Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan di Bali.

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

ALIH FUNGSI LAHAN

DI BALI

TIM PENELITI :

Prof. Dr. MADE KEMBAR SRI BUDHI, Drs., M.P. Drs. I KETUT DARMA, M.Si.

GEDE ARYAWAN, SE., M.Si. I GDE WEDANA ARJAWA, SE., M.Si.

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

(3)

DAFTAR ISI

Halaman JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumber Daya Lahan ... 11

2.2 Alih Fungsi Lahan... 14

2.3 Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ... 17

2.4 Pertumbuhan Ekonomi... 18

2.4.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Historis ... 19

2.4.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik dan Neoklasik ... 24

2.5 Konsep Produk Domestik Regional Bruto ... 27

2.6 Pertumbuhan Penduduk ... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Data dan Metode Pemilihan Sampel ... 32

3.2 Teknik Analisa Data ... 32

3.2.1 Pendekatan/Metode Estimasi Regresi Data Panel.... 32

3.2.2 Uji Hausman... 35

3.2.3 Uji Asumsi Klasik ... 35

3.2.4 Uji Statistik... 36

3.3 Definisi Operasional Variabel... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Lahan Sawah di Bali ... 38

4.2 Perkembangan Laju Penduduk di Bali ... 39

4.3 Pertumbuhan Ekonomi Bali ... 40

4.4 Analisis Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 42

4.5 Analisis Data Panel ... 43

4.5.1 Metode Common/Pooled Least Square ... 44

4.5.2 Metode Fixed Effect ... 45


(4)

4.5.4 Uji Model Estimasi ... 49

4.5.5 Hasil Estimasi Model ... 52

4.6 Pembahasan ... 54

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 58

5.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Bali Tahun 2014 ... 8

4.1 Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Provinsi Bali Tahun 2014 ... 39

4.2 Mean, Median, Mode, Std. Deviaton, Minimum, Maximum Jarque-Bera dan Probability ... 42

4.3 Hasil Analisis Dengan Metode Pooled Least Squares ... 44

4.4 Hasil Analisis Dengan Fixed Effect ... 46

4.5 Hasil Analisis Denngan Metode Random Effect ... 48

4.6 Uji Chow ... 50


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. FooledModel ... 62

2. Substituted Coefficients Fooled Model ... 63

3. Fixed Effect Model ... 64

4. Substituted Coefficients Fixed Effect Model ... 65

5. Uji Chow ... 66

6. Substituted Coefficients Uji Chow ... 67

7. Random Effect ... 68

8. Substituted Coefficients Random Effect ... 69

9. Uji Hausman ... 70


(7)

ABSTRAK

Konversi lahan pertanian adalah salah satu fenomena perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian akibat dari pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, swata dan masyarakat itu sendiri. Tujuan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Provinsi Bali. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif menggunakan alat analisis regresi data panel yang merupakan kombinasi antara deret waktu atau time series data dan kerat lintang atau cross section data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadinya alih fungsi lahan sawah di kabupaten/kota di Provinsi Bali dipengaruhi oleh jumlah penduduk, PDRB per Kapita dan share pertanian terhadap PDRB. Ternyata perkembangan jumlah penduduk yang pengaruhnya significant dengan taraf nyata 95% (α = 5%), sedang yang lainnya non significant.

Kata kunci : Jumlah Penduduk, PDRB Perkapita, Share Pertanian, Alih Fungsi Lahan


(8)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik dalam lingkungan masyarakat, dengan adanya proses perubahan inilah akan membawa dampak pada perubahan sektor-sektor yang terkait, karena setiap ada perubahan tentu akan membawa efek positif dan efek negatif, walaupun tujaun dari pembangunan itu sendiri berusaha menghindari efek negatifnya, karena dengan mengolah sumber daya yang terbatas. Memasuki era globalisasi diperlukan sarana dan prasarana untuk menunjang terlaksananya pembangunan, salah satunya adalah lahan. Lahan memegang peranan yang penting sebagai lahan untuk merealisasikan pembangunan dalam hal ini adalah pembangunan fisik. Seperti diketahui, tanah tidak dapat dipisahkan dengan manusia karena tanah merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Lahan merupakan tempat pemukiman, tempat melakukan kegiatan manusia, bahkan sesudah matipun masih memerlukan lahan. Lahan yang dimaksud adalah tanah.

Dalam pembangunan tentu akan memerlukan sumber daya, seperti misalnya lahan, karena lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Hampir semua pembangunan fisik memerlukan lahan, di bidang pertanian, lahan merupakan sumber daya yang sangat penting, baik bagi petani maupun bagi pembangunan pertanian. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa di Indonesia kegiatan pertanian masih bertumpu pada lahan (land based agricultu


(9)

Are activities). Pesatnya pembangunan yang dilaksanakan akhir-akhir ini oleh pemerintah, sangat besar pengaruhnya terhadap sektor pertanian khususnya pertanian yang beririgasi (sawah), sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Karena sektor ini banyak menyerap tenaga kerja khususnya tenaga kerja yang tidak mempunyai skill atau tenaga kerja yang tidak diserap pada sektor lainnya, karena sektor pertanian tidak memerlukan skill (ketrampilan) yang tinggi. Besarnya potensi pertanian dapat terlihat dari pengalaman sejarah, ternyata krisis moneter dan krisis ekonomi di Indonesia dapat ditanggulangi oleh sekelompok usaha kecil baik itu di bidang industri pengolahan maupun di bidang pertanian (Suparmoko, 2002).

Sektor pertanian merupakan sektor strategis dan berperan penting dalam perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam sumbangannya terhadap PDB, penyedia lapangan kerja, dan penyedia pangan dalam negeri. Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilhan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia. Namun seiring perkembangan zaman dan dinamika gerak langkah pembangunan serta pertumbuhan jumlah penduduk, eksistensi lahan mulai terusik. Salah satu permasalahan yang cukup terkait dengan keberadaan tanaman padi adalah makin maraknya alih fungsi lahan pertanian kepenggunaan lainnyan seperti pembangunan pemukiman penduduk, industri, pertokoan, dan pariwisata dan yang lainnya.

Alih fungsi lahan, khususnya lahan pertanian sawah atau sering disebut sebagai konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh


(10)

kawasan lahan dari fungsinya semula misalnya pertanian beririgasi (sawah) menjadi fungsi non pertanian. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Alih fungsi lahan biasanya terkait dengan proses perkembangan wilayah, bahkan dapat dikatakan bahwa alih fungsi lahan merupakan konsekuensi dari perkembangan wilayah, seperti misalnya dengan perkembangan jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta intensitas pembangunan yang berkembang dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan. Di mana lahan pertanian produktif akan dimanfaatkan untuk pembangunan perumahan, fasilitas penunjang pariwisata seperti hotel, villa, home stay, dan lain-lain. Hal inilah yang kemudian mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian atau industri.

Pertumbuhan luas areal menjadi masalah yang sangat serius karena bersaing dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, indusrialisasi dan pembanguan infrastruktur publik. Hal ini yang telah mendorong terjadinya konversi lahan pertanian ke non pertanian. Faktor-faktor yang menentukan konversi lahan dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor ekonomi, faktor sosial, dan peraturan yang dikeluarkan baik oleh pemerintah daerah dalam rangka otonomi daerah, maupun oleh pemerintah pusatkhususnya yang terkait dengan pertanahan. Penelitian Syafa’at et al. (2001), pada sentra produksi padi utama di Jawa dan luar Jawa, menunjukkan bahwa selain faktor teknis dan kelembagaan,


(11)

faktor ekonomi yang menetukan alih fungsi lahan sawah ke pertanian dan non pertanian, adalah (1) nilai kompetitif padi terhadap komoditas lain menurun; (2) respon petani terhadap dinamika pasar, lingkungan, dan daya saing usahatani meningkat.

Sementara penelitian Sumaryanto, Hermanto, dan Pasandaran (dalam Witjaksono, 1996), di Jawa menunjukkan bahwa alih fungsi lahan sawah ke non pertanian (63 persen) lebih tinggi dibandingkan ke pertanian non sawah (37 persen). Dari 63 persen tersebut, 33 persen untuk pemukiman, 6 persen untuk industri, 11 persen untuk prasarana dan 13 persen untuk lainnya. Selain faktor ekonomi, faktor sosial juga mempengaruhi koversi lahan. Menurut Witjaksono (1996), ada lima faktor sosial yang mempengaruhi alih fungsi lahan, yaitu perubahan perilaku, hubungan pemilik dengan lahan, pemecahan lahan, pengambilan keputusan, dan apresiasi pemerintah terhadap aspirasi masyarakat. Dengan pesatnya perkembangan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat membawa dampak terhadap lahan, khususnya lahan pertanian yang beririgasi (sawah). Bila kondisi ini terus dibiarkan tanpa adanya upaya penyelamatan dan perlindungan terhadap lahan pertanian produktif maka lahan-lahan pertanian produktif akan terus dialih fungsikan dan semakin berkurang. Seperti diketahui, Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia berdomisili di daerah pedesaan dan memiliki mata pencaharian disektor pertanian. Sampai saat ini, sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting dalam perekonomian nasional dan kelangsungan hidup masyarakat, terutama dalam sumbangan terhadap PDB,


(12)

penyedia lapangan kerja, dan penyediaan pangan dalam negeri. Kesadaran terhadap peran tersebut menyebabkan sebagian besar masyarakat masih tetap memelihara kegiatan pertanian mereka. ”Berbagai data menunjukkan bahwa di beberapa negara yang sedang berkembang lebih 75 persen dari penduduk berada di sektor pertanian dan lebih 50 persen dari pendapatan nasional dihasilkan dari sektor pertanian serta hampir seluruh ekspornya merupakan bahan pertanian” (Ario, 2010 dalam Adhi Yudha Bhaskara, dkk).

Kebijakan pemerintah menyangkut pertanian ternyata sebagian besarnya tidak berpihak pada sektor pertanian itu sendiri. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian. Lahan pertanian menjadi korban untuk memenuhi kebutuhan akan permukiman dan industri yang tidak bertanggung jawab. Alih fungsi lahan pertanian merupakan konsekuensi dari akibat meningkatnya aktivitas dan jumlah penduduk serta pembangunan yang lainnya. Alih fungsi lahan pada hakekatnya merupakan hal yang wajar terjadi pada era modern seperti sekarang ini, namun alih fungsi lahan pada kenyataannya membawa banyak masalah karena terjadi diatas lahan pertanian yang masih produktif. Lahan pertanian dapat memberikan banyak manfaat seperti dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Namun, jika alih fungsi lahan pertanian produktif dibiarkan saja dan tidak dikendalikan maka sudah tentu akan berdampak negatif bagi masyarakat itu sendiri, mengingat begitu penting dan bermanfaatnya lahan pertanian bagi masyarakat itu sendiri.

