E. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, peneliti menemukan bahwa ada beberapa faktor penting yang memicu timbulnya perilaku agresi
mahasiswa etnis Nusa Tenggara Timur. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor sosial seperti lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal,
kelompok pertemanan, dan rasa solidaritas; faktor individu seperti emosi negatif; dan faktor situasional seperti alkohol.
Ditemukan bahwa dalam lingkungan keluarga mahasiswa etnis Nusa Tenggara Timur selalu menggunakan kekerasan memukul dan menampar
dalam mendisiplinkan anak. Seorang anak yang disiksa sewaktu kecil ternyata melakukan kejahatan berat setelah dewasa dibandingkan dengan
anak yang terus mendapat kasih sayang dari orang tua mereka McCord dalam Berkowitz, 2006. Oleh karena itu, anak-anak kecil yang setelah
dewasa melakukan kejahatan setelah dewasa memiliki orang tua yang memiliki sikap begis, menerapkan disiplin yang keras, dan penuh hukuman.
Bahkan banyak anak pada dasarnya terlatih untuk bertindak agresi melaui interaksi dengan para anggota keluarga yang lain. Jika seorang anak menjadi
berkecendrugan agresif karena interaksi dengan para anggota keluarga maka dia akan melakukan tindakan yang tidak semestinya diluar keluarga
Petterson dalam Berkowitz, 2006. Hal ini dikarenakan perilaku agresi dihasilkan oleh pola asuh yang diperoleh seorang anak melaui proses belajar
Bandura, 1973. Selain itu, orangtua mahasiswa etnis Nusa Tengara Timur juga ditemukan tidak memberikan dukungan pada anak ketika mendapat
masalah sehingga anak mencari dukungan keluar yaitu di lingkungan sekitar dan masuk dalam kelompok pertemanan.
Pencarian dukungan pada lingkungan sekitar tempat tinggal mengantarkan mahasiswa etnis Nusa Tenggara Timur bertemu dengan
lingkungan yang
banyak anak-anaknya
tidak sekolah,
banyak pengangguran, setiap anak laki-laki yang sudah beranjak dewasa
kebanyakan sudah mulai mengkomsumsi alkohol, dan melakukan keributan seperti pajak dan memukul orang-orang disekitar lingkungan. Topik paling
menarik yang dibahas oleh pemuda di lingkungan adalah minum mabuk dan pengalaman berkelahi. Bahkan anak-anak sekitar akan mendapat sangsi
kalau tidak terlibat seperti dikatakan “bencong” dan penakut. Selain itu, penyelesaian masalah di lingkungan tempat tinggal mereka yang pada
umumnya selalu menggunakan kekerasan sebelum menempuh jalur damai. Hal ini dikarenakan nilai dan norma yang mendasari sikap dan tingkah laku
dari masyarakat berpengaruh terhadap agresivitas suatu kelompok Sarwono dan Meinamo, 2009. Bahkan sebagian besar tingkah laku termasuk agresi
diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan observasi terhadap tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu yang berperan sebagai model
Koeswara, 1988. Seorang individu itu sendiri juga tidak digerakkan oleh keinginan dari dalam dirinya sendiri melainkan oleh keadaan lingkungan
Bandura, 1973. Pencarian mahasiswa etnis Nusa Tenggara Timur akan dukungan juga
mengatarkan mereka masuk dalam kelompok pertemanan .
Melalui
kelompok pertemanan ini yang pada akhirnya membuat mereka terlibat dalam berbagai tindakan agresi. Hal ini dikarenakan,
dengan mereka melakukan tindakan agresi seperti berkelahi dan ikut tawuran maka mereka
akan mendapat teman bahkan mendapat perlindungan dari kelompok pertemanan. Banyak anak sangat mudah terpengaruh oleh teman-temannya
karena merasa ingin dihargai oleh teman sebayanya. Oleh karena itu, mereka sering mencari teman-teman yang dapat menghargai mereka. Hal ini
bahkan berlaku bagi anak-anak yang sering terlibat perkelahian dengan teman sebayanya. Kenakalan dan kesukaan berkelahi mereka mungkin
membuat banyak teman sebaya mereka menjauhi mereka. Kebanyakan dari mereka akan tetap memiliki teman lain yang memiliki agresivitas dan gaya
hidup yang sama dengan mereka. Mereka kemudian saling mendukung, percakapan dan tindakan mereka mengarah pada kesamaan kepentingan,
dan sikap mereka mengarah pada kecenderungan kesamaan dalam perilaku antisosial. Pada kelompok ini mereka mendapat penerimaan, status, dan
merasa penting atau dihargai dalam kelompok dibanding dalam kelompok lain. Mereka juga mendapat dukungan kelompok bahwa pandangan dan
sikap mereka bersama itu benar serta bahwa bahaya yang mereka takuti bisa diatasi Berkowizt, 2006.
