedudukannya juga sebagai gedung perwakilan suatu negara tidak dapat diganggu gugat dan harus dilindungi. Pasal 29 Konvensi Wina 1961: ” The Person of a diplomatic agent shall be inviolable. He shall not be liable to any form of arrest or detention. The receiving State shall treat him with due respect and shall take all appropriate steps to prevent any attack on his person, freedom or dignity” “ Para Pejabat diplomatik harus tidak boleh dilakukan penindasan dan kejahatan. Dia tidak dapat dikenakan segala macam bentuk hukuman dan penahanan. Negara Penerima harus memperlakukannya dengan segala hormat dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah segala bentuk penyerangan terhadap staf pejabat diplomatik , kebebasannya atau martabat” Pasal 30 Konvensi Wina 1961 “ 1 The Private residence of a diplomatic agent shall enjoy the same Inviolability and protection at the premises of the mission 2 His papers, correspondence and, except as provided in paragraph 3 of Article 31, his property, shall likewise enjoy inviolability” “ 1 Tempat tinggal pribadi Pejabat Diplomatik harus menikmati hak tidak boleh dilakukan penyerangan yang sama dan perlindungan dalam rangka masa jabatan Universitas Sumatera Utara 2 Dokumen, surat menyurat dan pengecualian yang disediakan dalam paragraph 3 Pasal 31, properti juga harus menikmati hak yang sama” Selain dari kedua pasal diatas, sengketa tanah yang melibatkan kedutaan besar Malaysia ketika menjalankan tugas diplomatik maka menurut Article 22 2 of the Vienna Convention on Diplomatic Relations yang menyatakan bahwa: “ The receiving States is under a special duty to take all appropriate steps to protect the premises of the mission against any intrusion or damage and to prevebt any disturbance of the mission of impairment of its dignity” “ Negara Penerima diberikan tugas khusus untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk melindungi pemegang mandat misi diplomatik dari segala kerusakan dan mencegah segala bentuk gangguan kedamaian.” Pasal 22 Konvensi Wina 1961 terkandung prinsip extraterritorial principle of extratertoriality dan tindakan penyerobotan dan pendudukan tersebut jelas-jelas telah melanggar prinsip tersebut. Universitas Sumatera Utara BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan