Pengelolaan kelas pada mata pelajaran sejarah (di SMAN 87 Jakarta)

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun oleh:

UNI ZAHRA

105018200741

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh UNI ZAHRA NIM. 105018200741

Pembimbing:

Dr. Muhamad Arif, M.Pd NIP. 19700606 199702 1 002

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Jakarta.

Program Studi Manajemen Pendidikan, Jurusan Kependidikan Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pengelolaan kelas merupakan sebuah upaya real untuk mewujudkan proses atau kegiatan belajar mengajar yang efektif. Dengan pengelolaan kelas yang baik diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran dan memberikan pengaruh positif yang secara langsung menunjang terselenggaranya proses belajar mengajar di kelas. Agar memberikan dorongan dan rangsangan terhadap siswa dalam belajar, kelas perlu dikelola sebaik-baiknya. Kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam mengelola kelas yaitu penataan siswa di dalam kelas, penataan ruang, menciptakan disiplin kelas, menunjukkan sikap tanggap, penggunaan alokasi waktu mengajar, dan penyesuaian metode pembelajaran dengan materi pelajaran. Apabila pengelolaan kelas yang dikaitkan dengan kesesuaian metode pembelajaran terhadap materi pelajaran sejarah tersebut direspon secara baik oleh peserta didik, maka pengelolaan kelas yang dilakukan oleh pendidik mata pelajaran sejarah dapat dikatakan baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan kelas pada mata pelajaran sejarah yang berkaitan dengan metode yang digunakan dalam pembelajaran sejarah. Metode penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dengan menggunakan angket yang disebar ke 50 peserta didik, didukung dengan pengamatan (observasi) proses pembelajaran, wawancara dengan pendidik mata pelajaran yang bersangkutan, dan dengan studi dokumentasi berupa silabus dan rencana program pembelajaran (RPP). Dari hasil penelitian yang didapat, kemudian dianalisis berdasarkan metode wawancara, observasi, studi dokumentasi dan angket yang digunakan oleh penulis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan kelas pada mata pelajaran di SMAN 87 Bintaro telah dilaksanakan dengan cukup. Dari hasil penelitian tersebut direkomendasikan sebagai salah satu bahan rujukan para peneliti jika mendapatkan permasalahan yang serupa dan direkomendasikan pula untuk para masyarakat di SMAN 87 Bintaro.


(4)

DAFTAR ISI………... v

DAFTAR TABEL………... vii

DAFTAR LAMPIRAN……….. viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Masalah Penelitian 1. Identifikasi Masalah……….. 5

2. Pembatasan Masalah………. 5

3. Perumusan Masalah………... 6

C. Tujuan Penelitian……… 6

D. Manfaat Penelitian ……… 6

BAB II KAJIAN TEORITIS I. Kajian Teoritis A. Pelajaran Sejarah di SMA 1. Pengertian Sejarah ... 7

2. Fungsi dan Tujuan Pelajaran Sejarah di SMA... 10

3. Pendekatan, Pengorganisasian Materi dan Penilaian Mata Pelajaran Sejarah di SMA…….. 11

4. Metode Pembelajaran Sejarah ... 12

B. Pengelolaan Kelas 1. Pengertian Pengelolaan Kelas……….. 15

2. Tujuan Pengelolaan Kelas……… 18

3. Prinsip Pengelolaan Kelas……… 19

4. Aspek-aspek Pengelolaan Kelas……….. 21

5. Pengelolaan Kelas yang Efektif ... 27

6. Pengelolaan Kelas Pembelajaran Sejarah ... 28


(5)

vi

B. Metode Penelitian... 32 C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan data... 32 D. Kisi-kisi Instrumen Penelitian... 33 E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

1. Teknik Pengolahan Data... 37 2. Teknik Analisis Data... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Profil Pendidik Mata pelajaran Sejarah

di SMAN 87 Bintaro... 40 B. Analisis Data dan Pembahasan Hasil Temuan

1. Analisis Data... 40 2. Pembahasan Hasil Temuan... 54

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 74 B. Saran-saran... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 76 LAMPIRAN-LAMPIRAN...


(6)

3. Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian………….………. 34

4. Tabel 4.1 Penataan Tempat Duduk Peserta Didik... 41

5. Tabel 4.2 Penataan Kebersihan dan Keindahan Kelas... 42

6. Tabel 4.3 Penggunaan Media Pembelajaran... 43

7. Tabel 4.4 Penggunaan Metode Pembelajaran Bervariatif... 43

8. Tabel 4.5 Menarik Perhatian Peserta Didik... 44

9. Tabel 4.6 Gerak Mendekati... 45

10. Tabel 4.7 Penugasan Kelas... 46

11.Tabel 4.8 Pembimbingan peserta didik... 47

12.Tabel 4.9 Pembuatan Tata Tertib... 48

13.Tabel 4.10 Memberikan Pujian... 49

14.Tabel 4.11 Memberikan Sanksi atau Hukuman... 50

15. Tabel 4.12 Memberikan Nasehat atau Teguran... 51

16.Tabel 4.13 Ketepatan Kehadiran... 52

17.Tabel 4.14 Menyesuaikan Metode Pembelajaran dengan Materi... 53

18.Tabel 4.15 Skor Angket Skala Pengelolaan Kelas Pada Mata Pelajaran Sejarah... 68

19. Tabel 4.16 Klasifikasi Skor Angket... 70

20. Tabel 4.17 Nilai Rata-rata Variabel Angket Pengelolaan Kelas Pada Mata Pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta…….. 72


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu institusi pendidikan. Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis, dapat dipandang dari berbagai persepsi dan sudut pandang melintasi garis waktu. Pada tingkat mikro, pencapaian kualitas pembelajaran merupakan tanggungjawab profesional seorang guru, misalnya melalui penciptaan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa dan fasilitas yang didapat siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Pada tingkat makro, melalui sistem pembelajaran yang berkualitas dengan lembaga pendidikan yang bertanggungjawab terhadap pembentukan kualitas tenaga pengajar, yaitu dapat berkontribusi terhadap perkembangan intelektual, sikap, dan moral dari setiap individu peserta didik sebagai anggota masyarakat.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran, baik secara

eksternal maupun internal diidentifikasikan sebagai berikut. Faktor-faktor eksetrnal mencakup guru, materi, pola interaksi, media dan teknologi, situasi belajar dan sistem. Masih ada pendidik yang kurang menguasai materi dan dalam mengevaluasi siswa menuntut jawaban yang persis seperti yang ia jelaskan. Dengan kata lain siswa tidak diberi peluang untuk berfikir kreatif. Guru juga mempunyai keterbatasan dalam mengakses informasi baru yang memungkinkan ia mengetahui perkembangan terakhir di bidangnya (state of the art) dan kemungkinan perkembangan yang lebih jauh dari yang sudah dicapai sekarang


(8)

(frontier of knowledge). Sementara itu materi pembelajaran dipandang oleh siswa terlalu teoritis, kurang memanfaatkan berbagai media secara optimal.

Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) oleh sebagian siswa dianggap lebih mudah untuk dimengerti bila dibandingkan dengan pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Tanpa banyak hitungan, angka dan rumus, maka pelajaran IPS menjadi lebih bersahabat. Namun pada kenyataannya pelajaran yang dianggap lebih mudah itu menjadi pelajaran yang begitu sulit. Tak ada gairah dan semangat. Yang ada hanya suasana yang membosankan dan membuat mata mengantuk, padahal diadakannya pelajaran IPS adalah untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis siswa terhadap kondisi sosial masyarakat. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat menjadi warga negara yang cinta damai. Selain itu, mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis.

Pelajaran IPS adalah salah satu mata pelajaran yang harus ada pada kurikulum pendidikan dasar sampai menengah. Hal ini dapat dilihat pada BAB X Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 37 ayat 1 yang menyatakan: kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: “Pendidikan Agama, Pendidikan kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Keterampilan/Kejuruan; dan Muatan lokal.”

Bila melihat kenyataan itu maka keberadaan pelajaran IPS tidaklah bisa dianggap sebelah mata. Pelajaran IPS wajib ada dan dipelajari. Bahan kajian IPS ini meliputi antara lain: geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, dan sosiologi. Karena keberadaannya yang penting ini maka sudah selayaknya pelajaran IPS perlu mendapat pengelolaan yang baik agar intisari pelajaran bisa tersampaikan.

Tidak dipungkiri bahwa pendidikan sejarah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian bangsa, kualitas manusia dan masyarakat Indonesia umumnya. Agaknya pernyataan tersebut tidaklah


(9)

berlebihan. Namun sampai saat ini masih terus dipertanyakan keberhasilannya, mengingat fenomena kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia khususnya, generasi muda makin hari makin diragukan eksistensinya. Dengan kenyataan tersebut artinya ada sesuatu yang harus dibenahi dalam pelaksanaan pendidikan sejarah.

Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang turut menentukan hasil belajar yaitu pengaturan kelas dan pengajaran itu sendiri. Keduanya saling bergantung. Keberhasilan pengajaran, dalam arti tercapainya tujuan-tujuan instruksional, sangat bergantung pada kemampuan guru dalam mengatur kelas. Kelas yang baik dapat menciptakan situasi yang memungkinkan anak belajar sehingga merupakan titik awal keberhasilan pengajaran.

