81
C. Rangkuman Tema Temuan Penelitian
Tabel 8. Rangkuman Tema Temuan Penelitian
Fokus Penelitian Rumusan Tema
Temuan Penelitian Rincian Tema
1. Faktor-
faktor pemicu
perilaku agresi
1.1. Faktor Sosial
1.2. Faktor
Individu
1.3. Faktor
Situasional 1.1.1.
Lingkungan keluarga
1.1.2. Lingkungan
tempat tinggal 1.1.3.
Mendapat kelompok
pertemanan 1.1.4.
Rasa Solidaritas
1.2.1. Emosi negatif
1.3.1. Alkohol
2. Bentuk-
bentuk perilaku
agresi 2.1.
Perilaku agresi secara fisik
2.2. Perilaku agresi
secara verbal 2.1.1.
Fisik aktif
langsung
2.2.1. Verbal aktif
langsung
D. Deskripsi Tema Temuan Penelitian
Berdasarkan hasil analisis data yang sudah dilakukan pada 4 informan penelitian, ditemukan tema mengenai faktor-faktor pemicu perilaku agresi
dan bentuk-bentuk perilaku agresi. Berikut akan dijelaskan secara rinci mengenai faktor-faktor pemicu perilaku agresi dan bentuk-bentuk perilaku
agresi : 1.
Faktor-Faktor Pemicu Perilaku Agresi Analisis data dari keseluruhan Informan ditemukan ada 3 faktor
pemicu perilaku agresi mahasiswa etnis NTT. Faktor-faktor tersebut antara lain : Faktor sosial yang terdiri dari 1 Lingkungan keluarga, 2
Lingkungan tempat tinggal, 3 Kelompok pertemanan, 4 Rasa solidaritas; Faktor Individu yaitu emosi negatif; dan faktor situasional
yaitu alkohol. Berikut ini akan dijelaskan secara detail mengenai faktor-faktor tersebut.
a. Faktor Sosial
1 Lingkungan keluarga
Dalam lingkungan keluarga, pola pendiplinan yang diterapkan oleh orang tua keempat informan penelitian
adalah menggunakan kekerasan seperti memukul dan menampar anak. Selain itu, tidak adanya dukungan dari
orang tua setiap subyek mendapat masalah sehingga informan mencari dukungan keluar yaitu teman. Hal ini
terungkap dari kutipan wawancara berikut ini :
Informan 1, YD
“ Dipukul sering kalau kenakalan masih kecil. Sampe saya SMA saja saya masih kena pukul
tertawa. Tapi maksudnya pukulnya tidak sampe memar atau apa cuma sebatas tampar
. ” 1YD561-567
Informan 2, JB
“ …Kalau orang tua disana itu, yang buat kita takut tambah parah ketika kita masalah, pertama kita
dimarahin dulu kalau kita dimarahin kita posisi sudah korban. Terus disaat itu kita harus dimarahin
lagi, secara psikis itu kita beban tambahan yah. Dan itu kita harus pikul lagi. Saya korban, saya
yang disakiti terus saya datang malah datang di orang tua terus seperti ini suara agak bergetar dan
wajah terlihat sedih. Itukan pembelanya secara halus mungkin tidak harus dengan marah kitakan?
Tapi carikan solusi yang lebih tepat dan mungkin masih lebih. Tapi kalau kita dimarah lagi kita pikir
jalan pintas sudah dan sandaran kitakan terakhir itu menepuk tangan menegaskan bahwa orang tua itu
sadaran terakhiri anak. Ia sandaran terakhir kita itu di orang tua itukan. Kalau kita masih seperti
itu.
” 2JB446-464 “ ....Orang tua kita susah mempercayai anak juga.
Orang tua kita dari dulukan, inikan sistem pendidikannya yang mereka pakaikan dulu jadi
keterbukaan komunikasi yang dibagun antara orang tua dan anak itu tidak ada sama sekali dan
itu hampir-hampir hilang. Semua persoalan kita yang alami, saya lihat rata-rata itu orang NTT itu
satu-satu saja yang komunikasi dibagun antar anak dan orang tua itu jalan. Satu-satu dan kebanyakan
hanya anak hanya minta ketika ada kebutuhan itu yang diminta ke orang tua. Tapi lebih ke masalah-
masalah prifasi seperti itu, kebanyakan ke teman. itu kebanyakan ke teman
.” 2JB470-485
Informan 3, RS
“Orang tua juga mendisiplinkan kita dengan cara saat itu kita langsung di pukul disitu. Jadi kita itu
kebal disitu. Didikan orang tua juga keras disitu.. .”
