15. Keterbukaan
Munumbuhkembangkan keterbukaan dan dialog dengan pekerja dan publik, mengantisipasi dan memberi respons terhadap
potencial hazard, dan dampak operasi, produk, limbah atau jasa. 16.
Pencapaian dan pelaporan Mengevaluasi kinerja sosial, melaksanakan audit sosial secara
berkala dan mengkaji pecapaian berdasarkan kriteria korporat dan peraturan perundang – undangan dan menyampaikan informasi
tersebut pada dewan direksi, pemegang saham, pekerja dan publik.
2.2.1.4. Konsep Triple Bottom Line
Triple bottom line merupakan sinergi dari tiga elemen yang merupakan komponen dasar dari pelaksanaan dasar CSR yaitu people
sosial, planet lingkungan, dan profit keuntungan. Gambar 2.1 : Konsep Triple Bottom Line
People Sosial Planet lingkungan Profit keuntungan
Sumber : Wibisono 2007 : 32
1. Profit keuntungan
Profit merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap kegiatan usaha. Tak heran bila fokus utama dari setiap
kegiatan dalam perusahaan adalah mengejar profit yang besar bagi perusahaan selain juga agar dapat memajukan perusahaan. Ini
merupakan bentuk tanggung jawab secara ekonomi kepada pemegang saham.
2. People masyarakat pemangku kepentingan
Menyadari bahwa masyarakat merupakan stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan mereka, terutama mayarakat sekitar
tempat perusahaan sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup, dan perkembangan perusahaan, maka sebagai bagian yang tak
terpisahkan dengan masyarakat lingkungan, perusahaan perlu berkomitmen untuk berupaya memberikan manfaat sebesar- besarnya
kepada masyarakat sebagi wujud kepedulian perusahaan kepada masyarakat.
3. Planet lingkungan
Perusahaan harus dapat menggunakan sumber daya alam secara bijak dan bertanggung jawab serta menjaga lingkungan karena lingkungan
merupakan salah satu bidang kehidupan kita yang sangat penting dan tak ternilai harganya. Lingkungan bisa menjadi kawan ataupun lawan
kalau kita memperlakukannya dengan sesuka hati tanpa adanya
timbal balik yang kita berikan. Sehingga hubungan yang baik akan memberikan dampak yang baik pula.
2.2.1.5. Kasifikasi Bentuk Penerapan CSR
Menurut Wibisono 2007 : 79-83 alasan penerapan CSR diklasifikasikan dalam tiga kategori :
1. Sekedar basa – basi dan keterpaksaan artinya, CSR dipraktekkan lebih
karena faktor eksternal eksternal driven. Tanggung jawab PT Lapindo Brantas kepada korban lumpur panas merupakan contoh
konkret adanya indikasi ini. Jadi bersifat social driven, disamping juga environtmental driven. Pemenuhan tanggung jawab lebih karena
keterpaksaan akibat tuntutan ketimbang kesukarelaan. Berikutnya karena reputation driven, motivasi pelaksanaan CSR adalah ntuk
mendongkrak citra perusahaan. 2.
Sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban compliance. CSR diimplementasikan karena memang ada regulasi, hokum, dan aturan
yang memaksanya. Yaitu market driven kesadaran tentang pentingnya penerapan CSR ini menjadi tren seiring dengan semakin maraknya
kepedulian masyarakat global terhadap produk – produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah – kaidah
sosial. Selain itu driven lain yaitu adanya penghargaan – penghargaan reward yang diberikan oleh segenap institusi atau lembaga.
3. Bukan lagi sekedar compliance tapi beyond compliance. CSR
diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari
dalam internal driven. Perusahaan telah menyadari bahwa tanggung jawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan
profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dasar pemikirannya, mengantungkan semata –
mata pada kesehatan finansial saja, tidak akan menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan.
2.2.1.6. Tahap-Tahap Penerapan CSR