Aspek-Aspek Perkembangan Masa Remaja

usia berapapun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa. Karena itu definisi remaja dibatasi khusus yang belum menikah. Pengertian remaja menurut peneliti, yaitu suatu tahap perkembangan individu yang merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju kedewasaan. Remaja terdiri dari 2 bagian, yaitu remaja awal berusia sekitar 11 tahun-1718 tahun dan remaja akhir berusia sekitar 1819 tahun-24 tahun. Remaja biasanya masih berstatus belum menikah.

2. Aspek-Aspek Perkembangan Masa Remaja

Seperti pada perkembangan anak-anak, faktor-faktor genetik, biologis, lingkungan, dan pengalaman berinteraksi pada perkembangan remaja baik secara kontinuitas maupun diskontinuitas. Perkembangan development merupakan suatu pola gerakan atau perubahan yang dimulai pada waktu konsepsi dan berlanjut sepanjang siklus hidup. Perkembangan sebagian besar mencakup pertumbuhan, walaupun juga mencakup penurunan seperti dalam kematian dan sekarat. Pola gerakan perkembangan pada individu bersifat kompleks karena merupakan hasil dari beberapa proses biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Aspek-aspek selama perkembangan remaja meliputi Santrock, 2003: A. Perkembangan Fisik Salah satu aspek psikologis dari perubahan fisik di masa pubertas adalah remaja menjadi sangat memperhatikan tubuh mereka dan membangun citranya sendiri mengenai bagaimana tubuh mereka tampaknya. Perhatian yang berlebihan terhadap citra citra tubuh sendiri, sangat kuat pada masa remaja, terutama sangat mencolok selama pubertas, saat remaja lebih tidak puas akan keadaan tubuhnya dibandingkan dengan akhir masa remaja. Perbedaan gender menandai persepsi remaja mengenai tubuh mereka. Pada umumnya, remaja putri lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki lebih banyak citra tubuh yang negatif, dibandingkan dengan remaja putra selama masa pubertas Brooks-Gunn dan Paikiff dalam Santrock, 2003. Sejalan dengan berlangsungnya perubahan pubertas, remaja putri seringkali menjadi lebih tidak puas dengan keadaan tubuhnya, mungkin karena lemak tubuhnya bertambah, sedangkan remaja putra menjadi lebih puas dengan memasuki masa pubertas, mungkin karena masa otot mereka meningkat Gross dalam Santrock, 2003. B. Perkembangan Kognitif B.1. Tahap-tahap perkembangan kognitif Menurut Piaget dalam Santrock, 2003, seseorang berkembang melalui empat tahap utama perkembangan kognitif, yaitu sensorimotor, praoperasional, operasional konkret dan operasional formal. Setiap tahap tersebut berkaitan dengan usia dan mengandung cara berpikir yang berbeda. a. Pemikiran sensorimotor Tahap sensorimotor sensorimotor stage yang berlangsung sejak masa bayi sampai sekitar 2 tahun, adalah tahap pertama dalam teori Piaget. Pada tahap ini, bayi membangun pemahamannya akan dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman inderawinya misalnya dengan melihat dan mendengar dengan gerakan fisik, motorik, sehingga disebut sensorimotor. Pada awal tahap ini, bayi yang baru lahir hanya memiliki sejumlah pola refleks untuk bereaksi. b. Pemikiran praoperasional Tahap praoperasional preoperational stage yang berlangsung dari usia sekitar 2 sampai 7 tahun, adalah tahap perkembangan kedua Piaget. Dalam tahap ini, anak mulai menggambarkan dunia dengan kata-kata, bayangan atau gambar. Pemikiran simbolik sudah lebih jauh daripada hubungan sederhana antara informasi dan tindakan. c. Pemikiran opersional konkret Tahap operasional konkret concrete operational stage yang berlangsung sejak sekitar usia 7 sampai 11 tahun, adalah tahap perkembangan Piaget yang ketiga. Pada tahap ini anak mampu melakukan operasi kognitif. Penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif selama nalar dapat diterapkan pada suatu kejadian khusus atau konkret. d. Pemikiran operasional formal Tahap opersional formal formal operational stage adalah tahap keempat dan terakhir dari teori perkembangan kognitif Piaget, yang diyakini muncul sekitar usia 11 sampai 15 tahun. Kekuatan berpikir PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI yang sedang berkembang pada remaja membuka cakrawala pemikiran dan sosial yang baru. Pemikiran operasional formal bersifat lebih abstrak daripada pemikiran operasional konkret. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman nyata dan konkret sebagai landasan berpikirnya. Mereka mampu membayangkan situasi rekaan, kejadian yang semata-mata berupa kemungkinan hipotesis ataupun proposisi abstrak, dan mencoba mengolahnya dengan pemikiran logis. Kualitas abstrak dari pemikiran remaja di tahap operasional formal tampak jelas pada kemampuan remaja untuk memecahkan masalah secara verbal. Seiring dengan sifat abstrak dari pemikiran operasional formal pada remaja, muncul juga pemikiran yang penuh dengan idealisme dan kemungkinan-kemungkinan. Bila anak-anak berpikir secara konkret, atau berkaitan dengan hal yang nyata dan terbatas, remaja mulai memikirkan secara lebih luas mengenai karakteristik ideal, kualitas yang ingin dimilikinya sendiri atau yang diinginkan ada