Bali merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia yang juga mengalami alih fungsi lahan yang cukup dramatis. Hampir semua daerah dijamah


(13)

dan lahan-lahan pertanian produktif beralih fungsi hal ini disebabkan oleh pesatnya pembangunan khususnya pembangnan kepariwisataan dan meningkatnya tingkat kesejahteraan orang-orang Bali, karrena perkembangan kepariwisataan itulah maka diperlukan akomodasi penunjang pariwisata Bali. Alih fungsi lahan di Bali tidak dapat dihindari di tengah besarnya permintaan akan rumah, fasilitas kepariwisataan, perkembangan perekonomian dan lain-lainya. Para investor baik investor domestik maupun asing sudah merambah ke pelosok-pelosok Bali, di lain pihak pertanian secara alamiah masih sangat dibutuhkan untuk menopang kehidupan dan kelangsungan ekosistem masyarakat Bali. Hal ini sepertinya tidak hanya berlaku pada masa lampau, melainkan juga masa sekarang dan yang akan datang. Sebagai sektor kehidupan pertanian hampir dikatakan mutlak dibutuhkan oleh keseluruhan kehidupan dan masyarakat Bali, karena pertanian merupakan salah komponen yang mendukung budaya Bali, itu berarti akan ada yang hilang budaya Bali.

Subak di Bali biasanya memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik, atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para pemilik lahan dan petani yang diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan dewi Sri. Karena budaya Bali sangat erat kaitannya dengan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya lahan pertanian dialih fungsikan menjadi perumahan, pertokoan, industri dan pembangunan pariwisata yang menyebabkan lahan pertanian terabaikan dan bahkan dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga lahan pertanian produktif semakin berkurang bahkan bisa habis di masa mendatang, jika alih fungsi lahan pertanian tersebut tidak


(14)

dikendalikan. Pertanian bagi Bali tidak hanya sebagai sumber pangan dan penyerap tenaga kerja, tetapi juga sumber budaya. Selain itu subak sebagai bagian dari pertanian bali sudah di jadikan warisan budaya dunia, yang sudah sepatutnya kita jaga dan lestarikan keberadaanya di tengah maraknya alih fungsi lahan yang terjadi.

Berdasarkan data dari BPS (Biro Pusat Stastistik) Provinsi Bali Tahun 2013, luas lahan Provinsi bali yang digunakan untuk lahan sawah mencapai 81.165 Ha (14,40 persen). Dibandingkan luas sawah tahun 2012 yang mencapai 81.625 Ha, berarti mengalami penurunan seluas 460 Ha (0,56 persen). Di lain pihak luas lahan non sawah mencapai 274.402 Ha (48,68 persen) atau bertambar 98 Ha (0,04 persen), yang sebelumnya mencapai 274.305 Ha (48,66 persen), ini berarti lahan yang ada di Bali masih dominan (48,68 persen) merupakan lahan bukan sawah dan sebagian kecil (14,68 persen) merupakan lahan persawahan, terjadinya alih fungsi persawahan di provinsi Bali. Share dari sektor pertanian dalam arti luas dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan tahun 2013 share sektor pertanian sebesar 15,22 persen turun menjadi 14,64 persen di tahun 2014, penurunan ini disebabkan oleh salah satunya adalah alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Terjadinya alih fungsi lahan juga disebabkan pesatnya perkembangan pembangunan di Bali, terutama pembangunan sektor pariwisata yang memerlukan infrastruktur sebagai pendukung pariwisata. Disamping itu pula perkembangan jumlah penduduk di Bali juga sangat mempengaruhi terjadinya alih fungsi lahan, pertumbuhan penduduk di Bali seperti terlihat pada Tabel 1.1 berikut.


(15)

Tabel. 1.1

Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Bali Tahun 2014

Kabupaten Jml Penduduk Perkiraan r

2013 2014 2015

(1) (2) (3) (5) (4)

Jembrana 301.806 304.207 306.641 0,008 Tabanan 447.314 450.875 454.482 0,008 Badung 455.037 460.275 465.338 0,011 Gianyar 457.994 462.064 466.223 0,009 Klungkung 206.739 209.395 212.117 0,013 Bangli 256.846 258.390 259.940 0,006 Karangasem 532.903 539.022 544.951 0,011 Buleleng 796.168 802.726 809.148 0,008 Denpasar 607.324 612.803 618.318 0,009 Jumlah 4.062.131 4.099.757 4.136.655 0,009 Sumber : Data SIAK Kemendagri Tahun 2014

Berdasarkan data pada Tabel 1.1 angka pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali dari tahun 2013 hingga tahun 2014 sebesar 0,9 persen, Jika diamati per Kabupaten/Kota, pertumbuhan penduduk tertinggi tahun 2013-2014 terjadi di Kabupaten Klungkung yaitu sebesar 1,3 persen disusul kabupaten Karangasem dan Badung sebesar 1,1 persen. Dengan pertumbuhan diperkirakan 0,9 persen pertanun maka jumlah penduduk Bali tahun 2015 diperkirakan berjumlah 4.136.655 jiwa. Pesatnya perkembangan kepariwisataan di Bali sangat dirasakan oleh penduduk Bali, hal ini dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan masyarakat Bali dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, seperti yang dicerminkan oleh PDRB perkapita. Tahun 2013 PDRB perkapita Bali sebesar Rp. 33,13 juta dan tahun 2014 sebesar 38,11 juta (Atas Dasar Harga Berlaku), sedangkan berdasarkan harga konstan tahun 2010 sebesar Rp. 28,13 juta pada tahun 2013, di


(16)

tahun 2014 meningkat menjadi Rp. 29,67 juta (Berita Resmi Statistik, No. 13/02/51/Th. IX, 5 Februari 2015). Walaupun terjadi alih fungsi lahan

pertanian ke non pertanian, pertumbuhan perekonomian Bali tetap positif. Pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2014 tumbuh 6,72 persen lebih tinggi dibanding tahun 2013 sebesar 6,69 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 12,43 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Ekspor Barang dan Jasa yang mengalami pertumbuhan sebesar 19,49 persen.

1.2 Rumusan Masalah

Alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian yang terjadi selama ini di Bali sebenarnya tidak menguntungkan bagi sektor pertanian. Adanya alih fungsi lahan justru menimbulkan dampak negatif karena dapat menurunkan hasil produksi pertanian dan daya serap tenaga kerja sehingga akan berpengaruh terhadap keberlanjutan hidup petani. Namun, potensi dampak yang akan terjadi kurang diperhatikan masyarakat ataupun pemerintah dan upaya untuk pengendalian terhadap alih fungsi lahan sepertinya diabaikan. Inilah yang menjadi konsentrasi pemerintah dan masyarakat Bali, Perkembangan pembangunan di provinsi Bali telah mengakibatkan terjadinya persaingan dalam penggunaan lahan yang menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan lahan dimana luas lahan tetap, juga perkembangan jumlah penduduk (pertumbuhan penduduk) rata-rata 0,9, walaupun pertumbuhan penduduk relative kecil, namun luas pulau Bali sangat kecil, tetapi jumlah penduduk dimasa-masa mendatang tetap menjadi masalah,


(17)

terutama penyediaan sarana dan sarananya, ini akan memerlukan lahan. Berdasarkan berbagai kenyataan dan permasalahan di atas maka rumusan masalah di dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut.

1) Bagaimana laju alih fungsi lahan di Provinsi Bali?

2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hasil uraian rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini, adalah.

1) Mengkaji laju alih fungsi lahan pertanian di Provinsi Bali.

2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan di Provinsi Bali


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber Daya Lahan

Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi. Setiap manusia melakukan aktivitas maka sumber daya alam sangat penting, tanpa adanya sumber daya alam maka manusia tidak bias melakukan aktivitas. Sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Oleh karena itu sumberdaya lahan dapat dikatakan sebagai ekosistem karena adanya hubungan yang dinamis antara organisme yang ada di atas lahan tersebut dengan lingkungannya (Mather, 1986).

Lahan mempunyai tempat yang khusus dalam kelompok sumber daya, karena lahan diperlukan dalam semua aspek kehidupan manusia dan lahan juga menjadi faktor utama dalam mempengaruhi sumber daya alam lainnya. Sebagai sumber daya, lahan mempunyai karakteristik spesial dalam alokasinya. Banyak faktor yang mempengaruhi nilai sebidang lahan seperti topografi, kesuburan, lokasi, cara pengolahannya (sumber daya manusia), dan lain-lain. Dari sudut pandang ekonomi, lahan dapat diartikan sebagai keseluruhan sumber daya baik yang bersifat alami maupun buatan yang terkait dengan sebidang permukaan


(19)

bumi. Ilmu ekonomi juga sering merujuk lahan bersama-sama dengan tenaga kerja, modal dan pengelolaan sebagai empat faktor produksi dasar. Dalam pengertian ini, lahan diartikan sebagai sumber daya alami yang digunakan dalam proses produksi dalam menghasilkan pangan, serat, bahan bangunan, bahan tambang atau bahan mentah yang diperlukan dalam kehidupan modern (Didi Rukmana, http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/ 123456789 /4009/ Babpersen 208persen20Sumberpersen20Dayapersen20Lahan.pdf?sequence=1, diakses 16-9-2015).

Lahan mempunyai arti penting bagi para stakeholder yang memanfaatkannya. Fungsi lahan bagi masyarakat sebagai tempat tinggal dan sumber mata pencaharian. Bagi petani, lahan merupakan sumber memproduksi makanan dan keberlangsungan hidup. Bagi pihak swasta, lahan adalah aset untuk mengakumulasikan modal. Bagi pemerintah, lahan merupakan kedaulatan suatu negara dan untuk kesejahteraan rakyatnya. Adanya banyak kepentingan yang saling terkait dalam penggunaan lahan, hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kepentingan antar aktor yaitu petani, pihak swasta, dan pemerinntah dalam memanfaatkan lahan. Lahan pertanian merupakan lahan yang diperuntukan untuk kegiatan pertanian. Sumberdaya lahan pertanian memiliki banyak manfaat bagi manusia. Menurut Sumaryanto dan Tahlim 2005 (dalam Puspasari, 2012), menyebutkan bahwa manfaat lahan pertanian dapat dibagi menjadi dua kategori. Pertama, use values atau nilai penggunaan dapat pula disebut sebagai personal use values. Manfaat ini dihasilkan dari hasil eksploitasi atau kegiatan usaha tani yang dilakukan pada sumber daya lahan pertanian. Kedua, non use values dapat pula


(20)

disebut sebagai intrinsic values atau manfaat bawaan. Berbagai manfaat yang tercipta dengan sendirinya walaupun bukan merupakan tujuan dari kegiatan eksploitasi dari pemilik lahan pertanian termasuk dalam kategori ini. Menurut Utomo dkk. (1992, dalam Agung Hadi Hidayat dkk., 2012), menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami yang melandasi kegiatan kehidupan dan penghidupan, memiliki dua fungsi dasar, yakni sebagai berikut.

