oleh orang tuanya. Biasanya, anak-anak yang memiliki keluarga, orang tua pejudi dan peminum alkohol, relatif lebih rawan untuk memperoleh perlakuan yang
salah. Pada kasus semacam ini, ibu sering kali menjadi objek perasaan ganda yang membingungkan: ia dibutuhkan kasih dan perlindungannya, namun sekaligus
dibenci karena perbuatannya. Studi yang dilakukan UNICEF pada anak-anak yang dikategorikan children
of the street, menunjukkan bahwa motivasi mereka hidup di jalanan bukanlah sekadar karena desakan kebutuhan ekonomi rumah tangga, melainkan juga karena
terjadinya kekerasan dan keretakan kehidupan rumah tangga orang tuanya. Bagi anak-anak ini, kendati kehidupan di jalanan sebenarnya tak kalah keras, namun
bagaimana pun dinilai lebih memberikan alternatif dibandingkan dengan hidup dalam keluarganya yang penuh dengan kekerasan yang tidak dapat mereka
hindari. Jika di jalanan, anak-anak itu dapat lari dari ancaman tindak kekerasan, tetapi di keluarganya justru mereka harus menerima nasib begitu saja saat
dipukuli oleh orang-orang dewasa disekitarnya.
37
2. Karakteristik Anak Jalanan
Pada umumnya anak jalanan memiliki ciri-ciri yang membuat mereka berbeda dengan anak pada umumnya. Adapun kriteria anak jalanan menurut
Departemen Sosial tahun 2009, di antaranya: a.
Anak laki-laki-perempuan usia 0 sampai dengan 18 tahun. b.
Melakukan kegiatan tidak menentu, tidak jelas kegiatannya dan atau berkeliaran di jalanan atau di tempat umum minimal 4 sampai dengan 6
jamhari dalam kuruin waktu 1 bulan yang lalu, seperti pedagang asongan, pengamen, ojek payung, pengelap kaca mobil, pembawa belanja di pasar dan
lain-lain.
37
Ibid., h. 198
c. Kegiatannya tidak membahayakan dirinya sendiri atau mengganggu
ketertiban umum.
38
Menurut Dinas Sosial tahun 2009, anak jalanan dibagi menjadi beberapa kategori, di antaranya:
38
Departemen Sosial RI, Hasil Penelitian tentang Anak Jalanan, Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI, 2009, h. 24
39
Ibid.
No. Kategori Anak Jalanan
Ciri-ciri Anak Jalanan 1.
2.
3. Children of the street, yaitu anak
yang hiduptinggal sepanjang hari di jalanan.
Children on the street, yaitu anak yang mencari nafkah di jalanan.
High risk
to be
street childrenvurnerable,
yaitu beresiko
tinggi terhadap
kekerasankejahatan a.
24 jam beraktivitas di jalanan b.
Tidak berhubungan dengan keluarga orang tua
c. Sulit penyesuaian diri dengan
lingkungan. a.
Mencari nafkah di jalanan b.
Masih berhubungan dengan keluarga orang tua
c. Masih dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan d.
Berada di jalanan lebih dari 8 jam sehari.
a. Berada dijalanan untuk mencari
teman atau pengalaman, kurang dari 6 jam
b. Mencari uang untuk kebutuhan
sekolah c.
Masih tinggal dengan keluarga.
39
Selain dari ciri-ciri di atas, anak jalanan juga mempunyai temperamen dan karakter tinggi, meledak-ledak, karena lingkungan keras, tidak menghiraukan
aturan dan norma yang berlaku dimasyarakat. Misalnya selalu curiga pada orang lain, sikap liar dan berani menempuh resiko apapun. Anak jalanan pada umumnya
tidak bersekolah lagi, bahkan sebagian besar telah meninggalkan orang tua.
3. Dampak Negatif Anak Jalanan
Anak jalanan pada dasarnya adalah anak-anak marginal di perkotaan yang mengalami proses dehumanisasi. Mereka bukan saja harus mampu bertahan hidup
dalam suasana kehidupan kota keras, tidak bersahabat dan tidak kondusif bagi proses tumbuh-kembang anak. Tetapi, lebih dari itu mereka juga cenderung
dikucilkan masyarakat, menjadi objek pemerasan berbagai pihak sesama teman, preman atau oknum aparat, sasaran eksploitasi, korban pemerkosaan, dan segala
bentuk penindasan lainnya. Kalau diperinci satu persatu barang kali ada puluhan atau bahkan ratusan
masalah atau dampak negatif yang dihadapi anak-anak yang hidup di jalanan. Namun, paling tidak ada delapan masalah prioritas anak jalanan yang mendesak
untuk segera ditangani oleh berbagai pihak. Kedelapan masalah pokok atau dampak negatif tersebut ialah:
a. Gaya hidup dan perilaku anak jalanan yang acap kali membahayakan dan
mengancam keselamaatan dirinya sendiri, seperti perilaku ngelem, seks bebas, kebiasaan berkelahi, dan sebagainya.
b. Ancaman gangguan kesehatan berkaitan dengan kondisi lingkungan dan jam
kerja yang acap kali kelewat batas bagi anak-anak yang masih berusia belia. c.
