yang dirasakan seseorang mempengaruhi tingkat komitmen organisasi yang dimilikinya. Sementara karyawan outsourcing rentan mengalami
kondisi yang sebaliknya, yakni kondisi ketidakamanan kerja job insecurity.
4. Dampak Komitmen Organisasi Komitmen organisasi memiliki dampak terhadap beberapa
variabel lainnya. Mowday dan Steers 1983 mengemukakan bahwa komitmen organisasi memiliki pengaruh terhadap performansi kerja.
Penelitian mengenai hubungan antara komitmen organisasi dan performansi kerja juga dilakukan oleh Khan et.al 2010 dan Samad
2011. Keduanya menunjukkan hasil bahwa komitmen organisasi yang tinggi akan menyebabkan performansi kerja yang tinggi pula.
Mowday dan Steers 1983 juga menyebutkan bahwa komitmen organisasi berdampak pada ketidakhadiran karyawan, lama
bekerja, dan turn over karyawan.
B. Job Insecurity
1. Pengertian Job Insecurity Job insecurity didefinisikan secara umum sebagai ketakutan
untuk kehilangan pekerjaan atau pekerjaan yang tidak kontinu Caplan et al., ; Davy et al., ; Ferrie, Hartley dalam Mauno et al., 2001.
Greenhalgh and Rosenblatt dalam Hellgren, Sverke, dan Naswall, 2006 mengemukakan arti dari job insecurity yaitu merasa tidak
berdaya untuk mempertahankan keberlanjutan yang diinginkan pada situasi pekerjaan yang mengacam. Secara lebih jauh, definisi tersebut
tergantung pada persepsi pribadi dan interpretasi terhadap lingkungan kerjanya.
Davy, Kinicki, dan Scheck dalam Hellgren et.al, 2006 mengartikan job insecurity sebagai harapan seseorang mengenai
kelanjutan pada situasi kerja. Pendapat lain mengenai job insecurity ialah persepsi seorang karyawan terhadap potensi ancaman untuk
keberlangsungan pekerjaannya Heany, Israel, House dalam Hellgren et. al, 2006.
Beberapa peneliti mengadopsi definisi job insecurity bukan saja tentang ketidakpastian karyawan dalam kelanjutan pekerjaannya,
melainkan juga keberlangsungan dari dimensi pekerjaan, contohnya kesempatan untuk dipromosikan atau kemungkinan diberhentikan
untuk sementara waktu Ashford et al.; Borg Elizur; Greenhalgh Rosenblatt; Holm Hovland; Rosenblatt Ruvio; Rosenblatt dalam
Mauno et al., 2001. Hellgren, Sverke, dan Isaksson 1999 membagi job insecurity
menjadi dua, yakni job insecurity kuantitatif dan job insecurity kualitatif. Job insecurity kuantitatif sesuai dengan konsep job
insecurity secara global yaitu kekhawatiran tentang kehilangan pekerjaan itu sendiri. Sedangkan job insecurity kualitatif berkaitan
dengan persepsi potensi kehilangan kualitas dalam hubungan kerja
seperti memburuknya kondisi kerja, penurunan pangkat, kurangnya peluang karir, perkembangan gaji yang menurun, dan kekhawatiran
tentang organisasi yang sesuai di masa depan. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, peneliti menyimpulkan
bahwa job insecurity adalah perasaan tidak berdaya dan ketakutan akan kehilangan keberlangsungan dari pekerjaan yang dimiliki baik
kelanjutan pekerjaan maupun dari dimensi pekerjaan. 2. Komponen-Komponen Job Insecurity
Borg dan Elizur dalam Hellgren et.al, 2006 membedakan komponen job insecurity menjadi dua yakni job insecurity secara
kognitif dan job insecurity secara afektif. Job insecurity secara kognitif ialah pikiran-pikiran mengenai kemungkinan mengalami kehilangan
pekerjaan sedangkan job insecurity secara afektif ialah perasaan ketakutan kehilangan pekerjaan.
Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Greenhalgh dan Rosenblatt dalam Lee, Bobko, Chen, 2006 yang memaparkan lima
komponen job insecurity. Peneliti menggunakan teori dari Greenhalgh dan Rosenblatt. Kelima komponen dari job insecurity tersebut adalah :
a. Tingkat ancaman terhadap kelanjutan pekerjaan atau aspek-aspek pekerjaan
Tingkat ancaman yang dirasakan mengenai aspek-aspek pekerjaan seperti
kemungkinan untuk
mendapat promosi
atau mempertahankan tingkat upah.
b. Arti atau pentingnya pekerjaan bagi individu Seberapa penting arti pekerjaan bagi individu dapat mempengaruhi
tingkat job insecuritynya c. Ancaman terhadap fitur pekerjaan yang dinilai penting
Tingkat ancaman kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang secara negatif mempengaruhi keseluruhan kerja individu seperti
dipindahkan ke kantor cabang yang lain atau diPHK. d. Kepentingan dari segi keutamaan pekerjaan
Tingkat kepentingan secara keseluruhan dari perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi keseluruhan kerja individu.
e. Perasaan ketidakberdayaan untuk mengatasi ancaman Mengacu pada ketidakmampuan karyawan untuk mengendalikan
ancaman.
3. Faktor-faktor pembentuk Job Insecurity Hellgren, Sverke, dan Naswall 2006 menyebutkan bahwa usia
merupakan variabel demografik yang menyebabkan job insecurity. Penelitian dari Mohr, Naswall, dan De witte dalam Hellgren et.al,
2006 memberikan hasil bahwa karyawan yang memiliki usia 30-40 tahun akan mengalami job insecurity lebih tinggi dibandingkan
karyawan baru yang masih muda. Hal ini disebabkan karyawan yang berusia 30-40 tahun akan lebih sulit mendapatkan pekerjaan lagi.
Selain itu gender juga dianggap mempengaruhi job insecurity.
Beberapa penelitian memfokuskan seberapa berpengaruh gender terhadap job insecurity dan menghasilkan kesimpulan bahwa pria
memiliki kecenderungan lebih tinggi dalam mengalami job insecurity dibanding wanita. Lebih lanjut, dalam penelitian ini disebutkan pula
mengenai disposisi kepribadian yang menghasilkan temuan bahwa memiliki hubungan dengan job insecurity. Sementara itu, ditemukan
pula pada penelitian lain bahwa status sosioekonomi dapat mempengaruhi job insecurity. Seseorang yang memiliki status rendah
pada pekerjaan dan pemasukan yang rendah lebih rentan terhadap ancaman kehilangan pekerjaan.
Barling dan Gallagher dan Sverke et al. dalam Hellgren et al., 2006 menyatakan bahwa jenis karyawan seperti karyawan kontrak
juga juga dapat berpengaruh terhadap persepsi karyawan mengenai job insecurity yang dirasakan. Faktor lain yang dapat mempengaruhi job
insecurity adalah dukungan sosial baik dari keluarga maupun dukungan dari persatuan karyawan. Selain itu, faktor latar belakang
pendidikan dan tingkat ketrampilan juga berkontribusi terhadap tingkat job insecurity seseorang. Karyawan dengan latar belakang pendidikan
yang rendah akan memiliki alternatif lapangan pekerjaan yang lebih sedikit sehingga lebih insecure cf.Fugate, Kinicki, Ashforth dalam
Hellgren et al., 2006. Berdasarkan beberapa faktor di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa usia, gender, disposisi kepribadian, status sosioekonomi, tipe
karyawan, latar belakang pendidikan, dan dukungan sosial merupakan faktor-faktor pembentuk job insecurity.
4. Dampak Job Insecurity Banyak penelitian menyebutkan bahwa job insecurity
berkorelasi negatif
dengan kesejahteraan
psikis karyawan.
Permasalahan kesehatan fisik dan distress mental memiliki kecenderungan untuk bertambah seiring meningkatnya pengalaman job
insecurity Ashford et al., Barling Kelloway, Hartley, dan Jick dalam Hellgren, Sverke, dan Naswall, 2006. Selain itu Ashford
dalam Hellgren et.al, 2006 mengatakan bahwa karyawan yang mengalami kondisi insecure akan mengalami ketidakpuasan kerja
yang lebih tinggi. Dampak lain dari job insecurity adalah tingkat keterlibatan
dalam pekerjaan yang rendah KuhnertPalmer dan LeavoniSales dalam Hellgren et.al, 2006. Di samping itu, tingkatan seseorang
merasa secure terhadap pekerjaannya akan mempengaruhi performansi kerjanya.