3RS326-342
Informan 4, ID
“… Itu biasa kalau, waktu saya kalau sudah SMA itu, om-om yang sering biasa kalau kita mabuk
terus pajak-pajak nanti pergi pukul dihadapan orang banyak, pukul dan bawa pulang. Yah
biasanya model begitu. ” 4ID 344-349.
2 Lingkungan tempat tinggal
Lingkungan tempat
tinggal informan
juga mempengaruhi keempat informan mulai mengkomsumsi
alkohol dan melakukan keributan di lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan lingkungan tempat tinggal keempat
informan, banyak
yang tidak
sekolah, banyak
pengangguran, setiap anak laki-laki yang sudah beranjak dewasa kebanyakan sudah mulai minum alkohol, dan
melakukan keributan seperti pajak dan memukul orang- orang disekitar lingkungan. Topik paling menarik yang
dibahas oleh pemuda di lingkungan adalah minum mabuk dan pengalaman berkelahi. Mereka juga mendapat sangsi
kalau tidak terlibat seperti dikatakan “bencong” dan penakut. Selain itu, penyelesaian masalah di lingkungan
tempat tinggal
informan pada
umumnya selalu
menggunakan kekerasan sebelum menempuh jalur damai. Hal ini terungkap dari kutipan wawancara berikut ini :
Informan 1, YD
“Kalau tindakan agresi mungkin bawaan dari kecil juga sambil tertawa. Soalnya kita disanakan
lingkungan juga mungkin juga mempengaruhi to. Karena kita disana hidupkan
keras. ” 1YD12-15
Informan 2, JB
“…Semua anak-anak muda yang pegangguran itu, topik menariknya cuman itu. Diakan tidak
mungkin bahas tentang pekerjaan karena memang dia tidak ada pekerjaan. Yang dia lakukan
pekerjaaan
yah itu
minum mabuk.
Yang diceritakan adalah pengalamannya minum mabuk,
pengalaman dia berkelahi, itukan kita keasyikkan mendengar. Disitu dia menceritakan kehebatannya
dia. Kitakan masih telan bulat-bulat. Umur-umur itukan kita masih telan bulat-bulat.
” 2JB227- 237
“ Ia kalau saya mau bilang 80.Oh 80 orang NTT menyelesaikan dengan kekerasan? Ia
dengan kekerasan .” 2JB1199-1201
Informan 3, RS
“Kalau dilingkungan tempat saya itu memang, lingkungannya
sudah rusak.
Lingkungannya memang rusak. Lingkungan soalnya disana kita
kalau tidak keluar dari rumah. Kita itu dianggap bencong atau atau penakut. Itu mau dari kita kecil
sampai besar lingkungannya keras memang. Kebanyakan anak-anak disitu tidak sekolah.
Orang-orang yang sekolahpun bisa dihitung dengan jari, lingkungan kami. Jadi kita hidup
awalnya dari lingkungan yang keras memang. Didikan lingkungannya itu yang buat kita rusak
. ” 3RS281-291
“Ia kalau disana ia dengan kekerasan malah lebih fatal juga
….” 3RS306-312
Informan 4, ID
“…Kalau jujur di lingkungan kami semua, hampir- hampir, rata-rata anak laki-laki kalau sudah mulai
beranjak dewasa pasti sudah mulai tau minum-
minuman keras, sudah mulai sering buat rusuh, karena sudah mungkin terpengaruh lingkungan
juga. Dari dulu kakak semua juga begitu juga, kebanyakan seperti begitu. Jadi kalau sudah mulai
beranjak dewasa, sudah mulai kenal minum, minuman keras pasti ujung-ujungnya bikin rugi
orang lain, pajak orang, pukul orang disekitar lingkungan, daerah situ
.” 4ID261-265 “Ia walaupun. tetangga atau keluarga sih. Awalnya
itu pasti dengan kekerasan dulu setelah itu baru dibicarakan dengan baik-baik. Awalnya selalu
kekerasan
….” 4ID231-239.
3 Kelompok Pertemanan
Keempat informan penelitan mengungkapkan dalam wawancara bahwa alasan mereka terlibat melakukan
tindakan agresi karena faktor kelompok pertemanan. Mereka mengatakan bahwa dengan mereka melakukan
tindakan agresi seperti berkelahi dan ikut tawuran maka mereka akan mendapat teman bahkan mendapat
perlindungan dari kelompok pertemanan. Hal ini terungkap dari kutipan wawancara berikut ini :
Informan 1, YD
“ Perkumpulan sudah dari angkatan dulu-dulu yang merasa kalau kelompok ada yang tersakiti maka
kitapun merasa tersakiti dan harus memebalas. Jadi sudah turun temurun. Bukan generasi saya
sendiri.” 1YD655-660
Informan 2, JB
“…Kalau ketika kita sudah pernah berkelahi dihadapan orang dan orang sudah pernah lihat kita,
kita bisa lawan orang, kita tampil di depan pengikut banyak.