Penulis tertarik pada pelajaran Sejarah. Dengan mempelajari peristiwa dan pengalaman masa lampau dan dihubungkan dengan kejadian serta pengalaman kejadian serta pengalaman aktual hari ini, kita dapat mengetahui dan mengkaji perkembangan. Dan dari perkembangan tersebut, kita dapat memprediksi kejadian-kejadian masa yang akan datang. Dengan menelaah (penduduk, produksi, perluasan kota), mulai masa lampau sampai saat ini, kita dapat memprediksi atau paling tidak melihat kecenderungan masa yang akan datang. Dalam hal ini, belajar, mempelajari dan mengkaji sejarah, bukan merupakan kegiatan yang statis, malah justru merupakan suatu telaahan yang dinamis ke masa yang akan datang. Hanya tinggal bagaimana para guru sejarah mengajarkan dan membelajarkannya, agar belajar sejarah itu sebagai kegiatan dinamis yang jauh dari menjemukan. Bahkan justru merupakan hal yang sangat menarik minta yang berkesinambungan.1

Sebagaimana yang terdapat di banyak sekolah termasuk di SMAN 87 Bintaro berdasarkan pengamatan dan wawancara, sering kali guru IPS sebagian besar waktu mengajarnya digunakan untuk ceramah, memberikan informasi, dan menjelaskan, kurangnya penggunaan metode yang bervariasi. Hanya sebagian kecil waktu pembelajaran yang digunakan untuk kegiatan siswa, itu pun hanya

1

Nursid Sumaatmadja, Konsep Dasar IPS, (Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 2007), Cet. 24, h. 2.9


(10)

untuk mencatat dan melaksanakan evaluasi. Dan proses pembelajaran khususya pada mata pelajaran Sejarah inilah yang menjadikan pelajaran sejarah menjadi begitu membosankan.

Dalam kegiatan pengelolaan kelas pun, masih banyak guru yang nyatanya belum bisa mempraktekkan. Salah satunya guru IPS yang terdapat di SMAN 87 Jakarta. Fenomena yang ada di sekolah adalah belum tertibnya pengaturan tempat duduk siswa yang berisik (gaduh), metode yang digunakan kurang bervariatif, hubungan intrerpersonal antara guru dengan siswa sangat kurang, dan belum tertatanya pengaturan ruangan dan perabotan pelajaran di kelas. Bagaimana pembelajaran IPS akan berhasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan, sedangkan dalam pengelolaan kelasnya pun belum bisa dikendalikan. Karena berdasarkan paparan diatas bahwasanya kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan saran pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Agar pelaksanaan pembelajaran IPS dapat tercapai sesuai dengan tujuan pembelajaran, maka seorang guru harus mengelola kelas dengan baik, diantaranya mempunyai persiapan, kreativitas, metode dan media yang dapat mendukung proses pelaksanaan pembelajaran IPS. Selain itu ada tiga tahapan yang harus dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran IPS yaitu: perencanaan yang jelas, proses pembelajaran yang efektif, dan evaluasi. Jika ke tiga tahapan itu dapat dilakukkan oleh seorang guru, maka tujuan pembelajaran akan memungkinkan dapat dicapai dengan maksimal.

Berdasarkan paparan di atas, penulis tertarik membahas pengelolaan kelas mata pelajaran IPS Sejarah di SMA 87 Jakarta. Pada dasarnya IPS Sejarah adalah suatu mata pelajaran yang agak sulit untuk dipahami para siswa karena mereka harus menghapal setiap tanggal, bulan, dan tahun pada setiap peristiwa bersejarah. Mereka harus mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa lampau yang kemungkinan kecil akan terulang di zaman sekarang dan mereka pun diajak untuk seolah-olah menjadi aktor di dalam peristiwa itu dengan mempunyai keputusan apa yang harus mereka lakukan ketika mereka ada di dalam peristiwa lampau itu. Dengan digunakannya metode yang bervariasi, siswa diharapkan dapat menghapal


(11)

setiap tanggal, bulan, dan tahun pada setiap peristiwa bersejarah itu, tidak hanya menghapal bahkan harus memahami apa itu pelajaran IPS sejarah yang sedang mereka pelajari.

Dari latar belakang masalah di atas, penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang pengelolaan kelas bidang studi IPS Sejarah. Judul penelitian yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Pengelolaan Kelas Pada Mata Pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta.”

B. Masalah Penelitian 1. Identifikasi Masalah

Setiap guru pasti menginginkan dapat mengelola kelas dengan sebaik mungkin agar dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi siswa dan dapat mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal. Untuk meningkatkan kemampuan mengelola kelas dengan baik, diperlukan usaha dari diri guru tersebut yang terus menerus meningkatkan kemampuan mengelola kelas melalui berbagai cara misalnya, penataan siswa di dalam kelas, penataan ruang, menciptakan disiplin kelas, menunjukkan sikap tanggap, penggunaan alokasi waktu mengajar, dan penyesuaian metode pembelajaran dengan materi pelajaran. Berarti kemampuan mengelola kelas dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga memunculkan berbagai permasalahan yang terkait dengan itu. Adapun masalah-masalah yang terkait dengan kemampuan mengelola kelas dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Kurangnya sarana dan prasarana yang dapat menunjang pelaksanaan pembelajaran Sejarah.

b. Kurang bervariatifnya metode yang digunakan dalam pembelajaran Sejarah.

c. Lemahnya kemampuan guru dalam mengelola kelas.

2. Pembatasan Masalah

Dari identifikasi masalah yang telah dipaparkan nampak jelas bahwa masalah-masalah yang berkaitan dengan pengelolaan kelas sangat


(12)

banyak dan beragam. Mengingat keterbatasan penulis dalam hal waktu, biaya dan tenaga maka dalam penelitian ini penulis hanya membatasi permasalahan pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah yang berkaitan dengan metode yang digunakan dalam pembelajaran Sejarah.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dari pembahasan ini adalah bagaimana kegiatan pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah yang berkaitan dengan metode yang digunakan dalam pembelajaran Sejarah?

4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah yang berkaitan dengan metode yang digunakan dalam pembelajaran Sejarah.

5. Manfaat Penelitian

a. Bagi penulis untuk menambah wawasan pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang guru.

b. Bagi guru atau pihak-pihak lain dalam dunia pendidikan, khususnya guru dan calon guru pada mata pelajaran Sejarah untuk menambah wawasan dalam mengelola kelas dan pengembangan metode pembelajaran..

c. Bagi Sekolah untuk perbaikkan dalam mengembangkan metode pembelajaran yang bervariatif terutama dalam pengelolaaan kelas.


(13)

BAB II KAJIAN TEORITIS

A.Pelajaran Sejarah di SMA 1. Pengertian Sejarah

Para ahli mendefinisikan sejarah berdasarkan pendapatnya masing-masing. Menurut Tim Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI:

Istilah “sejarah” berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata “syajaratun” (dibaca “syajarah”), yang memiliki arti “pohon kayu”. Pengertian “pohon kayu” disini menunjukkan adanya suatu kejadian, perkembangan dan pertumbuhan tentang sesuatu hal atau peristiwa dalam suatu kesinambungan (kontinuitas). Selain itu ada pula peneliti lain yang menganggap bahwa arti kata “syajarah” tidak sama dengan kata “sejarah”, sebab sejarah bukan hanya bermakna sebagai “pohon keluarga”, “asal-usul” atau “silsilah”. Walaupun demikian diakui bahwa ada hubungan antara kata “syajarah” dengan kata “sejarah”, seseorang yang mempelajari sejarah tertentu berkaitan dengan silsilah, riwayat, cerita dan asal- usul tentang seseorang atau kejadian. Dengan demikian pengertian “sejarah” yang dipahami sekarang ini lebih banyak dari alih bahasa Inggris yakni “history”, yang berasal dari bahasa Yunani Kuno “historia” (dibaca “istoria”) yang berarti “belajar dengan cara bertanya-tanya”. 1

Perkataan sejarah dalam bahasa Indonesia adalah sama dengan history

(Inggris), Geschichte (Jerman) atau Geschiedenis (Belanda) .2

Menurut Hugiono dan P.K. Poerwantana yang dikutip oleh Nursid Sumaatmadja mengatakan bahwa, “sejarah adalah gambaran tentang

1

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplilkasi Pendidikan, Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu, (Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2007), Cet, II, h. 342

2

R. Moh. Ali, Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2005) Cet. I, h. 11


(14)

peristiwa masa lampau yang dialami manusia, disusun secara ilmiah, meliputi urutan waktu, diberi tafsiran dan analisis kritis sehingga mudah dimengerti dan dipahami”. Sedangkan Sartono Kartodirdjo secara singkat mengkonsepkan “sejarah sebagai pelbagai bentuk penggambaran pengalaman kolektif pada masa lampau”. Dan pada sisi lain Ephrain Fischoff (Fairchild, H.P., dkk) mengemukakan “sejarah adalah riwayat masa lampau atau suatu bidang ilmu yang menyelidiki dan menuturkan riwayat itu sesuai dengan metode tertentu yang terpercaya”.3

Berdasarkan konsep-konsep yang telah dikemukakan tadi, kunci dalam pengertian sejarah terletak pada masa lampau, baik berupa peristiwa, pengalaman kolektif maupun riwayat masa lampau tersebut. Secara singkat sejarah itu berkenaan peristiwa masa lampau tentang kehidupan manusia dalam konteks sosialnya.

Sejarah sebagai bidang ilmu sosial, memiliki konsep dasar yang menjadi karakter dirinya, dan yang dapat dibina pada diri kita masing-masing, terutama pada diri peserta didik. Konsep-konsep dasar itu adalah:

1) Waktu 2) Dokumen 3) Alur Peristiwa 4) Kronologi 5) Peta

6) Tahap-tahap Peradaban 7) Ruang

8) Evolusi 9) Revolusi4

Bahwa waktu merupakan konsep dasar pada sejarah, peristiwa itu tidak dapat dikatakan sebagai fenomena dan fakta sejarah jika tidak dinyatakan waktu terjadinya, terutama waktu yang menunjukkan masa lampau. Waktu terutama yang telah lampau, menjelaskan sifat, bobot dan warna peristiwa yang bersangkutan. Peristiwa sejarah dapat dinyatakan sebagai sejarah apabila terkait dengan waktu ini.