1) Fungsi kegiatan budaya adalah suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan seperti permukiman, baik sebagai kawasan perkotaan maupun pedesaan, perkebunan hutan produksi, dan lain-lain.

2) Faktor lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya

Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia yang terus berkembang yang didorong oleh andanya perubahan yang terus menerus yang tidak bias dihindari dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, pengelolaan sumberdaya lahan seringkali kurang bijaksana dan tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutannya. Hanya manusia berpikir jangka pendek dan manusia pikirannya ekonomis (mencari keuntungan yang sebesar-besarnya) sehingga kelestarian sumber daya alam semakin terancam. Akibatnya, sumberdaya lahan yang berkualitas tinggi menjadi berkurang dan manusia semakin bergantung pada sumberdaya lahan yang bersifat marginal (kualitas lahan yang rendah). Hal ini berimplikasi pada semakin berkurangnya ketahanan pangan,


(21)

tingkat dan intensitas pencemaran yang berat dan kerusakan lingkungan lainnya. Dengan demikian, secara keseluruhan aktifitas kehidupan cenderung menuju sistem pemanfaatan sumberdaya alam dengan kapasitas daya dukung yang menurun. Di lain pihak, permintaan akan sumberdaya lahan terus meningkat akibat tekanan pertambahan penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita (Rustiadi, 2001 dalam Siswanto, 2006).

2.2 Alih Fungsi Lahan

Utomo dkk. (1992, dalam Hidayat dkk., 2012), mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik. Terjadinya alih fungsi lahan, khususnya lahan yang produktif dalam arti lahan yang masih mendatang pengasilan atau berproduksi, walaupun hasilnya lebih kecil dibandingkan dengan setelah dialih fungsikan apabila dilihat dari segi ekonomi. Jika suatu lokasi terjadi konversi lahan pertanian, segera lahan-lahan di sekitarnya akan terkonversi dan sifatnya cenderung progresif.


(22)

Sejalan dengan perubahan struktur perekonomian yang merupakan ciri perkembangan suatu negara atau daerah, kebutuhan lahan untuk kegiatan non pertanian semakin mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kecenderungan tersebut menyebabkan terjadinya alih fungsi (konversi) lahan pertanian sulit untuk dihindari dengan kata lain setiap tahunnya pasti terjadi konversi lahan. Luas konversi lahan tersebut setiap tahunnya akan semakin besar karena konversi lahan pertanian umumnya menular. Dengan kata lain, sekali konversi lahan terjadi di suatu lokasi maka luas lahan yang akan dikonversi di lokasi tersebut akan semakin besar akibat konversi lahan ikutan yang terjadi di lokasi sekitarnya, di samping itu pula tenaga manusia (petani) sudah sangat jarang mengolah lahannya secara professional, karena lahan yang reltif sedikit (petani gurem), sehingga lebih banyak biaya yang dikeluarkan bila dibandingkan dengan hasil yang mereka dapatkan di sektor pertanian dan banyak generasi muda yang tidak lagi benerja di sektor pertanian. Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda (Wahyunto et al., 2001, dalam Siswanto, 2006).

Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih


(23)

baik, disamping itu pula tingkat kesejahteraan masyarakat mengalami perubahan, dengan perubahan tingkat kesejahteraan tersebut menyebabkan penduduk akan membuat rumah/pemukiman baru, ini berari memerlukan lahan untuk membangunnya dan pertumbuhan ekonomi, perubahan pendapatan dan konsumsi juga merupakan faktor penyebab perubahan penggunaan lahan. Sebagai contoh, meningkatnya kebutuhan akan ruang tempat hidup, transportasi dan tempat rekreasi akan mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan.

Teknologi juga berperan dalam menggeser fungsi lahan. Grubler (1998) dalam Siswanto (2006), mengatakan ada tiga hal bagaimana teknologi mempengaruhi pola penggunaan lahan. Pertama, perubahan teknologi telah membawa perubahan dalam bidang pertanian melalui peningkatan produktivitas lahan pertanian dan produktivitas tenaga kerja. Kedua, perubahan teknologi transportasi meningkatkan efisiensi tenaga kerja, memberikan peluang dalam meningkatkan urbanisasi daerah perkotaan. Ketiga, teknologi transportasi dapat meningkatkan aksesibilitas pada suatu daerah. Para ahli berpendapat bahwa perubahan penggunaan lahan lebih disebabkan oleh adanya kebutuhan dan keinginan manusia. Menurut McNeill et al., (1998) dalam Siswanto (2006), faktor-faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan adalah politik, ekonomi, demografi, dan budaya. Aspek politik adalah adanya kebijakan yang dilakukan oleh pengambil keputusan yang mempengaruhi terhadap pola perubahan penggunaan lahan.


(24)

2.3 Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Salah satu indikator yang sangat penting dalam menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi di suatu negara adaah pertumbuhan ekonomi. Pada dasarnya pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi mengandung makna yang berbeda. Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil perkapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh sistem kelembagaan. Adapun pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan GDP atau GNP tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999). Pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB atau PDRB) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and services) yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama periode tertentu (satu tahun).

Antara perumbuhan ekonomi dan dan pembangunan ekonomi kedua istilah tersebut mengandung arti perubahan, pertumbuhan selalu digunakan sebagai suatu ungkapan umum yang menggambarkan tingkat perkembangan sesuatu negara, yang diukur melalui persentasi pertambahan pendapatan nasional riil. Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. Dengan perkataan lain, dalam mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ahli ekonomi bukan saja tertarik kepada masalah


(25)

perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha merombak sektor pertanian yang tradisional, masalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan masalah perataan pembagian pendapatan (Sukirno, 2006).

2.4 Pertumbuhan Ekonomi

Teori-teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang, antara lain sebagai berikut (Sukirno, 2006). Teori ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus, dan John Stuart Mill. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu jumlah penduduk, jumlah barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi yang digunakan. Mereka lebih menaruh perhatiannya pada pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka asumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan. Teori yang menjelaskan keterkaitan antara pendapatan perkapita dengan jumlah penduduk disebut dengan teori penduduk optimal. Menurut teori ini, pada mulanya pertambahan penduduk akan menyebabkan kenaikan pendapatan perkapita. Namun jika jumlah penduduk terus bertambah maka hukum hasil lebih yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi yaitu produksi marginal akan mengalami penurunan, dan akan membawa pada keadaan pendapatan perkapita sama dengan produksi marginal. Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimal. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimal. Apabila jumlah


(26)

penduduk terus meningkat melebihi titik optimal maka pertumbuhan penduduk akan menyebabkan penurunan nilai pertumbuhan ekonomi.

Secara umum teori pertumbuhan ekonomi menurut para ahli dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu teori pertumbuhan ekonomi historis dan teori pertumbuhan ekonomi klasik dan neoklasik (http://ceptt094.blogspot.co.id/2013/07/teori-pertumbuhan-ekonomi-menurut-para.html).

2.4.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Historis

Aliran historis berkembang di Jerman dan kemunculannya merupakan reaksi terhadap pandangan kaum klasik yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dipercepat dengan revolusi industri, sedangkan aliran historis menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dilakukan secara bertahap. Pelopor aliran historis, antara lain Frederich List, Karl Bucher, Bruno Hildebrand, Wegner Sombart, dan W.W. Rostow.

1) Teori pertumbuhan ekonomi Frederich list (1789 - 1846)

Tahap-tahap pertumbuhan ekonomi menurut frederich list adalah tingkat-tingkat yang dikenal dengan sebutan Stuffen theorien (teori tangga). Menurut Friendrich List, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat dibagi menjadi empat tahap, sebagai berikut.

a) Masa berburu dan mengembara. Pada masa ini manusia belum memenuhi kebutuhan hidupnya sangat mengantungkan diri pada pemberian alam dan untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri

b) Masa berternak dan bertanam. Pada masa ini manusia sudah mulai berpikir untuk hidup menetap. Sehingga mereka bermata pencaharian bertanam


(27)

c) Masa bertani dan kerajinan. Pada masa ini manusia sudah hidup menetap sambil memelihara tanaman yang mereka tanam kerajinan hanya mengajar usaha sampingan.

d) Masa kerajinan, industri, dan perdagangan. Pada masa ini kerajinan bukan sebagai usaha sampingan melainkan sebagai kebutuhan untuk dijual ke pasar, sehingga industri berkembang dari industri kerajinan menjadi industri besar.

2) Teori pertumbuhan ekonomi Karl Bucher (1847 - 1930)

Pada tahap Perekonomian menurut Karu Bucher ini dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu sebagai berikut.

a) Rumah tangga tertutup b) Rumah tangga kota c) Rumah tangga bangsa d) Rumah tangga dunia

3) Teori pertumbuhan ekonomi Bruno Hildebrand

Bruno Hildebrand melihat pertumbuhan ekonomi masyarakat dari perkembangan alat tukar-menukarnya, yaitu sebagai berikut.

a) masa tukar-menukar secara barter b) masa tukar-menukar dengan uang c) masa tukar-menukar dengan kredit

4) Teori pertumbuhan ekonomi Werner sombart (1863 - 1947)

Menurut Werner Sombart pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu sebagai berikut.


