Tujuan Penulisan PENDAMPINGAN IMAN ANAK

12 maupun menerima masukan dari pendamping baik PIA maupun putra-putri altar. Penulis semakin tekun untuk terus mencari dan mengolah data dengan baik.

3. Metode Penulisan

Metode penulisan yang akan digunakan untuk penulisan ini adalah metode deskriptif analitis yakni memaparkan hasil penelitian yang diperoleh melalui penyebaran angket mengenai pendampingan iman anak terhadap keterlibatan putra-putri altar di paroki Marganingsih Kalasan. Penulis juga mengembangkan studi dokumen.

4. Sistematika Penulisan

BAB I berisi pendahuluan, yang meliputi latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II berisi tentang kajian pustaka dan hipotesis yang meliputi Pendampingan iman anak, tujuan PIA, subyek dalam PIA, karakteristik anak dalam PIA, kegiatan dalam PIA dan fungsi dari kegiatan yang ada dalam PIA. Pendampingan iman anak mulai dari pengertian, tujuan, perkembangan anak dan pendamping PIA. Keterlibatan sebagai putra-putri altar meliputi Putra-putri Altar, komunitas PA dan keterlibatan dalam PA. BAB III memaparkan penelitian berkaitan dengan jenis penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi, teknik dan instrumen pengumpulan data, uji persyaratan analisis dan hipotesis. 13 BAB IV memaparkan tentang hasil penelitian, hasil studi dokumen dan pembahasan penulis berdasarkan hasil penelitian. BAB V kesimpulan penulisan yang berisi tentang kesimpulan dan saran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

A. PENDAMPINGAN IMAN ANAK

Anak merupakan masa depan Gereja, hidup Gereja masa depan terletak dalam gengaman mereka, maka anak-anak memerlukan bimbingan untuk menghantarkan mereka pada cita-cita Gereja masa depan dan hal ini mendapatkan bagiannya dalam bentuk suatu pendampingan, pendampingan iman anak adalah bentuk pendampingan iman yang diberikan dengan pengajaran yang sesuai dengan usia anak dan pendampingan dilaksanakan bersama dengan teman-teman sebaya mereka. Dalam pendampingan iman anak terdapat beberapa aspek yang perlu diketahui yakni pengertian PIA, tujuan PIA, subyek PIA, karakteristik anak usia PIA, kegiatan anak dalam PIA dan fungsi dari kegiatan yang ada dalam PIA.

1. Pengertian PIA

Pendampingan Iman Anak atau yang disebut dengan PIA adalah sebutan yang dipakai untuk menyebut sekolah minggu, beragam sebutan yang sering terdengar selain pendampingan iman anak. Bina iman anak katolik BIAK di keuskupan Surabaya salah satunya, hal ini penulis ketahui pada saat mendampingi BIAK di Paroki Roh Kudus tempat Karya Bakti Paroki selain itu Bagiyowinadi 2009: 29 membenarkan hal tersebut bahwa keuskupan Surabaya memang menggunakan istilah BIAK untuk menyebutkan sekolah minggunya, selain BIAK 15 ternyata pendampingan iman anak di Keuskupan Jakarta memiliki sebutan Sekolah Bina Iman SBI. Menurut Suhardiyanto 2011: 1 dalam diktat kuliah menyatakan bahwa pendampingan iman anak adalah “istilah teknis yang dipakai Keuskupan Agung Semarang untuk menyebut sekolah minggu”. Melalui beragam istilah yang penulis dapatkan tentang sekolah minggu atau pendampingan iman anak maka dapat disimpulkan bahwa PIA adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mewujudkan cita-cita Gereja dengan cara mendekatkan anak-anak pada Tuhan sang Pencipta dengan menanamkan, membimbing, menumbuhkan serta mengembangkan iman anak melalui pendampingan sebagai pelengkap pendampingan dari orangtua di rumah dan pendidikan Agama Katolik di sekolah kekhasan dalam PIA adalah anak belajar mengenai hidup menggereja di luar kurikulum sekolah dan mengenalnya bersama dengan teman-teman seusia mereka.