3

Nursid Sumaatmadja, Konsep Dasar IPS, (Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 2007), Cet. 24, h. 2.8

4


(15)

Konsep yang paling melekat dengan waktu adalah ruang meskipun secara karakteristik konsep ruang lebih mendekat dengan geografi. Pada abad ke XVIII, seorang ahli filsafat Jerman yang dikutip oleh Nursid Sumaatmadja mengemukakan bahwa, “sejarah dengan geografi merupakan ilmu dwi tunggal, artinya penelaahan sesuatu peristiwa berdasarkan dimensi waktunya, tidak dapat dilepas dari ruang waktu terjadinya. Sejarah mengungkapkan kapan terjadinya sedangkan geografi merupakna petunjuk di mana peristiwa itu terjadi. Kesatuan kedua konsep tersebut, memberikan petunjuk tentang karakter peristiwa yang ditelaah. Oleh karena itu, peta menjadi alat bantu tentang lokasi sesuatu peristiwa itu terjadi.”5

Konsep alur peristiwa tidak lain adalah suatu rentetan peristiwa atau rentetan pengalaman sejarah masa lampau berdasarkan urutan waktu terjadinya. Atau dengan ungkapan konsep yang lain yaitu kronologi peristiwa atau pengalaman sejarah masa lampau. Konsep alur peristiwa dan kronologi, mengungkapkan dinamika peristiwa atau pengalaman sejarah dari waktu ke waktu yang menunjukan perkembangan serta perubahannya. Penerapan dan pengungkapan peristiwa berdasarkan konsep alur peristiwa serta kronologi waktunya, selain dapat mengungkapkan prosesnya juga dapat mengungkapkan kecepatan proses tersebut apakah peristiwa atau pengalaman sejarah itu berlangsung lama ataukah cepat. Jika peristiwa itu berlangsung sangat cepat dapat kita sebut revolusi, sedangkan bila sangat lambat, kita sebut evolusi. Dengan demikian konsep revolusi juga merupakan suatu kata kunci yang dapat diterapkan dalam telaah sejarah.

Maka dengan singkat dapat ditegaskan bahwa sejarah itu berarti: (1) jumlah perubahan-perubahan, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa dalam kenyataan sekitar kita; (2) cerita tentang perubahan itu dan sebagainya; (3) ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan dan sebagainya tersebut itu.

Cerita tentang perubahan-perubahan dan sebagainya serta ilmu yang menyelidiki perubahan-perubahan tersebut itu pada dasarnya merupakan kegiatan manusia. Manusia menyelidiki kenyataan kemanusiaan yang terus berubah. Hasil

5


(16)

penyelidikan itu dihimpun olehnya dalam sebuah cerita. Sejarah sebagai ilmu dan sejarah sebagai cerita adalah ciptaan manusia dan bukan sesuatu yang timbul atau terjadi di luar usaha manusia (seperti gunung meletus, air bah, angin taufan). Manusia sebagai subjek atau pemegang peranan dalam membuat ilmu dan cerita. Dengan demikian, ilmu sejarah dan cerita sejarah disebut sejarah serba subjek, artinya hasil perbuatan manusia.

Perubahan-perubahan kenyataan kejadian dan peristiwa terjadi tidak semata-mata karena kehendak manusia; serba tidak langsung terjadi diluar kemampuan dan tidak dengan pesetujuan mamnusia. Segala sesuatu terjadi seolah-olah menurut kodrat sendiri atau menurut kehendak Tuhan atau karena kekuatan-kekuatan lain. Yang nyata ialah bahwa seluruhnya berada “di luar” manusia, seolah-olah merupakan dunia tersendiri “di luar alam manusia”. Jumlah kejadian, jumlah peristiwa, perubahan seluruhnya itu disebut sejarah serba objek.

2. Fungsi dan Tujuan Pelajaran Sejarah di SMA

Ketercapaian dan keberhasilan proses pembelajaran dinilai dari perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah belajar IPS (sejarah). Perubahan yang dimaksud adalah perubahan kemampuan yang mencakup pengetahuan atau wawasan, keterampilan (akademis dan sosial) dan sikap sehingga kemampuan dapat dimanfaatkan oleh yang bersangkutan baik selama siswa berada di bangku sekolah maupun setelah tamat. Adapun fungsi dan tujuan pelajaran Sejarah adalah:

a). Fungsi mata pelajaran Sejarah di SMA dan MA adalah menyadarkan siswa akan adanya proses perubahan dan perkembangan masyarakat dalam dimensi waktu dan untuk membangun perspektif serta kesadaran Sejarah dalam menemukan, memahami, dan menjelaskan jati diri bangsa di masa lalu, masa kini, dan masa depan di tengah-tengah perubahan dunia.

b). Tujuan mata pelajaran Sejarah di SMA dan MA adalah: (1), mendorong siswa berpikir kritis-analitis dalam memanfaatkan pengetahuan tentang masa lampau untuk memahami kehidupan masa kini dan yang akan


(17)

datang, (2) Memahami bahwa sejarah merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari.

c). Mengembangkan kemampuan intelektual dan keterampilan untuk memahami proses perubahan dan keberlanjutan masyarakat..6

3. Pendekatan, Pengorganisasian Materi dan Penilaian Mata Pelajaran Sejarah di SMA

a). Pendekatan yang digunakan menekankan pada aspek prosesual yang berpangkal pada masa kini, karena masa lampau bukan sesuatu yang terpisah dari umat manusia, para siswa, dan lingkungan sehari-hari. Sejarah atau masa lampau harus dipahami sebagai sesuatu yang terus hidup atau menjadi bagian dari sesuatu yang menyejarah. Siswa belajar tentang masa lampau untuk memahami apa yang sedang dialaminya dalam keseharian.

b). Pembelajaran Sejarah, keberhasilannya sangat tergantung pada kemampuan apresiasi dan kreatifitas guru. Guru sejarah perlu memahami jiwa, visi, misi, kurikulum yang berlaku, perspektif dan pendekatan masing-masing satuan pendidikan, menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa.

c). Pembelajaran sejarah perlu diikuti dengan praktek belajar sejarah. Praktek ini merupakan suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa agar mampu memahami fakta, peristiwa, konsep, dan generalisasi melalui pengalaman belajar praktek empiric. Tema praktek belajar Sejarah adalah praktek belajar nilai kejuangan, yang dapat dilakukan minimal sekali dalam setahun; dapat dilakukan pada saat tertentu, seperti pada pembagian laporan hasil belajar (rapor), kenaikan kelas, dan hari peringatan yang berkaitan dengan peristiwa bersejarah. d) Pembelajaran sejarah perlu menggunakan berbagai media yang mempunyai

potensi untuk menambah wawasan dan konteks belajar serta meningkatkan

6

Arnie Fajar, Portofolio Dalam Pelajaran IPS, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. IV, h. 133


(18)

hasil belajar. Slide, film, radio, televise, dan computer yang dilengkapi untuk mengakses berbagai informasi tentang isu-isu local, nasional, dan internasional.

e). Pengorganisasian materi ditekankan pada pendekatan kritis logis dan perspektif analisis prosesual, agar siswa mampu berpikir sendiri mengapa dan bagaimana sesuatu itu terjadi di masa lampau.

f). Penilaian dapat menggunakan penilaian tertulis, penilaian berdasarkan perbuatan, penugasan, produk, atau potofolio.7

4. Metode Pembelajaran Sejarah

Hakikat pengetahuan sosial dan ilmu-ilmu sosial pada kurikulum 2004, dan tujuan pendidikan IPS, maka tugas dan peran Pendidikan IPS antara lain menggariskan komitmen untuk melakukan proses pembangunan karakter bangsa (national and character building). Konsekuensinya dalam pelaksanaan proses pembelajaran harus membantu siswa mengembangkan potensi serta kompetensi yang dimilikinya, baik potensi kognitif, afektif maupun psikomotor untuk menghadapi lingkungan hidupnya, baik fisik maupun sosial budaya di mana mereka hidup kini dan hari esok.8

Guru pelajaran IPS (Sejarah) yang profesional, dalam pelaksanaan tugas pembelajaran dituntut menguasai kompetensi atau kemampuan dasar pembelajaran dan aspek keilmuan. Salah satu kemampuan dasar yang harus dikuasai guru adalah “keterampilan mengembangkan metode pembelajaran”, yaitu keterampilan yang berhubungan dengan upaya untuk mengembangkan metode pembelajaran di kelas yang dapat memotivasi dan menggairahkan belajar siswa.

Pemahaman tentang guru sentris yang selama ini berkembang harus dirubah menjadi siswa sentris, artinya pengajaran hendaknya bersifat “siswa sentris”. Dalam pengertian ini maka guru harus mampu membaca/memahami hal ihwal keadaan diri siswa serta selalu memperhatikan keadaan/kesukaran/ keberhasilan/kemampuan siswa. Oleh karena itu diperlukan pembelajaran melalui

7

Arnie Fajar, Portofolio Dalam Pelajaran IPS…, h. 136 8


(19)

aneka metode/teknik yang memang memberikan keesempatan pada siswa untuk maju/berkembang menurut potensinya masing-masing.

Seiring dengan perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyiapkan dan merancang metode pembelajaran yang akan dilakukannya. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan tujuan nasional secara umum dan tujuan Pendidikan IPS pada khususnya, yang pada prinsipnya bertujuan mendidik dan membimbing siswa menjadi warga negara yang baik, yang bertanggung jawab baik secara pribadi, sosial/masyarakat, bangsa dan negara bahkan sebagai warga dunia.