(28)

a) Masa perekonomian tertutup. Pada masa ini, semua kegiatan manusia hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Individu atau masyarakat bertindak sebagai produsen sekaligus konsumen sehingga tidak terjadi pertukaran barang atau jasa. Adapu yang menjadi ciri khusus pada masa pererokonomian ini yaitu kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan sendiri, setiap individu sebagai produsen sekaligus sebagai konsumen, dan belum ada pertukaran barang dan jasa

b) Masa kerajinan dan pertukangan. Pada masa ini, kebutuhan manusia semakin meningkat, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif akibat perkembangan peradaban. Peningkatan kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi sendiri sehingga diperlukan pembagian kerja yang sesuai dengan keahlian masing-masing. Pembagian kerja ini menimbulkan pertukaran barang dan jasa. Pertukaran barang dan jasa pada masa ini belum didasari oleh tujuan untuk mencari keuntungan, namun semata-mata untuk saling memenuhi kebutuhan. Masa kerajinan dan pertukangan memiliki beberapa ciri-ciri seperti; Meningkatnya kebutuhan manusia, adanya pembagian tugas sesuai dengan keahlian, timbulnya pertukaran barang dan jasa, dan pertukaran belum didasari profit motive

c) Masa kapitalis. Pada masa ini muncul kaum pemilik modal (kapitalis). Dalam menjalankan usahanya kaum kapitalis memerlukan para pekerja (kaum buruh). Produksi yang dilakukan oleh kaum kapitalis tidak lagi hanya sekedar memenuhi kebutuhanya, tetapi sudah bertujuan mencari laba. Werner Sombart membagi masa kapitalis menjadi 4 (empat) masa,


(29)

yaitu tingkat prakapitalis, tingkat kapitalis, tingkat kapitalisme raya, tingkat kapitalisme akhir. Berikut penjelasan lebih rincinya.

(1) Tingkat prakapitalis, masa ini memiliki ciri-ciri, seperti kehidupan masyarakat masih statis, bersifat kekeluargaan, bertumpu pada sektor pertanian, bekerja untuk memenuhi kebutuhan sendiri, dan hidup secara berkelompok.

(2) Tingkat kapitalis, masa ini memiliki ciri-ciri, seperti kehidupan masyarakat sudah dinamis, bersifat individual, adanya pembagian pekerjaan, dan terjadi pertukaran untuk mencari keuntungan.

(3) Tingkat kapitalisme raya, masa ini memiliki ciri-ciri, seperti usahanya semata-mata mencari keuntungan, munculnya kaum kapitalis yang memiliki alat produksi, produksi dilakukan secara masal dengan alat modern, perdagangan mengarah kepada ke persaingan monopoli, serta dalam masyarakat terdapat dua kelompok yaitu majikan dan buruh. (4) Tingkat kapitalisme akhir, masa ini memiliki ciri-ciri, seperti

munculnya aliran sosialisme, adanya campur tangan pemerintah dalam ekonomi, dan mengutamakan kepentingan bersama.

5) Teori pertumbuhan ekonomi Walt Whitmen Rostow (1916 - 1979)

W.W. Rostow mengungkapkan teori pertumbuhan ekonomi dalam bukunya yang bejudul The Stages of Economic Growth menyatakan bahwa pertumbuhan perekonomian dibagi menjadi 5 (lima), sebagai berikut.

a) Masyarakat tradisional (the traditional society), merupakan masyarakat yang mempunyai struktur pekembangan dalam fungsi-fungsi produksi


(30)

yang terbatas, belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi modern, serta terdapat suatu batas tingkat output per kapita yang dapat dicapai.

b) Masyarakat pra kondisi untuk periode lepas landas (the preconditions for take off), merupakan tingkat pertumbuhan ekonomi dimana masyarakat sedang berada dalam proses transisi dan sudah mulai penerapan ilmu pengetahuan modern ke dalam fungsi-fungsi produksi baru, baik di bidang pertanian maupun di bidang industri.

c) Periode lepas landas (the take off), merupakan interval waktu yang diperlukan untuk mendobrak penghalang-penghalang pada pertumbuhan yang berkelanjutan, kekuatan-kekuatan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi diperluas, tingkat investasi yang efektif dan tingkat produksi dapat meningkat, investasi efektif serta tabungan yang bersifat produktif meningkat atau lebih dari jumlah pendapatan nasional, dan Industri-industri baru berkembang dengan cepat dan industri yang sudah ada mengalami ekspansi dengan cepat.

d) Gerak menuju kedewasaan (maturity), merupakan perkembangan terus menerus di mana perekonomian tumbuh secara teratur serta lapangan usaha bertambah luas dengan penerapan teknologi modern, investasi efektif serta tabungan meningkat dari 10 persen hingga 20 persen dari pendapatan nasional dan investasi ini berlangsung secara cepat, output dapat melampaui pertambahan jumlah penduduk, barang-barang yang dulunya diimpor, kini sudah dapat dihasilkan sendiri, serta tingkat


(31)

perekonomian menunjukkkan kapasitas bergerak melampau kekuatan industri pada masa take off dengan penerapan teknologi modern.

e) Tingkat konsumsi tinggi (high mass consumption), sektor-sektor industri merupakan sektor yang memimpin (leading sector) bergerak ke arah produksi barang-barang konsumsi tahan lama dan jasa-jasa, pendapatan riil per kapita selalu meningkat sehingga sebagian besar masyarakat mencapai tingkat konsumsi yang melampaui kebutuhan bahan pangan dasar, sandang, dan pangan, kesempatan kerja penuh sehingga pendapata nasional tinggi, dan pendapatan nasional yang tinggi dapat memenuhi tingkat konsumsi tinggi

2.4.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik dan Neoklasik 2.4.2.1Teori pertumbuhan ekonomi klasik

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik, ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan. Dalam teori pertumbuhan mereka, dimisalkan luas tanah dan kekayaan alam adalah tetap jumlahnya dan tingkat teknologi tidak mengalami perubahan. Berdasarkan kepada teori pertumbuhan ekonomi klasik yang baru menjelaskan bahwa perkaitan di antara pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Teori tersebut dinamakan teori penduduk optimum. Teori pertumbuhan klasik dapat dilihat bahwa apabila terdapat kekurangan penduduk, produksi marjinal adalah lebih tinggi daripada pendapatan per kapita. Akan tetapi apabila penduduk


(32)

semakin banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marjinal akan mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendapatan per kapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya.

2.4.2.2Teori pertumbuhan ekonomi menurut Adam Smith

“An Inquiry into the nature and causes of the wealth of the nation”, teorinya yang dibuat dengan teori the invisible hands (teori tangan-tangan tidak kelihatan). Teori pertumbuhan ekonomi Adam Smith ditandai oleh 2 (dua) faktor yang saling berkaitan, yaitu pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan output total. Sedangkan pertumbuhan output yang akan dicapai dipengaruhi oleh 3 (tiga) komponen, berikut ini sumber-sumber alam, tenaga kerja (pertumbuhan penduduk, dan jumlah persediaan.

2.4.2.3Teori pertumbuhan ekonomi David Ricardo dan T.R Malthus

Menurut David Ricardo faktor pertumbuhan penduduk yang semakin besar hingga menjadi dua kali lipat pada suatu saat akan menyebabkan jumlah tenaga kerja melimpah. Pendapat Ricardo ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Thomas Robert Malthus, menyatakan bahwa makanan (hasil produksi) akan bertambah menurut deret hitung (satu, dua, dan seterusnya). Sedangkan penduduk akan bertambah menurut deret ukur (satu, dua, empat , delapan, enam belas, dan seterusnya) sehingga pada saat perekonomian akan berada pada taraf subisten atau kemandegan.


(33)

2.4.2.4 Teori pertumbuhan ekonomi Neoklasik

Teori pertumbuhan Neoklasik melihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dari segi penawaran. Menurut teori ini, yang dikembangkan oleh Abramovits dan Solow pertumbuhan ekonomi tergantung kepada perkembangan faktor-faktor produksi. Dalam persamaan, pandangan ini dapat dinyatakan dengan persamaan, sebagai berikut.

ΔY = f (ΔK, ΔL, ΔT) Dimana :

ΔY adalah tingkat pertumbuhan ekonomi ΔK adalah tingkat pertumbuhan modal ΔL adalah tingkat pertumbuhan penduduk Δt adalah tingkat pertumbuhan teknologi

Analisis Solow selanjutnya membentuk formula matematik untuk persamaan itu dan seterusnya membuat pembuktian secara kajian empiris untuk menunjukkan kesimpulan berikut: faktor terpenting yang mewujudkan pertumbuhan ekonomi bukanlah pertambahan modal dan pertambahan tenaga kerja. Faktor yang paling penting adalah kemajuan teknologi dan pertambahan kemahiran dan kepakaran tenaga kerja.

1) Teori pertumbuhan ekonomi Robert Sollow. Rober Sollow lahir pada tahun 1950 di Brookyn, ia seorang peraih nobel di bidang dibidang ilmu ekonomi pada tahun 1987. Robert Sollow menekankan perhatiannya pada pertumbuhan out put yang akan terjadi atas hasil kerja dua faktor input utama. Yaitu modal dan tenaga kerja.


(34)

2) Teori pertumbuhan ekonomi Harrod dan Domar. RF. Harrod dan Evsey Domar tahun 1947 pertumbhan ekonomi menurut Harrod dan domar akan terjadi apabila ada peningkatan produktivitas modal (MEC) dan produktivitas tenaga kerja.

3) Teori pertumbuhan ekonomi Joseph Schumpeter. Menurut J. Schumpeter, pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan oleh adanya proses inovasi-inovasi (penemuan-penemuan baru di bidang teknologi produksi) yang dilakukan oleh para pengusaha. Tanpa adanya inovasi, tidak ada pertumbuhan ekonomi.

2.5 Konsep Produk Domestik Regional Bruto

1) Pendapatan Regional Pendapatan regional netto adalah produk domestik regional netto atas dasar biaya faktor dikurangi aliran dana yang keluar ditambah aliran dana yang masuk dan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima (income receipt) oleh seluruh penduduk di daerah tersebut.

2) PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah seluruh nilai produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beropersasi pada suatu daerah dalam jangka waktu tertentu. PDRB yang masih ada unsur inflasi dinamakan PDRB atas dasar harga berlaku. Dengan kata lain PDRB atas dasar harga berlaku merupakan jumlah seluruh nilai barang-barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh


(35)

unit-unit produksi didalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun yang dinilai dengan harga tahun yang bersangkutan.

3) PDRB Atas Dasar Harga Konstan, Harga konstan artinya produk didasarkan atas harga pada tahun tertentu. Tahun yang dijadikan patokan harga disebut tahun dasar untuk penentuan harga konstan. Pada perhitungan atas dasar harga konstan berguna untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau sektoral.

4) Pendapatan perkapita Pendapatan perkapita merupakan gambaran dari rata-rata pendapatan yang digunakan secara langsung sebagai ukuran tingkat pemerataan pendapatan. Adanya peningkatan perekonomian dengan melambatnya perkembangan pertumbuhan penduduk, akan mengakibatkan terjadinya peningkatan PDRB perkapita. PDRB perkapita diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun disuatu wilayah atau daerah. PDRB perkapita dapat digunakan sebagai salah satu indikator kemakmuran, walaupun ukuran ini belum dapat diperoleh dari hasil bagi antara PDRB dengan penduduk pertengahan tahun bersangkutan. Jadi besarnya PDRB perkapita tersebut sangat dipengaruhi oleh kedua variabel di atas. Dengan disajikannya PDRB perkapita seluruh daerah kabupaten/ kota maupun antara satu tahun dengan tahun berikutnya.


