Motivasi dugem remaja party goers di Yogyakarta.

(1)

vi

ABSTRAK

Anita Tjahjanto. Motivasi Remaja Party Goers di Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi, Program Studi Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang motivasi dugem remaja party goers di Yogyakarta.

Remaja masa kini cenderung menghadapi banyak tuntutan dan harapan, demikian juga bahaya dan godaan, yang tampaknya lebih banyak dan kompleks. Satu fenomena paling besar dan universal yang melanda kaum remaja, utamanya di wilayah perkotaan, adalah gaya hidup dugem alias dunia gemerlap. Perilaku dugem atau clubbing akan timbul atau tumbuh pada diri seorang remaja, apabila diarahkan oleh suatu motivasi, dimana proses motivasi dalam diri seorang remaja tersebut merupakan hasil interaksi antara motif yang juga disebut need (kebutuhan) dan aspek-aspek yang dimiliki oleh remaja tersebut yang meliputi aspek-aspek fisik, aspek-aspek kognitif dan aspek sosio-emosional. Motivasi seseorang dalam melakukan aktivitas dugem timbul karena adanya suatu kebutuhan dasar, dan motivasi tersebut mengarah pada pencapaian tujuan yang dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan itu. Motivasi disini dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Kebutuhan setiap party goers dalam memutuskan mengikuti aktivitas dugem dapat berbeda-beda ataupun mungkin memiliki kesamaan antara party goers satu dengan yang lainnya.

Subjek dalam penelitian ini adalah 3 remaja party goers yang ada di kota Yogyakarta, berusia sekitar 19-24 tahun yang memiliki kegemaran clubbing berkisar antara 2-5 kali seminggu. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara.

Hasil penelitian ini adalah motivasi intrinsik yang mendasari masing-masing subjek penelitian ketika melakukan aktivitas dugem yaitu atas dasar mencari kepuasan atas kesenangan dirinya karena merasa penat dengan aktivitas perkuliahan yang dijalaninya, sementara itu motivasi ekstrinsik yang ditimbulkan dari aktivitas dugem yang mereka lakukan diakibatkan dari pengaruh ajakan orang lain dan adanya unsur menghindari hukuman karena tidak mau dianggap sebagai orang yang tidak setia kawan.


(2)

vii

ABSTRACT

Anita Tjahjanto (2009). Motivations of Party Goers Teenagers at Yogyakarta. Yogyakarta: Faculty of Psychology, Psychology Department. Psychology Study Program, Sanata Dharma University.

This research was qualitative descriptive research. The research aimed to get a descriptions on motivation of party goers teenagers at Yogyakarta.

Current teenagers tended to face various demand and hope, as well as danger and temptation that looked wider and more complex. One of biggest universal phenomena that teenagers faced was night life style or usually called in Indonesia “dugem”, mainly happened in urban. Behavior of night life or clubbing would rise or grew in a teenagers, if it was directed by a motivation. Process of the motivation in a teenager was resultof ineraction between motive or called need and teenager owned aspects including physical, cognitive and sosio-emotional aspect. A person‟s motivation in conducting “dugem” activity revealed duet to presence of basic need. And, motivation get into reaching objective that could meet or could satisfy the need. This research used intrinsic motivation and exstrinsic motivation. Need of party goers in deciding to join “dugem” activity could be different or perhaps had similiarity between party goers and others.

Subjects of this research was three teenagers of party goers who lived in Yogyakarta., aged about 19-24 years old who having hobby in clubbing ranged between 2-5 times a week. Gathering data of the research used interview method.

Result of the research concluded that intrinsic motivation by each subject when decided to join “dugem” activity was looked for satisfaction of themself because they feel bored with the university activity they had been taken, meanwhile exstrinsic motivations appeared from “dugem” activity was caused influences by other people and there was punishment avoiding factor because they didn‟t want other people had assumption as people didn‟t had solidarity.


(3)

i

MOTIVASI DUGEM REMAJA PARTY GOERS DI

YOGYAKARTA

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Anita Tjahjanto

NIM : 019114028

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

Penghargaan merupakan hak bagi mereka

Yang berada dalam arena

Mereka yang sungguh-

sungguh berbuat…

Mereka yang pada akhirnya,

Bila berhasil,

Tahu betapa manisnya sebuah sukses…

Juga mereka yang,..

Bila gagal,..

Paling tidak bukan termasuk orang-orang dungu

Yang tidak pernah tahu bagaimana rasanya

Menang atau kalah…


(7)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya buat ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, Penulis,


(8)

vi

ABSTRAK

Anita Tjahjanto. Motivasi Remaja Party Goers di Yogyakarta. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi, Program Studi Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang motivasi dugem remaja party goers di Yogyakarta.

Remaja masa kini cenderung menghadapi banyak tuntutan dan harapan, demikian juga bahaya dan godaan, yang tampaknya lebih banyak dan kompleks. Satu fenomena paling besar dan universal yang melanda kaum remaja, utamanya di wilayah perkotaan, adalah gaya hidup dugem alias dunia gemerlap. Perilaku dugem atau clubbing akan timbul atau tumbuh pada diri seorang remaja, apabila diarahkan oleh suatu motivasi, dimana proses motivasi dalam diri seorang remaja tersebut merupakan hasil interaksi antara motif yang juga disebut need (kebutuhan) dan aspek-aspek yang dimiliki oleh remaja tersebut yang meliputi aspek-aspek fisik, aspek-aspek kognitif dan aspek sosio-emosional. Motivasi seseorang dalam melakukan aktivitas dugem timbul karena adanya suatu kebutuhan dasar, dan motivasi tersebut mengarah pada pencapaian tujuan yang dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan itu. Motivasi disini dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Kebutuhan setiap party goers dalam memutuskan mengikuti aktivitas dugem dapat berbeda-beda ataupun mungkin memiliki kesamaan antara party goers satu dengan yang lainnya.

Subjek dalam penelitian ini adalah 3 remaja party goers yang ada di kota Yogyakarta, berusia sekitar 19-24 tahun yang memiliki kegemaran clubbing berkisar antara 2-5 kali seminggu. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara.

Hasil penelitian ini adalah motivasi intrinsik yang mendasari masing-masing subjek penelitian ketika melakukan aktivitas dugem yaitu atas dasar mencari kepuasan atas kesenangan dirinya karena merasa penat dengan aktivitas perkuliahan yang dijalaninya, sementara itu motivasi ekstrinsik yang ditimbulkan dari aktivitas dugem yang mereka lakukan diakibatkan dari pengaruh ajakan orang lain dan adanya unsur menghindari hukuman karena tidak mau dianggap sebagai orang yang tidak setia kawan.


(9)

vii

ABSTRACT

Anita Tjahjanto (2009). Motivations of Party Goers Teenagers at Yogyakarta. Yogyakarta: Faculty of Psychology, Psychology Department. Psychology Study Program, Sanata Dharma University.

This research was qualitative descriptive research. The research aimed to get a descriptions on motivation of party goers teenagers at Yogyakarta.

Current teenagers tended to face various demand and hope, as well as danger and temptation that looked wider and more complex. One of biggest universal phenomena that teenagers faced was night life style or usually called in Indonesia “dugem”, mainly happened in urban. Behavior of night life or clubbing would rise or grew in a teenagers, if it was directed by a motivation. Process of the motivation in a teenager was resultof ineraction between motive or called need and teenager owned aspects including physical, cognitive and sosio-emotional aspect. A person‟s motivation in conducting “dugem” activity revealed duet to presence of basic need. And, motivation get into reaching objective that could meet or could satisfy the need. This research used intrinsic motivation and exstrinsic motivation. Need of party goers in deciding to join “dugem” activity could be different or perhaps had similiarity between party goers and others.

Subjects of this research was three teenagers of party goers who lived in Yogyakarta., aged about 19-24 years old who having hobby in clubbing ranged between 2-5 times a week. Gathering data of the research used interview method.

Result of the research concluded that intrinsic motivation by each subject when decided to join “dugem” activity was looked for satisfaction of themself because they feel bored with the university activity they had been taken, meanwhile exstrinsic motivations appeared from “dugem” activity was caused influences by other people and there was punishment avoiding factor because they didn‟t want other people had assumption as people didn‟t had solidarity.


(10)

(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan atas segala kebaikan dan kasih sayang yang telah menginzinkan selesainya tugas akhir ini. Penulis sungguh menyadari bahwa penelitian yang penulis susun ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, tetapi penulis berharap penelitian ini dapat berguna bagi siapa saja yang mebutuhkannya.

Penelitian ini tidak akan terselesikan dengan baik tanpa adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, maka terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa, dengan segala rencana indah-Nya yang sulit untuk diraba.

2. Bapak Edy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku dekan Fakultas Psikologi USD. 3. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi. M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi dan

pembimbing akademik yang penuh kesabaran meluangkan waktu dan tenaga bagi penulis untuk menyelesikan tugas akhir ini dan terima kasih untuk bimbingannya selama penulis menjadi mahasiswi Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma.

4. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si. dan Bapak Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan bermanfaat demi hasil yang lebih baik dalam tugas akhir ini.


(12)

x

5. Para staf Sekretariat Fakultas Psikologi USD: Pak „Gi, Mbak Nani dan Mas Gandung, yang telah banyak membantu penulis dalam mengurus administrasi. 6. Para dosen Fakultas Psikologi USD yang telah membantu penulis dalam

membentuk dan mengembangkan diri menuju arah yang lebih baik dan terima kasih atas ilmu yang diberikan.

7. Para subjek penelitian yang telah meluangkan waktu dan kesempatan untuk membantu penulis. Tanpa kepercayaan dan keterbukaan dari mereka, penelitian ini mungkin tidak dapat terselesaikan dengan baik.

8. Mereka yang penuh arti dalam kehidupan penulis: Papi (terima kasih buat semua doa dan support yang selalu papi berikan buat kami), Mami (terima kasih buat semuanya terutama buat kesabaran mami menunggu kelulusanku.. Finally mom, I did it; even disappointed you, sorry..), Ade (thanks dul buat semuanya..), kakak‟ku Anton (thanks buat wejangan-wejangannya, mpek..). I‟m nothing without you all.. I love you all.. Especially for cantu (thanks for everything that you‟ve given to me.. I keep a part of u with me, and everywhere I am, there you‟ll be..).