Salah satu model pembelajaran yang dapat mewujudkan tujuan tersebut adalah model pembelajaran berbasis portofolio. Dalam model pembelajaran ini siswa dituntut untuk berpikir cerdas, kreatif, parsitipatif, prospektif, dan bertanggung jawab. Secara rinci melalui model pembelajaran berbasis portofolio dalam IPS, antara lain siswa dapat:

a). Memperoleh pemahaman yang lebih besar tentang masalah-masalah yang dikaji

b). Belajar banyak tentang masalah-masalah kemasyarakatan dimana masalah kemasyarakatan menjadi inti dari Pendidikan IPS

c). Belajar bagaimana cara yang lebih kooperatif dengan orang lain untuk memecahkan masalah

d). Meningkatkan keterampilan dalam meneliti

e). Memperoleh pemahaman yang lebih baik bagaimana pemerintah bekerja f). Belajar bagaimana warga negara berpartisipasi dalam menyelesaikan

masalah yang timbul dalam masyarakat

g). Lebih menyadari kelompok-kelompok masyarakat yang menaruh perhatian terhadap masalah-masalah yang ada di masyarakat

h). Meningkatkan rasa percaya dirinya, karena merasa telah dapat memecahkan masalah yang ada di masyarakat

Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan dengan mengangkat satu topik/kompetensi dasar, dapat juga memadukan beberapa kompetensi dasar untuk dijadikan kajian kelas. Tentu saja penyelenggaraannya perlu


(20)

didesain seefisien mungkin dan disesuaikan dengan situasi-kondisi sekolah, kemauan dan kemampuan serta keterampilan guru serta dukungan dari siswa.

Lebih lanjut, agar pembelajaran sejarah berhasil baik, metode yang digunakan harus bisa mengonstruk “ingatan historis” yang disertai dengan “ingatan emosional”. Metode pembelajaran satu arah yang ada selama ini hanya akan mengonstruk “ingatan historis”. Alhasil, siswa menjadikan sejarah hanya sebagai fakta-fakta hafalan tanpa adanya ketertarikan dan minat untuk memaknainya, pun menggali lebih jauh. Ingatan historis semata tak akan bertahan lama. Supaya ingatan “historis” bisa bertahan lama, ia perlu disertai “ingatan emosional”.9

Ingatan jenis ini adalah ingatan yang terbentuk dengan melibatkan emosi hingga bisa menumbuhkan kesadaran dalam diri siswa untuk menggali lebih jauh dan memaknai berbagai peristiwa sejarah. Proses pembelajaran kemudian tak hanya berhenti pada penghafalan saja, siswa bisa aktif dalam komuniasi dua arah dengan guru untuk mengutarakan pendapatnya mengenai obyek sejarah yang tengah dipelajari karena sedari awal ia telah merasa menjadi bagian dari proses pembelajaran.

Kunjungan ke situs sejarah bisa dikatakan sebagai salah satu metode yang dapat menimbulkan “ingatan emosional”. Setelah siswa diberikan fakta-fakta sejarah untuk mengonstruk “ingatan historis” dalam kelas, ingatan emosionalnya dapat tergali berkat kunjungan ke situs-situs sejarah.

Selain metode di atas, beberapa metode alternatif dalam kaitannya dengan modifikasi pengajaran sejarah perlu dikembangkan. Salah satu metode yang bisa diterapkan adalah pemanfaatan media audiovisual.

9

Rama Dira J, Metode Alternatif Pengajaran Sejarah, artikel diakses pada 02 September 2008, dari http://64.203.71.11/kompas-cetak/jateng/41127.htm


(21)

Pemutaran film dokumenter, semidokumenter, dan film layar lebar yang berlatar sejarah bisa membentuk “ingatan emosional” dalam diri siswa. Bagaimanapun juga film adalah media audiovisual yang bisa menghadirkan “suatu rekaman dunia”, lengkap dengan unsur gambar, suara, suasana, ruang dan waktu pada masa lalu yang bisa menggugah emosi. Dengan demikian, setelah menonton film, siswa akan terpicu menggali lebih jauh lagi “sejarah” yang terdokumentasikan atau yang dibuat versi layar lebarnya.

B. Pengelolaan Kelas

1. Pengertian Pengelolaan Kelas

Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas. Pengelolaan itu sendiri akar katanya adalah “kelola”, ditambah awal “pe” dan akhiran “an”. Istilah lain dari kata pengelolaan adalah “manajemen”. Manajemen adalah kata yang aslinya dari bahasa Inggris, yaitu management, yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, pengelolaan.

Sedangkan kelas adalah di dalam didaktik terkandung suatu pengertian umum mengenai kelas, yaitu sekelompok siswa, yang pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama.10

Pengelolaan kelas adalah usaha guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Menurut Syaiful Djamarah dan Aswan Zaini:

Pengelolaan kelas adalah salah satu tugas guru yang tidak boleh ditinggalkan. Guru selalu mengelola kelas ketika dia melaksanakan tugasnya. Pengelolaan kelas dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi anak didik sehingga tercapai tujuan pengajaran secara efisien dan efektif. Ketika kelas terganggu, guru berusaha mengembalikannya agar tidak menjadi penghalang bagi proses belajar mengajar.11

Pengelolaan merupakan sebuah kegiatan dan pelaksanaannya disebut mengelola. Orang yang melaksanakannya adalah pengelola, yaitu individu yang

10

Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa, Sebuah Pendekatan Evaluatif,

(Jakarta: CV. Rajawali, 1988), Cet. II, h. 17 11

Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h.174


(22)

menangani tugas-tugas yang bersifat manajerial, mengkoordinasikan kegiatan yang dilakukan dan memanfaatkan usaha-usaha kelompok secara efektif.

Guru dalam pelaksanaan tugas secara profesional adalah seorang pengelola, dalam hal ini pengelola kelas. Tugas ini berhubungan dengan kegiatan guru dalam menyelenggarakan proses pembelajaran di kelas. Guru menghadapi sejumlah siswa yang berasal dari lingkungan sosial dan emosi yang berbeda, karena itu guru diharapkan bisa mengelola kelas dengan baik dan efektif.

Dalam proses belajar mengajar di kelas, hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh seorang guru adalah mengupayakan atau menciptakan kondisi belajar mengajar yang baik. Kelas sebagai komunitas sekolah terkecil dapat mempengaruhi interaksi siswa dan kegiatan pembelajaran yang pada gilirannya dapat berpengaruh terhadap suasana kelas dan prestasi belajar siswa. Suasana kelas yang kondusif akan mampu mengantarkan pada prestasi akademik dan non-akademik siswa, maupun kelasnya secara keseluruhan.

Menurut Hadari Nawawi yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zaini, mendefinisikan kelas dari dua sudut, yaitu:

1. Kelas dalam arti sempit yakni, ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Kelas dalam pengertian tradisional ini mengandung sifat statis karena sekedar menunjuk pengelompokkan siswa menurut tingkat perkembangannya yang antara lain didasarkan pada batas umur kronologis masing-masing.

2. Kelas dalam arti luas yakni, suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisasi menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan.12 Made Pidarta yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zaini mengatakan, pengelolaan kelas adalah “proses seleksi dan penggunaan alat-alat yang tepat terhadap problem dan situasi kelas. Ini berarti guru bertugas menciptakan, memperbaiki, dan memelihara sistem/organisasi kelas. Sehingga anak didik dapat memanfaatkannya.” Sedangkan menurut Sudirman N, “pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas.

12


(23)

Karena itu, kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses interaksi edukatif. Maka agar memberikan dorongan dan rangsangan terhadap anak didik untuk belajar, kelas harus dikelola dengan sebaik-baiknya oleh guru.”13

Menurut Hunt, yang dikutip oleh Dede Rosyada mengatakan, ada delapan langkah yang harus dilakukan guru agar mampu menguasai dan mengelola kelas dengan baik, yaitu:

1) Persiapan yang cermat

2) Tetap menjaga dan terus mengembangkan rutinitas 3) Bersikap tenang dan penuh percaya diri

4) Bertindak dan bersikap profesional

5) Mampu mengenali perilaku yang tidak tepat 6) Menghindari langkah mundur

7) Berkomunikasi dengan orang tua siswa secara efektif 8) Menjaga kemungkinan munculnya masalah.14

Pengelolaan kelas diperlukan karena dari hari ke hari dan bahkan dari waktu ke waktu tingkah laku dan perbuatan anak didik selalu berubah. Hari ini anak didik dapat belajar dengan baik dan tenang, tetapi besok belum tentu. Kemarin terjadi persaingan yang sehat dalam kelompok, sebaliknya, di masa mendatang boleh jadi persaingan itu kurang sehat. Karena itu, kelas selalu dinamis dalam bentuk perilaku, perbuatan, sikap mental, dan emosional anak didik.

Pengelolaan kelas sangat berhubungan dengan upaya atau usaha untuk menyelenggarakan suatu proses belajar mengajar pada suatu tingkat kelompok tertentu. Hal ini tentunya memberikan suatu pemahaman tersendiri yang sangat jelas bahwa pengelolaan kelas ditujukan untuk menyelenggarakan proses atau kegiatan belajar mengajar di kelas agar dapat berlangsung dengan baik dan efektif serta mencapai tujuan yang diharapkan.

Beberapa pengertian pengelolaan kelas yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat memberi suatu gambaran serta pemahaman yang jelas bahwa pengelolaan kelas sebagai usaha menyiapkan kondisi yang optimal agar proses

13

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), Cet. I, h. 172

14

Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokrasi “sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan”, (Jakarta: Prenada Media, 2004), Ed. I, h. 183


(24)

atau kegiatan belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik. Pengelolaan kelas merupakan masalah yang amat kompleks dan seorang guru menggunakannya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas sedemikian rupa sehingga anak didik dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diterapkan secara efektif dan efisien.