Ha itu yang terjadi.” 2JB778- 782
“…Kita merasa bahwa saya punya perlindungan disini, saya tidak mungkin diganggu.Tetapi, dan
hal itu terbawa sampai di Jogja. Hal yang pertama kita lakukan adalah mencari orang-orang yang
hebat disitu sehingga kita merasa bahwa kita akan dilindungi. Itu yang kita cari. Tetapi masuk kesana
tidak gampang, karena dunianya, dunia keras. Maksudnya mulai dari minum mabuk, sering
dipukul orang, sering di ini, tempat hiburan, dan itu yang terbawa. Ketika kita jalan dengan mereka
kita merasa kita dilindungi juga oleh abang-abang itu
.” 2JB318-332
Informan 3, RS
“Yah kita mungkin awalnya memang kita mendapat teman banyak. Teman kita dapat banyak
.” 3RS406-407
Informan 4, ID
“...Dengan begitu kita banyak teman atau apa soalnya kalau orang yang kalau tidak seperti begitu
kadang mereka tidak dinggap begitu, tidak dipangang. Jadi saat dimana saja mereka senang
pukul yah mereka pukul. Mereka tidak suka begitu
.” 4ID209-214
4
Rasa solidaritas
Keempat informan dalam wawacara mengatakan bahwa mereka setuju terlibat tawuran karena mereka
merasa sesama anak rantau, satu daerah, susah senang sama-sama, dan sudah seharusnya mereka saling
membantu kalau ada teman yang mendapat masalah. Mereka juga merasa bahwa mereka sudah terikat secara
emosional sebagai saudara di tanah rantauan. Mereka
melakukan itu sebagai wujud rasa setia kawan dan rasa solidaritas mereka. Hal ini terungkap lewat kutipan
wawancara berikut ini :
Informan 1, YD
“ Ia rasa solidaritas dan merasa kalau kita itu sesama dari sana jadi kalau ada yang kena masalah
kita pantas untuk membantu. Soalnya kita bagaimana yah kita sudah terlatih dari sana seperti
itu
.” 1YD276-280 “ Ia sama-sama orang NTT, sama-sama orang
perantau jadi kalau mereka kena masalah sayapun harus terlibat sebagai bentuk dari rasa solidaritas
dari saya
.”1YD342-345
Informan 2, JB
“ Ia diajak baik ke sana ke sini, ke mereka berkelahi dengan orang kita adik-adik sering
dibawa teruskan kita juga terakhir mau tidak mau kitu juga mau. Apa lagi sudah pernah berkelahi,
kita sudah, apalagi kita jalan sama-samakan, jalan sama-sama terus teman dianiaya terus masa siapa
mau diam itu? Kabur yah kabur sama-sama. Tapi saat maju yah pasti kita akan maju sama-sama
.” 2JB1064-1072
“… Kebiasaan kita sampai hari ini, sampai kita di Jogja katanya persaudaraan seperti ini. Itu hanya
rata-rata karena ikatan emosianal yang kalau kita mau lihat kita dengan orang lain. Saudara kita
disakitin, itu hanya lebih kepada ikatan emosional. Ketika itu kita merasa sama-sama disakitin. Yah
mungkin apa yah kita disana juga mungkin tradisi begitu. Kita sudah dibentuk dengan kumpul
keluarga, terus sama-sama teman ketika kita keluar jauh disini, yah kita mau jadi orang baik juga saya
pikir tidak membiarkan orang lain menderita juga
yah tertawa. Tidak rela juga .” 2JB1248-1261
Informan 3, RS
“ Itu setia kawan. Maksudnya begini merasa kasian teman kita masa begini datang jauh-jauh kita sama-
sama disini ternyata orang bisa buat begini kitakan
tidak terimalah.” 3RS248-251
Informan 4, ID
“ Waktu itu dia bawa nama daerah juga. Dia bilang harus kita kumpul semua biar urus masalah
ini dan waktu itu karena sama-sama dari satu daerah jadi. Mau tidak mau harus saling membela
begitu .” 4ID94-97
b. Faktor individu
1 Emosi Negatif
Keempat informan penelitian dalam wawancara mengatakan bahwa mereka melakukan tindakan agresi
seperti memukul ketika mereka berada dalam kondisi emosi seperti tersinggung. Selain itu, balas dendam juga
menjadi salah satu alasan mereka melakukan tindakan agresi. Hal ini terungkap lewat kutipan wawancara berikut
ini :
Informan 1, YD
“ Saya satu orang yang paling tidak suka kalau orang yang saya hargai terus dia diinjak. Itu saya
satu orang yang paling saya tidak ini, saya tidak suka kalau orang yang saya hargai terus dia
macam, ada orang lain yang tidak menghargai dia sama seperti saya menghargai orang itu. Itu saya
cepat tersinggung
.” 1YD97-103
Informan 2, JB
“ Ia seperti itu dan itu hukumannya seperti itu. Apa, kan kitakan kebanyakan sistim balas dendam.