Berdasarkan dampak-dampak yang telah dijabarkan tersebut dapat disimpulkan bahwa job insecurity berpengaruh terhadap
kesejahteraan psikis, kesehatan fisik, tingkat distress, ketidakpuasan kerja, keterlibatan dalam pekerjaan yang rendah, dan performansi
kerja. Sementara itu, keterlibatan dalam pekerjaan juga termasuk salah
satu komponen pembentuk komitmen organisasi. Seseorang yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan menunjukkan sikap
keterlibatan yang aktif dalam segala kegiatan-kegiatan demi tercapainya tujuan perusahaan.
C. Dinamika Hubungan antara Job Insecurity dengan Komitmen Organisasi pada Karyawan Outsourcing
Komitmen organisasi ialah suatu kondisi di mana seorang karyawan memiliki loyalitas kepada perusahaan sehingga karyawan
tersebut dapat mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari organisasi dan mengerahkan segala usaha demi tercapainya tujuan perusahaan.
Komponen-komponen komitmen organisasi antara lain: a. Penerimaan nilai-nilai dan tujuan perusahaan; b. Kemauan untuk mengerahkan usaha
kepada perusahaan; c. Memiliki kehendak yang kuat untuk tetap berafiliasi dengan organisasi. Karyawan yang memiliki komitmen
organisasi yang tinggi akan berusaha melakukan kegiatan-kegiatan demi tercapainya tujuan perusahaan.
Komitmen organisasi ditentukan oleh faktor personal dan faktor organisasi. Salah satu variabel yang termasuk dalam faktor personal ialah
pengalaman kerja. Pengalaman kerja meliputi keamanan kerja, kesempatan promosi, pelatihan dan mentoring peluang. Keamanan kerja terkait status
atau tipe karyawan. Karyawan dengan status kontrak lebih merasakan adanya ketidakaman kerja job insecurity dibandingkan karyawan
berstatus permanen Naswall, De Witte, Sverke et al. dalam Hellgren et. al, 2006.
Sementara itu, karyawan outsourcing merupakan karyawan kontrak yang melibatkan pihak ketiga Indrajit dan Djokopranoto, 2003.
Penggunaan karyawan outsourcing dilakukan agar perusahaan lebih memfokuskan pada aktivitas utama core bussiness mereka dan
melimpahkan aktivitas bukan utama non-core business kepada pihak vendor Indrajit dan Djokopranoto, 2003. Perusahaan outsourcing
vendor dan karyawan outsourcing terikat dalam perjanjian yang disebut Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu PKWT. Perjanjian tersebut
berlandaskan Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 yang menyatakan bahwa PKWT hanya dapat diadakan untuk waktu paling
lama dua tahun dan dapat diperpanjang dengan jangka waktu satu tahun untuk satu kali perpanjangan Yasar, 2012. Kondisi karyawan outsourcing
yang bergantung pada diperpanjang atau tidaknya kembali kontrak mereka menjadikan kondisi mereka yang rentan akan job insecurity.
Job insecurity adalah perasaan tidak berdaya dan ketakutan akan kehilangan keberlangsungan dari pekerjaan yang dimiliki baik kelanjutan
pekerjaan maupun dari dimensi pekerjaan. Menurut Greenhalgh dan Rosenblatt ; Ashford, Lee, dan Bobko dalam Lee et.al, 2006 job
insecurity disebabkan oleh ancaman kehilangan keseluruhan pekerjaan, kehilangan setiap dimensi pekerjaan seseorang, atau terkikisnya setiap
kondisi kerja. Job insecurity terdiri atas lima komponen Greenhalgh
Rosenblatt dalam Lee, Bobko, Chen, 2006 yakni : a. Tingkat ancaman terhadap kelanjutan pekerjaan atau aspek-aspek pekerjaan; b. Arti atau
pentingnya pekerjaan bagi individu; c. Ancaman terhadap fitur pekerjaan yang dinilai penting ; d. Kepentingan dari segi keutamaan pekerjaan ; dan
e. Perasaan ketidakberdayaan untuk mengatasi ancaman. Job insecurity akan berdampak pada keterlibatan dalam pekerjaan
yang rendah dan performansi kerja pada karyawan. Sementara itu, keterlibatan dalam pekerjaan merupakan salah satu komponen pembentuk
komitmen organisasi dimana terkait kemauan untuk mengerahkan usaha demi tercapainya tujuan perusahaan. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Ashford et.al dalam Yousef, 1998 mengungkap bahwa adanya job insecurity akan menimbulkan penurunan komitmen organisasi. Oleh
karena itu, karyawan outsourcing yang rentan mengalami job insecurity akan berdampak pada komitmen organisasi yang rendah.
D. Kerangka Pemikiran