9.Sahabat-sahabat aku: Mami Mira (thanks banget, nyet.. lo dah nemenin gw mulu..), Tyas, Ul-Ul, Vera, Ita, Cynthia, Yayak (nyai dasima), and Sonya (whatever you are, you‟re still my hero.. hihihi). Thank you for always being there for me.. You always on my heart..

10. Para bencong matahari, Ibay, Nyongki, Icuth and Alfvino.. Thanks for always support me.. Miss u, guys…


(13)

xi

11. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis untuk bertahan dan tetap semangat, melalui merekalah penulis dapat meneguhkan kembali keyakinan untuk mencapai harapan dan impian yang pasti akan terlaksana pada waktunya.

Salam hormat, Penulis


(14)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ……… iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRAC ... vii

PUBILIKASI KARYA ILMIAH ………viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR SKEMA ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Perumusan Masalah ………. 7

C. Tujuan Penelitian ……….. 7

D. Manfaat Penelitian ……… 7


(15)

xiii

Manfaat Praktis ………. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……….8

A. Remaja ……… 8

1. Pengertian Remaja dan Batasan Usianya ………... 8

2. Aspek-Aspek Perkembangan Masa Remaja ... 10

B. Motivasi ………... 17

1. Definisi Motivasi ………... 17

2. Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinisik ... 21

3. Faktor-Faktor Motivasi ... 22

C. Dugem ………. 24

1. Pengertian Dugem ………. 24

2. Pandangan atau Image Tentang Dugem atau Clubbing ………27

D. Motivasi Dugem Remaja Party Goers di Yogyakarta ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………..33

A. Jenis Penelitian ……… 33

B. Subjek Penelitian ……… 33

C. Definisi Operasional ………34

D. Metode Pengambilan Data ……….... 34

E. Pedoman Wawancara ……… 37


(16)

xiv

G. Kredibilitas Penelitian ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………43

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ………. 43 B. Gambaran Umum Tempat Dugem di Yogyakarta ……….. 45

C. Hasil Penelitian Subjek 1- Ln ……… 47

D. Hasil Penelitian Subjek 2- Bm ………... 53

E. Hasil Penelitian subjek 3- Kr ………. 59

F. Ringkasan Motivasi Dugem Remaja Party Goers di Yogyakarta .. 66

G. Pembahasan ………... 67

BAB V PENUTUP ………...71

A. Kesimpulan ………. 71

B. Saran ……… 71


(17)

xv

DAFTAR TABEL

TABEL 1:

Tabel Pedoman Observasi ……….. 37

TABEL 2:

Tabel Pedoman Umum Wawancara ………... 37 TABEL 3:


(18)

xvi

DAFTAR SKEMA

SKEMA 1:


(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN


(20)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Slogan kota pelajar sangat melekat pada kota Yogyakarta. Banyaknya universitas yang ada di Yogyakarta dan banyaknya pelajar dari berbagai daerah cukup mencerminkan bahwa kota Yogyakarta memang merupakan kota pelajar. Seiring berubahnya waktu, masyarakat sebagai suatu sistem yang terpola dan terstruktur, juga senantiasa mengalami perubahan di berbagai bidang. Yogyakarta yang semula dianggap sebagai kota pelajar, akhir-akhir ini seakan-akan berkiblat pada metropolitan.

Yogyakarta saat ini telah mengalami banyak perubahan, baik perubahan fisik maupun non fisik. Perubahan fisik terlihat melalui (1) Perkembangan kawasan perbelanjaan, seperti; Malioboro Mall di Jl. Malioboro, Galeria Mall di daerah Sagan, Alfa, Safir Square, Plaza Ambarukmo di Jl. Adi Sucipto, Indogrosir di Jl. Magelang, Makro, dan lain-lain. (2) Tempat-tempat hiburan, seperti; Java Café,

Boshe dan Liquid di Jl. Magelang, Hugo’s Café, Caesar dan Embassy di Jl. Adi

Sucipto, Republic di kawasan Malioboro, dan lain-lain. (3) Prasarana-sarana transportasi, komunikasi dan lain-lain. Perubahan tersebut telah menyebabkan arus informasi dan teknologi dari manapun dapat dengan mudah diakses di kota ini. Munculnya warung-warung internet (warnet) telah memudahkan masyarakat


(21)

untuk mengetahui perkembangan dunia dan berbagai informasi yang bersifat up to date sehingga masyarakat menjadi makin kritis.

Perkembangan tempat-tempat dugem di Yogyakarta sendiri sekarang ini berkembang sangat pesat, seringkali di jalan-jalan kita melihat adanya spanduk yang menawarkan aktivitas-aktivitas dugem di suatu café-café tertentu maupun club-club yang ada di Yogyakarta. Bahkan, tidak jarang ada spanduk-spanduk yang menawarkan aktivitas dugem bagi kaum pelajar yang bertuliskan university party. Tidak jarang pula di tempat-tempat dugem justru hampir sebagian besar pengunjung yang datang adalah kaum remaja. Majalah ”Vibe (The Ultimate Guide for Clubber Free For Die Hard Clubber)” menyebutkan bahwa hampir lebih dari setengah pengunjung yang datang memenuhi ruangan adalah mahasiswa dalam acara university party yang diadakan Hugo’s cafe dan party semacam ini sekarang sudah menjadi trend di kalangan para pelajar dan mahasiswa yang diadakan setiap hari senin malam.

Kaum remaja bisa diandaikan sebagai kelompok usia yang berada di simpang jalan yang penuh dengan pertentangan. Remaja masa kini cenderung menghadapi banyak tuntutan dan harapan, demikian juga bahaya dan godaan, yang tampaknya lebih banyak dan kompleks. Daniel Offer dan kawan-kawan (Santrock, 2003) juga mencatat adanya stereotip tentang remaja sebagai orang yang sangat tertekan dan terganggu, sehingga tidak banyak diantara para remaja memiliki citra diri yang sehat. Tidak sedikit masyarakat yang beranggapan buruk terhadap masa remaja. Sikap masyarakat tentang remaja timbul dari kombinasi pengalaman


(22)

pribadi dan penggambaran media, dan terkadang tidak satupun memberikan gambaran obyektif tentang bagaimana perkembangan remaja yang normal (Feldman dan Elliot dalam Santrock, 2003). Dariyo (2004) menyatakan bahwa remaja memiliki emosi yang cenderung labil. Pada masa remaja ini, mereka cenderung mudah mengalami stress yang diakibatkan tekanan-tekanan yang diperoleh baik dari rutinitas sehari-hari, banyaknya tugas dan padatnya jadwal kuliah, tekanan lingkungan sosial maupun keluarga yang mengharuskan mahasiswa lulus tepat waktu; selain itu pada masa remaja ini mereka mudah mengalami marah dan tersinggung. Hal ini juga dikarenakan mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib dirinya sendiri, sehingga banyak dari remaja yang mulai mencari kesenangan untuk dirinya sendiri. Selain problematika cinta dan seks, kaum remaja juga sangat sensitif terhadap problematika jati diri (self identity).

Ada banyak definisi tentang beragam problematika masa remaja, yang secara sosial berakumulasi pada pencarian jati diri. Daradjat (Perdana, 2003), misalnya, menyatakan bahwa remaja adalah anak yang ada pada masa peralihan diantara masa anak-anak ke masa dewasa, dimana anak-anak mengalami perubahan-perubahan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap dan cara berpikir dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Transisi dari bentuk fisik, cara berpikir dan bertindak yang bukan lagi anak-anak, namun bukan pula orang dewasa inilah yang selalu memicu problem-problem.


(23)

Pada masa remaja ini, mereka berusaha mencari dan bersosialisasi di lingkungan luar rumah. Sikap seperti itu merupakan salah satu bentuk ekspresi masa transisi itu, yaitu masa peralihan dari anggota keluarga ke anggota masyarakat. Karena setting sosial yang dihadapinya jauh lebih kaya warna dan dinamika, maka wajar saja bila mereka mendapatkan pengetahuan baru yang bisa saja bersifat konstruktif atau positif maupun bersifat destruktif atau negatif. Berdasarkan uraian tersebut, di atas semua bentuk ekspresi jiwa muda itu, hal yang penting adalah bahwa semuanya mengarah pada upaya pencapaian jati diri.

Satu fenomena paling besar dan universal yang melanda kaum remaja kita, utamanya di wilayah perkotaan, adalah gaya hidup dugem alias dunia gemerlap. Istilah ini sangat dikenal di kalangan remaja dan mereka yang menggandrungi pesta dan hiburan malam. Jika kita mendengar kata dugem, yang terlintas dipikiran kita kurang lebih gambaran akan tempat gelap dengan warna warni cahaya lampu disko, asap rokok yang memenuhi ruangan, suara hingar bingar musik dari live band atau DJ (disk jcokey), dance floor yang penuh dengan laki-laki dan perempuan yang nge-dance dengan berbagai gaya sesuai dengan musik yang dimainkan oleh band atau DJ, meja bar, dan minuman beralkohol.

Biasanya acara dugem dilaksanakan di kafe-kafe atau bar dengan suguhan akan menu makanan dan minuman serta suguhan berupa acara yang menarik.

Hingar bingar kehidupan malam, tidak pernah lepas dari sensasi. Tempat hiburan malam rata-rata memiliki acara rutin, untuk membuat penikmatnya tidak bosan untuk datang dan datang lagi ke tempat-tempat hiburan malam yang tersebar di


(24)

kota-kota besar, tidak jarang pula digelar acara khusus supaya menarik para pengunjung. Hal itulah yang membuat para pecinta dugem atau party goers

(istilah untuk mereka yang hobi dugem) tidak sungkan-sungkan mengeluarkan isi kantong mereka hingga ratusan ribu rupiah hanya untuk hiburan semalam, sebab hiburan yang disuguhkan dinilai cukup menghibur dan bisa mengendurkan kepenatan akibat berbagai aktivitas keseharian.

