1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik dalam lingkungan masyarakat, dengan adanya proses perubahan inilah akan
membawa dampak pada perubahan sektor-sektor yang terkait, karena setiap ada perubahan tentu akan membawa efek positif dan efek negatif, walaupun tujaun
dari pembangunan itu sendiri berusaha menghindari efek negatifnya, karena dengan mengolah sumber daya yang terbatas. Memasuki era globalisasi
diperlukan sarana dan prasarana untuk menunjang terlaksananya pembangunan, salah satunya adalah lahan. Lahan memegang peranan yang penting sebagai lahan
untuk merealisasikan pembangunan dalam hal ini adalah pembangunan fisik. Seperti diketahui, tanah tidak dapat dipisahkan dengan manusia karena tanah
merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Lahan merupakan tempat pemukiman, tempat melakukan kegiatan manusia, bahkan sesudah
matipun masih memerlukan lahan. Lahan yang dimaksud adalah tanah. Dalam pembangunan tentu akan memerlukan sumber daya, seperti
misalnya lahan, karena lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir semua pembangunan fisik memerlukan lahan, di bidang
pertanian, lahan merupakan sumber daya yang sangat penting, baik bagi petani maupun bagi pembangunan pertanian. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa
di Indonesia kegiatan pertanian masih bertumpu pada lahan
land based agricultu
2
Are activities
. Pesatnya pembangunan yang dilaksanakan akhir-akhir ini oleh pemerintah, sangat besar pengaruhnya terhadap sektor pertanian khususnya
pertanian yang beririgasi sawah, sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Karena sektor ini banyak
menyerap tenaga kerja khususnya tenaga kerja yang tidak mempunyai
skill
atau tenaga kerja yang tidak diserap pada sektor lainnya, karena sektor pertanian tidak
memerlukan
skill
ketrampilan yang tinggi. Besarnya potensi pertanian dapat terlihat dari pengalaman sejarah, ternyata krisis moneter dan krisis ekonomi di
Indonesia dapat ditanggulangi oleh sekelompok usaha kecil baik itu di bidang industri pengolahan maupun di bidang pertanian Suparmoko, 2002.
Sektor pertanian merupakan sektor strategis dan berperan penting dalam perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam
sumbangannya terhadap PDB, penyedia lapangan kerja, dan penyedia pangan dalam negeri. Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas
bercocok tanam guna menghasilhan bahan pangan pokok khususnya padi bagi kebutuhan umat manusia. Namun seiring perkembangan zaman dan dinamika
gerak langkah pembangunan serta pertumbuhan jumlah penduduk, eksistensi lahan mulai terusik. Salah satu permasalahan yang cukup terkait dengan
keberadaan tanaman padi adalah makin maraknya alih fungsi lahan pertanian kepenggunaan lainnyan seperti pembangunan pemukiman penduduk, industri,
pertokoan, dan pariwisata dan yang lainnya. Alih fungsi lahan, khususnya lahan pertanian sawah atau sering disebut
sebagai konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh
3 kawasan lahan dari fungsinya semula misalnya pertanian beririgasi sawah
menjadi fungsi non pertanian. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis
besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang
lebih baik. Alih fungsi lahan biasanya terkait dengan proses perkembangan wilayah, bahkan dapat dikatakan bahwa alih fungsi lahan merupakan konsekuensi
dari perkembangan wilayah, seperti misalnya dengan perkembangan jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta intensitas
pembangunan yang berkembang dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan. Di mana lahan pertanian
produktif akan dimanfaatkan untuk pembangunan perumahan, fasilitas penunjang pariwisata seperti hotel,
villa
,
home stay
, dan lain-lain. Hal inilah yang kemudian mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian atau industri.
Pertumbuhan luas areal menjadi masalah yang sangat serius karena bersaing dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, indusrialisasi dan
pembanguan infrastruktur publik. Hal ini yang telah mendorong terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian. Faktor-faktor yang menentukan
konversi lahan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor ekonomi, faktor sosial, dan peraturan yang dikeluarkan baik oleh pemerintah daerah dalam rangka
otonomi daerah, maupun oleh pemerintah pusatkhususnya yang terkait dengan pertanahan. Penelitian Syafa’at
et al
. 2001, pada sentra produksi padi utama di Jawa dan luar Jawa, menunjukkan bahwa selain faktor teknis dan kelembagaan,
4 faktor ekonomi yang menetukan alih fungsi lahan sawah ke pertanian dan non
pertanian, adalah 1 nilai kompetitif padi terhadap komoditas lain menurun; 2 respon petani terhadap dinamika pasar, lingkungan, dan daya saing usahatani
meningkat. Sementara penelitian Sumaryanto, Hermanto, dan Pasandaran dalam
Witjaksono, 1996, di Jawa menunjukkan bahwa alih fungsi lahan sawah ke non pertanian 63 persen lebih tinggi dibandingkan ke pertanian non sawah 37
persen. Dari 63 persen tersebut, 33 persen untuk pemukiman, 6 persen untuk industri, 11 persen untuk prasarana dan 13 persen untuk lainnya. Selain faktor
ekonomi, faktor sosial juga mempengaruhi koversi lahan. Menurut Witjaksono 1996, ada lima faktor sosial yang mempengaruhi alih fungsi lahan, yaitu
perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan, pemecahan lahan, pengambilan keputusan, dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi masyarakat.