Bukan disana tapi rata-rata kita semua, kita semua punya peluang yang sama tertawa dan itu lebih
dominan. ” 2JB394-398 “Dulu emosi selalu harus angkat parang dan harus
kesana .” 2JB1125-1126
Informan 3, RS
“Tapi memang kalau rasa jengkel masih ada misalnya kalau ada orang yang, orang yang cari hal
atau apa mungkin itu bisa terjadi keributan lagi .”
3RS136-139 “…Pergi jalan-jalan mungkin saat di parkiran atau
kita saling sengol-senggolan. Itu pasti ada terjadi keributan saja itu. Karenakan habis senggol kita
lihat kan orang liat kita. Terus kita merasa “ai kenapa” nah disaat itu kita tanya dia “kenapa”
terus dia mungkin nadanya kurang bagus untuk kita, bisa kita lakukan itu. Ia pasti pukul
.” 3RS215-234
Informan 4, ID
“… Cuman hanya kita tersinggung dengan orang lain terus langsung berbuat tanpa berpikir lagi.
Setelah berbuat baru kita merasa menyesal bahwa ternyata itu tidak benar.Tindakan agresi menurut
saya seperti itu.” 4ID354-360
c. Faktor situasional
1 Alkohol
Alkohol adalah salah satu penyebab keempat informan melakukan tindakan agresi. Dalam hasil
wawancara ditemukan bahwa saat informan JB dan RS dalam pengaruh alkohol mereka sensitif sehingga tidak
boleh ada orang yang lihat kearah mereka karena akan berakhir dengan keributan. Saat dalam kondisi mabuk juga
JB melakukan pemajakan di circle K, alfamart, full time, dan indomart. Selain itu, ID juga dalam kondisi mabuk
sering makan di warung tidak bayar, memukul penjaga warung dan memukul teman yang tidak disukai di kosnya.
Hal ini terungkap lewat kutipan wawancara berikut ini :
Informan 1, YD
“ Ia. Masih dalam pengaruh alkohol. Saya sempat ambil satu dua tindakan. Yah tindakan yah ajak
ribut .” 1YD142-146
Informan 2, JB
“... Kami sudah mabuk semua. Jadi orang disekitar situ tidak boleh liat. Kalau liat berarti habis
.” 2JB894-898
“ Beberapa kasus saya terlibat. Termasuk yang kasus saya jangan sebut kasus yah maksudnya
termasuk babarsari, penyerangan rumah itu saya ikut, terus apa yah masuk ke tempat-tempat jualan
kayak Indomart, Circle K, Full Time, Alfamart. Haa itukan sempat minta-minta uang. Kita yang
lain jaga diluar, 2 orang masuk todong, mintanya rokok. Biasanya itu pas kita minum itu, pas kita
semua tidak punya uang, jalan pintasnya itu.
…” 2JB935-953
Informan 3, RS
“….Kekerasan yang lain banyak seperti saat mabuk pulang, liat orang yang kita tidak suka.
Soalnya kalau mabukkan kita sensitif. Orang liat kitapun, kita merasa tersinggung dan itu kita
merasa itu tidak enak buat kita. Jelas pasti kita tanya dan itu bisa terjadi keributan. Itu ulang-ulang
kalau seperti begitu. Kalau pulang dari mabuk
terus ada orang yang begitu pasti kita turun, saling terjadi keributan
.” 3RS120-127
Informan 4, ID
“…Itu sendiri sering kali dan saat mabuk- mabukkan sering merugikan orang lain begitu.