Dugem sendiri sering dipersepsikan sebagai sesuatu yang negatif bagi sebagian orang-orang, meskipun sebenarnya aktivitas dugem sendiri bukan merupakan hal yang bisa dianggap negatif. Negatif atau tidaknya aktivitas dugem tergantung dari tujuannya, apa yang dilakukan seseorang ketika melakukan aktivitas dugem itu sendiri dan adanya kontrol diri individu tersebut. Jika aktivitas dugem dilakukan setiap hari dan menimbulkan adanya suatu perasaan ketergantungan bagi individu yang melakukannya, mungkin hal ini dapat dianggap negatif terutama dikalangan remaja.

Meskipun dugem sering dipersepsikan sebagi hal yang negatif, namun pada kenyataannya tempat-tempat dugem di Yogyakarta tetap ramai pengunjung, terutama kalangan remaja. Seolah-olah para remaja party goers tidak terbebani dengan status mereka sebagai pelajar. Mereka justru lebih banyak memilih mengunjungi tempat-tempat dugem di waktu akhir pekan ataupun hari-hari tertentu, seperti hari Rabu yang sudah diberikan label sebagai “Rabu gaul” oleh kaum party goers. Istilah ”Rabu gaul” sendiri diambil dari sebuah event yang diadakan pada hari Rabu oleh sebuah tempat hiburan di Jakarta. Acara tersebut


(25)

ternyata cukup diminati walaupun tidak diadakan pada akhir minggu. Acara inipun kemudian diadaptasi oleh tempat hiburan malam di Yogyakarta, antara lain

Hugo’s Cafe, untuk membuat suatu trend baru yaitu clubbing di hari Rabu. Sejak

itulah label ”Rabu gaul” menjadi suatu istilah yang melekat di kalangan party goers hingga saat ini.

Pada kenyataannya banyak remaja yang akhirnya memilih untuk pergi mengunjungi tempat-tempat dugem karena takut dianggap sebagai anak yang

tidak “gaul”, ketinggalan zaman, cupu, tidak setia kawan, bahkan ada yang merasa takut dikucilkan oleh teman-temannya jika tidak mengikuti aktivitas

dugem atau clubbing. Hal tersebut dianggap lebih penting dibandingkan adanya bahaya-bahaya yang mungkin mengancam kaum remaja. Mereka tetap memilih untuk mengikuti aktivitas dugem; lebih baik mengikuti trend dengan dugem dibandingkan mendapat label sebagai remaja yang tidak “gaul”. Tidak jarang dari

mereka yang sampai mengorbankan kuliah ataupun sekolah hanya karena aktivitas dugem, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi potensi akademis mereka dalam hal pendidikan.

Dengan adanya fenomena problematika kaum remaja saat ini, yang menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana motivasi remaja party goers di Yogyakarta. Inilah tujuan yang ingin diketahui melalui penelitian ini.


(26)

B. Rumusan Masalah

Bagaimana motivasi keterlibatan remaja party goers di Yogyakarta dalam mengikuti aktivitas dugem.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana motivasi dugem remaja party goers di Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu wacana tambahan bagi dunia psikologis, khususnya psikologi perkembangan, dan psikologi sosial mengenai motivasi remaja party goers di Yogyakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Memberi pengetahuan dan pemahaman mengenai motivasi yang mendasari kaum remaja dalam memutuskan mengikuti aktivitas dugem.

b. Dapat memberikan pengetahuan dan informasi tambahan bagi orangtua agar orangtua lebih memberikan perhatian pada anak-anaknya yang berusia remaja dan mewaspadai perubahan yang terjadi pada anaknya, orangtua juga dapat memahami perlunya pendampingan anak terutama ketika anak berada di usia remaja dimana pada usia tersebut merupakan proses menuju penemuan identitas diri.


(27)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Pengertian Remaja dan Batasan Usianya

Remaja atau adolescence berasal dari kata Latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja dibagi menjadi dua bagian, yaitu remaja awal dan remaja akhir. Batas usia remaja awal yaitu 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun, dan batas usia remaja akhir yaitu 16 tahun atau 17 tahun sampai 18 tahun (Hurlock, 1999). Gunarsa (1981), mengatakan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja merupakan individu yang berusia antara 12-22 tahun.

Masa remaja mempunyai tempat yang tidak jelas dalam rangkaian proses perkembangan seseorang. Remaja tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak termasuk golongan orang dewasa atau tua. Remaja ada diantara anak-anak dan orang dewasa. Secara global usia remaja berlangsung antara 12-21 tahun dengan pembagian sebagai berikut, 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun merupakan masa remaja pertengahan, 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir (Monks, 2002).


(28)

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis, tapi juga dalam artian fisik. Bahkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan perubahan-perubahan psikologis muncul antara lain akibat dari perubahan-perubahan fisik itu.

Dalam masyarakat Indonesia, remaja adalah individu berusia 11-24 tahun dan belum menikah (Sarwono, 2003). Batasan ini dibuat dengan pertimbangan sebagai berikut:

a. Usia 11 tahun adalah usia tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik).

b. Pada masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balik secara adat dan agama (kriteria sosial).

c. Pada usia tersebut mulai ada tanda penyempurnaan perkembangan diri seperti tercapainya identitas diri, fase genital, perkembangan kognitif dan moral (kriteria psikologis).

d. Usia 24 tahun merupakan batas maksimal, untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas tersebut masih menggantungkan diri pada orangtua, masih belum memiliki hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat atau tradisi), belum bisa memberi pendapat sendiri, dan sebagainya. e. Status pernikahan sangat menentukan karena arti pernikahan sangat


(29)

usia berapapun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa. Karena itu definisi remaja dibatasi khusus yang belum menikah.

Pengertian remaja menurut peneliti, yaitu suatu tahap perkembangan individu yang merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju kedewasaan. Remaja terdiri dari 2 bagian, yaitu remaja awal berusia sekitar 11 tahun-17/18 tahun dan remaja akhir berusia sekitar 18/19 tahun-24 tahun. Remaja biasanya masih berstatus belum menikah.

2. Aspek-Aspek Perkembangan Masa Remaja

Seperti pada perkembangan anak-anak, faktor-faktor genetik, biologis, lingkungan, dan pengalaman berinteraksi pada perkembangan remaja baik secara kontinuitas maupun diskontinuitas. Perkembangan (development) merupakan suatu pola gerakan atau perubahan yang dimulai pada waktu konsepsi dan berlanjut sepanjang siklus hidup. Perkembangan sebagian besar mencakup pertumbuhan, walaupun juga mencakup penurunan (seperti dalam kematian dan sekarat). Pola gerakan perkembangan pada individu bersifat kompleks karena merupakan hasil dari beberapa proses biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Aspek-aspek selama perkembangan remaja meliputi (Santrock, 2003): A.Perkembangan Fisik

Salah satu aspek psikologis dari perubahan fisik di masa pubertas adalah remaja menjadi sangat memperhatikan tubuh mereka dan membangun citranya sendiri mengenai bagaimana tubuh mereka tampaknya. Perhatian


(30)

yang berlebihan terhadap citra citra tubuh sendiri, sangat kuat pada masa remaja, terutama sangat mencolok selama pubertas, saat remaja lebih tidak puas akan keadaan tubuhnya dibandingkan dengan akhir masa remaja. Perbedaan gender menandai persepsi remaja mengenai tubuh mereka. Pada umumnya, remaja putri lebih kurang puas dengan keadaan tubuhnya dan memiliki lebih banyak citra tubuh yang negatif, dibandingkan dengan remaja putra selama masa pubertas (Brooks-Gunn dan Paikiff dalam Santrock, 2003). Sejalan dengan berlangsungnya perubahan pubertas, remaja putri seringkali menjadi lebih tidak puas dengan keadaan tubuhnya, mungkin karena lemak tubuhnya bertambah, sedangkan remaja putra menjadi lebih puas dengan memasuki masa pubertas, mungkin karena masa otot mereka meningkat (Gross dalam Santrock, 2003).

B.Perkembangan Kognitif

B.1. Tahap-tahap perkembangan kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2003), seseorang berkembang melalui empat tahap utama perkembangan kognitif, yaitu sensorimotor, praoperasional, operasional konkret dan operasional formal. Setiap tahap tersebut berkaitan dengan usia dan mengandung cara berpikir yang berbeda.

a. Pemikiran sensorimotor

Tahap sensorimotor (sensorimotor stage) yang berlangsung sejak masa bayi sampai sekitar 2 tahun, adalah tahap pertama dalam teori


(31)

Piaget. Pada tahap ini, bayi membangun pemahamannya akan dunia dengan mengkoordinasikan pengalaman inderawinya (misalnya dengan melihat dan mendengar) dengan gerakan fisik, motorik, sehingga disebut sensorimotor. Pada awal tahap ini, bayi yang baru lahir hanya memiliki sejumlah pola refleks untuk bereaksi.

b. Pemikiran praoperasional

Tahap praoperasional (preoperational stage) yang berlangsung dari usia sekitar 2 sampai 7 tahun, adalah tahap perkembangan kedua Piaget. Dalam tahap ini, anak mulai menggambarkan dunia dengan kata-kata, bayangan atau gambar. Pemikiran simbolik sudah lebih jauh daripada hubungan sederhana antara informasi dan tindakan. c. Pemikiran opersional konkret

Tahap operasional konkret (concrete operational stage) yang berlangsung sejak sekitar usia 7 sampai 11 tahun, adalah tahap perkembangan Piaget yang ketiga. Pada tahap ini anak mampu melakukan operasi kognitif. Penalaran logis menggantikan pemikiran intuitif selama nalar dapat diterapkan pada suatu kejadian khusus atau konkret.

d. Pemikiran operasional formal

Tahap opersional formal (formal operational stage) adalah tahap keempat dan terakhir dari teori perkembangan kognitif Piaget, yang diyakini muncul sekitar usia 11 sampai 15 tahun. Kekuatan berpikir


(32)

yang sedang berkembang pada remaja membuka cakrawala pemikiran dan sosial yang baru. Pemikiran operasional formal bersifat lebih abstrak daripada pemikiran operasional konkret. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman nyata dan konkret sebagai landasan berpikirnya. Mereka mampu membayangkan situasi rekaan, kejadian yang semata-mata berupa kemungkinan hipotesis ataupun proposisi abstrak, dan mencoba mengolahnya dengan pemikiran logis. Kualitas abstrak dari pemikiran remaja di tahap operasional formal tampak jelas pada kemampuan remaja untuk memecahkan masalah secara verbal. Seiring dengan sifat abstrak dari pemikiran operasional formal pada remaja, muncul juga pemikiran yang penuh dengan idealisme dan kemungkinan-kemungkinan. Bila anak-anak berpikir secara konkret, atau berkaitan dengan hal yang nyata dan terbatas, remaja mulai memikirkan secara lebih luas mengenai karakteristik ideal, kualitas yang ingin dimilikinya sendiri atau yang diinginkan ada pada orang lain. Pemikiran semacam itu sering kali membuat remaja membandingkan dirinya dengan orang lain, berkaitan dengan patokan ideal tersebut. Sepanjang masa remaja, pemikiran seseorang juga sering kali melayang, berfantasi ke arah kemungkinan-kemungkinan di masa depan. Seiring dengan munculnya pemikiran remaja yang lebih abstrak dan idealistis, mereka juga berpikir lebih logis. Mereka mulai berpikir lebih seperti


(33)

ilmuwan, menyusun rencana pemecahan masalah dan secara sistematis menguji cara-cara pemecahan yang dipikirkannya. Piaget yakin bahwa berpikir operasional formal adalah yang paling tepat menggambarkan cara berpikir remaja (Santrock, 2003).

