Timbulnya Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik

BAB III KEKEBALAN DAN KEISTIMEWAAN DIPLOMATIK

A. Timbulnya Kekebalan dan Keistimewaan Diplomatik

Dalam abad ke-16 dan ke-17 pada waktu pertukaran Duta-duta besar secara permanen antara negara-negara di Eropa sudah mulai menjadi umum, kekebalan dan keistimewaan diplomatik telah diterima sebagai praktek-praktek negara dan bahkan telah diterima oleh para ahli Hukum Internasional meskipun jika terbukti bahwa seseorang Duta Besar telah terlibat dalam komplotan atau pengkhianatan melawan kedaulatan negara penerima. Seorang duta besar dapat diusir tetapi tidak dapat ditangkap atau diadili. 47 Keadaan Duta Besar dari jurisdiksi pidana di negara penerima telah mulai dilakukan oleh banyak negara dalam abad ke-17 sebagai kebiasaan internasional.Pada tahun 1706, pernah terjadi satu kasus dimana Duta Rusia di Britania Raya telah ditangkap dengan tuduhan suatu penipuan. Segera setelah terjadi peristiwa itu Kaisar Rusia telah mengirimkan ultimatum kepada Ratu Anne dari Inggris bahwa Rusia akan mengumumkan perang terhadap Britania Raya kecuali jika pemerintah Inggris mengajukan permintaan maaf. Namun demikian, pemerintah Inggris kemudian telah mengajukan Rancangan Undang-undang 47 Sumaryo Suryokusumo, Op.cit, hal.50 Universitas Sumatera Utara dikedua Majelis Parlemen yang menyatakan “bahwa setiap wakil asing haruslah dianggap suci dan tidak dapat diganggu-gugat”.Disamping itu, Undang-undang juga memuat ketentuan bahwa para diplomat asing dibebaskan dari jurisdiksi perdata dan pidana.Undang-undang tersebut kemudian terkenal sebagai “7 Anne, Cap.12.2706, yang ternyata dokumen tersebut menjadi dasar bagi kekebalan dari keistimewaan para diplomat” 48 Para pejabat diplomatik yang dikirimkan oleh suatu negara ke negara lainnya telah dianggap memiliki suatu sifat suci yang khusus.Sebagai konsekwensinya mereka telah diberikan kekebalan dan keistimewaan diplomatik.Pada masa Yunani kuno misalnya, gangguan terhadap seseorang duta besar dianggap merupakan pelanggaran yang paling berat.Demikian pula di zaman Romawi, para penulis modern telah sepakat mengenai anggapan bahwa terjadinya cidera terhadap seorang wakil dari negara pada hakekatnya merupakan pelanggaran secara sengaja terhadap jus gentium. . 49 Kemudian pada pertengahan abad ke-18, aturan-aturan kebiasaan mengenai kekebalan dan keistimewaan diplomatik telah mulai ditetapkan, termasuk harta milik, gedung dan komunikasi para diplomat.Untuk menunjukkan totalitas kekebalan dan keistimewaan diplomatik tersebut. 50 Hugo Grotius juga memberikan tanggapan bahwa para Duta Besar, menurut khayalan ini sudah mengambil sifat sebagai aturan, maka hal itu dilihat sebagai sesuatu yang menyesatkan dan membahayakan. 51 48 Ibid, hal.51 49 Ibid, hal.52 50 Ibid 51 Ibid, hal.53 Universitas Sumatera Utara Meskipun aturan-aturan yang luas mengenai kekebalan dan keistimewaan para diplomatik tetap tidak diubah, pada abad ke-18 aturan-aturan itu telah berkembang secara terperinci menurut variasi masing-masing yang dilakukan oleh beberapa negara. 52 Pada pertengahan abad ke-18, kekebalan-kekebalan diplomatik mulai ditetapkan termasuk gedung, harta milik dan komunikasi para diplomat. Dan sejalan dengan perkembangan negar-negara dalam mengadakan hubungan dengan negara lain serta bertambahnya jumlah negara-negara baru yang merdeka maka perwakilan diplomatik yang permanen telah merupakan suatu hal yang biasa dalam hubungan internasional. 53 Dalam perkembangan selanjutnya, pada abad ke-20, kekebalan dan keistimewaan diplomatik cenderung kearah bentuk-bentuk baru dalam komunikasi diplomatik seperti wireless transmitter dalam perwakilan diplomatik, pengangkutan kantong diplomatik oleh kurir ad hoc, dibawa sendiri oleh pilot pesawat terbang dan tidak terdapat persetujuan secara jelas apakah cara-cara baru itu diizinkan atau diperbolehkan dengan perlindungan yang sama sebagaimana dalam pengangkutan kantong diplomatik tradisional. Ada beberapa kodifikasi dari aturan-aturan hukum diplomatik, dua diantaranya yang paling penting adalah: “Havana Convention on diplomatic Officers” yang ditandatangani tahun 1928 dan “Harvard Research Draft Convention on Diplomatic Priveleges and Immunities”, yang diterbitkan dalam tahun 1932. 54 52 Ibid, hal.54 53 Edi Suryono, Perkembangan Hubungan Diplomatik, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1992, hal.33 54 Sumaryo Suryokusumo, Loc.cit Universitas Sumatera Utara Pengakuan kekebalan diplomatik pada mulanya didasarkan atas hukum kebiasaan internasional semata-mata, yaitu kebiasaan dalam praktek hubungan antar negara yang berlangsung dengan tukar-menukar perwakilan diplomatik. Lama-kelamaan kebutuhan akan adanya peraturan hukum tertulis mengenai pengakuan kekebalan diplomatik yang dapat dipergunakan secara umum oleh semua negara dirasakn mendesak. Akhirnya setelah dengan Kongres Aix-La Chapelle tahun 1818, maka pada tahun 1961 azas kekebalan diplomatik sebagai hukum Internasional dikukuhkan dalam sebuah konvensi. 55

B. Dasar Hukum Pemberian Kekebalan Diplomatik