2. Tujuan Pengelolaan Kelas

Pengelolaan kelas yang dilakukan guru bukan tanpa tujuan. Karena adanya tujuan itulah guru selalu berusaha mengelola kelas dengan baik, walaupun kadang-kadang kelelahan fisik, maupun pikiran dirasakan. Guru sadar tanpa pengelolaan kelas yang baik maka akan menghambat proses belajar mengajar. Secara umum tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas.15

Tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas itu dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien.

Sebagai indikator dari sebuah kelas yang tertib adalah apabila:

a. Setiap anak terus bekerja, tidak macet, artinya tidak ada anak yang terhenti karena tidak tahu akan tugas yang harus dilakukan atau tidak dapat

melakukan tugas yang diberikan kepadanya.

b. Setiap anak terus melakukan pekerjaan tanpa membuang waktu, artinya setiap anak akan bekerja secepatnya agar lekas menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya. Apabila ada anak yang walaupun tahu dan dapat melaksanakan tugasnya, tetapi mengerjakannya kurang bergairah dan mengulur waktu bekerja, maka kelas tersebut dikatakan tidak tertib.16

Tujuan pengelolaan kelas adalah untuk meningkatkan mutu pembelajaran. Mutu pembelajaran akan tercapai, jika tercapainya tujuan pembelajaran.

Karakter kelas yang dihasilkan karena adanya proses pengelolaan kelas yang baik akan memiliki sekurang-kurangnya tiga ciri, yakni:

1. Speed, artinya anak dapat belajar dalam percepatan proses dan progress, sehingga membutuhkan waktu yang relatif singkat.

15

Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi…, h. 177 16


(25)

2. Simple, artinya organisasi kelas dan materi menjadi sederhana, mudah dicerna dan situasi kelas kondusif.

3. Self-Confidence, artinya anak dapat belajar dengan penuh rasa percaya diri atau menganggap dirinya mampu mengikuti pelajaran dan belajar berprestasi. 17

3. Prinsip Pengelolaan Kelas

Masalah pengelolaan kelas bukanlah merupakan tugas yang ringan. Berbagai faktorlah yang menyebabkan kerumitan itu. Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi pengelolaan kelas dibagi menjadi dua golongan yaitu, faktor intern siswa dan faktor ekstern siswa. Faktor intern siswa berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku. Kepribadian siswa dengan ciri-ciri khasnya masing-masing menyebabkan siswa berbeda dari yang lainnya secara individual. Perbedaan secra individual ini dilihat dari segi aspek, yaitu perbedaan biologis, intelektual, dan psikologis.

Sedangkan faktor ekstern siswa terkait dengan masalah suasana lingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokkan siswa, jumlah siswa di kelas, dan sebagainya. Masalah jumlah siswa di kelas, misalnya dua puluh orang ke atas cenderung lebih mudah terjadi konflik. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah siswa di kelas cenderung lebih kecil terjadi konflik.

Dalam rangka memperkecil masalah gangguan dalam pengelolaan kelas, prinsip-prinsip pengelolaan kelas dapat dipergunakan. Maka adalah penting bagi guru untuk mengetahui dan menguasai prinsip-prinsip pengelolaan kelas ini.

1. Hangat dan antusias

Hangat dan antusias diperlukan dalam proses belajar mengajar. Guru yang hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukkan antusias pada tugasnya atau pada akivitasnya akan berhasil dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.

17

Pupuh Fathurrohman,, dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar (Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami). (Bandung: PT Refika Aditama, 2007) h.104


(26)

2. Tantangan

Penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau bahan-bahan yang menantang akan meningkatkan gairah anak didik untuk belajar sehingga mengurangi kemungkinan munculnya tingkah laku yang menyimpang.

3. Bervariasi

Penggunaan alat atau media, atau alat bantu, gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan, meningkatkan perhatian anak didik. Apalagi bila penggunaannya bervariasi sesuai dengan kebutuhan sesaat. Kebervariasian dalam penggunaan apa yang disebutkan di atas merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan kelas yang efektif dan menhindari kejenuhan.

4. Keluwesan

Keluwesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah kemungkinan munculnya gangguan anak didik serta menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif. Keluwesan pengajaran dapat mencegah munculnya gangguan seperti keributan anak didik, tidak ada perhatian, tidak mengerjakan tugas, dan sebagainya.

5. Penekanan pada Hal-hal yang Positif

Pada dasarnya dalam mengajar dan mendidik, guru harus menekankan pada hal-hal yang positif dan menghindari pemusatan perhatian anak didik pada hal-hal yang negatif. Penekanan pada hal-hal yang positif yaitu, penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku anak didik yang positif dari pada mengomeli tingkah laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian penguatan yang positif, dan kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang dapat mengganggu jalannya proses belajar mengajar.

6. Penanaman Disiplin Diri

Tujuan akhir dari pengelolaan kelas adalah anak didik dapat mengembangkan disiplin diri sendiri. Karena itu, guru sebaiknya selalu mendorong anak didik untuk melaksanakan disiplin diri sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan dalam pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung


(27)

jawab. Jadi, guru harus disiplin dalam segala hal bila ingin anak didiknya ikut berdisiplin dalam segala hal. 18

4. Aspek-aspek Pengelolaan Kelas

Pengelolaan kelas merupakan upaya dalam mendayagunakan potensi kelas. Oleh karena itu, kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam mengelola kelas yaitu penataan siswa di dalam kelas, penataan ruang dan alat pelajaran dan menciptakan disiplin kelas.

Usaha sadar dalam pengelolaan kelas mengarah pada dua elemen yaitu fisik dan non fisik. Pengelolaan yang menyangkut komponen fisik di kelas seperti pengaturan ruang kelas, posisi bangku dan kursi, lemari, alat dan media pembelajaran serta komponen fisik lainnya. Pengelolaan yang menyangkut non fisik seperti pengelolaan siswa, kondisi sosio emosional dan bentuk-bentuk hubungan kemanusiaan yang diperankan di kelas sebagai anggota kelas.

a. Penataan siswa di dalam kelas 1). Organisasi murid

Pengelolaan kelas pada hakikatnya berkenaan dengan bagaimana caranya agar proses belajar mengajar yang terjadi di dalam kelas berjalan lancar, efektif dan efisien. Pengorganisasian murid ini apabila dikelola dengan baik mempunyai dua fungsi sekaligus. Fungsi pertama adalah melatih siswa dalam berorganisasi kegiatan organisasi murid ini sangat baik untuk menanamkan sikap demokratis, rasa tanggung jawab, memupuk kerja sama, dan sikap toleransi di antara para siswa. Fungsi kedua adalah menciptakan ketertiban kelas. Untuk memelihara kebersihan kelas, siswa dibagi tugas secara bergiliran (piket harian) organisasi ini juga bisa membantu menyediakan sarana pengajaran, misalnya menyediakan kapur tulis, alat peraga, buku paket, dan sebagainya.19

18

Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar…, h. 185 19


(28)

2). Penugasan Kelas

Untuk meningkatkan aktifitas dan kreatifitas belajar siswa, guru dapat memberikan berbagai tugas secara bervariasi. Tugas yang diberikan biasanya penerapan (aplikasi) konsep-konsep atau teori-teori yang diberikan oleh guru. Tugas-tigas tersebut misalnya memberikan pertanyaan, berdiskusi, tampil di muka kelas (response) mengerjakan soal. Proses belajar siswa di dalam menyelesaikan pengajaran akan lebih baik dibanding dengan hanya mendengarkan ceramah saja.

Sistem pemberian tugas ini juga menuntut aktifitas dan kreatifitas guru untuk memeriksa hasil pekerjaan siswa secara cermat. Tugas yang diberikan sebaiknya tidak terlalu sukar dan juga tidak terlalu mudah. Pemberian tugas yang kurang jelas dan kurang tegas akan membingungkan siswa. Oleh karena itu, di dalam memberikan tugas guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

(a). Guru harus merumuskan dengan jelas tujuan apa yang ingin dicapai dari pemberian tugas tersebut.

(b). Guru hendaknya menetapkan target maksimal yang akan dicapai dengan pemberian tugas

(c). Guru harus memberi petunjuk tentang bagaimana cara atau proses untuk menyelesaikan tugas tersebut.

(d). Guru menjelaskan kedudukan tugas yang diberikan, apakah sebagai pengganti ulangan, pengganti pertemuan pengajaran yang terhambat oleh suatu kegiatan tersebut.

(e). Guru memberi kesempatan kepad siswa untuk bertanya apakah tugas itu masih belum dipahami.20

3). Pembimbingan Siswa

Dalam melaksanakan kegiatan belajar, siswa tidak terhindar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapinya. Siswa dalam satu kelas sekalipun tingkat usianya sama, dalam berbagai hal memiliki perbedaan-perbedaannya. Guru harus mampu mengidentifikasi dengan cermat

20


(29)

permasalahan yang dihadapi siswanya, serta dapat menentukan alternatif penanggulangannya. Bimbingan yang diberikan tidak hanya kepada siswa yang menghadapi permasalahan, tetapi juga kepada siswa yang tidak mengalami kesulitan. Hanya yang menghadapi kesulitan harus lebih diprioritaskan. Guru harus bisa melakukan bimbingan denga tulus agar siswa dapat lebih merasakan bimbingan dan perhatian. Adapun tujuan bimbingan terhadap siswa antara lain:

(a). Membantu siswa untuk memahami dirinya sendiri sesuai dengan kecakapan dan tingkat perkembangannya.