2. Tujuan PIA

Tujuan utama dari PIA yaitu anak-anak peserta PIA diharapkan memiliki sikap dan wawasan iman kristiani, bangga atas imannya dan mampu mengungkapkan imannya serta dapat mewujudkan imannya sesuai dengan usia mereka Diktat mata kuliah PIA, Suhardiyanto 2011: 4. Dalam PIA anak-anak dibantu untuk memperkembangkan iman mereka dan dilatih untuk menghayati kebersamaan sebagai Gereja atau persekutuan umat Allah KWI 2011: 33. Seperti yang kita ketahui bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati, Yak 2: 14-26 16 maka anak perlu mendapat wawasan iman kristiani melalui pengarahan dalam kegiatan PIA, anak dibantu untuk mengenal keterlibatan dalam hidup menggereja salah satunya pengenalan akan semangat pelayananan dan diwujudkan dalam sikap kristiani yakni melayani Tuhan sesuai dengan usia mereka agar iman mereka sebagai umat Allah dapat berkembang, baik dalam sikap dan tindakan mereka sebagai anak-anak Allah. Dalam membangun sikap dan wawasan iman kristiani, anak-anak perlu didampingi untuk mengetahui imannya salah satunya melalui sharing pengalaman iman dengan cara-cara sederhana yang disukai oleh anak-anak. Pendampingan hendaknya masuk melalui pintu mereka yakni sebagai pendamping mampu mengenal dunia anak dan berbicara, memberikan teladan maupun meteri dengan sederhana, sesuai dengan karakteristik anak, dan keluar melalui pintu kita. Dalam menggungkapkan dan mewujudkan imannya, anak perlu didampingi untuk berdoa, mengikuti Perayaan Ekaristi dan mengikuti doa lingkungan sebagai wujud ungkapan iman mereka dan sebagai perwujudan iman anak, anak perlu diberi teladan dan pengertian untuk belajar dengan baik, membantu orangtua dan menolong sesama. Anak juga perlu diberi pendampingan untuk memperkenalkan hidup menggereja, mulai dari kegiatan-kegiatan yang ada di lingkup lingkungan, wilayah maupun paroki, mengenal alat-alat liturgi, sikap-sikap liturgi dan para petugas dalam liturgi khususnya pada saat Ekaristi. Dalam Bagiyowinadi 2009: 115 mengingatkan bahwa pendampingan iman anak bukan melulu soal penyampaian Alkitab secara kognitif melainkan soal komunikasi iman yang melahirkan suasana gembira, berkumpul bersama, terlebih 17 bergembira karena mendengarkan sabda Tuhan dan kemudian pulang membawa tugas perutusan dari Tuhan, mengajar anak semakin terlibat dalam dinamika hidup menggereja karena anak adalah masa depan Gereja, maka anak butuh terlibat dalam hidup menggereja sehingga Gereja menjadi milik bagi mereka, pendampingan juga membimbing anak-anak untuk semakin memahami dan mengalami masa Adven, masa Natal, Bulan Kitab suci Nasional, bulan maria dan seputaran tahun liturgi dengan kemasan yang khas dan dirayakan bersama teman- teman seusia mereka. Prasetya 2008: 21-22 menyatakan kalau anak-anak berkembang dalam iman dan kepribadiannya, maka anak-anak diharapkan dapat menjadi pribadi yang matang serta beriman dewasa dan mendalam dan menjadi orang katolik yang militan sehingga dapat diandalkan untuk menghidupi dan mengembangkan Gereja masa depan. Anak merupakan harapan Gereja masa depan, dengan begitu baik bila dalam pendampingan diperkenalkan tentang kehidupan menggereja, agar dalam mengembangkan iman dan sikap Kristiani anak memiliki pandangan dan cita-cita untuk Gereja sehingga Gereja menjadi milik mereka karena mereka termasuk dalam anggota Gereja. Sugiarti dalam diktat PIA 1999: 17 menambahkan tujuan PIA dalam upaya membantu orangtua dalam mendidik anak yaitu ingin membantu orangtua kristiani dalam usaha mendampingi anak-anak yang sedang berkembang menuju ke masa remaja, di dalam iman dan di dalam kepribadian mereka. Dari tujuan PIA tersebut kata membantu merupakan kata kunci utama bahwa kegiatan PIA bertujuan untuk membantu orangtua dalam pendidikan iman mereka. Orangtua 18 adalah pendidik yang utama dan pertama, agar tujuan pendampingan ini tercapai berarti sangat diperlukan kerjasama yang baik antara pendamping, anak-anak dan orangtua anak. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan PIA adalah membantu orangtua mengenalkan iman dan sikap kristiani agar anak bangga akan imannya sehingga anak nantinya dapat menggembangkan Gereja dalam iman dan tindakan nyata sebagai rekan kerja Allah dalam pelayanan yang mengembangkan Gereja di masa depan sehingga anak-anak perlu diperkenalkan tentang kegiatan-kegiatan hidup menggereja salah satu yang sesuai dengan usia mereka setelah PIA adalah menjadi Putra-putri Altar sehingga anak dapat ambil bagian dalam bentuk pelayanan tersebut.