Dengan pesatnya perkembangan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat membawa dampak terhadap lahan, khususnya
lahan pertanian yang beririgasi sawah. Bila kondisi ini terus dibiarkan tanpa adanya upaya penyelamatan dan perlindungan terhadap lahan pertanian produktif
maka lahan-lahan pertanian produktif akan terus dialih fungsikan dan semakin berkurang
. Seperti diketahui, Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar
penduduk Indonesia berdomisili di daerah pedesaan dan memiliki mata pencaharian disektor pertanian. Sampai saat ini, sektor pertanian merupakan
sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam sumbangan terhadap PDB,
5 penyedia lapangan kerja, dan penyediaan pangan dalam negeri. Kesadaran
terhadap peran tersebut menyebabkan sebagian besar masyarakat masih tetap memelihara kegiatan pertanian mereka. ”Berbagai data menunjukkan bahwa di
beberapa negara yang sedang berkembang lebih 75 persen dari penduduk berada di sektor pertanian dan lebih 50 persen dari pendapatan nasional dihasilkan dari
sektor pertanian serta hampir seluruh ekspornya merupakan bahan pertanian” Ario, 2010 dalam Adhi Yudha Bhaskara, dkk.
Kebijakan pemerintah menyangkut pertanian ternyata sebagian besarnya tidak berpihak pada sektor pertanian itu sendiri. Hal ini terlihat dengan semakin
banyaknya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Lahan pertanian menjadi korban untuk memenuhi kebutuhan akan permukiman dan
industri yang tidak bertanggung jawab. Alih fungsi lahan pertanian merupakan konsekuensi dari akibat meningkatnya aktivitas dan jumlah penduduk serta
pembangunan yang lainnya. Alih fungsi lahan pada hakekatnya merupakan hal yang wajar terjadi pada era modern seperti sekarang ini, namun alih fungsi lahan
pada kenyataannya membawa banyak masalah karena terjadi diatas lahan pertanian yang masih produktif. Lahan pertanian dapat memberikan banyak
manfaat seperti dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Namun, jika alih fungsi lahan pertanian produktif dibiarkan saja dan tidak dikendalikan maka sudah tentu
akan berdampak negatif bagi masyarakat itu sendiri, mengingat begitu penting dan bermanfaatnya lahan pertanian bagi masyarakat itu sendiri.
Bali merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia yang juga mengalami alih fungsi lahan yang cukup dramatis. Hampir semua daerah dijamah
6 dan lahan-lahan pertanian produktif beralih fungsi hal ini disebabkan oleh
pesatnya pembangunan khususnya pembangnan kepariwisataan dan meningkatnya tingkat kesejahteraan orang-orang Bali, karrena perkembangan kepariwisataan
itulah maka diperlukan akomodasi penunjang pariwisata Bali. Alih fungsi lahan di Bali tidak dapat dihindari di tengah besarnya permintaan akan rumah, fasilitas
kepariwisataan, perkembangan perekonomian dan lain-lainya. Para investor baik investor domestik maupun asing sudah merambah ke pelosok-pelosok Bali, di lain
pihak pertanian secara alamiah masih sangat dibutuhkan untuk menopang kehidupan dan kelangsungan ekosistem masyarakat Bali. Hal ini sepertinya tidak
hanya berlaku pada masa lampau, melainkan juga masa sekarang dan yang akan datang. Sebagai sektor kehidupan pertanian hampir dikatakan mutlak dibutuhkan
oleh keseluruhan kehidupan dan masyarakat Bali, karena pertanian merupakan salah komponen yang mendukung budaya Bali, itu berarti akan ada yang hilang
budaya Bali. Subak di Bali biasanya memiliki pura yang dinamakan
Pura Uluncarik
, atau
Pura Bedugul
, yang khusus dibangun oleh para pemilik lahan dan petani yang diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan dewi
Sri
. Karena budaya Bali sangat erat kaitannya dengan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari
semakin banyaknya lahan pertanian dialih fungsikan menjadi perumahan, pertokoan, industri dan pembangunan pariwisata yang menyebabkan lahan
pertanian terabaikan dan bahkan dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga lahan pertanian produktif semakin berkurang bahkan bisa
habis di masa mendatang, jika alih fungsi lahan pertanian tersebut tidak
7 dikendalikan. Pertanian bagi Bali tidak hanya sebagai sumber pangan dan
penyerap tenaga kerja, tetapi juga sumber budaya. Selain itu subak sebagai bagian dari pertanian bali sudah di jadikan warisan budaya dunia, yang sudah sepatutnya
kita jaga dan lestarikan keberadaanya di tengah maraknya alih fungsi lahan yang terjadi.