Pada kelompok dan geng tersebut mereka bukan saja mendapat rasa aman, status, dan harga diri tetapi mereka juga membuat aturaran-aturan
yang berlaku bagi semua anggota kelompok dan geng. Aturan-aturan tersebut dibuat untuk menetukan bagaimana anggota kelompok dan geng
harus bertindak dalam situasi tertentu. Aturan ini kemudian dapat memberikan dampak yang kuat terhadap tingkah laku anggota secara
perseorangan. Hal ini karenakan mereka akan mendapatkan dukungan sesama anggota geng dengan mengikuti standar yang dibuat geng atau
ditolak jika tidak memenuhi harapan geng. Aturan yang dibuat ini biasanya menentukan perilaku yang diinginkan jika kehormatan anggota geng
terancam. Untuk membuktikan ketangguhan mereka ketika harga diri terancam maka seorang anggota geng harus secara tangguh menghukum
mereka yang menyerang. Keyakinan mereka akan perlunya perilaku agresi dalam keadaan tertentu dapat berfungsi sebagai penguat bagi kekerasan
Berkowitz, 2006. Individu yang memegang keyakinan tersebut termotivaisi untuk
berbuat sesuai tatacara yang disepakati Berkowitz, 2006 . Aturan yang di terapkan dalam kelompok pertemanan inilah yang kemudian berkembang
menjadi perasaan solidaritas. Mereka mengganggap bahwa keterlibatan mereka dalam melakukan tindakan agresi adalah sebagai bentuk rasa
solidaritas mereka kepada kelompok pertemanan mereka. Hal ini dikararenakan mereka telah membangun anggapan bahwa mereka sesama
anak rantau, satu daerah, susah senang sama-sama, dan sudah seharusnya mereka saling membantu kalau ada teman yang mendapat masalah. Bahkan
mereka juga merasa bahwa mereka sudah terikat secara emosional sebagai saudara di tanah rantauan. Sehingga keterlibatan mereka dalam melakukan
tindakan agresi sebagai wujud rasa setia kawan dan rasa solidaritas mereka.
Emosi negatif mahasiswa etnis Nusa Tenggara Timur seperti mudah tersinggung dan balas dendam menjadi salah satu faktor yang memicu
mereka melakukan tindakan agresi. Hal ini dikarenakan perasaan negatif yang di timbulkan oleh tekanan dapat menghasilkan kecendrungan agresif
dan amarah. Perasaan tersinggung atau ancaman terhadap harga diri seseorang dapat membuat seseorang menjadi agresif baik secara verbal
maupun fisik. Mereka biasanya sangat sensitif terhadap penghinaan dan menjadi murka ketika beranggapan bahwa diri mereka terancam Clarke,
2003. Ditemukan juga bahwa mahasiswa etnis Nusa tenggara timur sering
mengkomsumsi alkohol. Dalam kondisi dipengaruhi alkohol mereka menjadi sensitif sehingga tidak boleh ada orang lain yang melihat kearah
mereka karena akan berakhir dengan keributan. Bahkan dalam kondisi mabuk mereka akan melakukan tindakan agresi seperti melakukan
pemajakan di circle K, alfamart, full time, indomart, makan di warung tidak bayar, memukul penjaga warung dan memukul teman yang tidak disukai di
kosnya. Hal ini dikarenakan orang yang yang mengkomsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak bertindak lebih agresi dan lebih cepat merespon
pada provokasi ketimbang orang yang tidak mengkomsumsi alkohol Busman, Cooper, dan Gustafson dalam Baron dan Byrne, 2005. Alkohol
juga dapat menimbulkan agresi baik secara fisik maupun verbal Bushman dan Cooper dalam Pihl dan Hoaken, 2000. Ditemukan juga bahwa orang
yang mengkomsumsi alkohol dalam jumlah yang tinggi lebih agresif
dibandingkan dengan orang yang tidak mengkomsumsi Taylor dan Schmut dalam Koeswara, 1988. Selain itu, laki-laki pecandu alkohol suka mabuk-
mabukan lebih agresif dari teman sebayanya yang tidak pecandu alkohol Phil dan Hoaken, 2000.
Bentuk perilaku agresi yang telah dilakukan oleh mahasiswa etnis Nusa Tenggara Timur yaitu bentuk tindakan agresi yang menggunakan
fisik dan langsung berhadapan dengan koban yang menjadi target. Tindakan agresi fisik yang dilakukan seperti berkelahi saling memukul, tawuran,
penyerangan warga, penyerangan di Babarsari, penyerangan terhadap TERAS, penyeragan terhadap OBOR, pajak di circle k, makan di warung
tidak bayar, keroyok orang, tikam orang, fiti orang, dan lempar orang. Tindakaan agresi fisik seperti itu dikenal dengan perilaku agresi fisik aktif
langsung dimana tindakan agresi fisik yang dilakukan individu atau kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu atau
kelompok lain yang menjadi targetnya kemudian terjadi kontak fisik secara langsung Buss dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2009.
Selain tindakan fisik ditemukan juga penggunaan kata-kata dalam melukai orang lain seperti mengejek, bullying, dan memaki dengan bahasa
daerah. Kata-kata ini diucapkan langsung oleh mahasiswa etnis Nusa Tenggara Timur pada orang yang menjadi target mereka. Perilaku seperti ini
dikategorikan kedalam bentuk agresi verbal aktif langsung. Agresi verbal aktif langsung merupakan tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu atau kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan
individu atau kelompok lain seperti menghina, memaki, marah, dan mengumpat Buss dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2009.
Skema 4. Perilaku Agresi Mahasiswa Etnis NTT di Yogyakarta
F. Keterbatasan Penelitian