3. Subyek dalam PIA

a. Anak merupakan subyek utama dalam PIA

Subyek dalam Pendampingan iman anak di Gereja Indonesia adalah anak-anak yang berusia 1-12 tahun merekalah subyek pendampingan iman anak hal ini dibenarkan oleh Arah Dasar Pembinaaan Anak Gereja Katolik Indonesia 2006-2016 dalam Bagiyowinadi 2009: 195 yang menyatakan bahwa anak sebagai pribadi yang berharga dan unik berhak mendapatkan pembinaan dan yang dimaksud dengan anak adalah berusia dini dan usia sekolah dasar 1-12 tahun selain itu ditegaskan pula dalam CT. 1979: 40 Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa anak-anak yang telah menerima baptisan bayi pun adalah sasaran katekese terlebih untuk melengkapi proses inisiasi dan benih iman dalam pembaptisan itu makin bertumbuh kembang dan berbuah dalam kesaksian hidup 19 dengan cara pendampingan art.37, anak dikenalkan dengan kegiatan-kegiatan hidup menggereja sehingga buahnya dapat dilihat dari bentuk pelayanan mereka kepada Tuhan melalui Gereja-Nya, karena anak adalah masa depan Gereja. Dalam CT art.36 juga dijelaskan bahwa anak-anak wajib diberikan unsur katekese yang pertama dan utama yakni dari orangtua dan lingkungan mereka, orangtua wajib mengenalkan pokok-pokok dasar iman kristiani melalui doa dan membaca sabda Tuhan. Keuskupan Agung Semarang membagi pendampingan tersebut dalam formatio iman berjenjang menjadi 6 tahap Dewan Karya Pastoral 2014: 41 yakni: 1 Pendampingan Iman Anak Usia Dini PIUD anak usia 0-5 tahun 2 Pendampingan Iman Anak PIA anak usia 6-10 tahun 3 Pendampingan Iman Remaja PIR dengan usia anak remaja 11-14 tahun 4 Pendampingan Iman Orang Muda PIOM atau OMK usia 15-35 tahun 5 Pendampingan Iman Orang Dewasa PIOD usia 36-60 tahun 6 Pendampingan Iman Usia Lanjut PIUL usia 61 tahun ke atas Dengan demikian anak yang berusia 0-5 tahun diberikan pendampingan khusus dari orangtua mereka atau melalui pendampingan iman di Gereja jika ada, didukung melalui lingkungan hidup dan bimbingan dari orangtua. Paroki Marganingsih Kalasan merupakan salah satu anggota keuskupan Agung Semarang. Maka usia dalam PIA yang dimaksud oleh penulis di sini adalah anak yang usia 6-10 tahun. Usia 10 tahun adalah usia akhir mereka ingin ikut dan senang bergabung dalam PIA karena saat kelas 4 SD biasanya anak yang berusia 10 tahun ke atas mengikuti pendampingan komuni pertama, hal ini dibenarkan 20 oleh Bagiyowinadi 2009: 29 “pendampingan iman anak yakni pembinaan iman bagi anak-anak katolik sampai usia menerima komuni pertama dalam suasana gembira.

b. Orangtua sebagai Pendidik yang Utama

Orangtua yang memiliki anak dalam usia tesebut 6-10 tahun juga menjadi sasaran dalam pendampingan, karena orangtua merupakan pendidik yang utama dan pertama maka dibutuhkan peran dari orangtua untuk mengenalkan anak pada kegiatan PIA, menghantar, mengingatkan maupun mendampingi anak-anak selama proses pendampingan. Orangtua juga merupakan pendamping yang pertama dan utama sehingga dibutuhkan perhatian dari orangtua untuk memperkenalkan iman kristiani kepada anak. Orangtua hendaknya menjadi pendukung bukan penghambat dalam pendampingan, maka diperlukan juga pengertian dari orangtua untuk mengikuti pendampingan iman anak. Dalam dokumen tentang pendidikan kristen, GE art.3 menuliskan bahwa orangtua terikat kewajiban untuk mendidik anak-anak mereka karena orangtua merupakan pendidik yang pertama dan utama maka bentuk kerjasama yang dapat ditawarkan adalah dengan cara memotivasi anak-anak dalam pendampingan iman anak, mengadakan pertemuan dengan orangtua anak-anak untuk mendengarkan masukkan mereka dan menyampaikan kebutuhan dalam pendampingan, mengajak orangtua juga ikut melibatkan diri dalam pelayanan ini Bagiyowinadi 2009: 179-180. Orangtua tetap menjadi panutan bagi anak- anaknya terlebih untuk anak-anak di jaman sekarang, mereka membutuhkan teladan daripada kata-kata. Maka keteladanan orangtua terlibat dalam hidup 21 menggereja membuat anak semakin mengenal Gereja dan ingin ikut serta pula dalam kegiatan Gereja terlebih dalam bidang liturgi. Anak belajar dari melihat dan meniru maka penting memperkenalkan hidup menggereja dengan bimbingan orangtua. Dalam KHK kanon 1055 alinea pertama menyebutkan bahwa: Perjanjian perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan seluruh hidup yang menuntut ciri kodratnya terarah pada kesejahteraan suami istri serta kelahiran dan pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus diangkat ke martabat sakramen. Dari pernyataan tersebut nampak jelas bahwa orangtua bertanggungjawab dalam urusan pendewasaan iman anak. Anak merupakan karunia yang diberikan kepada sepasang suami-istri untuk menyadari tugas mereka sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak. Boli Kotan dalam Praedicamus 2010: 52 memberi ketegasan yang perlu disadari oleh orangtua bahwa iman anak pertama-tama berkembang dalam keluarga melalui pengajaran dan teladan dari orangtua dan anggota keluarganya.

