Hukum Indonesia tentang Registrasi dan Nasionalisasi Pesawat Udara

pesawat, Konvensi Jenewa 1948 mengatur dalam Pasal 1, 72

G. Hukum Indonesia tentang Registrasi dan Nasionalisasi Pesawat Udara

bahwa hak-hak kebendaan dan hak-hak sebangun yang diperinci dalam pasal tersebut akan diakui oleh Negara-negara peserta Konvensi, apabila hak pesawat udara telah didaftarkan untuk memperoleh 1. Pengaturan Hukum Republik Indonesia. Tinjauan mengenai perkembanga konsep nasionalitas dalam Hukum Udara Internasional, telah menunjuk pada diterimanya prinsip bahwa suatu pesawat udara harus memiliki nasionalitas dari Negara di mana pesawat udara tersebut didaftarkan Pasal 17 Konvensi Chicago 1944. Juga ditetapkan dalam Konvensi Chicago 1944 Pasal 19 tentang kewajiban Negara anggota untuk mengatur prihal pendaftaran dan pemindahan pendaftaran dari Register public Pesawat Udara. Selanjutnya Konvensi Chicago 1944 beserta Annexes-nya juga memuat ketentuan-ketentuan yang luas mengenai kewenangan negara pendaftar pesawat udara State of Registration untuk melakukan effective control atas pesawat udara serta udaha pengoperasian pesawat udara serta usaha pengoperasian pesawat udara yang melakat pada pesawat udara terdaftar cukup luas, 73 72 Article 1 ; 1 the Contracting State Underlate to recognice 73 Lester Michael M., Aircraft Interchange, Air Law, Vol IV, No. 1, 1979. Negara-negara anggota Konvensi Chicago 1944 yang dewasa ini berjumlah 157 negara, telah menetapkan ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari pokok-pokok yang diatur dalam Konvensi Chicago di atas, baik dalam bentuk undang-undag maupun peraturan nasional lainnya. Universitas Sumatera Utara Perundang-undangan nasional Indonesia yang berjudul Undang-Undang No. 83 tahun 1958 tentang Penerbangan, memuat dalam bab III Pasal 2, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 Ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 74 a. Kewajiban bagi pesawat udara sipil yang digunakan di dalam dan diatas wilayah Republik Indonesia untuk memiliki tanda kebangsan dan tanda pendaftaran Pasal 9 ayat 1 b. Disediakan suatu buku daftar pesawat udara register of civil Aircraft, Dirjen Perhubungan Udara untuk keperluan pendaftaran pesawat udara sipil tersebut, Pasal 10 juncto Pasal 1.1.0.0 butir a CASR c. Pendaftaran untuk pesawat udara militer selanjutnya diatur oleh Menteri Pertahanan secara terpisah dan harus diusahakan agar tanda-tanda pesawat udara sipil tidak mudah dianggap sebagai pesawat udara militer Pasal 9 ayat 2, Pasal 10 ayat 2, 3 ; d. Pesawat udara yang sudah didaftarkan dalam Buku daftar pesawat udara akan memperoleh kebangsaan Indonesia Pasal 11 ayat 1. Undang- Undang ini juga memberikan pengakuan pada tanda pendaftaran yang diperoleh suatu pesawat udara di luar negeri Pasal 1 ayat 2 e. Pesawat udara milik bangsa asing tidak dapat didaftarkan lagi di Indonesia Pasal 12 ayat 1 yang berarti bahwa Indonesia tidak mengakui pendaftaran ganda atau dwinasionalitaskebangsaan. Peraturan-peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil, yang dikenal dengan peristilahan Civil Aviation Safety CASR part I tentang Registration and Marking 74 Mieke Kantaatmadja, Berbagai Masalah Hukum Udara dan Ruang Angkasa, 1984, hal 54 Universitas Sumatera Utara of Aircraft, dimuat ketentuan-ketentuan pelaksanaan undang-undang No. 83 Tahun 1958 bab IIIdi atas, Section 1.1.0 b memuat ketentuan tentang tanda- tanda pendaftaran dan ditetapkan bahwa permohonan untuk pendaftaran harus ditujukan kepada direktur dalam bentuk dan menurut cara yang ditetapkan oleh direktur Jenderal Perhubungan Udara. 2. Beberapa permasalahan berkaitan dengan Persyaratan-persyaratan Pemilikan Pesawat Udara Indonesia. Permasalahan utama yang dapat ditarik dari persyaratan pemilikan yang dimuat dalam Undang-undang Penerbangan 1958 di atas adalah, mengapa persyaratan hak milik pesawat udara aircraft ownership oleh pihak pemilik Indonesia menghambat perolehan dan pengalihan hak pemilikan pesawat udara Indonesia? Konsep kepemilikan pesawat udara di Indonesia menurut Undang- Undang Penerbangan dan CASR di atas berisi persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi pihak pemilik, yaitu harus warga Negara Indonesia atau berupa Badan Hukum yang didirikan dan memperoleh kebangsaan Indonesia dan seterusnya. Pesawat tersebut harus dimiliki oleh orang atau orang-orang yang memenuhi kualifikasi sebagai pemilik itu. Kaitan yang kuat antara konsep pemilikan pesawat udara dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak pemilik, baik sebagai warga negara maupun Badan Hukum nasional c.q. perusahaan penerbangan nasional, sebetulnya tidak diatur dalam Konvensi Chicago 1944. Konvensi Chicago 1944 hanya menetapkan wewenang setiap negara untuk menetapkan persyaratan-persyaratan perihal pendaftaran dan pemilikan pesawat udara Pasal 19. Adalah wewenang setiap Negara untuk menetapkan sendiri Universitas Sumatera Utara apakah perlu dipersyaratkan bahwa untuk memperoleh nasionalitas, pesawat tersebut harus memiliki penuh oleh warga negaranya atau Badan Hukum nasionalnya. Adalah wewenang setiap negara untuk menetapkan apakah pendekatan yang berorientasi pada kepentingan nasional national approacrh dalam usaha penerbangan domestik akan diterapkan juga pada usaha penerbangan internasional.

H. Pengaturan Penerbangan Sipil