Minat dan kelangsungan pendidikan anak jalanan yang relatif rendah dan terbatas akibat tidak dimilikinya waktu luang yang cukup dan kesempatan
belajar yang memadai. d.
Kondisi ekonomi dan latar belakang kehidupan sosial-psikologis orang tua yang relatif miskin dan kurang harmonis, sehingga tidak kondusif bagi proses
tumbuh-kembang anak secara layak. e.
Adanya bentuk intervensi dan sikap sewenang-wenang dari pihak luar terhadap anak jalanan, baik atas nama hukum maupun karena ulah preman
yang mencoba mengambil manfaat dari keberadaan anak jalanan. f.
Adanya kekeliruan persepsi dan sikap prejudice sebagian warga masyarakat terhadap keberadaan anak jalanan.
g. Adanya sebagian anak jalanan yang tengah menghadapi masalah khusus, baik
akibat ulahnya yang terencana, maupun karena ketidaktahuannya terhadap bahaya dari sebuah tindakan tertentu, seperti hamil dalam usia yang terlalu
dini akibat seks bebas, perilaku ngelem, dan sebagainya.
h. Mekanisme koordinasi dan sistem kelembagaan penanganan anak jalanan
yang belum berkembang secara mantap, baik antara pemerintah dengan LSM maupun persoalan intern di antara lembaga itu sendiri.
40
Permasalahan yang lebih kompleks lagi apabila kita melihat kehidupan anak jalanan perempuan. Salah satu kasus anak jalanan perempuan adalah ditipu ketika
baru datang dari kampung. Anak ini ditawari untuk istirahat di tempat kontrakan oleh seseorang yang belum dikenalnya. Anak tersebut diberi minum yang
dicampur obat, sehingga menyebabkan tidak sadar dan selanjutnya diperkosa. Ketika hamil anak tersebut ditinggalkan. Beberapa kasus serupa yang dialami
teman-teman, selanjutnya ada yang dijadikan pelacur dan bahkan ada yang diperjual belikan Child Trafficking.
41
Kondisi semacam ini mengancam masa depan anak, seharusnya mereka bisa bermain dan belajar, tetapi pada kenyataannya mereka harus dibebani dengan
permasalahan hidup yang seharusnya merupakan porsi orang dewasa. Perkembangan hidup mereka jadi terhambat, bahkan mereka mempunyai sub
culture yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Mereka mempunyai aturan dan budaya dalam kelompoknya.
Dari sudut pandang hak anak mereka adalah tergolong korban victim, anak dipandang sebagai korban dari ketidakmampuan orang tua dalam memberikan
haknya sebagai seorang anak. Andaikan orang tua bisa memenuhi kewajibannya maka anak tersebut tidak berada dalam dunia jalanan. Yang kedua adalah korban
dari dampak lingkungan yang terbentuk oleh kehidupan orang-orang dewasa karena dengan adanya penjaja seks yang ingin memanfaatkan uang anak jalanan.
Dan yang ketiga adalah korban dari kebijakan pemerintah yang harusnya turut
40
Bagong Suyanto, op. cit., H. 202
41
Departemen Sosial Republik Indonesia, Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, September-Desember 2007, h. 28
bertanggung jawab kepada kehidupan anak dan kurang tegasnya pemerintah dalam melarang bentuk prostitusipelacuran di Negara ini.
42
C. Rumah Singgah
1. Pengertian Rumah Singgah dan Tujuan Penyelenggaraannya
“Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rumah singgah diartikan terpisah, rumah berarti bangunan
untuk tempat tinggal.” Singgah memiliki arti “berhenti sebentar disuatu tempat ketika dalam perjalanan; mampir.”
43
Sehingga, rumah singgah dapat diartikan bangunan tempat tinggal untuk berkunjung sebentar atau
peristirahatan sementara.
Sedangkan menurut Departemen Sosial RI Rumah Singgah didefinisikan sebagai suatu wahana yang dipersiapkan sebagai perantara anak jalanan dengan
pihak-pihak yang akan membantu mereka.
44
Rumah Singgah merupakan proses informal yang memberikan suasana pusat resosialisasi anak jalanan terhadap
sistem nilai dan norma di masyarakat. Rumah singgah merupakan tahap awal bagi seorang anak untuk memperoleh pelayanan selanjutnya, oleh karenanya penting
menciptakan rumah singgah sebagai tempat yang aman, nyaman, menarik, dan menyenangkan bagi anak jalanan.
45
Dapat dirumuskan, rumah singgah merupakan wadah anak jalanan berkumpul, berkongsi suka duka, bercerita, mengadu nasib dan mendapatkan
kasih sayang dari orang tua asuh. Karena kedudukan rumah singgah ditengah- tengah bisingnya ibukota, anak-anak ini dapat dilatih untuk beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi di ibukota, selain dari pada tidur, makan dan tinggal disitu. Di situlah mereka diajar untuk menerima dan
42
Ibid, H. 28
43
Tim Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003, H. 966
44
Departemen Sosial RI, Standar Pelayanan Sosial Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah, Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak, Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi
Sosial, Departemen Sosial RI, 2002, H. 6
45
Pedoman Penyelenggaraan Pembinaan Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah, Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI, 1999, H. 5