(b). Membantu proses sosialisasi dan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain.

(c). Membantu siswa untuk mengembangkan motivasi belajar sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.

(d). Memberikan dorongan di dalam mengarahkan diri, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan keterlibatan dari dalam proses pengajaran.

(e). Membantu siswa untuk memperoleh kepuasan pribadi dan dalam penyesuaian diri secara maksimum terhadap lingkungan.21

Adapun pengelolaan kelas menurut Ade Rukmana dan Asep Suryana meliputi dua kegiatan yang secara garis besarnya terdiri dari:

1). Pengaturan Orang (siswa)

Pengaturan orang (siswa) adalah mengatur dan menempatkan siswa dalam kelas sesuai dengan potensi intelektual dan perkembangan emosionalnya. Siswa diberikan kesempatan untuk memperoleh posisi dalam belajar yang sesuai dengan minat dan keinginannya.

2). Pengaturan Fasilitas

Pengaturan Fasilitas adalah kegiatan yang harus dilakukan siswa, sehingga seluruh siswa dapat terfasilitasi dalam aktifitasnya di dalam kelas. Pengaturan fisik kelas diarahkan untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa sehingga siswa merasa senang, nyaman, aman, dan belajar

21


(30)

dengan baik. Untuk lebih jelasnya, pengaturan siswa dan fasilitas kelas dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:22

Tabel 2.1

Kegiatan Pengelolaan Kelas Kegiatan Pengelolaan Kelas Mengatur Orang (Kondisi Emosional)

- Tingkah laku - Kedisiplinan - Minat/Perhatian - Gairah Belajar - Dinamika Kelompok

Mengatur Fasilitas Belajar Mengajar (Kondisi Fisik)

- Ventilasi - Pencahayaan - Kenyamanan - Letak Duduk - Penempatan Siswa

b. Penataan Ruang dan Alat Peraga

Agar tercipta suasana yang menggairahkan dalam belajar, perlu diperhatikan pengaturan ruang belajar. Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan aak duduk berkelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu siswa dalam belajar.

Selain itu dalam penataan ruang kelas perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) kesesuaian dengan tujuan belajar, 2) metode yang digunakan, 3) materi yang disampaikan, 4) karakteristik siswa dan waktu yang tersedia.23

Dengan adanya kriteria-kriteria tersebut pengaturan ruang kelas dan alat pelajaran benar-benar dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran serta disesuaikan dengan karakteristik.

Penataan ruang belajar beserta kelengkapannya ini harus diusahakan dengan melibatkan peran aktif siswa. Dalam penataan ruang

22

Ade Rukmana dan Asep Suryana, Pengelolaan Kelas, (Bandung: UPI PRESS, 2006), Cet. I, h. 33

23

Conny Semiawan, dkk, Pendekatan Keterampilan Proses Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar, (Jakarta: PT Grasindo, 1992), Cet. 1, h. 64


(31)

belajar dan alat pelajaran ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain yaitu penataan tempat duduk, penataan alat pengajaran dan kelengkapan kelas, penataan keindahan, kebersihan dan kenyamanan kelas. 1). Penataan Tempat Duduk Siswa

Untuk mewujudkan suasana belajar di mana siswa menjadi pusat kegiatan belajar, perlu suatu organisasi kelas yang luwes. Bangku, kursi dan alat-alat lainnya mudah dipindahkan untuk kepentingan bekerja kelompok. Ruangan kelas dan segala fasilitas yang disediakan perlu diatur untuk melayani kegiatan belajar.

Di sebagian besar ruang kelas, bangku siswa dapat disusun untuk mendukung tujuan belajar bagi pelajaran apa pun yang diberikan. Seorang guru bebas menyuruh siswa mengatur ulang bangku mereka untuk memudahkan jenis interaksi yang diperlukan. Untuk presentasi siswa, ajaran guru, pemutaran video, dan lain-lain, atur bangku sehingga siswa menghadap ke depan untuk membantu mereka tetap fokus ke depan. Untuk kerja kelompok, bangku diputar saling berhadapan. Yang ingin dicapai adalah fleksibilitas.24

2). Penataan Alat Pengajaran dan Kelengkapan Kelas

Penataan alat bantu pengajaran dan kelengkapan kelas sebaiknya dilakukan secermat mungkin agar tidak mengganggu proses belajar mengajar. Selain itu setiap alat-alat pengajaran maupun kelengkapan kelas yang berada di dalam kelas haruslah benar-benar memiliki fungsi, sehingga keberadaannya tidak sekedar membuat sempit suasana kelas.

Alat bantu pengajaran atau media yang khusus untuk digunakan di kelas tertentu sebaiknya disimpan di kelas tersebut. Ha ini dimaksudkan agar guru mudah mengambil dan menggunakannya tanpa harus banyak membuang-buang waktu. Terkadang guru enggan menggunakan alat pengajaran karena merasa enggan mengambilnya dengan birokrasi yang berbelit-belit. Akan tetapi kalau alat tersebut sudah tersedia di kelas, guru

24


(32)

akan terdorong untuk menggunakannya. Pengaturan dan pemeliharaannya biasanya dilakukan oleh para siswa secara bergiliran.25

3). Penataan Keindahan, Kebersihan dan Kenyamanan Kelas

Ruang belajar mempunyai peranan yang cukup besar dalam menentukan hasil belajar seseorang, setiap siswa hendaknya memilih ruang belajar yang memenuhi persyaratan fisik tertentu. Ruang belajar tidak perlu ruang yang bagus dengan segala perlengkapan modern. Akan tetapi cukup sederhana saja asal memenuhi persyaratan. Persyaratan yang diperlukan untuk ruang belajar adalah bebas dari gangguan, sirkulasi dan suhu udara yang baik di samping itu perlu juga penerangan yang baik.26

Demikian pula keadaan ruangan kelas (kebersihan dan keteraturannya) mencerminkan karakter penghuninya, yaitu guru dan murid-muridnya. Oleh karena itu, pemeliharaan kebersihan kelas ini biasanya dilakukan oleh siswa secara bergiliran, yaitu oleh siswa yang mendapat giliran piket harian. Kegiatan ini di samping bermanfaat untuk menciptakan kebersihan kelas, juga mendidik siswa untuk mencintai dan melakukan kebersihan. Untuk memberikan dorongan kepada siswa, hendaknya guru setiap harinya memeriksa keadaan kebersihan dan ketertiban kelas.

c. Penciptaan Disiplin Kelas

Disiplin diartikan adanya kesediaan untuk mematuhi ketentuan peraturan-peraturan yang berlaku. Kepatuhan disini bukanlah karena paksaan, tetapi kepatuhan atas dasar kesadaran tentang nilai dan pentingnya mematuhi peraturan-peraturan itu. Disiplin harus ditanamkan dan ditumbuhkan dalam diri anak, sehingga akhirnya rasa dipilin itu akan tumbuh dari hati sanubari anak itu sendiri.27

25

Sudirman. N. dkk., Ilmu Pendidikan,…, h.319 26

Hasbullah Thabary, Rahasia Sukses Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), Cet. II, h. 48-50

27


(33)

Pengelolaan kelas yang baik akan menciptakan disiplin kelas yang baik. Kelas dinyatakan disiplin apabila setiap siswanya patuh pada aturan main/tata tertib yang ada, sehingga dapat terlibat secara optimal dalam kegiatan belajar. Disiplin kelas bukanlah sekedar pemberian hukuman bagi yang melanggar atau menerima penghargaan bagi yang menaatinya. Disiplin dalam hal ini dimaksudkan sebagai usaha membina secara terus menerus kesadaran dalam bekerja atau belajar dengan baik dalam arti setiap orang menjalankan fungsinya secara efektif. Pemberian sanksi hanya boleh dilakukan sebagai cara terakhir, yakni bila sudah tidak ditemukan lagi cara lain untuk menumbuhkan kesadaran terhadap tata tertib tersebut. Pelanggaran disiplin biasanya bersumber pada kepemimpinan guru yang terlalu otoriter, siswa merasa kurang dilibatkan dalam aktifitas kelas, rasa bosan terhadap pelajaran, perasaan tertekan, takut, cemas, serta siswa kurang diperhatikan. Tindakan pencegahan terjadinya pelanggaran disiplin kelas adalah dengan tata tertib dan pemberian ganjaran dan hadiah.

Pembuatan tata tertib pun hendaknya dengan melibatkan siswa, karena dengan melibatkan siswa maka rasa tanggung jawab siswa terhadap peraturan akan lebih besar jika mereka terlibat dalam pembuatannya. Dengan mendengarkan saran, masukan dan keinginan siswa akan membuatnya merasa dihargai dan diakui. Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada pelaksanaan peraturan tersebut.

5. Pengelolaan Kelas yang Efektif

Agar siswa dapat meraih kompetensi, guru harus merancang proses belajar mengajar di kelas yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan dan menerapkan hal-hal yang telah dipelajarinya. Siswa harus mampu menggunakan fakta-fakta yang sudah dipelajarinya untuk menjelaskan situasi atau untuk menerapkan informasi pada situasi baru.