B.2. Egosentrisme

Egosentrisme remaja (adolescent egocentrism) menggambarkan meningkatnya kesadaran diri remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian sangat besar, sebesar perhatian mereka, terhadap diri mereka, dan terhadap perasaan akan keunikan pribadi mereka.

B.3. Perkembangan kognisi sosial

Perkembangan kognitif remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Kognisi sosial (social cognition) mengacu pada bagaimana seseorang memandang dan berpikir mengenai dunia sosial mereka, orang-orang yang mereka amati dan yang berinteraksi dengan mereka, hubungan dengan orang-orang tersebut, kelompok tempat mereka bergabung, dan bagaimana mereka berpikir mengenai diri mereka sendiri dan orang lain. Kognisi sosial dipandang dari sudut perkembangan kognitif terutama didasarkan pada teori Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg (Santrock, 2003). Mereka berpendapat bahwa pemikiran sosial seseorang dapat dipahami dengan lebih baik dengan meneliti perkembangannya. Seperti halnya Piaget, Kohlberg percaya bahwa kematangan biologis dan


(34)

pengalaman lingkungan berinteraksi untuk menghasilkan tahap cara berpikir seseorang. Kohlberg mengemukakan bahwa remaja berusaha untuk mencapai keseimbangan intelektual atau ekuilibrium. Usaha ini dipengaruhi oleh interaksi dari waktu ke waktu dengan orang lain dan kejadian-kejadian di dunia. Dalam mencapai tahap cara berpikir yang baru, seseorang mampu menyeimbangkan kesan yang dulu dimilikinya mengenai diri dan dunianya dengan informasi yang diterimanya saat ini. Dalam pandangan pakar perkembangan kognitif, masa remaja mencakup perubahan besar dalam hal cara seseorang berpikir dan menalar mengenai dirinya maupun orang lain.

C.Perkembangan Sosio-emosional

Pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Beberapa remaja akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota, karena bagi mereka dikucilkan berarti stres, frustrasi, dan kesedihan. Teman sebaya (peers) yang dimaksud disini adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Salah satu fungsi utama dari kelompok teman sebaya adalah untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia di luar keluarga dan dari kelompok teman sebaya, remaja menerima umpan balik mengenai kemampuan mereka. Remaja belajar tentang apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama baiknya atau bahkan lebih


(35)

buruk dari apa yang dilakukan remaja lain. Bagi remaja, hubungan teman sebaya merupakan bagian yang paling besar dalam kehidupannya. Ditolak atau tidak diperhatikan oleh teman sebaya dapat mengakibatkan para remaja merasa kesepian dan timbul rasa permusuhan.

Konformitas dapat terjadi dalam beberapa bentuk dan mempengaruhi aspek-aspek kehidupan remaja. Konformitas (conformity) muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka. Tekanan untuk mengikuti teman sebaya menjadi sangat kuat pada masa remaja. Konformitas terhadap tekanan teman sebaya pada remaja dapat menjadi positif atau negatif. Remaja terlibat dengan tingkah laku sebagai akibat dari konformitas yang negatif, menggunakan bahasa yang asal-asalan, mencuri, coret mencoret, dan mempermainkan orang tua dan guru. Ada pula konformitas pada remaja yang tidak negatif dan merupakan keinginan untuk terlibat dalam dunia teman sebaya, misalnya berpakaian seperti teman-temannya dan ingin menghabiskan waktu dengan anggota dari perkumpulan. Keadaan seperti ini dapat melibatkan aktivitas sosial yang baik, misalnya ketika suatu perkumpulan mengumpulkan uang untuk alasan yang benar.

Kelompok memenuhi kebutuhan pribadi remaja, menghargai mereka, menyediakan informasi, menaikkan harga diri, dan memberi mereka suatu identitas. Remaja bergabung dengan suatu kelompok dikarenakan mereka beranggapan keanggotaan suatu kelompok akan sangat menyenangkan dan


(36)

menarik dan memenuhi kebutuhan mereka atas hubungan dekat dan kebersamaan. Mereka bergabung dengan kelompok karena mereka akan memiliki kesempatan untuk menerima penghargaan, baik yang berupa materi maupun psikologi. Kelompok juga merupakan sumber informasi yang penting. Tiap kelompok di mana remaja termasuk di dalamnya memiliki dua hal umum yang sama pada kelompok-kelompok yang lain, yaitu norma-norma dan peran. Norma (norms) merupakan aturan yang berlaku pada seluruh anggota kelompok. Peran (role) merupakan posisi tertentu dalam kelompok yang disusun oleh aturan-aturan dan harapan-harapan. Peran menentukan bagaimana remaja harus bertingkah laku dalam posisi tersebut.

B. Motivasi

1. Definisi Motivasi

Motif dan motivasi mempunyai kaitan yang sangat erat. Motif adalah setiap keadaan atau kondisi seseorang atau organisme yang menyebabkan kesiapannya untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif yang ada dalam diri seseorang menjadi perbuatan-perbuatan atau tingkah laku yang mengarah pada pencapaian kebutuhan atau tujuan. Di sini kita melihat suatu perbedaan yang jelas antara motif dan motivasi. Motif hanya menyajikan “keadaan siap” sedangkan motivasi menggerakkan “keadaan siap” untuk mencapai suatu kebutuhan atau tujuan tertentu (Mar’at, 1981). Motivasi sendiri bukan


(37)

merupakan suatu keadaan yang netral, atau kekuatan yang kebal terhadap pengaruh faktor-faktor lain, misalnya pengalaman masa lampau, taraf intelegensi, kemampuan fisik, situasi lingkungan, cita-cita hidup dan sebagainya. Dalam suatu motif umumnya terdapat dua unsur pokok, yaitu unsur dorongan atau kebutuhan dan unsur tujuan. Proses interaksi timbal balik antara kedua unsur di atas terjadi di dalam diri manusia, namun dapat dipengaruhi oleh hal-hal di luar diri manusia, misalnya keadaan cuaca, kondisi lingkungan dan sebagainya. Oleh karena itu dapat saja terjadi perubahan motivasi dalam waktu yang relatif singkat, jika ternyata motivasi yang pertama mendapat hambatan atau tidak mungkin terjadi (Handoko, 1992).

Kartono (www.wikipedia.org, Mei 2007) mengemukakan motivasi adalah dorongan terhadap seseorang agar mau melaksanakan sesuatu. Dorongan (driving force) di sini dimaksudkan desakan yang alami untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup dan merupakan kecenderungan untuk mempertahankan hidup. Menyoroti istilah motivasi dari sumber yang memberikan dorongan, maka dapat ditemukan bahwa sumber dorongan itu bisa datang dari dalam atau dari sesuatu yang menggerakkan keinginan dari luar. Sumber penggerak motivasi yang berasal dari dalam cenderung berawal dari kebiasaan individu (yang telah berkembang secara kompleks), sedangkan motivasi yang sumber penggeraknya datang dari luar selalu disertai oleh persetujuan, kemauan, dan kehendak individu.


(38)

Menurut Petri (1981), motivasi merupakan suatu konsep yang dipakai untuk mendeskripsikan daya-daya dalam diri seseorang yang menyebabkan timbulnya serta mengarahkan tingkah laku. menurut Steers dan Porter (1983) motivasi seseorang ditandai oleh 3 aspek, yaitu: (a) energi, yaitu apa yang memberikan kekuatan pada tingkah laku; (b) arah, yaitu apa yang memberi arah pada tingkah laku; serta (c) keajegan, yaitu bagaimana tingkah laku itu dipertahankan. Aspek energi atau intensitas dari motivasi menunjukkan kesungguhan atau keseriusan orang bertingkah laku. Aspek arah dari motivasi menggambarkan mengapa orang mengarahkan usahanya pada satu hal tertentu dan bukan pada hal lain. Aspek keajegan menunjukkan keajegan suatu tingkah laku atau kesinambungan dari kegiatan yang dilakukannya (Octavianty, 1998).

Motivasi adalah suatu proses yang berasal dari dalam diri seseorang yang mengarahkan dan menggerakkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas dimana aktivitas tersebut merupakan hasil interaksi antara motif dengan aspek-aspek yang dimiliki individu, yang meliputi aspek energi, arah dan keajegan yang ditunjukkan pada pemuasan kebutuhan. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan memberikan kekuatan (energi) yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan.


(39)

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu proses yang berasal dari dalam diri seseorang yang mengarahkan dan menggerakkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas dimana aktivitas tersebut merupakan hasil interaksi antara motif dengan aspek-aspek yang dimiliki individu, yang meliputi aspek energi, arah dan keajegan yang ditunjukkan pada pemuasan kebutuhan. Karena seseorang mempunyai tujuan tertentu dari aktivitasnya, maka seseorang mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala upaya yang dapat dilakukan untuk mencapainya.

Berikut skema proses terjadinya motivasi sampai pada bentuk perilaku (perbuatan).