c. Pendamping sebagai Mitra Kerja

Pendamping yang menjadi sasaran di sini tentu pendamping yang mampu mensyukuri anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepadanya, tentunya mereka yang bersedia mengenali, mengakuinya kemudian mengembangkannya. Dalam Injil Mat. 25: 29 “Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada p adanya akan diambil dari padanya.” Tampak bahwa barangsiapa 22 mempunyai kemauan memanfaatkan potensi yang diberikan Tuhan maka Tuhan akan menambahkan berbagai hal kepadanya Bagiyowinadi 2009: 83. Tugas pendamping yakni mendampingi anak-anak dalam tim, karena dalam Luk. 10:1 Yesus menunjuk tujuh puluh murid untuk pergi berdua-dua. “Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi- Nya.” Mengapa berdua-dua? Bagiyowinadi 2009: 162 menuliskan bahwa bila seseorang bekerja seorang diri apabila berhasil akan cenderung menjadi sombong, bila gagal akan mudah putus asa. Justru dengan adanya rekan dapat saling melengkapi, meneguhkan, menghibur dan menguatkan dalam pelayanan. Setiap anggota tim kerja mempunyai peran dan berharga di mata Tuhan. Dalam Yoh. 15:16a “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” Tuhan sendirilah yang memilih saya dan Anda untuk menjadi pelayan Tuhan dalam mendampingi anak-anak, sebagai rekan kerja-Nya untuk mengenalkan dan mendekatkan anak-anak kepada Tuhan hal ini dapat terwujud bila pendamping juga mengalami cinta kasih Tuhan sendiri, sehingga tidak hanya mewartakan apa yang tidak diketahui melainkan menjadi milik dan dapat mengkomunikasikannya kepada anak-anak. Pendamping hendaknya mampu mendukung kegiatan PIA, melaksanakan kegiatan PIA dan mampu mendampingi calon pendamping PIA sebagai regenerasi. Pendamping PIA juga sedapat mungkin terlibat dalam kegiatan hidup menggereja dan ikut serta dalam kegiatan menggereja sehingga tidak hanya mewartakaan apa yang tidak di ketahui tetapi mengalami Tuhan melalui kegiatan 23 hidup menggereja, hal ini dapat menjadi panutan bagi anak-anak untuk terlibat juga dalam kegiatan menggereja, sehingga mereka mempunyai impian untuk melayani Tuhan.

4. Karakteristik Anak dalam PIA

Batasan usia PIA seperti yang telah disepakati di atas adalah anak yang berusia 6-10 tahun, maka untuk mengetahui proses perkembangan minat beragama pada anak dalam usia PIA tersebut, penulis membaginya sebagai berikut:

a. Minat Beragama Anak Menurut Hurlock

Minat beragama biasanya timbul karena dorongan dan kasih sayang dari keluaraga yang mendukung dan memberikan teladan untuk berdoa maupun ke gereja. Selain orangtua sekolah dan pendampingan dalam pendampingan iman anak juga berperan dalam meningkatkan minat anak dalam beragama. Hurlock 1978: 132 menyebutkan bahwa agama mengandung dua unsur yaitu keyakinan dan tata cara. Keduanya berbeda dan menjamin minat tersendiri bagi anak tidak berarti bahwa minat terhadap kedua unsur akan sama. Bagi anak yang masuk pada masa awal kanak-kanak, Hurlock menyebutkan bahwa anak-anak menyukai agama karena tata cara atau upacara keagamaannya yang menarik. Jadi bagi anak yang masuk pada masa awal kanak- kanak minat adalah gabungan rasa hormat dan rasa ingin tahu. Untuk membuat anak kecil mengerti tentang agama, konsep keagamaan yang diajarkan dalam 24 bahasa sehari-hari dan dengan contoh kehidupan sehari-hari. Anak diajarkan dengan konsep konkret dan realistis. Hurlock 1990: 127 menambahkan bahwa konsep beragama anak adalah realistik, yaitu anak menafsirkan apa yang didengar, dilihat sesuai dengan apa yang sudah diketahui. Awal pada masa kanak- kanak disebut dengan tahap dongeng karena anak menerima semua keyakinan dengan unsur yang tidak nyata. Pada akhir masa kanak-kanak yakni usia antara 6-10 tahun, anak menganggap kegiatan menggereja mulai mirip dengan kegiatan sekolah, dan merupakan suatu kewajiban, atau suatu keharusan. Pada anak berusia ini lebih suka perkumpulan di gereja, piknik, perayaan hari besar dan berwisata. Minat mereka beragama bersifat sosial. Anak yang berusia di bawah 8 tahun memiliki keyakinan bahwa berdoa merupakan cara berbicara dengan Tuhan, namun ketika bertambahnya usia minat anak pada keyakinan berkurang mereka merasa bahwa sebagian doanya tidak dikabulkan. Pada usia ini anak juga sering berdiskusi maupun tanya-jawab seputar agama bersama dengan teman sebayanya. Mereka lebih dibingungkan oleh kenyataan perbedaan-perbedaan konsep yang didapatkan di sekolah.

