34
D. Durasi Penggunaan Media Sosial
Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI mengartikan kata durasi sebagai lamanya sesuatu berlangsung, rentang waktu. Tubbs Sylvia 1983
menjelaskan bahwa intensitas pengunaan dapat diukur berdasarkan durasi atau durasi. Berdasarkan Andarwati Sankarto 2005, durasi dinyatakan
dalam satuan kurun waktu tertentu menit atau jam. Oleh karena itu, durasi penggunaan media sosial dapat diukur melalui seberapa seberapa lama waktu
yang dihabiskan oleh pengguna untuk mengakses media sosial. Semakin lama pengguna media sosial mengakses media sosialnya, semakin tinggi pula
durasi penggunaan media sosial. Sebaliknya, semakin sebnetar pengguna media sosial mengakses media sosialnya, semakin rendah pula durasi
penggunaan media sosial.
E. Dinamika Hubungan
Durasi Penggunaan Media Sosial
dengan Kestabilan Emosi Pengguna Media Sosial Usia Dewasa Awal
Kestabilan emosi merupakan faktor yang memampukan seseorang untuk mengembangkan cara yang tenang dan seimbang dalam menghadapi
masalah hidup Smithson, 1974. Scott 1986 berpendapat bahwa kestabilan emosi merupakan salah satu dari tujuh faktor penting yang mengindikasi
kesehatan mental superior. Rendahnya kestabilan emosi merujuk pada kegagalan seseorang dalam mengembangkan kemandirian yang seharusnya
tampak pada orang dewasa yang normal Chaturvedi Chander, 2010. Individu yang memiliki kestabilan emosi yang baik adalah individu yang
35
memiliki kepuasan hidup lebih tinggi, bepandangan positif, tidak tergoyahkan oleh emosi-emosi dan pikiran negatif, lebih tenang dalam menghadapi stress
dan kegagalan, merasa aman, tidak iri hati, dan berkepala dingin. Sebaliknya, individu yang memiliki kestabilan emosi yang rendah adalah individu yang
mudah stress, tidak puas terhadap hidup, menghindari masalah, sulit beradaptasi, emosional, mudah cemas, tegang, dan marah.
Sebuah penelitian Kendler dkk, 2004 menemukan bahwa individu yang megalami ketidakstabilan emosi individu dengan neurotisme tinggi
lebih rentan terhadap efek depresif akibat ancaman kontekstual jangka panjang dari pada individu yang memiliki kestabilan emosi individu dengan
neurotisme rendah. Penelitian lain oleh Kling dkk 2003 mendapatkan hasil bahwa kestabilan emosi mampu memprediksi perubahan gejala depresif pada
wanita yang mengalami perubahan hidup secara signifikan. Dari hasil kedua penelitian ini dapat dilihat bahwa kestabilan emosi merupakan faktor yang
penting untuk menghadapi tekanan yang dialami oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Kestabilan emosi dapat berperan menjadi pendukung
dalam menyelesaikan masalah dan penengah dalam menghadapi stres. Individu dewasa awal yang telah memiliki kestabilan emosi yang baik
dan telah mampu mengendalikan emosi pun tetap dapat mengalami ketidakstabilan emosi pada saat tertentu.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kestabilan emosi seseorang adalah faktor steming atau suasana
hati atau mood Morgan King dalam Walgito, 1970. Faktor ini terkait dengan keterpaparan individu pada berbagai macam emosi, termasuk di
36
dalamnya emosi positif atau negatif yang sangat mempengaruhi suasana hati individu tersebut. Kemunculan kondisi atau rangsangan dari luar inilah yang
memicu keadaan emosional atau perubahan suasana hati. Adanya perkembangan zaman membuat faktor yang mempengaruhi
kestabilan emosi semakin bervariasi. Salah satunya adalah gaya hidup yang tidak terlepas dari penggunaan media sosial yang dapat memicu munculnya
gejala depresif yang dikenal dengan sebutan ”Facebook depression” sains.kompas.com. solopos.com. Gejala ini muncul akibat terpaparnya
seseorang pada laman yang berisi kesenangan atau pengalaman bahagia yang membuat berkurangnya rasa percaya diri orang tersebut karena tidak bernasib
sama. Hal ini menjelaskan bahwa media sosial dapat mempengaruhi suasana hati seseorang yang kemudian berdampak pada kestabilan emosi.
Perubahan suasana hati terjadi karena orang melalui proses
pembandingan profil dirinya dengan profil milik orang lain. Terutama ketika seseorang dihadapkan pada kebahagiaan orang lain, maka akan menghasilkan
perasaan iri dan muram. Sebuah studi menemukan bahwa semakin sering seseorang membuka Facebook, semakin orang tersebut merasa tidak bahagia
Kross dkk, 2013; telegraph.co.uk. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial yang memaparkan kebahagiaan seseorang, dapat membuat pengguna media
sosial lain merasa kesepian dan muram. Penelitian lain Kramer dkk, 2014 membuktikan efek dari media sosial
terhadap emosi penggunanya. Kramer dkk 2014 menemukan bahwa ketika seseorang banyak terpapar konten media sosial yang bernada negatif,