Skema 0.1

Skema Proses Motivasi Sumber: Handoko M


(40)

Keterangan tabel 0.1

Suatu perilaku (behavior) akan timbul atau tumbuh pada diri seseorang, apabila dalam diri seseorang individu tersebut digerakkan atau diarahkan oleh suatu motivasi. Terjadinya proses motivasi dalam diri seseorang individu tersebut merupakan hasil interaksi antara motif yang juga disebut need (Murray, 1964) dan aspek-aspek yang dimiliki oleh individu tersebut. Motivasi individu akan dipengaruhi oleh proses psikologi dimana proses psikologi ini yang akan membentuk suatu perilaku dari individu tersebut.

2. Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik

Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu (Djamarah, 2008). Bila seseorang telah memiliki motivasi intrinsik dalam dirinya, maka ia secara sadar akan melakukan sesuatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya. Motivasi yang berasal dari dalam diri didorong oleh faktor kepuasan dan ingin tahu. Jenis motivasi ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. Motivasi intrinsik penting karena setiap individu mempunyai individual differences yang membedakan dengan orang lain. Individual differences ini meliputi kesenangan, tingkat kepuasan, kemampuan penyesuaian diri, dan tingkat emosi. Motivasi intrinsik jauh lebih kuat untuk


(41)

dapat memunculkan sebuah perilaku tertentu. Kekuatannya dikarenakan motivasi ini berasal dari dalam diri, sehingga mempunyai kecenderungan yang lebih kuat serta tahan lama. Berbeda dengan motivasi ekstrinsik, ketika sumber motivasi itu sudah hilang atau berkurang nilainya, maka perilaku yang diharapkan tidak akan muncul.

Motivasi ekstrinsik merupakan kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik mengacu pada hubungan antara individual dengan faktor eksternal. Seorang individu termotivasi mengerjakan suatu aktivitas oleh adanya dorongan faktor eksternal seperti penghargaan (reward), menghindari hukuman (punishment), atau mencapai sebuah tujuan yang bermakna (meaningful goal), dengan kata lain jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian seseorang mau melakukan sesuatu (Djamarah, 2008).

3. Faktor-Faktor Motivasi

Faktor- faktor yang mempengaruhi motivasi menurut Lashley (dalam Chauhan, 1978), antara lain:

a. Faktor fisiologis

Faktor fisiologis seseorang dapat mempengaruhi motivasi seseorang untuk melakukan sesuatu. Faktor fisiologis merupakan faktor mengenai


(42)

sifat-sifat dan proses pada benda hidup serta dengan alat-alat tubuhnya (Ensiklopedia Nasional Indonesia, 1991). Kondisi tubuh seseorang mempengaruhi seseorang tersebut untuk memutuskan melakukan suatu aktivitas ataupun tidak melakukan.

b. Emosi

Emosi yang positif seperti rasa senang, gembira, atau emosi negatif seperti rasa kecewa, sedih, sakit hati, akan dapat mempengaruhi keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu. Seseorang dalam suatu kondisi emosi negatif cenderung tidak ingin atau tidak semangat dalam melakukan sesuatu dibandingkan dengan seseorang yang sedang memiliki emosi positif.

c. Kebiasaan

Suatu kebiasaan dapat menimbulkan perasaan ”ketergantungan”, sehingga faktor kebiasaan itu sendiri juga dapat memotivasi seseorang untuk melakukan sesuatu.

d. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Seseorang ketika berada pada suatu lingkungan yang memiliki tekanan kelompok yang cukup kuat cenderung mengikuti aturan dalam kelompok tersebut. Dengan demikian secara garis besar faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri individu seperti faktor fisiologis, emosi,


(43)

kebiasaan; dan faktor yang berasal dari luar diri individu seperti faktor lingkungan.

C. Dugem

1. Pengertian Dugem

Istilah dugem memiliki banyak makna. Ada yang berpendapat dugem itu sekedar nongkrong di kafe atau pub. Ada juga yang mengaku dugem adalah refreshing yang dilakukan di malam hari. Pendapat lain menyatakan kalau dugem tidak harus identik dengan kafe, pub, diskotik atau kemewahan; tetapi lebih menonjolkan sisi kebebasan, luapan kesenangan secara berlebihan untuk memanjakan diri, mengekspresikan diri, dan meluangkan waktu untuk diri sendiri.

Istilah dugem merupakan bentuk akronim dari dunia gemerlap. Dunia gemerlap merupakan gambaran tempat bersenang-senang. Biasanya tempat itu penuh dengan lampu warna-warni dan musik tanpa henti dengan para pengunjung yang berpakaian serba seksi, serta anggur di gelas yang indah (www.republika.co.id, Mei 2007).

Konsep makna yang masih senada dengan dugem adalah clubbing. Kata clubbing berasal dari bahasa Inggris yang dibentuk dari kata club yang bermakna ”a group of people associated for a common purpose or mutual advantage” atau ”perkumpulan” (Webster"s New World Dictionary, 1993). Istilah clubbing yang terdapat dalam kamus tersebut bermakna ”berkumpul”.


(44)

Dalam perkembangan selanjutnya penggunaan istilah clubbing yang dipakai kalangan komunitas party goers mengalami perubahan. Dalam bahasa Inggris juga dikenal night club yang dapat berarti klub malam. Sepertinya, istilah clubbing ini lebih dekat hubungan maknanya dengan night club, yaitu tempat hiburan yang buka pada malam hari untuk makan, minum, dansa, dan musik. Istilah clubbing yang dipahami para komunitas dugem adalah nongkrong di waktu malam hari untuk menikmati hiburan di tempat yang menawarkan dugem. Jadi, dugem dan clubbing adalah dua istilah yang merujuk pada makna yang sama, yaitu tempat-tempat yang menawarkan dunia gemerlap untuk mencari hiburan malam. Bentukan clubbing adalah kata bahasa Inggris yang belum diserap ke dalam bahasa Indonesia (www.pikiran-rakyat.co.id, Mei 2007).

Clubbing merupakan salah satu contoh dari demonstration effect atau suatu pola yang menampakkan penampilan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya demi diperolehnya prestise atau gengsi (Susianto dalam Anisa 2003). Demonstration effect ini adalah salah satu bentuk gaya hidup hedonis yaitu pola hidup yang menghabiskan waktu di luar rumah, lebih banyak bermain, senang pada keramaian kota, serta senang membeli barang mahal untuk memenuhi kesenangan dan selalu ingin menjadi pusat perhatian. Bentuk gaya hidup hedonis lainnya adalah free sex, penyalahgunaan narkoba, dan perilaku konsumtif (Viola dalam Muharammi, 2003).


(45)

Emka (2003), menyatakan bahwa clubbing adalah dunia hiburan malam yang menawarkan berbagai kesenangan dengan tujuan untuk refreshing dan memperoleh teman atau memperluas network. Perdana (2003) menyatakan dugem atau clubbing sebagai istilah anak muda yang merujuk pada suatu dunia malam yang bernuansa kebebasan, ekspresif, modern, teknologis, hedonis, konsumeristik dan metropolis yang menjanjikan segala bentuk kegembiraan.

Imelda (2005) menyatakan bahwa dugem atau clubbing telah menjadi bagian dari kehidupan kota besar yang tidak lepas dari tuntutan pekerjaan dan gaya hidup yang semakin beragam. Rata-rata penggemar dugem atau clubbing ingin menunjukkan identitas dirinya sebagai seorang pekerja keras yang telah kelelahan bekerja sehingga membutuhkan pelampiasan emosi melalui aktivitas tersebut. Identitas ke clubbing juga menunjukkan tingkat kesuksesan financial. Penggemar dugem atau clubbing ini biasa disebut party goers.

Ruz (2004), menyebutkan clubbing sebagai alternatif mengisi waktu akhir pekan remaja dengan berkumpul dengan teman sepermainan atau pacar di cafe, mendengarkan musik di pub atau rumah karaoke, joget di diskotik dari malam hingga menjelang pagi. Penggemar clubbing biasanya cenderung memiliki penampilan yang khas. Hal ini selaras dengan yang dikatakan Muharammi (2003), bahwa ketika clubbing, wanita cenderung berpakaian lebih berani dan terbuka.


(46)

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dugem adalah suatu bentuk aktivitas seseorang yang mencari hiburan di malam hari yaitu di kafe atau diskotik dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya memiliki kecenderungan karakteristik demonstration effects, yang merupakan salah satu bentuk gaya hidup hedonis yaitu pola hidup yang menghabiskan waktu di luar rumah, lebih banyak bermain, senang pada keramaian kota, serta senang membeli barang mahal untuk memenuhi kesenangan dan selalu ingin menjadi pusat perhatian.

2. Pandangan atau Image Tentang Dugem atau Clubbing

Sesuai dengan perkembangan zaman, aktivitas clubbing mulai berkembang menjadi suatu trend gaya hidup di masyarakat perkotaan Indonesia, temasuk di Yogyakarta. Seiring dengan hal tersebut, muncul pula berbagai pro dan kontra mengenai kegiatan ini dimana ada yang menolak tetapi adapula yang mendukung. Golongan pro merujuk pada gengsi sosial yang diusung clubbing, tetapi golongan kontra berdalih pada dampak negatif yang ditimbulkan terhadap kepribadian seseorang. Secara umum kita bisa melihat adanya image positif yang bisa ditimbulkan oleh kegiatan clubbing, walau tak dapat dipungkiri adapula berbagai pandangan negatif yang timbul dari kegiatan ini.


(47)

Menurut Susanto (2001), ada beberapa image positif yang diyakini masyarakat terutama para penggemarnya dapat ditimbulkan oleh aktivitas clubbing, yaitu :

a. Menunjukkan kemampuan financial para penggemar clubbing yang tinggi, gaya hidup mewah dan modern.

b. Dicap sebagai “anak gaul”.

c. Menunjukkan kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan secara trendy sesuai perkembangan zaman, juga tempat pertemuan bisnis dengan partner kerja yang sangat menjanjikan.

Di lain pihak, timbul berbagai tanggapan negatif mengenai kegiatan clubbing, antara lain:

a. Merupakan kegiatan negatif remaja yang perlu dikontrol karena dapat menurunkan performa pendidikan serta membahayakan remaja karena sangat dekat dengan obat terlarang dan seks bebas (Linawati dalam Jawa Pos, 2004).

b. Merupakan kegiatan menghambur-hamburkan uang untuk kesenangan semu dan sangat membahayakan karena berhubungan erat dengan minuman keras, obat terlarang dan seks bebas (Kasali dalam Jawa Pos, 2004).

c. Pandangan negatif yang timbul bagi remaja putri party goers, yaitu dianggap sebagai “perempuan nakal” (Jawa Pos, 2004).