(36)

2.6 Pertumbuhan Penduduk

Tingginya laju pertumbuhan penduduk di beberapa bagian di dunia ini menyebabkan jumlah penduduk meningkat dengan cepat, terutama di Negara-negara dunia ke tiga (berkembang), tingginya pertumbuhan penduduk sangat erat kaitannya dengan kemiskinan. Di beberapa belahan di dunia telah terjadi kemiskinan dan kekurangan pangan. Fenomena ini menggelisahkan para ahli, dan masing-masing dari mereka berusaha mencari faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan tersebut. Umumnya para ahli dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama terdiri dari penganut aliran Malthusian. Aliran Malthusian dipelopori oleh Thomas Robert Malthus, dan aliran Neo Malthusian dipelopori oleh Garreth Hardin dan Paul Ehrlich. Thomas Robert Malthus, seseorang pendeta Inggris, hidup pada tahun 1766 hingga tahun 1834. Pada permulaan tahun 1798 lewat karangannya yang berjudul Essai on Principle of Populations as it Affect the Future Improvement of Society, with Remarks on the Speculation of Mr. Godwin, M. Condorcet, and Other Writers, menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuh-tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini (Mantra, 2003).

Tingginya pertumbuhan penduduk ini disebabkan karena hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak bisa dihentikan. Di samping itu Malthus berpendapat bahwa manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap


(37)

pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan. Inilah sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia. Hal ini jelas diuraikan oleh Malthus, sebagai berikut … Human species would increase as the number 1, 2, 4, 8, 16, 32, 64, 128, 256, and the substance as 1,2,3,4,5,6,7,8,9. In two centuries the population would be to the means of subsistance as 236 to 9; in three centuries as 4096 to 13 and in two thousand years the difference would be almost incalculable. Untuk dapat keluar dari permasalahan kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk harus dibatasi. Menurut Malthus pembatasan tersebut, dapat dilaksanakan dengan dua cara, yaitu preventive checks, dan positive checks. Preventive checks, ialah pengurangan penduduk melalui penekanan kelahiran. Preventive checks dapat dibagi menjadi dua, yaitu moral restraint dan vice. Moral restraint (pengekangan diri), yaitu segala usaha untuk mengekang nafsu seksual, dan vice merupakan pengurangan kelahiran, seperti pengguguran kandungan, penggunaan alat-alat kontrasepsi, homoseksual, promiscuity, adultery. Bagi Malthus, moral restraint merupakan pembatasan kelahiran yang paling penting, sedangkan penggunaan alat-alat kontrasepsi belum dapat diterimanya (Mantra, 2003).

Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, teori Malthus mulai diperdebatkan lagi. Kelompok yang menyokong aliran Malthus tetapi lebih radikal disebut dengan kelompok Neo-Malthusianism. Menurut kelompok ini (yang dipelopori oleh Garrett Hardin dan Paul Ehrlich), pada abad ke-20 (pada tahun 1950-an), dunia baru yang pada jamannya Malthus masih kosong kini sudah mulai penuh dengan manusia. dunia baru sudah tidak mampu untuk menampung


(38)

jumlah penduduk yang selalu bertambah. Paul Ehrlich dalam bukunya The Population Bomb pada tahun 1971, menggambarkan penduduk dan lingkungan yang ada di dunia dewasa ini sebagai berikut. Pertama, dunia ini sudah terlalu banyak manusia; kedua, keadaan bahan makanan sangat terbatas; ketiga, karena terlalu banyak manusia di dunia ini lingkungan sudah banyak yang tercemar dan rusak.


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Data dan Metode Pemilihan Sampel

Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder atau data runtun waktu (time series). Data diperoleh dari BPS Kabupaten/Kota dan BPS Provinsi Bali selama 5 tahun terakhir. Semua data yang diperoleh merupakan data tahunan dari masing-masing Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali. Kurun waktu tersebut dipilih dengan pertimbangan keterbatasan sumber data dan keterbatasan waktu yang tersedia. Sampel dalam penelitian ini adalah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali.

3.2 Teknik Analisa Data

Penelitian ini menggunakan analisis panel data atau pooled data. Analisis dengan menggunakan panel data merupakan kombinasi antara deret waktu atau time series data dan kerat lintang atau cross section data. Menurut Gujarati (2003), untuk menggambarkan data panel secara singkat, misalkan pada data cross section, nilai dari satu variabel atau lebih dikumpulkan untuk beberapa unit sampel pada suatu waktu. Keunggulan menggunakan data panel menurut Hsiao (2003) dibandingkan dengan time series dan cross section, adalah sebagai berikut. 1) Estimasi data panel dapat menunjukkan adanya heterogenitas dalam setiap


(40)

2) Data panel lebih informatif, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan derajat kebebasan dan lebih efisien.

3) Studi dengan data panel memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis dibandingkan dengan studi berulang dari cross section.

4) Data panel lebih mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diukur oleh data time series atau cross section.

5) Data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih komplek. 6) Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi individu

atau perusahaan karena unit data lebih banyak

3.2.1 Pendekatan/Metode Estimasi Regresi Data Panel

Ada tiga macam pendekatan di dalam analisis model data panel, yaitu pendekatan common effect, efek tetap atau fixed effect dan pendekatan efek acak atau random effect.

1) Pendekatan common effect, yaitu menggabungkan data croos-section dengan time series dan destimasi dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square).

Yit = αo + βi Xit + eit Keterangan:

i = 1,2...n t = 1,2...t

n = Jumlah cross section t = Jumlah periode waktu


(41)

2) Pendekatan efek tetap (fixed effect)

Prosedur data panel memiliki beberapa kesulitan, di antaranya adalah bahwa asumsi intersep dan slope yang konsisten sulit terpenuhi. Untuk mengatasi hal tersebut, yang dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka dan dummy variabel supaya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik cross section maupun time series dapat terjadi. Pendekatan dengan menggunakan dummy ini terkenal dengan nama model efek atau fixed effect atau LeastSquare Dummy Variable (LSDV).

Yit = αi + αi Dit + βi Xit + uit Keterangan:

i = 1,2...n t = 1,2...t

n = Jumlah cross section t = Jumlah periode waktu e = Variabel penganggu

3) Pendekatan efek acak (Random effect)

Variabel boneka yang dimasukkan dalam model efek tetap akan dapat menimbulkan konsekuensi. Penambahan variabel boneka tersebut dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan yang padaa akhirnya akan mengurangi efesiensi dari parameter yang diestimasi. Model data panel yang melibatkan korelasi antar error term karena berubahnya waktu yang disebabkan oleh perbedaan observasi dapat diatasi dengan pendekatan model komponen error atau disebut juga dengan pendekatan model komponen error atau disebut juga dengan model efek acak atau random effect


(42)

Yit = αi + αi Dit + βi Xit + ɛit ɛit = ui + vi + wit

Keterangan:

ui = komponen cross section error vi = komponen time series error Wit = komponen kombinasi error

3.2.2 Uji Hausman

Pengujian ini dilakukan untuk menguji metode yang paling baik digunakan, apakah fixed effect atau random effect. Uji menggunakan indikator statistik Chi square hitung yang untuk selanjutnya dibandingkan dengan chi square tabel untuk mengetahui apakah hipotesis null ditolak atau tidak ditolak. Dimana hipotesis null dari uji ini adalah tidak adanya hubungan antara error yang ada dalam model dengan variabel independen, atau statistik Uji Hausman ini mengikuti distribusi statistik Chi Square dengan degree of freedom sebanyak k, dimana k adalah jumlah variabel independen. Jika nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya maka H0 ditolak dan model yang tepat adalah model Fixed Effect sedangkan sebaliknya bila nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah model Random Effect

3.2.3 Uji Asumsi Klasik

Kelebihan penelitian menggunakan data panel, adalah data yang digunakan menjadi lebih informatif, variabilitasnya lebih besar, kolineariti yang lebih rendah diantara variabel dan banyak derajat bebas (degree of freedom) dan lebih efisien (Hariyanto, 2005). Panel data dapat mendeteksi dan mengukur


(43)

dampak dengan lebih baik dimana hal ini tidak bisa dilakukan dengan metode cross section maupun time series.

Panel data memungkinkan mempelajari lebih kompleks mengenai perilaku yang ada dalam model sehingga pengujian data panel tidak memerlukan uji asumsi klasik. Dengan keunggulan regresi data panel maka implikasinya tidak harus dilakukannya pengujian asumsi klasik dalam model data panel (Verbeek, 2000; Aulia, 2004; Wibisono, 2005; Gujarati, 2006; dalam Shochrul R, Ajija, dkk. 2011).

3.2.4 Uji Statistik

Uji ini digunakan untuk pengujian signifikansi variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial (uji t) dan Uji F digunakan untuk menguji signifikansi dari semua variabel bebas sebagai suatu kesatuan, atau mengukur pengaruh variabel bebas secara bersama-sama. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian dua arah dalam tingkat signifikansi = α dan derajat kebebasan (degree of freedom, df) = n-k, dimana n menunjukkan jumlah observasi dan k menunjukkan jumlah parameter termasuk konstanta.

3.3 Definisi Operasional Variabel

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variable independen (bebas) dan variabel dependen (terikat).

1) Variabel independen (bebas), adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut.


(44)

a) Jumlah Penduduk (X1), adalah jumlah penduduk adalah jumlah manusia yang bertempat tinggal/berdomisili pada suatu wilayah atau daerah dalam penelitian kabupaten/kota di Provinsi Bali, memiliki mata pencaharian tetap di daerah itu, serta tercatat secara sah berdasarkan peraturan yang berlaku di daerah tersebut (dalam jiwa).

b) Share Pertanian Terhadap PDRB (X2), adalah perbandingan produksi sektor pertanian dengan total PDRB kabupaten/kota di Provinsi Bali (dalam persen).

c) PDRB Perkapita (X3), adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun yang tinggal di kabupaten/kota di Provinsi Bali.

2) Variabel dependen, adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah luas lahan pertanian (Y). Lahan pertanian adalah lahan yang ditujukan atau cocok untuk dijadikan lahan usaha tani untuk memproduksi tanaman pertanian khususnya padi di kabupaten/kota di Provinsi Bali.