b. Minat Beragama Menurut Fowler

Fowler dalam bukunya Agus Clemers 1995: 28-29 menyebutkan bahwa anak usia 3-7 tahun masuk dalam tahap pertama yakni tahap Intuitive-Projective Faith yakni tahap anak mengalami dunia gambaran dan daya imajinasi yang bebas karena belum dikontrol oleh pikiran logis. Maka pengalaman anak bersifat 25 episodis dan kesan-kesan kongkret indrawi-emosional senantiasa berubah, maka dalam proses pendampingan penting adanya simbolisasi, bahasa, cerita, gerak maupun isyarat. Pada tahap ini membuka kepekaan anak terhadap dunia misteri dan Yang Ilahi serta tanda-tanda nyata kekuasaan-Nya. Dunia gambaran dan imajinasi ini menguasai seluruh hidup kognitif dan afektif yang mendasari pola kepercayaan anak. Tahap kedua yakni tahap Mithic-literal faith yakni tahap anak usia 7-12 tahun. Pada tahap ini, operasi logis anak masih bersifat konkret, tetapi sudah memungkinkan daya pikir logis menggunakan kategori sebab-akibat, ruang dan waktu. Ceritalah yang menjadi sarana utama anak untuk mengumpulkan berbagai arti dan keterkaitan hal satu dengan hal yang lainnya dan untuk membentuk pendapatnya.

5. Kegiatan dalam PIA

Setelah mengetahui karakteristik perkembangan iman anak usia 6-10 tahun, maka perlu untuk menyusun kegiatan yang dapat membantu anak untuk memperkembangkan imannya. Prasetya 2008: 24 mempunyai pandangan bahwa kegiatan dalam PIA adalah tempat untuk pembinaan iman untuk anak-anak dan bukan satu-satunya, melalui kegiatan PIA ini anak diajak untuk mengembangkan kepribadian secara bertahap dan bertanggungjawab, untuk itu perlu disiapkan dan dilakukan secara terencana, sistematis dan metodis, dengan harapan anak dapat mengerti dan meyakini imannya, anak tahu kepada siapa harus beriman, mampu mengungkapkan imannya, mampu merayakan imannya, mampu menampilkan diri 26 dan hidupnya secara baik. Hal ini juga didukung oleh Bagiyowinadi 2009: 85-95 yang menyoroti persiapan PIA agar menarik diantaranya dibutuhkan perencanaan atau persiapan, bahan pertemuan, langkah-langkah serta metode untuk kegiatan PIA