Menurut Made Pidarta yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zaini mengatakan bahwa, untuk mengelola kelas secara efektif perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:


(34)

a). Kelas adalah kelompok kerja yang diorganisasi untuk tujuan tertentu, yang dilengkapi oleh tugas-tugas dan diarahkan oleh guru.

b). Dalam situasi kelas, guru bukan tutor untuk satu anak pada waktu tertentu, tetapi bagi semua anak atau kelompok.

c). Kelompok mempunyai perilaku sendiri yang berbeda dengan perilaku masing-masing individu dalam kelompok itu. Kelompok mempengaruhi individu-individu dalam hal bagaimana mereka memandang dirinya masing-masing dan bagaimana belajar.

d). Kelompok kelas menyisipkan pengaruhnya kepada anggota-anggota. Pengaruh yang jelek dapat dibatasi oleh usaha guru dalam membimbing mereka di kelas di kala belajar.

e). Praktik guru waktu belajar cenderung terpusat pada hubungan guru dan siswa. Makin meningkat keterampilan guru mengelola secara kelompok, makin puas anggota-anggota di dalam kelas.

f). Struktur kelompok, pola komunikasi, dan kesatuan kelompok ditentukan oleh cara mengelola, baik untuk mereka yang tertarik pada sekolah maupun bagi mereka yang apatis, masa bodoh atau bermusuhan.28

6. Pengelolaan Kelas Pembelajaran Sejarah

Dalam proses belajar mengajar di kelas, sangat penting untuk dilakukan oleh seorang guru adalah mengupayakan atau mencipatakan kondisi belajar mengajar yang baik. Kelas sebagai komunitas sekolah terkecil dapat mempengaruhi suasana kelasnya dalam berinteraksi dan kegiatan pembelajaran yang pada gilirannya dapat berpengaruh terhadap suasana dan prestasi belajarnya. Suasana kelas yang kondusif akan mampu mengantarkan pada prestasi akademik dan non-akademik siswa, maupun kelasnya secara keseluruhan. Untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif, bisa kita lakukan dengan cara menggunakan metode-metode pembelajaran yang bervariatif.

Salah satu contoh metode pembelajaran Sejarah yang dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri (MAN) 1 Bengkulu Selatan, dengan

28


(35)

memanfaatkan program Powerpoint. Ini bisa saja dipraktekkan di sekolah-sekolah lain. Karena dengan menggunakan media pengajaran berbasis teknologi komunikasi dan informasi pada pelajaran sejarah dapat meningkatkan minat dan ketertarikan siswa untuk mempelajari materi pelajaran. Media pembelajaran dengan Powerpoint dalam mata pelajaran sejarah dapat mengurangi penilaian kuno dan ketinggalan zaman terhadap mata pelajaran ini.29

Metode pembelajaran Sejarah yang menggunakan media powerpoint juga sudah diterapkan di SMAN 87 Jakarta.30 Tetapi memang, harus adanya kontinuitas dalam menggunakan media ini. Karena bagaimanapun, media ini merupakan salah satu metode yang menggunakan media untuk menciptakan kondisi belajar yang kondusif. Sehingga pengelolaan kelas pada pembelajaran Sejarah akan berjalan lancar.

Kelebihan metode yang digunakan dalam proses pembelajaran Sejarah menurut penulis adalah dapat meningkatkan minat dan ketertarikan siswa pada mata pelajaran Sejarah. Karena dengan banyaknya opini yang ada bahwasanya pelajaran Sejarah merupakan pelajaran yang “kaku” dan membosankan, maka dengan adanya metode tersebut, pembelajaran Sejarah akan terasa lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Dengan Powerpoint, siswa juga dapat membuat isi dari materi pelajaran Sejarah lebih menarik.

Sedangkan kekurangan dari metode tersebut menurut penulis adalah dibutuhkannya keahlian dan kemampuan tersendiri dalam menggunakan program

Powerpoint. Jika belum bisa menggunakan dan menguasainya maka akan menjadi hambatan utama dalam mempraktekkan metode ini.

Dalam pembelajaran Sejarah, untuk menciptakan pengelolaan kelas yang baik tidak hanya menggunakan media powerpoint. Guru Sejarah juga bisa menggunakan metode-metode lain seperti, demonstrasi, karya wisata, diskusi, tanya jawab, dan sebagainya, yang bisa dilakukan oleh siswa. Ini menunjukkan

29

Irwan Setiawan, Belajar Mandiri Dengan Pemanfaatan Program Powerpoint Dalam Pembelajaran Sejarah Di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengkulu Selatan, artikel diakses pada 08 September 2009, dari http://www.psb-psma.org/forum/software/lain-lain/belajar-mandiri-dengan-pemanfaatan-program-powerpoint-dalam-pembelajaran-sejarah

30


(36)

bahwa pembelajaran Sejarah tidak terpusat pada guru (teacher centris), tetapi pada keaktifan siswa di dalam kelas (student centris).


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan bertahap mulai dari perencanaan sampai dengan pengambilan data di lapangan. Tahap perencanaan dan observasi dimulai dari tanggal 01 September 2009 sampai dengan 22 Januari 2010. Sedangkan pelaksanaan pengambilan data di lapangan dari tanggal 25 Januari sampai 08 Februari 2010 dan pengolahan data dari tanggal 10 Februari sampai dengan 16 Februari 2010. Rincian tahapan penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Tahapan Penelitian

No. Tanggal Kegiatan

1. 01 Sept 2009 Pembuatan proposal skripsi 2. 15 Sept 2009 ACC proposal skripsi

3. 09 Okt 2009 Penyerahan proposal skripsi ke Dosen

Pembimbing

4. 16 Okt – 22 Jan 2010 Bimbingan penulisan Bab I-III sekaligus Instrumen penelitian

5. 25 Jan ’10 – 08 Feb 2010 Penelitian di SMAN 87 Jakarta dan bimbingan

6. 10 Feb ‘10 – 16 Feb 2010

Pengolahan data hasil penelitian dan bimbingan

7. 19 Februari 2010 Laporan hasil pengolahan data dan bimbingan


(38)

2. Tempat Penelitian

Adapun yang menjadi objek penelitian adalah SMAN 87 Jakarta yang

beralamatkan di Jalan Mawar II Rempoa Raya Pesanggrahan Jakarta Selatan.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu metode yang mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisis data yang menggambarkan situasi keadaan dan hasil temuan lapangan yang bersifat non hipotesis, yang diambil dari kuesioner siswa dan wawancara guru mata pelajaran Sejarah. Peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, di dengar, dirasakan dan ditanyakan.1 Semua objek terkait dengan penelitian tentang pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah.

C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan data

Adapun teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah:

1. Observasi

Dalam pengumpulan data, peneliti datang langsung ke lapangan dengan melihat atau mengamati segala sesuatu yang berhubungan dengan tujuan pembuatan skripsi ini, yakni dengan mengamati kondisi peserta didik kelas X SMAN 87 Jakarta yang mengikuti kegiatan belajar mengajar.

2. Wawancara

Wawancara merupakan alat pengumpul data untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara dilakukan dengan pendidik mata pelajaran Sejarah untuk mendapatkan keterangan mengenai pengelolaan kelas di kelas X SMAN 87 Jakarta.

1

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Dilengkapi Contoh Proposal dan Laporan Penelitian), (Bandung: ALFABETA, 2005), Cet. I, h.17


(39)

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dimaksudkan sebagai cara untuk memperoleh data dengan jalan mengumpulkan catatan tertentu yang nyata, yang sudah tersedia sebagai sumber penyelidikan. Diambil dari silabus, dan persiapan RPP pendidik yang bersangkutan. Ini digunakan sebagai sumber data pelengkap penelitian.

4. Angket

Angket merupakan alat penelitian berupa daftar pertanyaan untuk memperoleh keterangan dari responden tentang pengelolaan kelas mata pelajaran Sejarah oleh guru Sejarah. Ini digunakan sebagai sumber data pelengkap penelitian. Angket ini akan diberikan kepada peserta didik kelas X SMAN 87 Jakarta dengan cara random sampling berjumlah 50 eksemplar dari jumlah siswa pada populasi yang ada yaitu 132 siswa secara langsung dan tertutup artinya, jawaban telah disediakan yang berjumlah 20 soal dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari 4 alternatif jawaban, yaitu: selalu, sering, kadang-kadang dan tidak pernah. Angket disusun berdasarkan indikator pengelolaan kelas mata pelajaran Sejarah. Diantara item pertanyaan dapat dilihat di bagan kisi-kisi instrumen penelitian. Pertanyaan-pertanyaan terlampir.

D. Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Penyusunan kisi-kisi instrumen penelitian dilakukan berdasarkan teori yang telah dipaparkan pada bab II (dua), kisi-kisi instrumen penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Definisi Konseptual

Secara konseptual yang dimaksud dengan pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah adalah suatu upaya memberdayagunakan potensi kelas yang ada seoptimal mungkin untuk mendukung proses interaksi edukatif mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, kelas mempunyai peranan dan fungsi tertentu dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran. Kunci dalam pengertian Sejarah terletak pada masa lampau, baik berupa peristiwa, pengalaman kolektif maupun riwayat masa lampau tersebut. Secara singkat sejarah itu berkenaan peristiwa masa lampau tentang


(40)

kehidupan manusia dalam konteks sosialnya. Kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam mengelola kelas yaitu penataan peserta didik di dalam kelas, penataan ruang dan alat pelajaran, menciptakan disiplin kelas, interaksi belajar mengajar, menunjukkan sikap tanggap serta alokasi belajar. 2. Definisi Operasional

Jawaban peserta didik tentang pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah adalah skor yang diperoleh dari pendapat responden terhadap instrumen yang berbentuk skala likert dengan 4 pilihan. Indikator jawaban peserta didik tentang pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah dalam penelitian ini diambil dari beberapa dimensi pengelolaan kelas yang meliputi:

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah

Rumusan Masalah

Alat Penggali

Data

Dimensi Indikator Item

Ket/ Sasar-an Bagaimana pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah yang berkaitan dengan metode yang digunakan dalam pembelajar-an Sejarah? Panduan Observa -si ¾ Penataan ruang kelas dan alat pelajaran ¾ Mencipta-an disiplin kelas