(48)

d. Bagi sekelompok golongan agamawan, clubbing dianggap sebagai kegiatan maksiat yang dilarang karena bertentangan dengan ajaran agama yang dianutnya (Perdana, 2004).

D. Motivasi Dugem Remaja Party Goers di Yogyakarta.

Kaum remaja bisa diandaikan sebagai kelompok usia yang berada di simpang jalan yang penuh dengan pertentangan. Remaja masa kini cenderung menghadapi banyak tuntutan dan harapan, demikian juga bahaya dan godaan, yang tampaknya lebih banyak dan kompleks. Pada masa remaja ini, mereka berusaha mencari dan bersosialisasi di lingkungan luar rumah. Sikap seperti itu merupakan salah satu bentuk ekspresi masa transisi itu, yaitu masa peralihan dari anggota keluarga ke anggota masyarakat. Karena setting sosial yang dihadapinya jauh lebih kaya warna dan dinamika, maka wajar saja bila mereka mendapatkan pengetahuan baru yang bisa saja bersifat konstruktif atau positif maupun bersifat destruktif atau negatif.

Satu fenomena paling besar dan universal yang melanda kaum remaja kita, utamanya di wilayah perkotaan, adalah gaya hidup dugem alias dunia gemerlap. Istilah ini sangat dikenal di kalangan remaja dan mereka yang menggandrungi pesta dan hiburan malam. Hal-hal yang berkaitan dan berhubungan dengan dugem mungkin sering dipersepsikan sebagai hal yang negatif oleh sebagian orang-orang. Meskipun dugem sering dipersepsikan sebagai hal yang negatif, namun pada kenyataannya tempat-tempat dugem di Yogyakarta tetap ramai pengunjung,


(49)

terutama kalangan remaja. Seolah-olah para remaja party goers tidak terbebani dengan status mereka sebagai pelajar. Banyak remaja yang akhirnya memilih untuk pergi mengunjungi tempat-tempat dugem karena takut dianggap sebagai

anak yang tidak “gaul”, ketinggalan zaman, cupu, tidak setia kawan, bahkan ada yang merasa takut dikucilkan oleh teman-temannya jika tidak mengikuti aktivitas

dugem atau clubbing. Hal tersebut dianggap lebih penting dibandingkan bahaya-bahaya yang mungkin mengancam kaum remaja.

Remaja memang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan berkomunitas dan beraktivitas. Mereka paling senang nongkrong bersama kelompok dan teman-teman sebayanya di mana tempat dugem atau clubbing menjadi salah satu pilihannya. Perilaku (behavior) dugem atau clubbing akan timbul atau tumbuh pada diri seorang remaja, apabila dalam diri seorang remaja tersebut digerakkan atau diarahkan oleh suatu motivasi, dimana proses motivasi dalam diri seorang remaja tersebut merupakan hasil interaksi antara motif yang juga disebut need (kebutuhan) dan aspek-aspek yang dimiliki oleh remaja tersebut yang meliputi aspek fisik, aspek kognitif dan aspek sosio-emosional. Motivasi seseorang dalam melakukan aktivitas dugem timbul karena adanya suatu kebutuhan, dan motivasi tersebut mengarah pada pencapaian tujuan yang dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan itu. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) penggerak seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari


(50)

luar individu (motivasi ekstrinsik). Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia telah memperoleh kekuatan untuk mencapai kesuksesan dan keberhasilan dalam kehidupan.

Perkembangan seseorang ketika remaja dipengaruhi oleh aspek fisik, aspek kognitif, dan sosio emosional. Perkembangan fisik meliputi tinggi dan berat badan, pertumbuhan kerangka tubuh, fungsi reproduktif dan perubahan hormonal. Perkembangan kognitif pada remaja merupakan kekuatan berpikir yang sedang berkembang pada remaja sehingga membuka cakrawala pemikiran dan sosial yang baru. Remaja mulai memikirkan secara lebih luas mengenai karakteristik ideal, kualitas yang ingin dimilikinya sendiri atau yang diinginkan ada pada orang lain. Pemikiran semacam itu sering kali membuat remaja membandingkan dirinya dengan orang lain, berkaitan dengan patokan ideal tersebut. Perkembangan sosio-emosional pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka. Beberapa remaja akan melakukan apapun, agar dapat dimasukkan sebagai anggota.

Aspek dalam perkembangan seorang remaja mempengaruhi bagaimana remaja tersebut berperilaku dalam kehidupannya sehari-hari. Seorang remaja ketika berperilaku, mereka tidak hanya dipengaruhi oleh aspek-aspek perkembangan yang ada namun didorong pula karena adanya motivasi dalam diri setiap remaja ataupun adanya motivasi dari luar diri remaja tersebut. Dalam hal ini tiap-tiap remaja memiliki motivasi yang berbeda dalam memutuskan untuk


(51)

mengikuti aktivitas dugem dan dengan adanya motivasi tersebutlah, peneliti dapat mengetahui mengapa mereka memilih mengikuti aktivitas dugem.


(52)

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang mengadakan deskripsi untuk memberi gambaran yang lebih jelas mengenai situasi-situasi sosial yang sedang terjadi secara faktual apa adanya (Nasution, 2004). Data diperoleh secara kualitatif, yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video, dan lain-lain (Poerwandari, 1998). Penelitian ini tidak memanipulasi setting penelitian, melainkan melakukan studi pada suatu fenomena dimana fenomena itu ada, dalam konteks alamiah. Penelitian ini tidak bertujuan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya untuk mendeskripsikan informasi yang diperoleh sesuai dengan variable yang ingin diungkap secara alamiah apa adanya.

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja party goers yang ada di kota Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang tergolong dalam remaja akhir dan berstatus mahasiswa, berusia sekitar 19 tahun hingga 24 tahun yang memiliki kegemaran clubbing yang cukup tinggi, berkisar antara 2 sampai 5


(53)

kali seminggu. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 3 orang, yaitu 2 remaja putri dan 1 remaja putra.

Pengambilan subjek ditentukan dengan snowball sampling, yaitu subyek dicari secara berantai berdasarkan keterangan dari subyek sebelumnya. Subyek pertama diambil berdasarkan informasi dari orang lain yang sudah cukup mengenal subyek dan mengetahui aktivitas dugem subyek.

C. Definisi Operasional

1. Motivasi

Motivasi adalah suatu proses yang berasal dari dalam diri seseorang yang mengarahkan dan menggerakkan seseorang untuk melakukan suatu aktivitas dimana aktivitas tersebut merupakan hasil interaksi antara motif dengan aspek-aspek yang dimiliki individu, yang meliputi aspek energi, arah dan keajegan yang ditunjukkan pada pemuasan kebutuhan.

2. Motivasi intrinsik dan ekstrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam individu. Artinya, seseorang melakukan tindakan atau perilaku tidak berasal dari motif-motif atau dorongan-dorongan yang berasal dari luar diri, tetapi atas dasar kemauan sendiri

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang bersumber dari luar individu. Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah


(54)

karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian seseorang mau melakukan sesuatu

D. Metode Pengambilan Data

Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara pada subjek yang telah ditentukan dan kemudian hasil wawancara direkam menggunakan tape recorder. Wawancara ini merupakan metode pengambilan data utama. Metode pendukung yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi keseharian subjek untuk mengetahui kesesuaian jawaban subjek yang telah diperoleh dari wawancara.

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini untuk mencapai tujuan penelitian (Poerwandari, 1998). Sedangkan Nasution (2003) menyatakan wawancara sebagai bentuk komunikasi verbal antara dua pihak yang bertujuan untuk memperoleh informasi.

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur. Dalam metode wawancara ini, peneliti telah menyusun kerangka pertanyaan yang akan diajukan kepada subjek sebagai panduan sebelum melakukan wawancara. Panduan ini dimaksud agar wawancara terfokus pada permasalahan yang akan diungkap dan tidak melupakan bagian-bagian tertentu, tetapi juga bersifat fleksibel sehingga


(55)

peneliti dapat mengembangkan pertanyaan wawancara berdasarkan jawaban yang diberikan oleh subjek untuk memperoleh data yang diinginkan.

2. Observasi

Observasi adalah kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dan fenomena tersebut (Poerwandari, 1998). Observasi ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai permasalahan yang ingin diungkap, sesuai dengan kenyataan.

Observasi yang dipakai dalam penelitian ini adalah observasi alami, yaitu pengamatan dan pencatatan perilaku apa adanya tanpa ada perlakuan khusus terhadap subjek pada setting yang natural dan tidak dimanipulasi.

Observasi dipilih sebagai metode pengambilan data pendukung, dengan alasan:

a. Peneliti dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai permasalahan yang ingin diungkap, yaitu mengenai profil remaja party goers dan motivasi yang melatarbelakanginya. Dapat dilihat pula kesesuaian jawaban subjek dalam wawacara dengan kenyataan kesehariannya.

b. Memungkinkan peneliti untuk melihat hal-hal lain yang mungkin tidak terungkap dalam wawancara dan juga hal yang bisa jadi tidak disadari oleh peneliti dan subjek penelitian (Poerwandari, 1998).


(56)

E. Pedoman Wawancara

Hal-hal yang ingin diungkap dalam observasi maupun wawancara

Tabel 1. Pedoman Observasi No. Faktor yang

diungkap

Deskripsi Contoh

1. Lingkungan sosial

Gambaran tentang lingkungan tempat tiggal, budaya masyarakat, kelas sosial

Subjek tinggal di daerah komplek perumahan 2. Keluarga Gambaran hubungan dengan

keluarga, hubungan dengan orangtua, kakak dan adik, suasana dalam keluarga, peran subjek dalam keluarga

Subjek sering berdiskusi dengan keluarganya, beraktivitas bersama keluarga, subjek menceritakan masalahnya pada salah satu anggota keluarganya

3. Kelompok sosial dan kelompok referensi

Gambaran tentang kelompok sosial subjek, kelompok referensi, siapa saja mereka, hubungan dengan teman sebaya, peran subjek pada lingkungan sosialnya

Orang yang dekat dengan subjek adalah teman-teman kampusnya, subjek mempunyai banyak teman, ia suka pergi ke cafe atau diskotik bersama teman-temannya

Tabel 2. Pedoman Umum Wawancara No. Aspek yang

diungkap

Kode Motif

Penjelasan Pertanyaan

1. Motivasi intrinsik MI Motivasi yang

tidak berasal dari motif-motif atau dorongan-dorongan yang berasal dari luar diri, tetapi atas dasar kemauan sendiri.