a. Kegiatan PIA Dilaksanakan Secara Terencana

Kegiatan PIA yang dilaksanakan secara terencana dapat dilihat dalam satuan pendampingan yang digagas dalam mata kuliah PIA. Dalam bukunya Minggu Gembira Amin Susanto 2008: 17-18 menyatakan bahwa pertemuan yang telah direncanakan berdasarkan proses pengalaman hidup dalam terang iman, tampak dalam: 1 Tema: Tema adalah batasan pertemuan yang memberi gambaran bagi pendamping tentang ruang lingkup iman yang akan dibahas. Tema yang ditawarkan yakni berharga dihadapan Tuhan, berharga bagi jemaat, berharga bagi masyarakat dan dunia. 2 Renungan Pendamping: Kesaksian hidup dari pendamping yang merupakan hal penting dalam katekese. Perlu disajikan pertanyaan refleksi tentang tema yang disajikan pada bagian renungan pendamping. Bagiyowinadi 2009: 86-87 menyoroti tentang metode yang digunakan Yesus untuk membuka mata hati umat-Nya tentang Kerajaan Allah yakni melalui perumpamaan, pengalaman hidup sehari-hari, melalui 27 perbandingan dan alat peraga. Dari pengajaran Yesus tersebut maka hendaknya pendamping juga mampu memberikan renungan yang sesuai dengan hidup anak. 3 Tujuan: Tujuan meliputi segi iman yang akan dicapai dalam suatu pertemuan. Terdapat tiga aspek tujuan yang akan dicapai Bagiyowinadi 2009: 90 yakni kognitif, afektif dan psikomotorik. 4 Sumber Bahan: Merupakan sumber-sumber yang dipakai dalam pembelajaran tertentu misalnya Kitab suci atau dokumen Gereja. 5 Sarana dan alat: Perlengkapan yang dapat mendukung pertemuan menjadi semakin hidup dan mengena. Misalnya teks Kitab suci, blangko isian, teks lagu dan sebagainya. 6 Doa atau lagu pembukaan dan penutup: Penting bagi pendamping bahwa setiap pertemuan yang direncanakan merupakan perjumpaan umat beriman. Kesadaran hadir umat dapat diungkapkan melalui doa pembukaan dan doa penutup dapat menggunakan lagu yang sesuai dengan kemampuan anak-anak. 7 Menyadari pengalaman: Menyadari pengalaman merupakan unsur pokok dari suatu pendampingan yaitu dengn cara menggali, mendalami, memperluas pengalaman konkret sehari-hari yang mungkin dibicarakan dan sesuai dengan tema pertemuan. Hal yang paling pokok dalam menyadari pengalaman hidup adalah menyadari pengalaman hidup sehari-hari yang sesuai dengan tema melalui cerita, gambar, foto atau tanya jawab. 28 Bagiyowinadi 2009: 91 menambahkan bahwa “pengalaman anak dapat digali melalui aneka sarana dan pengalaman anak yang mirip dengan sarana yang diberikan dalam pendampingan dapat ditemukan dan disharingkan bersama”. 8 Mendengarkan Sabda Allah: Langkah ini merupakan unsur pokok dalam proses pertemuan. Pertemuan mengupayakan agar lewat Kitab Suci peserta mampu menemukan pesan iman melalui drama, cerita atau membacakan kitab suci. Pesan Kitab Suci dapat dibuat menarik agar teringat dan dapat menjadikan pesan pewartaan bagi anak melalui beragam bentuk kreasi dengan menghias kutipan Kitab Suci maupun dengan menghafalkannya. Bagiyowinadi 2009: 91 menambahkan bahwa Kitab Suci dapat dijelaskan dan diperdalam agar anak menemukan pesanya. 9 Mempertemukan pengalaman sehari-hari dengan pengalaman iman: Pengalaman sehari-hari akan bermakna ketika mendapatkan terang iman yang ditemukan dari Kitab Suci. Kegiatan ini bertujuan untuk mempertemukan, menghubungkan, membandingkan pengalaman sehari-hari dengan pesan pewartaan. Pengalaman hidup anak sehari-hari akan bermakna karena sabda Allah. Hal ini dapat mendorong suatu aksi nyata dalam hidup sehari-hari dan dapat dirumuskan dalam doa, maupun niat-niat hidup yang terbuka pada aksi dan tindakan nyata. Dalam terang Injil, anak-anak dapat semakin meresapi arti pengalamannya sehari-hari, bertobat dan menyadari kehadiran Allah. 10 Model eksploratif dan simulatif: Model ini digunakan untuk anak-anak mendalami materi pendampingan dengan cara merasakan sendiri, menemukan dan menyimpulkan contohnya dengan 29 mengunjungi, melihat, mengamati, mendiskripsikan serta melakukan peragaan secara langsung misalnya dalam mengikuti misa anak.

b. Kegiatan PIA Bersifat Sistematis

Kegiatan PIA yang bersifat sistematis dapat dilihat dalam pengelolaan isi dan suasana dalam kegiatan PIA serta pengelolaan lain yakni pengelolaan awal, pengelolaan tenggah dan pengelolaan akhir. 1 Pengelolaan isi: Menurut Prasetya 2008: 47 pengelolaan isi menyangkut bahan Kitab Suci, ajaran Gereja, dokumen Gereja, hidup menggereja dan hidup memasyarakat dan proses dalam kegiatan pendampingan, ini lebih pada upaya pendamping untuk menyiapkan secara bertanggungjawab. 2 Pengelolaan suasana: Pengelolaan ini menyangkut suasana yang mau dibangun selama proses pendampingan agar menarik dan menyenagkan bagi anak-anak. Upaya ini tidak lepas dari penggunaan metode dan sarana yang ada, walau santai tetapi tetap mendalam dan utuh. 3 Pengelolaan awal: Pengelolaan ini menyangkut tempat pendampingan, orang-orang yang harus dihubungi misalnya pengurus dewan paroki, ketua stasi maupun ketua lingkungan, bahan yang disampaikan, catatan administrasi yang disiapkan misalnya data peserta. 30 4 Pengelolaan tengah: Pengelolaan ini menyangkut pendamping, dengan jadwal dan tugas yang jelas dan upaya pendampingan agar kegiatan PIA terus berjalan dan berkesinambungan berdasarkan program kerja yang dibuat. 5 Pengelolaan lanjut: Pengelolan menyangkut pelaksanaan pendampingan, evaluasi pendampingan. Memonitor pendampingan meliputi suasana hati, harapan, dan motivasi anak-anak disetiap pertemuan, serta tanggapan orangtua terhadap kegiatan ini.