Biasanya diwarung-warung kebanyakan diwarung burjo mereka makan terus tidak mau bayar, pukul
aa, langsung jalan begitu. Terus di kosnya teman kalau tidak salah suka sudah mabuk terus pergi ke
kosnya sendiri terus kasih bagun dia, pukul dia terus jalan pulang kembali
.” 4ID102-110
2. Bentuk agresi
Analisis data dari keseluruhan subjek ditemukan ada 2 bentuk perilaku agresi mahasiswa etnis NTT. Bentuk perilaku agresi antara
lain: agresi fisik yaitu agresi fisik aktif langsung dan agresi verbal yaitu agresi verbal aktif langsung. Berikut ini akan dijelaskan secara
detail mengenai bentuk perilaku agresi fisik dan bentuk perilaku agresi verbal.
a. Agresi Fisik
1 Agresi fisik aktif langsung
Perilaku ini muncul dalam wawancara dengan keempat informan penelitian. Perilaku-perilaku tersebut antara lain :
berkelahi saling memukul, tawuran, penyerangan warga, penyerangan di Babarsari, penyerangan terhadap TERAS,
penyeragan terhadap OBOR, pajak di circle k, makan di warung tidak bayar, keroyok orang, menikam orang, melukai
orang menggunakan ketapel, dan lempar orang. Hal ini terungkap lewat kutipan wawancara berikut ini :
Informan 1, YD
“ Yah kalau kami tawuran, kami saling, saling adu kekuatan juga tertawa.Ia saling baku tumbuk
tertawa .” 1YD167-169 “ Jadi waktu itu bukan hanya adu pukul sampai ada
yang kena tangkap karena waktu itu bawa parang, bawa panah, istilahnya kalau kita nonton di TV-TV itu
serang antar kampung. Yah saling serang antar kampung
.” 1YD256-260
Informan 2, JB
“… Kita pernah serang dengan jam 7 malam. Itu sampe
warganya hilang.
Termasuk kasusnya
Babarsari, penyerangan terhadap warga termasuk saya juga di dalam, terus penyerangan terhadap OBOR saya
pernah ikut, penyerangan terhadap TERAS saya pernah ikut dan Liquid sempat hampir jadi tapi. Pernah
kita pukul orang di depan Liquid juga. Itu ketika keluar dari kafe, kita mabuk di hiburan malam, itu
hanya masalah-masalah sepele kita turun dari motor kita tusuk saja
.” 2JB809-819 “ Kalau fiti sudah sering, fiti kena orang, lempar orang
kena itu sudah hampir ulang-ulang. Terus keroyok orang sampe parah juga sudah pernah, dan itu saya
merasa bersalah sampai hari ini.” 2JB982-985
Informan 3, RS
“ Kalau tawuran, kalau keributan-keributan lain sering kalau saat mabukan itu pasti mau di Cirkle K atau apa
pajak-pajak. Di Jogja saja kita masih buat juga. Mungkin saat diwarung atau apa kita masuk, kita
makan terus kita tidak bayar
.” 3RS148-154
Informan 4, ID
“…Disaat saya tersinggung dengan dia, tidak suka dengan dia punya perkataan langsung tanpa berpikir
langsung berbuat. Pukul dia seperti itu. Pukul dia kadang sampai bengkak, sampai darah sampai
maksudnya hal-hal yang kadang diluar pemikiran
juga.” 4ID363-371
b. Agresi Verbal
1 Agresi verbal aktif langsung
Perilaku ini muncul dalam wawancara dengan ketiga informan penelitian yaitu JB, RS, dan ID. Perilaku-
perilaku tersebut antara lain : Mengejek, bullying, dan memaki dengan bahasa daerah. Hal ini terungkap lewat
kutipan wawancara berikut ini :
Informan 2, JB
“Yah kita bullying, Ia mengejek, ada satu hal yang saya tahu bahwa ketika saya memuji orang itu,
itulah keegoisan yang saya sembunyikan jadi pujian dibalik keegoisan itu racun. Pujian itu racun jadi
kita, ketika saya puji orang saya tahu bahwa pujian itu racun, saya tidak tahu ketika saya puji dia tahu,
saya puji dia dan dia terbang. Ketika itu dia akan jatuh lebih sakit
.”2JB1333-1342
Informan 3, RS
“Itu kata-kata makian dari daerah kita itu biasanya. Ia maki.
….” 3RS393-402
Informan 4, ID
“Kalau dalam bentuk kata-kata, sesama teman biasa cepat tersinggung dan langsung maki dia, marah-
marah dia, buat dia sampai, yah sering maki- makilah begitu. Ia dengan kata-kata kotor begitu
.” 4ID374-379.
E. Pembahasan