1. Apakah kamu sering pergi ke tempat dugem? Ceritakan.

2. Hal apa sajakah yang kamu lakukan ketika di tempat dugem? Ceritakan.

3. Dengan siapa biasanya kamu melakukan aktivitas dugem? Ceritakan.

4. Apa yang kamu rasakan ketika berada di tempat dugem?


(57)

Ceritakan.

5. Apa yang kamu dapatkan di tempat dugem yang tidak bisa kamu peroleh di tempat lain? Ceritakan.

6. Adakah perasaan cemas ketika kamu berada di tempat dugem? Ceritakan.

7. Adakah perasan cemas ketika kamu pulang di pagi hari? Ceritakan.

2. Motivasi ekstrinsik ME Motivasi yang

timbul sebagai akibat pengaruh

dari luar

individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan

demikian

seseorang mau melakukan sesuatu.

1. Bagaimanakah dampak aktivitas dugem yang kmau lakukan terhadap kuliah kamu? Ceritakan. 2. Bagaimana hubungan kamu

dengan keluarga kamu? Ceritakan.

3. Bagaimana hubungna kedekatan kamu dengan keluarga kamu? Ceritakan.

4. Apakah ada aturan-aturan yang diberlakukan untuk kamu dari orangtua kamu? Ceritakan. 5. Aktivitas yang sering kamu

lakukan bersama teman-teman kamu apa? Ceritakan.

Tabel 3. Rancangan Tabel Analisis Identitas :

Sumber : Harita (Skripsi, 2006)

(Nama,usia,asal daerah,tempat tinggal sekarang, pendidikan, status orangtua, pekerjaan orangtua)


(58)

No. Pernyataan Padatan Faktual

Interpretasi Kategori Motif Kode

Motif

Penjelasan isi dan fungsi tabel analisis per kolom : a. No.

Kolom ini berisi nomor urut pernyataan yang diajukan oleh peneliti kepada subjek dalam wawancara. Fungsinya untuk memisahkan pertanyaan yang satu dengan yang lainnya agar lebih mudah dianalisa.

b. Pernyataan

Kolom ini berisikan pencatatan jawaban subjek scera verbatim sesuai dengan yang direkam dalam tape-recorder. Fungsinya adalah agar lebih mudah untuk dipelajari dan dicari kata kucinya.

c. Padatan faktual

Kolom ini digunakan untuk mencatat penggalan kalimat / padatan faktual / tema umum dari pernyataan subjek yang akan digunakan sebagai panduan untuk membuat tema sementara.

d. Interpretasi

Dalam kolom ini dituliskan interpretasi yang ditangkap oleh peneliti berdasarkan tema atau padatan faktual yang ditemukan, dengan kata lain merupakan interpretasi subjektif dari peneliti terhadap pernyataan subjek.


(59)

e. Kategori

Dalam kolom ini akan dituliskan kategori dari inti jawaban subjek, apakah termasuk dalam jawaban primer (yakni semua yang termasuk dalam konsep motivasi kaitannya dengan dugem) ataukan sekunder (yakni hal-hal yang masih berkaitan dengan fokus penelitian).

f. Motif

Dalam kolom ini dituliskan motif yang terkandung dalam pernyataan subjek yang diperoleh dari hasil analisa dari padatan faktual dan tema sementara (bila ada). Motif ditentukan berdasarkan motif-motif dalam Teori Motivasi Intrinsik dan Ekstrinisk.

g. Kode Motif

Kolom ini berisikan kode dari motif yang telah ditemukan. Pengkodean akan memudahkan peneliti untuk membuat interpretasi motif subjek berdasarkan Teori Motivasi, yaitu :

1) MI untuk motif intrinsik 2) ME untuk motif ekstrinsik

F. Analisis Data

Analisis data adalah proses menyusun atau mengorganisasikan data ke dalam suatu tema, pola dan kategori tertentu (Nasution, 1988). Proses berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif setelah meninggalkan lapangan. Pekerjaan menganalisa


(60)

data memerlukan usaha pemusatan perhatian dan pengerahan tenaga fisik dan pikiran dari seorang peneliti (Moleong, 1988).

Peneliti harus melakukan beberapa langkah untuk menganalisa data yang telah diperoleh di lokasi penelitiannya. Poerwandari (1998) menyebutkan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh peneliti untuk menganalisis data, yaitu:

1. Menyusun transkrip verbatim, yaitu menyalin dengan detil setiap kata yang diungkap oleh interviewer maupun interviewee dalam proses wawancara. Selanjutnya mendengarkan verbatim secara berulang-ulang dan membaca kembali transkrip yang telah dibuat, agar proses kategorisasi lebih mudah untuk dilakukan.

2. Melakukan pengkodean dengan memberi nomor pada baris-baris transkrip secara urut dan kontinyu, kemudian membubuhkan nama untuk transkrip data yang diperoleh, misalnya dengan membubuhkan; tanggal, waktu pelaksanaan wawancara, dan lokasi pengambilan data lewat wawancara.

3. Melakukan interpretasi dan pembahasan secara menyeluruh dengan memperhatikan catatan lapangan dan mengolah hasil wawancara dalam sebuah dinamika psikologis.

4. Menyusun hasil penelitian dan pembahasan, kemudian membuat kesimpulan akhir.


(61)

G. Kredibilitas Penelitian

Kredibilitas adalah istilah lain dari validitas penelitian kualitatif. Kredibilitas disini untuk membuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam dunia kenyataan dan apakah penjelasan yang diberikan tentang masalah yang diteliti memang sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Kredibilitas dalam penelitian kualitatif terletak pada keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial, atau pola interaksi yang kompleks, tetapi tidak memanipulasi setting penelitian.

Kredibilitas penelitian ini dapat dicapai dengan cara (Poerwandari, 1998): 1. Mendokumentasikan secara lengkap dan rapi data yang telah terkumpul,

proses pengumpulan data maupun strategi analisisnya.

2. Melibatkan orang lain sebagai partner atau orang yang dapat berperan sebagai pengkritik, untuk memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis terhadap analisis yang dilakukan peneliti.

3. Melakukan recheking data penelitian, dengan cara memutar ulang hasil rekaman wawancara dan menanyakan kembali maksud subjek, apakah telah sesuai dengan pengertian peneliti. Hal lain yang dapat dilakukan juga adalah dengan mengcross-check kesesuaian data hasil wawancara dan observasi, serta dengan melakukan wawancara pada orang lain yang mengenal subjek dengan cukup baik (orang dekat subjek).


(62)

43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan beberapa persiapan yang berkaitan dengan proses penelitian. Langkah awal yang dilakukan dalam persiapan ini adalah menjalin kedekatan dengan subjek penelitian atau rapport. Kedekatan antara peneliti dan subjek penelitian merupakan faktor penting dalam penelitian kualitatif, melalui kedekatan ini diharapkan akan tercipta relasi yang terbuka antara peneliti dan subjek penelitian sehingga dapat menunjang proses penelitian. Rapport yang dilakukan peneliti adalah dengan berkunjung ke kos subjek dan mengamati kegiatan subjek ketika di tempat dugem selama beberapa kali sebelum dilaksanakananya penelitian. Jumlah kunjungan subjek pra-penelitian anatara subjek satu dengan subjek lainnya berbeda dan disesuaikan dengan karakteristik masing-masing subjek.

Selain melakukan rapport, peneliti juga melakukan persiapan yang berkenaan dengan teknik penelitian. Persiapan ini antara lain dengan membuat panduan wawancara yang telah diujicoba sebelum melaksanakan penelitian, menyiapkan perlengkapan wawancara antara lain tape recorder, kaset kosong, serta buku catatan untuk membuat catatan yang diperlukan sebagai data pelengkap selama proses wawancara.


(63)

Setelah tahap persiapan, peneliti kemudian melakukan proses penelitian. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 29 Mei 2008 sampai dengan tanggal 16 September 2008. Jumlah pertemuan wawancara dari masing-masing subjek berkisar antara tiga samapi empat kali. Wawancara dihentikan bilamana data penelitian dianggap telat memenuhi aspek-aspek dari tema yang sesuai dengan penelitian.

Waktu yang digunakan selama proses penelitian adalah:

Tabel 4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Subjek Tempat Tanggal Waktu

1 Kos subjek 29 Mei 2008 6 Juni 2008 8 Juni 2008 14 Juni 2008

16.15-18.10 WIB 09.45-11.15 WIB 16.55-17.40 WIB 15.30-16.15 WIB 2 Kos subjek 27 Agustus 2008

6 September 2008 27 Sepetember 2008

16.15-18.10 WIB 08.55-11.05 WIB 16.00-17.55 WIB 3 Kos subjek 26 Agustus 2008

13 September 2008 16 Sepetember 2008

18.25-20.15 WIB 15.00-16.30 WIB 13.30-15.00 WIB

Table 5. Data Subjek Penelitian

Keterangan Subjek I Subjek II Subjek III

Nama Ln Bm Kr

Usia 21 th 23 th 20 th

Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan

Pendidikan Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa

Asal Daerah Riau, Pekanbaru Bandung, Jawa Barat

Bandung, Jawa Barat

Status orang tua Ayah Ibu masih hidup dan masih tinggal serumah

Ayah ibu masih hidup dan masih tinggal serumah

Ayah ibu masih hidup tapi sudah bercerai


(64)

Pekerjaan orang tua - Ayah

- Ibu

Pegawai swasta Bidan

Wiraswasta

Ibu rumah

tangga

Pegawai swasta Pegawai swasta

B. Gambaran Tempat Dugem di Yogyakarta

Ada dua jenis tempat dugem yang berkembang di Yogyakarta dan banyak dikunjungi oleh para party goers, yaitu cafe dan diskotik atau club. Pada dasarnya kedua tempat tersebut memiliki perbedaan. Berdasarkan pengertian secara harafiah, café adalah kedai kopi, tempat minum yang dibuka pada sore hari untuk menjamu para karyawan yang baru pulang bekerja, sedangkan diskotik atau club adalah rumah musik, tempat orang mendengarkan musik lewat piringan hitam yang diputar (www.JawaPos.com, Mei 2007). Kafe yang berkembang di Yogyakarta antara lain: Hugo’s cafe di jalan Laksda Adisucipto km 8,7; Caesar di Plaza Ambarrukmo lantai 3, jalan Laksda Adisucipto; Republic di jalan Malioboro nomor 60; Boshe VVIP Club di jalan Magelang Km 6,5; Liquid Next Generation di jalan Magelang Km. 5,5; dan The Club Concert Cafe di jalan Magelang No. 80 Borobudur Plaza, lantai 2 Yogyakarta. Diskotik atau club yang berkembang di Yogyakarta antara lain: Embassy di jalan Laksda Adisucipto Km. 8,7; Papillon Clubbing Music & Cafeint di jalan Mayor Suryotomo No. 26; dan Jogja Jogja rumah musik di jalan Magelang, Borobudur Plaza lantai 1 (www.gudeg.net, Mei 2007).