c. Kegiatan PIA Bersifat Metodis

Dalam kegiatan PIA, pendamping perlu memilih metode yang menarik agar dapat membantu memperkembangkan iman anak-anak. Hendaknya metode yang dipilih tepat, sederhana dan menarik sehingga dekat dengan kehidupan anak sehari-hari. Prasetya 2008: 45-46 menawarkan lima 5 metode yang sesuai dengan usia dalam PIA berikut metode yang ditawarkan: 1 Metode Ekspresi: Metode ini digunakan untuk mengajak anak-anak mengekspresikan berupa gerak, irama, gambar dan puisi gagasan atau ide yang telah diterima dalam pertemuan. 2 Metode Populer: Metode ini mengajak anak untuk mendalami materi dengan aneka tehknik dan model populer yang diminati dan dekat dengan anak-anak sehingga menjadi milik bagi mereka seperti acara televisi, lagu yang dimodivikasi maupun permainan dengan kuis atau dengan sarana audio-visual. 31 3 Metode Dinamika Kelompok: Metode ini digunakan untuk mengajak anak-anak mendalami materi dalam bentuk aneka permainan yang menghibur namun mendidik, selain itu melatih anak untuk bekerjasama dalam kelompok misalnya dengan permainan yang membutuhkan kelompok atau out bond. 4 Metode naratif: Metode ini digunakan untuk mengajak anak-anak mendalami materi melalui cerita, baik cerita rakyat, cerita bergambar maupun fabel cerita binatang.

6. Fungsi dari Kegiatan yang ada dalam PIA

Setelah melihat tentang kegiatan dalam Pendampingan Iman Anak maka harapannya, anak-anak yang pernah ikut Pendampingan Iman Anak memiliki kekhasan dalam hal imannya yakni mampu semakin mengenal dan lebih dekat dengan Yesus Kristus, mampu menampilkan diri dan hidup secara baik, mampu menjadi berkat bagi orangtua, teman-teman dan masyarakat di sekitarnya. Prasetya 2008: 24 mengungkapkan target dari kegiatan PIA yakni anak diharapkan tahu kepada siapa harus beriman, mampu mengungkapkan imannya dalam doa, mampu merayakan imannya secara bersama. Dari pernyataan tersebut tampak bahwa setelah mengikuti PIA anak diharapkan tidak hanya berhenti pada PIA melainkan mampu lebih dekat dengan Yesus Kristus, berguna bagi jemaat melalui kegiatan pelayanan gerejani, salah satu pelayanan yang mendekati usia mereka untuk lebih dekat dengan Tuhan adalah melalui komunitas yang 32 mendukung mereka berkembang yakni komunitas PA yang menjadi wadah bagi anak dan remaja untuk melayani Tuhan sesuai usia mereka dan belajar menjadi berkat bagi sesama.

B. KETERLIBATAN PUTRA-PUTRI ALTAR

Dalam hidup menggereja baik kaum awam, religius maupun hierarki dibutuhkan semangat untuk berpartisipasi atau terlibat dalam hidup menggereja, terlibat berarti berpartisipasi dengan aktif dan sadar Heuken 2005: 103 sehingga tidak hanya tahu dan ikut-ikutan saja tetapi sadar dan aktif mengikuti kegiatan menggereja. Ensiklik Mediator Dei 1947 membagi tiga bentuk partisipasi yakni partisipasi batin atau penghayatan pribadi, partisipasi lahir dan partisipasi sakramental yakni ikut menyambut komuni, maka umat yang dikatakan terlibat dalam kegiatan menggereja berarti ikut berpartisipasi batin atau penghayatan pribadi dalam bentuk doa-doa, partisipasi lahir yakni ikut menyanyi, menjawab doa umat dan aklamasi, serta tampak dalam gerakan lahiriah, seperti berlutut, mengatupkan tangan dan partisipasi sakramental yakni menyambut komuni. Dalam KHK artikel 899 §2. Menyatakan bahwa: Dalam perjamuan Ekaristi umat Allah dihimpun menjadi satu, dibawah pimpinan Uskup atau pimpinan imam di bawah otoritanya, yang bertindak sebagai pribadi Kristus personam Christi gerere, serta semua umat lain yang menghadirinya, entah klerus entah awam bersama-sama mengambil bagian, masing-masing menurut caranya sendiri sesuai keberagaman tahbisan dan tugas-tugas liturgis. Partisipasi umat secara aktif dan sadar ternyata perlu mendapatkan perhatian besar dari umat sendiri karena berdasarkan baptisan, umat Allah 33 mendapatkan hak dan kewajiban dalam tugas imam, nabi dan raja sebagai umat kristiani SC 14 dan umat Allah diharapkan tidak hanya menjadi umat yang pasif melainkan ikut serta, penuh khidmat dan secara aktif SC 18 maka dalam perayaan liturgis dibutuhkan partisipasi kaum awam untuk menggembangkan dan menghidupkan Gereja , karena “setiap anggota Gereja ikut serta bertanggung jawab dalam kehidupan Gereja” Purwatma 2014: 18 . Dalam kesempatan ini kita akan melihat salah satu bentuk keterlibatan awam dalam hidup menggereja, yakni sebagai PA. Brien 2005: 132 melihat bahwa banyak anak dan kaum muda katolik yang terlibat dalam bidang liturgi Gereja dimana mereka dapat mengambil bagian secara aktif. Menjadi PA termasuk menggambil bagian secara aktif dalam keterlibatan liturgi Gereja. Dalam tugasnya saat Ekaristi PA berada di depan, maka secara sadar tingkah laku mereka dilihat oleh umat kalau PA secara aktif, sadar dan penuh dengan sikap hormat maka umat akan terbantu, sebaliknya jika PA bertingkah laku tidak baik akan menggangu umat.