(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Lahan Sawah di Bali

Tahun 2013 dari total luas lahan Provinsi Bali yang digunakan untuk lahan sawah mencapai 81.165 ha (14,40 persen). Dibandingkan dengan luas lahan sawah tahun 2012 yang mencapai 81.625 ha, berarti mengalami penurunan seluas 460 ha (0,56 persen). Sebagian besar luas lahan sawah di Bali terdapat di Kabupaten Tabanan yang merupakan “lumbung padinya” Bali. Luas lahan sawah di Kabupaten Tabanan mencapai 27,33 persen (22.184 ha) dari total lahan sawah seluas 81.165 ha. Kemudian disusul berturut-turut lahan sawah terluas berikutnya adalah Kabupaten Gianyar mencapai 18,12 persen, Kabupaten Buleleng 13,43 persen, Kabupaten Badung 12,50 persen dan kabupaten/kota lainnya hanya memiliki luas lahan sawah kurang dari 10 persen, dilihat dari porsi lahan menurut penggunaan di masing-masing wilayah Kabupaten/Kota, maka Kabupaten Gianyar merupakan kabupaten dengan persentase wilayah lahan sawah terbesar yakni mencapai 39,96 persen, Kabupaten Tabanan 26,43 persen lahan sawah, Kabupaten Badung 24,24 persen lahan sawah, Kota Denpasar 19,61 persen lahan sawah dan Kabupaten lainnya kurang dari 15 persen wilayahnya digunakan sebagai lahan sawah.Kabupaten dengan wilayah dominan lahan bukan sawah adalah Kabupaten Bangli,Karangasem, Klungkung dan Buleleng. Sedangkan Kabupaten dengan wilayahnya dominan lahan bukan pertanian adalah Kota Denpasar dan Kabupaten Jembrana (http://bali.bps.go.id/).


(46)

4.2 Perkembangan Laju Penduduk di Bali

Berdasarkan data pada Tabel 4.1 diperoleh informasi bahwa kepadatan penduduk di Provinsi Bali pada tahun 2014 mencapai 727,63 orang/km2. Ini berarti bahwa dalam setiap kilometer persegi wilayah di Provinsi Bali dihuni dengan penduduk kurang lebih sebanyak 728 orang. Jika dilihat berdasarkan Kabupaten/Kota, ternyata Kota Denpasar memiliki rasio kepadatan penduduk yang paling tinggi, yaitu sebesar 4.942,76 orang/km2 disusul masing-masing oleh Kabupaten Badung dan Gianyar masing-masing 1.095,66 dan 1.255,61 orang/km2, sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Jembrana sebesar 361,38 orang/ km2, tingginya kepadatan penduduk di Kota Denpasar, Badung dan Gianyar tidak terlepas dari aktivitas kegiatan ekonomi di tiga Kabupaten dan Kota tersebut, disamping sebagai pusat Kota dan aktivitas sektor pariwisata, sehingga memicu terjadinya urbanisasi penduduk

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Provinsi Bali Tahun 2014

Kabupaten Luas Penduduk Rasio

Kepadatan

(1) (2) (3) (4)

Jembrana 842 304.207 361,38

Tabanan 839 450.875 537,20

Badung 420 460.275 1,095,66

Gianyar 368 462.064 1,255,61

Klungkung 315 209.395 664,75

Bangli 521 258.390 496,13

Karangasem 840 539.022 642,04

Buleleng 1.366 802.726 587,70

Denpasar 124 612.803 4,942,76

Total Luas 5.634 4.099.757 727,63


(47)

Angka pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali dari tahun 2013 hingga tahun 2014 sebesar 0,9persen, Jika diamati per Kabupaten/Kota, pertumbuhan penduduk tertinggi tahun 2013-2014 terjadi di Kabupaten Klungkung, yaitu sebesar 1,3persen disusul kabupaten Karangasem dan Badung sebesar 1,1persen. Dengan pertumbuhan diperkirakan 0,9persen pertanun maka jumlah penduduk Bali tahun 2015 diperkirakan berjumlah 4.136.655 jiwa.

4.3 Pertumbuhan Ekonomi Bali

Pada tahun 2014, perekonomian Bali mampu tumbuh sebesar 6,18 persen, dibanding tahun sebelumnya, pertumbuhan kali ini tercatat lebih cepat karena pada tahun sebelumnya ekonomi Bali mampu tumbuh sebesar 6,05 persen. Walaupun pertumbuhan Bali tidak mencapai target yang sebesar 6,71 persen namun pertumbuhan ekonomi Bali ini jauh di atas level nasional yang hanya mampu tumbuh 5,02 persen selama Tahun 2014.

Pertumbuhan ekonomi Bali tahun 2014 didorong oleh semua sektor ekonomi kecuali Pertambangan dan Penggalian yang tercatat kontraksi sebesar 0,61 persen. Adapun sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah sektor Keuangan sebesar 8,85 persen disusul oleh sektor Jasa-Jasa yang tumbuh sebesar 8,30 persen. Sedangkan sektor lainnya seperti Sektor pertanian tumbuh 2,22 persen; sektor industri pengolahan tumbuh 6,20 persen; sektor listrik, gas dan air bersih tumbuh 5,49 persen; sektor bangunan tumbuh 2,98 persen; sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh 7,32 persen; sektor pengangkutan dan


(48)

komunikasi tumbuh 6,37 persen. Total nilai tambah yang tercipta (PDRB nominal/atas dasar harga berlaku) di Bali pada tahun 2014 telah mencapai Rp 106,25 trilyun atau naik 12,37 persen dari tahun sebelumnya yang senilai Rp 94,56 trilyun.

Sebagaimana diketahui, PDRB nominal masih merupakan nilai tambah yang dipengaruhi oleh perubahan harga. Sehingga untuk melihat nilai tambah secara riil (perkembangan produksi barang dan jasa secara riil) ditentukan dengan nilai tambah atau PDRB riil/atas dasar harga konstan, yang pada tahun 2014 nilainya telah mencapai Rp 36,94 trilyun atau naik 6,18 persen dari tahun sebelumnya senilai Rp 34,79 trilyun.

Bila dilihat struktur ekonomi Bali, masih didominasi sektor tersier, karena sektor jasa memberi peran terbesar dalam pembentukan total nilai tambah yang paling besar. Secara rinci, pada tahun 2014 kontribusi sektor pertanian sebesar 16,45 persen; sektor pertambangan dan penggalian 0,75 persen; sektor industri pengolahan 8,68 persen; sektor listrik, gas dan air bersih 2,18 persen; sektor bangunan 4,85 persen; sektor perdagangan, hotel dan restoran 30,14 persen; sektor pengangkutan dan komunikasi 14,28 persen; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 6,86 persen; serta sektor jasa-jasa 15,80 persen. Atau jika dikelompokkan, sumbangan sektor primer mencapai 17,20 persen, sektor sekunder mencapai 15,72 persen dan sektor tersier sebesar 67,08 persen.

Dengan capaian agregat PDRB nominal Bali di tahun 2014 senilai Rp 106,25 trilyun tersebut, dengan jumlah penduduk Bali hasil proyeksi tahun 2014 yang mencapai 4 juta orang lebih, maka PDRB perkapita penduduk Bali


(49)

mencapai Rp 25,9 juta perkapita/tahun atau meningkat 11,04 persen jika dibandingkan dengan tahun 2013 yang mencapai Rp.23,31 juta perkapita/tahun. Peningkatan PDRB perkapita penduduk Bali dalam setahun terakhir ini setidaknya mencerminkan bahwa secara rata-rata produktivitas per orang dalam menciptakan nilai tambah mengalami peningkatan cukup berarti. Pertumbuhan PDRB perkapita mengindikasikan bagaimana produktivitas dicapai dengan pemanfaatan teknologi, kapital dan tenaga kerja, sehingga menjadi lebih efektif dan bernilai ekonomis.

4.4 Analisis Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Statistik diskriptif digunakan untuk melihat gambaran umum dari variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data time series dan data cross section Kabupaten/Kota di Provinsi Bali berupa Luas Lahan Sawah (Y), Jumlah Penduduk (X1), PDRB per Kapita (X2), dan Share Pertanian Terhadap PDRB (X3) tahun 2010-2013.

Tabel 4.2

Mean, Median, Mode, Std. Deviaton, Minimum, Maximum Jarque-Bera dan Probability

Kiteria

Luas Lahan Sawah (Y) (ha) Jumlah Penduduk (X1) (000) jiwa PDRB Per Kapita (X2) Rp. Share Pertanian Terhadap PDRB (X3) persen Mean 9.053,944 44.2634,2 17.172.150 22,27722 Median 7.155,500 42.6450,0 15.629.180 26,73000 Maximum 2.2455,00 84.6200,0 35.633.410 33,67000 Minimum 2.506,000 17.2100,0 10.431.597 6,110000 Std. Dev. 6.148,017 20.0654,1 5.954.641. 9,597106 Jarque-Bera 5,306696 1,730118 23,49273 4,946520 Probability 0.070415 0.421027 0.000008 0.084310


(50)

Cross sections 9 9 9 9 Sumber : Data diolah

Berdasarkan Tabel 4.2, memberikan gambaran bahwa untuk data jumlah penduduk tidak berdistribusi normal dilihat dari nilai probability Jarque-Bera sebesar 0,421 lebih besar dari nilai α = 10 persen (tingkat kepercayaan 95 persen), ini berarti terjadi ketimpangan yang sangat besar (standar deviasi) relatif besar bila dibandingkan dengan variabel lainnya, sehingga dapat disimpulakan penyebaran penduduk di Kabupaten/Kota diprovinsi Bali adalah tidak merata.

4.5 Analisis Data Panel

Sebelum melakukan analisis data panel secara keseluruhan, terlebih dahulu dilakukan pengujian statistik untuk menentukan metode pendekatan apa yang akan dipakai. Dari ketiga pendekatan yang ada penggunaan pendekatan Pooled Least Square dirasakan kurang sesuai dengan tujuan digunakannya data panel. Oleh karena itu dalam penelitian ini hanya mempertimbangkan penggunaan pendekatan efek tetap dan efek acak saja. Untuk memutuskan apakah akan menggunakan fixed effect atau random effect maka digunakan uji Haussman.

Setiawan dan Endah (2010), mengemukakan bahwa data panel merupakan gabungan antara data berkala (time series) dan data individual (cross section). Permodelan dengan menggunakan teknik regresi data panel dapat dilakukan dengan menggunakan tiga pendekatan alternatif metode pengolahannya. Pendekatan-pendekatan tersebut yaitu, metode Common Effect (pooled least square), metode Fixed Effect (FE), dan metode Random Effect (RE).