Berdasarkan data dari BPS Biro Pusat Stastistik Provinsi Bali Tahun 2013, luas lahan Provinsi bali yang digunakan untuk lahan sawah mencapai
81.165 Ha 14,40 persen. Dibandingkan luas sawah tahun 2012 yang mencapai 81.625 Ha, berarti mengalami penurunan seluas 460 Ha 0,56 persen. Di lain
pihak luas lahan non sawah mencapai 274.402 Ha 48,68 persen atau bertambar 98 Ha 0,04 persen, yang sebelumnya mencapai 274.305 Ha 48,66 persen, ini
berarti lahan yang ada di Bali masih dominan 48,68 persen merupakan lahan bukan sawah dan sebagian kecil 14,68 persen merupakan lahan persawahan,
terjadinya alih fungsi persawahan di provinsi Bali.
Share
dari sektor pertanian dalam arti luas dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan tahun 2013 share
sektor pertanian sebesar 15,22 persen turun menjadi 14,64 persen di tahun 2014, penurunan ini disebabkan oleh salah satunya adalah alih fungsi lahan pertanian ke
non pertanian. Terjadinya alih fungsi lahan juga disebabkan pesatnya perkembangan pembangunan di Bali, terutama pembangunan sektor pariwisata
yang memerlukan infrastruktur sebagai pendukung pariwisata. Disamping itu pula perkembangan jumlah penduduk di Bali juga sangat mempengaruhi terjadinya alih
fungsi lahan, pertumbuhan penduduk di Bali seperti terlihat pada Tabel 1.1 berikut.
8
Tabel. 1.1 Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Bali
Tahun 2014 Kabupaten
Jml Penduduk Perkiraan
r 2013
2014 2015
1 2
3 5
4
Jembrana 301.806
304.207 306.641
0,008 Tabanan
447.314 450.875
454.482 0,008
Badung 455.037
460.275 465.338
0,011 Gianyar
457.994 462.064
466.223 0,009
Klungkung 206.739
209.395 212.117
0,013 Bangli
256.846 258.390
259.940 0,006
Karangasem 532.903
539.022 544.951
0,011 Buleleng
796.168 802.726
809.148 0,008
Denpasar 607.324
612.803 618.318
0,009
Jumlah 4.062.131
4.099.757 4.136.655
0,009
Sumber : Data SIAK Kemendagri Tahun 2014 Berdasarkan data pada Tabel 1.1 angka pertumbuhan penduduk di Provinsi
Bali dari tahun 2013 hingga tahun 2014 sebesar 0,9 persen, Jika diamati per KabupatenKota, pertumbuhan penduduk tertinggi tahun 2013-2014 terjadi di
Kabupaten Klungkung yaitu sebesar 1,3 persen disusul kabupaten Karangasem dan Badung sebesar 1,1 persen. Dengan pertumbuhan diperkirakan 0,9 persen
pertanun maka jumlah penduduk Bali tahun 2015 diperkirakan berjumlah 4.136.655 jiwa. Pesatnya perkembangan kepariwisataan di Bali sangat dirasakan
oleh penduduk Bali, hal ini dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat Bali dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, seperti yang dicerminkan oleh
PDRB perkapita. Tahun 2013 PDRB perkapita Bali sebesar Rp. 33,13 juta dan tahun 2014 sebesar 38,11 juta Atas Dasar Harga Berlaku, sedangkan
berdasarkan harga konstan tahun 2010 sebesar Rp. 28,13 juta pada tahun 2013, di
9 tahun 2014 meningkat menjadi Rp. 29,67 juta Berita Resmi Statistik,
No. 130251Th. IX, 5 Februari 2015. Walaupun terjadi alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian, pertumbuhan perekonomian Bali tetap positif.
Pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2014 tumbuh 6,72 persen lebih tinggi dibanding tahun 2013 sebesar 6,69 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai
oleh Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 12,43 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Ekspor
Barang dan Jasa yang mengalami pertumbuhan sebesar 19,49 persen.
1.2 Rumusan Masalah