1. Putra-Putri Altar

Putra-putri Altar atau misdinar adalah anak-anak dan remaja yang mau melayani Yesus, dokumen Gereja Redemptionis Sacramentum artikel 40 membenarkan bahwa”mereka anggota PA adalah bagian dari umat beriman yang berpartisipasi aktif dalam melayani Tuhan”. Pada saat perayaan Ekaristi, Yesus yang hadir di altar membutuhkan anak dan remaja untuk melayani Yesus dan umat-Nya. Martasudjita 2008: 12 dalam bukunya Panduan Misdinar menuliskan 34 bahwa kata misdinar berasal dari bahasa Jerman: messdiner artinya pelayan Misa Kudus, dalam bahasa Inggris altar servers berarti pelayan altar.

a. Sejarah Putra-putri Altar

Bila berbicara mengenai sejarah PA tidak terlepas dari santo Pelindung PA yakni santo Tarsisius. Dalam kisah hidupnya memperjuangkan hosti suci inilah yang menjadikan Gereja memiliki komunitas PA dengan semangat pelayanan. Menurut sejarahnya dari buku seri Orang Kudus Setiawati 1989: 7-39 mengkisahkan bahwa pertengahan abad ke-3 di daerah Roma agama Kristiani dilarang di sana, bahkan kaisar Valerianus memerintah polisi Roma untuk mencari orang-orang yang percaya kepada Kristus untuk ditangkap, disiksa dan dibunuh. Meski banyak orang kristiani yang terbunuh, tetapi banyak murid-murid Kristus yang tetap setia tidak mau mempersembahkan korban kepada para berhala Romawi. Dalam situasi semacam itu, orang-orang kristiani hanya berani berkumpul pada malam hari di “katakomba”teras kuburan bawah tanah bentuknya gang yang panjang dari beberapa kuburan dalam satu gua. Di sanalah orang-orang kristiani biasa melakukan Ekaristi atau Misa. Pada waktu itu, ada seorang pemuda kristiani yang setiap pagi, sebelum fajar menyingsing dengan riang gembira menuju ke tempat tersebut dengan berjalan kaki melintasi lorong-lorang kota Roma untuk melayani imam merayakan Ekaristi. Tarsisius adalah seorang muda yang penuh semangat untuk melayani Tuhan, memang Tarsisius juga memiliki banyak teman termasuk teman- teman yang bukan Kristiani, Suatu pagi Tarsisius mengikuti perayaan Ekaristi

Dokumen yang terkait

Pendampingan iman orang muda sebagai upaya meningkatkan keterlibatan hidup menggereja orang muda Katolik Paroki Kristus Raja Barong Tongkok, Kalimantan Timur.

1 16 113

Kreativitas pendamping dalam pendampingan iman anak di paroki St. Maria Tak Bercela Nanggulan Yogyakarta.

0 3 139

Deskripsi pendidikan iman anak dalam keluarga bagi perkembangan iman anak di Stasi Maria Putri Murni Sejati Cisantana, Paroki Kristus Raja Cigugur, Keuskupan Bandung.

1 20 153

Upaya meningkatkan pelayanan putra-putri altar dalam liturgi, melalui pendampingan rohani di Stasi Ignasius Loyola Samigaluh, Paroki Santa Lisieux, Boro, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

11 27 198

Sumbangan gagasan kasih dan kesetiaan Allah menurut Hosea untuk bahan katekese persiapan calon perkawinan di Paroki Marganingsih Kalasan.

0 12 280

Peranan sanggar anak sebagai alternatif pendampingan iman anak di Paroki Santo Thomas Rasul Bedono Kabupaten Semarang.

0 6 225

Manfaat metode bercerita dalam pendampingan iman anak di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul.

0 9 175

Sumbangan gagasan kasih dan kesetiaan Allah menurut Hosea untuk bahan katekese persiapan calon perkawinan di Paroki Marganingsih Kalasan.

1 8 280

PENINGKATAN KESADARAN ORANG TUA AKAN PERANNYA DALAM PENDIDIKAN IMAN ANAK MELALUI KATEKESE MODEL SHARED CHRISTIAN PRAXIS DI LINGKUNGAN BRAYAT MINULYO WILAYAH SANTA MARIA KALASAN BARAT PAROKI MARGANINGSIH KALASAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu S

0 0 146

Peran pendampingan orang tua dalam sekolah minggu terhadap perilaku iman anak di Paroki St Fransiskus Assisi Berastagi - USD Repository

0 6 182