pada orang lain. Pemikiran semacam itu sering kali membuat remaja membandingkan dirinya dengan orang lain, berkaitan dengan patokan ideal tersebut. Sepanjang masa remaja, pemikiran seseorang juga sering kali melayang, berfantasi ke arah kemungkinan-kemungkinan di masa depan. Seiring dengan munculnya pemikiran remaja yang lebih abstrak dan idealistis, mereka juga berpikir lebih logis. Mereka mulai berpikir lebih seperti ilmuwan, menyusun rencana pemecahan masalah dan secara sistematis menguji cara-cara pemecahan yang dipikirkannya. Piaget yakin bahwa berpikir operasional formal adalah yang paling tepat menggambarkan cara berpikir remaja Santrock, 2003. B.2. Egosentrisme Egosentrisme remaja adolescent egocentrism menggambarkan meningkatnya kesadaran diri remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian sangat besar, sebesar perhatian mereka, terhadap diri mereka, dan terhadap perasaan akan keunikan pribadi mereka. B.3. Perkembangan kognisi sosial Perkembangan kognitif remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Kognisi sosial social cognition mengacu pada bagaimana seseorang memandang dan berpikir mengenai dunia sosial mereka, orang-orang yang mereka amati dan yang berinteraksi dengan mereka, hubungan dengan orang-orang tersebut, kelompok tempat mereka bergabung, dan bagaimana mereka berpikir mengenai diri mereka sendiri dan orang lain. Kognisi sosial dipandang dari sudut perkembangan kognitif terutama didasarkan pada teori Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg Santrock, 2003. Mereka berpendapat bahwa pemikiran sosial seseorang dapat dipahami dengan lebih baik dengan meneliti perkembangannya. Seperti halnya Piaget, Kohlberg percaya bahwa kematangan biologis dan pengalaman lingkungan berinteraksi untuk menghasilkan tahap cara berpikir seseorang. Kohlberg mengemukakan bahwa remaja berusaha untuk mencapai keseimbangan intelektual atau ekuilibrium. Usaha ini dipengaruhi oleh interaksi dari waktu ke waktu dengan orang lain dan kejadian-kejadian di dunia. Dalam mencapai tahap cara berpikir yang baru, seseorang mampu menyeimbangkan kesan yang dulu dimilikinya mengenai diri dan dunianya dengan informasi yang diterimanya saat ini. Dalam pandangan pakar perkembangan kognitif, masa remaja mencakup perubahan besar dalam hal cara seseorang berpikir dan menalar mengenai dirinya maupun orang lain. C. Perkembangan Sosio-emosional Pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Beberapa remaja akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota, karena bagi mereka dikucilkan berarti stres, frustrasi, dan kesedihan. Teman sebaya peers yang dimaksud disini adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Salah satu fungsi utama dari kelompok teman sebaya adalah untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia di luar keluarga dan dari kelompok teman sebaya, remaja menerima umpan balik mengenai kemampuan mereka. Remaja belajar tentang apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama baiknya atau bahkan lebih buruk dari apa yang dilakukan remaja lain. Bagi remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. Ditolak atau tidak diperhatikan oleh teman sebaya dapat mengakibatkan para remaja merasa kesepian dan timbul rasa permusuhan. Konformitas dapat terjadi dalam beberapa bentuk dan mempengaruhi aspek-aspek kehidupan remaja. Konformitas conformity muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi sangat kuat pada masa remaja. Konformitas terhadap tekanan teman sebaya pada remaja dapat menjadi positif atau negatif. Remaja terlibat dengan tingkah laku sebagai akibat dari konformitas yang negatif, menggunakan bahasa yang asal-asalan, mencuri, coret mencoret, dan mempermainkan orang tua dan guru. Ada pula konformitas pada remaja yang tidak negatif dan merupakan keinginan untuk terlibat dalam dunia teman sebaya, misalnya berpakaian seperti teman-temannya dan ingin menghabiskan waktu dengan anggota dari perkumpulan. Keadaan seperti ini dapat melibatkan aktivitas sosial yang baik, misalnya ketika suatu perkumpulan mengumpulkan uang untuk alasan yang benar. Kelompok memenuhi kebutuhan pribadi remaja, menghargai mereka, menyediakan informasi, menaikkan harga diri, dan memberi mereka suatu identitas. Remaja bergabung dengan suatu kelompok dikarenakan mereka beranggapan keanggotaan suatu kelompok akan sangat menyenangkan dan menarik dan memenuhi kebutuhan mereka atas hubungan dekat dan kebersamaan. Mereka bergabung dengan kelompok karena mereka akan memiliki kesempatan untuk menerima penghargaan, baik yang berupa materi maupun psikologi. Kelompok juga merupakan sumber informasi yang penting. Tiap kelompok di mana remaja termasuk di dalamnya memiliki dua hal umum yang sama pada kelompok-kelompok yang lain, yaitu norma-norma dan peran. Norma norms merupakan aturan yang berlaku pada seluruh anggota kelompok. Peran role merupakan posisi tertentu dalam kelompok yang disusun oleh aturan-aturan dan harapan-harapan. Peran menentukan bagaimana remaja harus bertingkah laku dalam posisi tersebut.

B. Motivasi