(51)

4.5.1 Metode Common/Pooled Least Square

Metode Common Effect adalah metode yang hanya menggabungkan data tanpa melihat perbedaan antar waktu dan individu, diasumsikan bahwa perilaku

data antar Kabupaten/Kota di Provinsi Bali sama dalam berbagai kurun waktu.

Hasil perhitungan dengan menggunakan program eviews 6, maka output dari

regresi menggunakan metode Common Effect (pooled least square), adalah sebagai berikut.

Tabel. 4.3

Hasil Analisis Dengan Metode Pooled Least Squares Dependent Variable: Y?

Method: Pooled Least Squares Date: 09/30/15 Time: 06:19 Sample: 2010 2013

Included observations: 4 Cross-sections included: 9

Total pool (balanced) observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -21.82507 4.729008 -4.615149 0.0001 X1? 1.473662 0.257996 5.711956 0.0000 X2? 2.113110 0.485289 4.354333 0.0001 X3? 1.701096 0.302973 5.614675 0.0000 R-squared 0.538392 Mean dependent var 3.856324 Adjusted R-squared 0.495117 S.D. dependent var 0.307416 S.E. of regression 0.218435 Akaike info criterion -0.100221 Sum squared resid 1.526838 Schwarz criterion 0.075726 Log likelihood 5.803976 Hannan-Quinn criter. -0.038811 F-statistic 12.44098 Durbin-Watson stat 0.131705 Prob(F-statistic) 0.000015


(52)

Berdasarkan hasil regresi menggunakan metode Common Effect di atas dapat disimpulkan, variabel independen (t-test probability) yang terlihat signifikan yaitu Jumlah Penduduk (X1), PDRB Per Kapita (X2), dan sha re Pertanin terhadap PDRB (X3). Hasil R2 (Adjusted R-squared) sebesar 0,4951 atau 49,51 persen yang berarti Jumlah Penduduk (X1), PDRB Per Kapita (X2), dan share Pertanin terhadap PDRB (X3) mampu menjelaskan Y (Luas Lahan Sawah), sedangkan sisanya 40,49 persen dijelaskan oleh faktor lain.

4.5.2 Metode Fixed Effect

Metode Fixed Effect adalah metode yang mengestimasi data panel dengan

menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep.

Metode ini mengasumsikan bahwa koefisien regresi (slope) tetap antar

Kabupaten/Kota di Provinsi Bali dan antar waktu. Hasil perhitungan dengan

menggunakan program eviews 6, maka output dari regresi menggunakan metode


(53)

Tabel 4.4

Hasil Analisis Dengan Fixed Effect

Dependent Variable: Y? Method: Pooled Least Squares Date: 09/30/15 Time: 06:28 Sample: 2010 2013

Included observations: 4 Cross-sections included: 9

Total pool (balanced) observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 7.881739 1.710448 4.607998 0.0001 X1? -0.623051 0.296948 -2.098183 0.0466 X2? -0.040400 0.045272 -0.892393 0.3810 X3? -0.191330 0.127918 -1.495728 0.1478 Fixed Effects (Cross)

_JEMBRANA--C -0.120746 _TABANAN--C 0.546771 _BADUNG--C 0.172499 _GIANYAR--C 0.348828 _KLUNGKUNG--C -0.458592 _BANGLI--C -0.516817 _KARANGASEM--C 0.023364 _BULELENG--C 0.341989 _DENPASAR--C -0.337295

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.999739 Mean dependent var 3.856324 Adjusted R-squared 0.999620 S.D. dependent var 0.307416 S.E. of regression 0.005996 Akaike info criterion -7.134229 Sum squared resid 0.000863 Schwarz criterion -6.606390 Log likelihood 140.4161 Hannan-Quinn criter. -6.949999 F-statistic 8361.478 Durbin-Watson stat 3.362146 Prob(F-statistic) 0.000000


(54)

Berdasarkan hasil regresi menggunakan metode Fixed Effect di atas dapat disimpulkan variabel independen (t-test probability) yang terlihat signifikan yaitu Jumlah Penduduk (X1), sedangkan PDRB Per Kapita (X2) dan share Pertanin terhadap PDRB (X3) adalah non significant. Hasil R2 (Adjusted R-squared) sebesar 0,9996 atau 99,96persen yang berarti Jumlah Penduduk (X1), PDRB Per Kapita (X2), dan share Pertanin terhadap PDRB (X3) mampu menjelaskan Y (Luas Lahan Sawah), sedangkan sisanya 0,04 persen dijelaskan oleh faktor lain.

4.5.3 Metode Random Effect

Metode Random Effect adalah metode yang akan mengestimasi data panel

di mana variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar

individu. Hasil perhitungan dengan menggunakan program eviews 6, maka output


(55)

Tabel 4.5

Hasil Analisis Denngan Metode Random Effect

Dependent Variable: Y?

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 09/30/15 Time: 06:51

Sample: 2010 2013 Included observations: 4 Cross-sections included: 9

Total pool (balanced) observations: 36

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 5.741500 1.477821 3.885111 0.0005

X1? -0.249373 0.247652 -1.006947 0.3215

X2? -0.049552 0.042709 -1.160232 0.2545

X3? -0.102401 0.122872 -0.833397 0.4108

Random Effects (Cross)

_JEMBRANA--C -0.064393

_TABANAN--C 0.516809

_BADUNG--C 0.157855

_GIANYAR--C 0.326066

_KLUNGKUNG--C -0.339546

_BANGLI--C -0.440283

_KARANGASEM--C 0.007708

_BULELENG--C 0.249726

_DENPASAR--C -0.413943

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 0.242286 0.9994

Idiosyncratic random 0.005996 0.0006

Weighted Statistics

R-squared 0.106130 Mean dependent var 0.047714

Adjusted R-squared 0.022330 S.D. dependent var 0.006924

S.E. of regression 0.006846 Sum squared resid 0.001500

F-statistic 1.266465 Durbin-Watson stat 1.937526

Prob(F-statistic) 0.302425

Unweighted Statistics

R-squared -0.143900 Mean dependent var 3.856324

Sum squared resid 3.783625 Durbin-Watson stat 0.000768


(56)

Berdasarkan hasil regresi menggunakan metode Random Effect di atas dapat disimpulkan variabel independen (t-test probability). Jumlah Penduduk (X1), PDRB Per Kapita (X2) dan share Pertanin terhadap PDRB (X3) semuanya non significant. Hasil R2 (Adjusted R-squared) sebesar 0,0223 atau 2,23persen yang berarti Jumlah Penduduk (X1), PDRB Per Kapita (X2), dan share Pertanin terhadap PDRB (X3) mampu menjelaskan Y (Luas Lahan Sawah), sedangkan sisanya 97,77persen dijelaskan oleh faktor lain.

4.5.4 Uji Model Estimasi

Metode estimasi regresi data panel ada tiga, yaitu metode Common Effect (pooled least square), metode Fixed Effect (FE), atau metode Random Effect (RE). Menentukan metode panel yang akan digunakan dalam penelitian ini, maka harus dilakukan beberapa pengujian. Uji Chow dan Uji Hausman merupakan pengujian yang dapat digunakan dalam menentukan apakah model data panel dapat diregresi dengan metode Common Effect, metode Fixed Effect, atau metode Random Effect. Uji Chow digunakan untuk menentukan apakah model data panel diregresi dengan metode Common Effect atau dengan metode Fixed Effect, apabila dari hasil uji tersebut ditentukan bahwa metode Common Effect yang digunakan, maka tidak perlu diuji kembali dengan Uji Hausman, namun apabila dari hasil Uji Chow tersebut ditentukan bahwa metode Fixed Effect yang digunakan, maka harus ada uji lanjutan dengan Uji Hausman untuk memilih antara metode Fixed Effect atau metode Random Effect yang akan digunakan untuk mengestimasi regresi data panel. Berikut adalah Tabel 4.6 yang menunjukkan hasil dari Uji Chow.


(57)

Tabel 4.6 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests

Pool: DATA_P

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 5305.502503 (8,24) 0.0000

Cross-section Chi-square 269.224300 8 0.0000

Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: Y?

Method: Panel Least Squares Date: 09/30/15 Time: 06:34 Sample: 2010 2013

Included observations: 4 Cross-sections included: 9

Total pool (balanced) observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -21.82507 4.729008 -4.615149 0.0001 X1? 1.473662 0.257996 5.711956 0.0000 X2? 2.113110 0.485289 4.354333 0.0001 X3? 1.701096 0.302973 5.614675 0.0000 R-squared 0.538392 Mean dependent var 3.856324 Adjusted R-squared 0.495117 S.D. dependent var 0.307416 S.E. of regression 0.218435 Akaike info criterion -0.100221 Sum squared resid 1.526838 Schwarz criterion 0.075726 Log likelihood 5.803976 Hannan-Quinn criter. -0.038811 F-statistic 12.44098 Durbin-Watson stat 0.131705 Prob(F-statistic) 0.000015

Sumber : Hasil Analisis (2015)

Berdasarkan Tabel 4.6 hasil Uji Chow, menunjukkan bahwa hitung > F-tabel atau 5305.502503 > 2.35 maka H0 ditolak dan H1 diterima serta p-value (Prob.) signifikan, yaitu 0.0000 (kurang dari 5persen), sehingga metode yang digunakan adalah metode Fixed Effect. Oleh karena itu, harus dilakukan uji lanjutan untuk menentukan metode mana yang paling tepat digunakan antara


(58)

metode Fixed Effect atau metode Random Effect, yaitu dengan melakukan Uji Hausman. Berikut adalah Tabel 4.7, yang menunjukkan hasil Uji Hausman.

Tabel 4.7 Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: DATA_P

Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 12.712841 3 0.0053

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. X1? -0.623051 -0.249373 0.026847 0.0226 X2? -0.040400 -0.049552 0.000226 0.5422 X3? -0.191330 -0.102401 0.001265 0.0124 Cross-section random effects test equation:

Dependent Variable: Y? Method: Panel Least Squares Date: 09/30/15 Time: 06:56 Sample: 2010 2013

Included observations: 4 Cross-sections included: 9

Total pool (balanced) observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 7.881739 1.710448 4.607998 0.0001 X1? -0.623051 0.296948 -2.098183 0.0466 X2? -0.040400 0.045272 -0.892393 0.3810 X3? -0.191330 0.127918 -1.495728 0.1478

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.999739 Mean dependent var 3.856324 Adjusted R-squared 0.999620 S.D. dependent var 0.307416 S.E. of regression 0.005996 Akaike info criterion -7.134229 Sum squared resid 0.000863 Schwarz criterion -6.606390 Log likelihood 140.4161 Hannan-Quinn criter. -6.949999 F-statistic 8361.478 Durbin-Watson stat 3.362146 Prob(F-statistic) 0.000000


(59)

Berdasarkan Tabel 4.7 hasil Uji Hausman menunjukkan bahwa Chi-square hitung < Chi-square tabel 12.712841 > 7.814728 maka H0 diterima dan H1 ditolak, serta p-value (Prob.) signifikan, yaitu 0,0053 (kurang dari 5persen), sehingga metode yang akan digunakan untuk mengestimasi model adalah metode Fixed Effect.