(65)

Berdasarkan observasi peneliti, tempat dugem di Yogyakarta pada umumnya hanya ramai pada hari-hari tertentu, yaitu hari Rabu, Jumat dan Sabtu serta pada event-event spesial dengan waktu operasional antara pukul 22.00 WIB sampai pukul 03.00 WIB, dimana sebagian besar pengunjungnya adalah mahasiswa dan eksekutif muda. Tempat dugem yang biasanya ramai dikunjungi adalah café yang menyuguhkan hiburan berupa gabungan dari live music dan DJ (disc jockey) performance. Sedangkan club atau diskotik yang menyuguhkan full DJ performance hanya ramai pengunjung pada akhir minggu dan pada event spesial yang menampilkan DJ tamu dari luar kota atau luar negeri. Saat ini tempat dugem di Yoyakarta tidak hanya menampilkan DJ sebagai daya tarik, namun juga menampilkan VJ (visual jockey) dan penari-penari seksi.

Perkembangan tempat dugem di Yogyakarta saat ini mengarah pada segmentasi dari tiap-tiap venue. Hal ini bisa dilihat dari perbedaan harga dan jenis minuman yang ditawarkan. Beberapa venue memilih segmen menengah ke atas dengan menawarkan jenis minuman berkualitas import dengan harga yang cukup mahal, sedangkan beberapa venue yang lain memilih segmen menengah ke bawah dengan menawarkan jenis minuman berkualitas lokal dengan harga yang cukup murah. Hal ini mempengaruhi suguhan hiburan yang diberikan, dalam artian venue dengan segmentasi menengah ke atas umumnya mampu memberikan suguhan hiburan yang lebih berkualitas seperti bintang tamu yang cukup dikenal masyarakat, event-event yang tematik, dan adanya


(1)

Kategori S (sekunder)

No. Pernyataan Padatan Faktual Interpretasi Kategori Motif Kode Motif 1. Kamu sering dugem?

Wah sering banget mbak...

Subjek sering pergi ke tempat dugem

Subjek sering dugem

S Motivasi intrinsik

MI 2. Tiap bulan gitu kamu

pasti di kirim sama ibu? Iya sih.. dan hampir nggak pernah telat.. Bisa-bisa aja sih.. eee.. bisa banget lah... cukup banget sih mbak kalo buat pemenuhan kebutuhan aku sendiri.. pokoknya kalo duit aku tinggal sedikit gitu pasti aku ya.. cepet-cepet telpon mama minta dikirim lagi

Selalu mendapatkan kiriman jika uang tinggal sedikit

Kondisi financial yang mencukupi bahkan berlebihan

S Motivasi intrinsik

MI

3. Biasanya kamu kalo dugem gitu ke cafe atau diskotik?

Eeemm... kalo aku sih lebih sering ke cafe ya mbak..

Subjek lebih sering ke cafe

Tempat dugem yang biasa dikunjungi subjek

S Motivasi intrinsik

MI

4. Terus kegiatan kamu setiap hari kaya apa sih? Teratur nggak atau selalu berubah-ubah? kalo kegiatan aku sehari-hari

Kegiatan sehari-hari kuliah, nongkrong dengan teman-teman, dugem

Aktivitas sehari-hari cenderung teratur

S Motivasi intrinsik


(2)

tu.. ee.. apa ya.. ya paling kuliah ya.. terus nongkrong gitu sama temen-temen.. jalan lah... ee.. ya terus malemnya dugem gitu ya kalo pas lagi ada rencana ke tempat dugem.. ya paling gitu-gitu aja sih... cenderung teratur ya

5. Kamu udah punya pacar ya? Dia perhatian nggak sama kamu?

Perhatian banget mbak.. eee.. ya dia bisa jadi kakak aku, terus dia juga bisa jadi sahabat gitu.. ya selama ini dia yang selalu kasih semangat ke aku gitu...

Pacar yang selalu ada buat subjek

Pacar yang selalu meberikan

perhatian dan semangat kepada subjek

S Motivasi ekstrinsik

ME

6. Temen-temen kamu siapa aja sih?

Wah banyak mbak.. ya ada temen kampus, temen jalan, temen buat nongkrong gitu... pokoknya banyak lah.. aku suka kalo punya temen banyak sih.. biar aku nggak kesepian aja.. ee.. ya suka juga kenalan sama orang baru

Memiliki banyak teman Memiliki

sosialisasi yang baik

S Motivasi ekstrinsik


(3)

gitu sih.. ya.. biar nambah temen lagi gitu..

7. Emang kalo ngumpul sama temen-temen kamu dimana selain di tempat dugem?

Ya.. ya biasanya kita apa tuh.. ee.. cari tempat nongkrong yang enak gitu sih.. kaya di kedai kopi atau di mana gitu... eee.. dan... apa.. eee... ya abis itu baru berangkat dugem rame-rame...

Sering berkumpul bersama teman di kedai kopi

Tempat yang dikunjungi subjek selain tempat dugem bersama teman-temannya

S Motivasi ekstrinsik

ME

8. Yang biayain kamu sekarang ibu juga? Iya mbak... kalo bapak... ee.. ya kalo pas ke Jogja sih kadang kasih aku uang gitu.. tapi semua yang biayain aku sekarang ya ibu...

Yang membiayai subjek sekarang yaitu ibunya

Ibu yang membiayai semua keperluannya

S Motivasi ekstrinsik

ME

9. Terus kesulitan yang kamu alami sehari-hari apa sih?

Eee.. kesulitan... ee.. apa ya...

Kesulitan dengan bangun pagi karena sering dugem

Mengalami gangguan tidur

S Motivasi ekstrinsik


(4)

paling ya susah bangun pagi itu sih ya.. soalnya malemnya kadang dugem gitu jadi kadang nggak bisa bangun pagi..

10. Menurut kamu

kelebihan apa sih yang kamu punya?

Waduh apa ya.... ee.. kalo kata temen-temen sih aku orangnya friendly gitu ya.. banyak temennya gitu.. ya itu kali ya... soalnya aku ngerasa nggak punya kelebihan sih.. hehehe.. tapi itu sih menurut aku kelebihan aku..

Kelebihan yang dimiliki yaitu sifat memiliki banyak teman dan friendly

Mengerti tentang potensi diri

S Motivasi intrinsik

MI

11. Kalo kekurangan kamu apa?

Eee... kekurangan aku tu aku orangnya kadang nggak pede gitu kalo melakukan sesuatu... eee.. apa ya kadang sensitif gitu.. soalnya sebenernya aku tuh lemah loh... tapi ee.. ya aku tutup-tutupin aja sih... itu sih ya paling...

Memiliki kekurangan yaitu sensitif

Menyadari akan kelebihannya

S Motivasi intrinsik


(5)

12. Kamu berusaha tampil percaya diri di setiap waktu nggak?

Iya lah.. aku berusaha buat pede aja sih walopun ya kadang susah juga ya.. tapi aku tetep berusaha sih mbak..

Berusaha tampil percaya diri

Berusaha tampil dengan percaya diri

S Motivasi intrinsik

MI

13. Cita-cita kamu apa? Ee.. aku pengin jadi accounting sih...

Memiliki cita-cita menjadi accounting

Memiliki visi yang baik

S Motivasi intrinsik

MI

14. Kamu memiliki harapan untuk berubah dalam kehidupan kamu?

Itu pasti ya mbak.. yang jelas aku nggak pengin kehidupan aku jadi berantakan juga ee.. maksudnya hanya karena keadaan orang tua aku yang cerai.. ee.. apa.. ya aku tetep pengin maju terus lah.. ya.. aku pengin hidup bahagia sih.. ya kau juga pengin cita-cita aku juga tercapai sih..

Memiliki harapan ingin maju dan hidup bahagia

Adanya keinginan untuk berubah dalam hidupnya menjadi lebih maju

S Motivasi intrinsik

MI

15. Kamu memaknai hidup kamu sekarang ini kaya

Memaknai hidup dengan mengambil

Kemampuan memaknai hidup

S Motivasi intrinsik


(6)

gimana sih?

Eee.. yang jelas apa ya.. ya aku ngerasa hidup aku yang sekarang ee.. ya walaupun tidak menyenangkan tapi aku tetep bersyukur kedua orang tua aku masih hidup ya.. ee.. malah mungkin jadi pelajaran buat aku.. ee.. ya aku banyak mengambil pelajaran lah dari apa yang sudah aku jalanin sampe sekarang...

pelajaran dari masa lalunya

baik

16. Harapan kamu ke depan apa?

Aku sih nggak muluk-muluk ya.. eee.. aku pengin hidup bahagia aja.. ya aku pengin cita-cita aku bisa terwujud.. ee.. biar aku juga bisa nunjukkin ke keluarga aku kalo aku tu bisa walupun harus berjalan sendiri... itu aja sih..

Memiliki harapan untuk hidup bahagia

Memiliki visi yang baik

S Motivasi intrinsik