4.5.5 Hasil Estimasi Model

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui pengaruh Jumlah Penduduk (X1), PDRB Per Kapita (X2) dan share Pertanian terhadap PDRB (X3), maka model penelitian yang akan diestimasi, adalah sebagai berikut.

Model pada penelitian tersebut akan diestimasi menggunakan 4 tahun waktu observasi, yaitu dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Model estimasi yang digunakan adalah data panel dengan menggunakan metode fixed Effect (FE). Penggunaan pendekatan fixed Effect didasarkan pada hasil Uji Chow dan Uji Hausman yang menunjukkan bahwa metode fixed Effect lebih tepat digunakan dalam penelitian ini. Hasil estimasi dengan menggunakan perangkat lunak EViews 6.0 diperoleh persamaan hasil regresi sebagai berikut:

t (-2,09) (-0,89) (-1,49) Sig.(prob.) (0,04) (0,38) (0,15)

Fh = 8361,478


(1)

UJI CHOW

Redundant Fixed Effects Tests Pool: DATA_P

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 5305.502503 (8,24) 0.0000 Cross-section Chi-square 269.224300 8 0.0000

Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: Y?

Method: Panel Least Squares Date: 09/30/15 Time: 06:34 Sample: 2010 2013

Included observations: 4 Cross-sections included: 9

Total pool (balanced) observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -21.82507 4.729008 -4.615149 0.0001 X1? 1.473662 0.257996 5.711956 0.0000 X2? 2.113110 0.485289 4.354333 0.0001 X3? 1.701096 0.302973 5.614675 0.0000 R-squared 0.538392 Mean dependent var 3.856324 Adjusted R-squared 0.495117 S.D. dependent var 0.307416 S.E. of regression 0.218435 Akaike info criterion -0.100221 Sum squared resid 1.526838 Schwarz criterion 0.075726 Log likelihood 5.803976 Hannan-Quinn criter. -0.038811 F-statistic 12.44098 Durbin-Watson stat 0.131705 Prob(F-statistic) 0.000015


(2)

SUBSTITUTED COEFFICIENTS UJI CHOW

=====================

Y_JEMBRANA = -0.12074635247 + 7.88173940055 -

0.623051381128*X1_JEMBRANA - 0.040400401641*X2_JEMBRANA - 0.191330011699*X3_JEMBRANA

Y_TABANAN = 0.546770715375 + 7.88173940055 -

0.623051381128*X1_TABANAN - 0.040400401641*X2_TABANAN - 0.191330011699*X3_TABANAN

Y_BADUNG = 0.172498576858 + 7.88173940055 -

0.623051381128*X1_BADUNG - 0.040400401641*X2_BADUNG - 0.191330011699*X3_BADUNG

Y_GIANYAR = 0.348827975245 + 7.88173940055 -

0.623051381128*X1_GIANYAR - 0.040400401641*X2_GIANYAR - 0.191330011699*X3_GIANYAR

Y_KLUNGKUNG = -0.458591575304 + 7.88173940055 -

0.623051381128*X1_KLUNGKUNG - 0.040400401641*X2_KLUNGKUNG - 0.191330011699*X3_KLUNGKUNG

Y_BANGLI = -0.516817096251 + 7.88173940055 -

0.623051381128*X1_BANGLI - 0.040400401641*X2_BANGLI - 0.191330011699*X3_BANGLI

Y_KARANGASEM = 0.0233637375545 + 7.88173940055 -

0.623051381128*X1_KARANGASEM - 0.040400401641*X2_KARANGASEM - 0.191330011699*X3_KARANGASEM

Y_BULELENG = 0.341989426738 + 7.88173940055 -

0.623051381128*X1_BULELENG - 0.040400401641*X2_BULELENG - 0.191330011699*X3_BULELENG

Y_DENPASAR = -0.337295407746 + 7.88173940055 -

0.623051381128*X1_DENPASAR - 0.040400401641*X2_DENPASAR - 0.191330011699*X3_DENPASAR


(3)

RANDOM EFFECT

Dependent Variable: Y?

Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 09/30/15 Time: 06:51

Sample: 2010 2013 Included observations: 4 Cross-sections included: 9

Total pool (balanced) observations: 36

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 5.741500 1.477821 3.885111 0.0005 X1? -0.249373 0.247652 -1.006947 0.3215 X2? -0.049552 0.042709 -1.160232 0.2545 X3? -0.102401 0.122872 -0.833397 0.4108 Random Effects

(Cross)

_JEMBRANA--C -0.064393 _TABANAN--C 0.516809 _BADUNG--C 0.157855 _GIANYAR--C 0.326066 _KLUNGKUNG--C -0.339546 _BANGLI--C -0.440283

_KARANGASEM--C 0.007708

_BULELENG--C 0.249726 _DENPASAR--C -0.413943

Effects Specification

S.D. Rho Cross-section random 0.242286 0.9994 Idiosyncratic random 0.005996 0.0006

Weighted Statistics

R-squared 0.106130 Mean dependent var 0.047714 Adjusted R-squared 0.022330 S.D. dependent var 0.006924 S.E. of regression 0.006846 Sum squared resid 0.001500 F-statistic 1.266465 Durbin-Watson stat 1.937526 Prob(F-statistic) 0.302425


(4)

SUBSTITUTED COEFFICIENTS RANDOM EFFECT

=====================

Y_JEMBRANA = -0.0643927113757 + 5.7415002831 -

0.249372801933*X1_JEMBRANA - 0.0495522195817*X2_JEMBRANA - 0.102401327133*X3_JEMBRANA

Y_TABANAN = 0.516808929707 + 5.7415002831 -

0.249372801933*X1_TABANAN - 0.0495522195817*X2_TABANAN - 0.102401327133*X3_TABANAN

Y_BADUNG = 0.157855495315 + 5.7415002831 -

0.249372801933*X1_BADUNG - 0.0495522195817*X2_BADUNG - 0.102401327133*X3_BADUNG

Y_GIANYAR = 0.326066013989 + 5.7415002831 -

0.249372801933*X1_GIANYAR - 0.0495522195817*X2_GIANYAR - 0.102401327133*X3_GIANYAR

Y_KLUNGKUNG = -0.339545674619 + 5.7415002831 -

0.249372801933*X1_KLUNGKUNG - 0.0495522195817*X2_KLUNGKUNG - 0.102401327133*X3_KLUNGKUNG

Y_BANGLI = -0.440282661746 + 5.7415002831 -

0.249372801933*X1_BANGLI - 0.0495522195817*X2_BANGLI - 0.102401327133*X3_BANGLI

Y_KARANGASEM = 0.00770800410768 + 5.7415002831 - 0.249372801933*X1_KARANGASEM -

0.0495522195817*X2_KARANGASEM - 0.102401327133*X3_KARANGASEM

Y_BULELENG = 0.249725642985 + 5.7415002831 -

0.249372801933*X1_BULELENG - 0.0495522195817*X2_BULELENG - 0.102401327133*X3_BULELENG

Y_DENPASAR = -0.413943038364 + 5.7415002831 -

0.249372801933*X1_DENPASAR - 0.0495522195817*X2_DENPASAR - 0.102401327133*X3_DENPASAR


(5)

UJI HAUSMAN

Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: DATA_P

Test cross-section random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 12.712841 3 0.0053

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. X1? -0.623051 -0.249373 0.026847 0.0226 X2? -0.040400 -0.049552 0.000226 0.5422 X3? -0.191330 -0.102401 0.001265 0.0124

Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: Y?

Method: Panel Least Squares Date: 09/30/15 Time: 06:56 Sample: 2010 2013

Included observations: 4 Cross-sections included: 9

Total pool (balanced) observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 7.881739 1.710448 4.607998 0.0001 X1? -0.623051 0.296948 -2.098183 0.0466 X2? -0.040400 0.045272 -0.892393 0.3810 X3? -0.191330 0.127918 -1.495728 0.1478

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.999739 Mean dependent var 3.856324 Adjusted R-squared 0.999620 S.D. dependent var 0.307416 S.E. of regression 0.005996 Akaike info criterion -7.134229 Sum squared resid 0.000863 Schwarz criterion -6.606390


(6)

SUBSTITUTED COEFFICIENTS UJI HAUSMAN

=====================

Y_JEMBRANA = -0.0643927113757 + 5.7415002831 -

0.249372801933*X1_JEMBRANA - 0.0495522195817*X2_JEMBRANA - 0.102401327133*X3_JEMBRANA

Y_TABANAN = 0.516808929707 + 5.7415002831 -

0.249372801933*X1_TABANAN - 0.0495522195817*X2_TABANAN - 0.102401327133*X3_TABANAN

Y_BADUNG = 0.157855495315 + 5.7415002831 -

0.249372801933*X1_BADUNG - 0.0495522195817*X2_BADUNG - 0.102401327133*X3_BADUNG

Y_GIANYAR = 0.326066013989 + 5.7415002831 -

0.249372801933*X1_GIANYAR - 0.0495522195817*X2_GIANYAR - 0.102401327133*X3_GIANYAR

Y_KLUNGKUNG = -0.339545674619 + 5.7415002831 -

0.249372801933*X1_KLUNGKUNG - 0.0495522195817*X2_KLUNGKUNG - 0.102401327133*X3_KLUNGKUNG

Y_BANGLI = -0.440282661746 + 5.7415002831 -

0.249372801933*X1_BANGLI - 0.0495522195817*X2_BANGLI - 0.102401327133*X3_BANGLI

Y_KARANGASEM = 0.00770800410768 + 5.7415002831 - 0.249372801933*X1_KARANGASEM -

0.0495522195817*X2_KARANGASEM - 0.102401327133*X3_KARANGASEM

Y_BULELENG = 0.249725642985 + 5.7415002831 -

0.249372801933*X1_BULELENG - 0.0495522195817*X2_BULELENG - 0.102401327133*X3_BULELENG

Y_DENPASAR = -0.413943038364 + 5.7415002831 -

0.249372801933*X1_DENPASAR - 0.0495522195817*X2_DENPASAR - 0.102401327133*X3_DENPASAR