- Penataan tempat duduk siswa - Kelengkapan

/penggunaan media

pembelajaran - Penataan

kebersihan dan keindahan kelas - Tindakan pencegahan; pembuatan tata tertib; mengabsen kehadiran murid, memberi pujian - Penindakan;

Pemberian sanksi/hukuman, memberi nasihat/menegur Kelas (Guru dan Siswa) Kelas (Guru dan Siswa)


(41)

Pedo-man Wawan-cara Panduan Studi Dokume -ntasi ¾ Pengorga-nisasian/ penyesuai-an metode dengan materi ¾ Menciptak -an disiplin kelas ¾ Menunjuk kan pembelaja ran yang kreatif ¾ Pengorga-nisasian/ penyesuai-an metode dengan materi ¾ Menunju-kan perencan-an pembelaja -ran ¾ Pengorga-nisasian/ penyesuai-an metode dengan

- Ketepatan dalam menyesuaikan metode dengan materi Tindakan pencegahan; pembuatan tata tertib; mengabsen kehadiran murid, memberi pujian - Penindakan;

Pemberian sanksi/hukuman, memberi nasihat/menegur Menggunakan metode pembelajaran bervariatif Ketepatan dalam menyesuaikan metode dengan materi

- Tersedianya RPP

- Ketepatan dalam menyesuaikan metode dengan materi Kelas (Guru) Guru Guru Guru Guru Guru


(42)

Angket materi ¾ Penataan murid di dalam kelas ¾ Penataan ruang kelas dan alat pelajaran ¾ Mencipta-an disiplin kelas ¾ Menunjuk -kan sikap tanggap ¾ Menunjuk kan pembelaja ran yang kreatif ¾ Alokasi pengguna-an waktu belajar mengajar

- Penugasan kelas

- Pembimbingan siswa

- Penataan tempat duduk siswa - Kelengkapan/

penggunaan media

pembelajaran - Penataan

kebersihan dan keindahan kelas - Tindakan

pencegahan; pembuatan tata tertib; mengabsen kehadiran murid, memberi pujian - Penindakan;

Pemberian sanksi/hukuman, memberi

nasihat/menegur - Menarik

perhatian siswa - Gerak mendekati

- Menggunakan metode

pembelajaran bervariatif

- Ketepatan kehadiran

- 7 s/d 9 - 10 s/d 11

- 1 s/d 2 - 18 - 3 - 12 s/d 14 - 16 s/d 17 - 5 - 6 - 4 - 19 Siswa kelas X SMAN


(43)

¾ Pengorgan isasian/ penyesuai-an materi dengan metode

- Ketepatan dalam menyesuaikan metode dengan materi

- 20

E. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, langkah selanjutnya yaitu pengolahan dan analisis data. Adapun teknik pengolahan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Teknik Pengolahan Data

a. Editing

Editing adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai menghimpun data di lapangan. Kegiatan ini menjadi penting karena kenyataannya bahwa data yang terhimpun kadang kala belum memenuhi harapan peneliti, diantaranya kurang atau terlewatkan, tumpang tindih, berlebihan bahkan terlupakan. Oleh karena itu, keadaan tersebut harus diperbaiki melalui editing ini.2

b. Koding

Setelah tahap editing selesai dilakukan, kegiatan berikutnya adalah mengklasifikasi data-data tersebut melalui tahapan koding. Maksudnya bahwa data yang telah diedit tersebut diberi identitas sehingga memiliki arti tertentu pada saat dianalisis.3 Biasa klasifikasi dilakukan dengan cara memberi data atau kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.

2

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya), (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), Ed. 1., Cet. II, h. 165

3


(44)

c. Tabulasi (Proses Pembeberan)

Tabulasi adalah bagian terakhir dari pengolahan data. Maksudnya adalah memasukkan data pada tabel-tabel tertentu dan mengatur angka-angka serta menghitungnya.4

Setelah data-data diolah langkah selanjutnya adalah menganalisa data. Teknik analisis data yaitu penulis berusaha memberikan uraian mengenai hasil penelitian tentang pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah.

2. Teknik Analisa Data

Tahap analisa adalah tahap yang penting dan menentukan. Pada tahap inilah data dikerjakan dan dimanfaatkan demikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian.5

Dalam analisis ini penulis mengambil analisis deskriptif yang mengandung arti bahwa, analisis yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia. Metode deskriptif ini menggambarkan apa adanya yang merupakan hal alamiah dan sesuai dengan kenyataan kehidupan, manusia hidup apa adanya. Lebih jauh manusia ingin tahu dan membutuhkan gambaran yang lebih jelas dan rinci dari keadaan apa danya tersebut.6

Analisis ini digunakan untuk mengetahui besarnya prosentase jawaban angket dari responden. Rumus yang digunakan adalah:

P = F X 100% Ket: P = Prosentase

N F = Frekwensi

N = Jumlah Responden7

4

Burhan Bungin, Metodologi…, h. 168 5

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1991), Cet. XI, h. 269

6

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan..., h. 72 7

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. V., h. 40-41


(45)

Untuk mengetahui kualifikasi skor setiap variabel yang diambil dari nilai rata-rata (mean), maka penulis menjadikan skor tersebut ke dalam data interval dengan kualifikasi masing-masing, namun harus mencakup skor yang paling tinggi dan skor yang paling rendah. Hal ini mengacu pada kriteria penilaian berikut:8

80-100 : Amat Baik (A)

70-79 : Baik (B)

60-69 : Cukup (C)

50-59 : Kurang (D)

Untuk menentukan prosentase, digunakan perhitungan sederhana dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1). Menentukan nilai harapan (NH). Nilai ini dapat diketahui dengan menjadikan nilai item perhitungan dengan skor tertinggi

2). Menghitung nilai skor (NS). Nilai ini merupakan nilai rata-rata sebenarnya yang diperoleh dari hasil penelitian.

3). Menentukan kategorinya dengan menggunakan rumus: P = NS X 100%

NH

P = Prosentase NH = Nilai Harapan NS = Nilai Skor

8


(46)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Profil Pendidik Mata Pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta

Ada dua orang pendidik mata pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta. Mereka adalah Ibu Dra. Bhakti Utami. W, yang telah menamatkan studi terakhirnya (S1) di IKIP Jakarta Jurusan Sejarah/Antropologi. Bergabung di SMAN 87 Jakarta sejak tahun 1987. Kini ia menjadi guru mata pelajaran Sosiologi dan Antropologi di SMAN 87 Jakarta. Banyak sudah pelatihan, penataran, seminar, workshop, dan sebagainya yang telah diikutinya dari tahun 1989 sampai 2008, guna menunjang ilmu dan skill dalam mengajar.

Berikutnya adalah Bapak Hambali, S.Pd., yang telah menamatkan studi terakhirnya (S1) di FKIP UPI Bandung Jurusan Sejarah. Bergabung di SMAN 87 Jakarta sejak tahun 1986. Kini ia menjadi guru mata pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta. Sebelumnya ia pernah mengajar di SMAN 28 Jakarta tahun 1986-1988 dan di SMK Muhammadiyah 09 Jakarta tahun 1994-1999. Banyak sudah pelatihan, penataran, seminar, workshop, dan sebagainya yang telah diikutinya dari tahun 1992 sampai 2005 guna menunjang ilmu dan skill dalam mengajar.

B. Analisis Data dan Pembahasan Hasil Temuan 1. Analisis Data

Data yang dijadikan dasar deskripsi hasil penelitian ini adalah skor pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah yang diperoleh dari hasil


(47)

penyebaran angket, wawancara, observasi, dan dokumen-dokumen berdasarkan kategori yang sesuai dengan masalah penelitian. Dengan demikian data yang dideskripsikan berupa data tentang;

a. Penataan ruang kelas dan alat pelajaran, dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya yaitu: (1) Penataan tempat duduk peserta didik, (2) Kelengkapan/penggunaan media pembelajaran, (3) Penataan kebersihan dan keindahan kelas.

Tabel 4. 1

Penataan tempat duduk peserta didik

No. Pertanyaan F %

1. Apakah guru Sejarah anda mengatur ruang kelas agar suasana belajar menyenangkan?

a. Selalu b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah

1 1 12 36

2 2 24 72

Jumlah 50 100

2. Apakah penataan tempat duduk anda di kelas memudahkan dalam belajar?

a. Selalu b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah

6 4 32

8

12 8 64 16

Jumlah 50 100

Pada pertanyaan nomor 1, sebanyak 72% peserta didik menyatakan pendidik mata pelajaran sejarah tidak pernah mengatur ruang kelas agar suasana belajar menyenangkan, 24% peserta didik menyatakan kadang-kadang, dan 2% peserta didik menyatakan selalu dan sering.

Pada pertanyaan nomor 2, sebanyak 64% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah menata tempat duduk peserta didik di kelas ketika belajar, 16% peserta didik menyatakan tidak pernah, 12% peserta didik menyatakan selalu, dan 8% peserta didik menyatakan sering.

Hal ini menunjukkan bahwa pendidik mata pelajaran sejarah dalam mengatur ruang kelas dan tempat duduk peserta didik dinilai cukup, melihat jawaban peserta didik yang beragam.


(48)

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis, pendidik tidak menata atau mengatur tempat duduk peserta didik. Pendidik lebih cenderung “membebaskan” siswa memilih tempat duduknya masing-masing, dan penataan tempat duduk peserta didik menggunakan format memanjang ke belakang. 1

Tabel 4. 2

Penataan kebersihan dan keindahan kelas

No. Pertanyaan F %

3. Apakah anda dilibatkan dalam menata keindahan dan kebersihan kelas?

a. Selalu b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah

2 5 29 14

4 10 58 28

Jumlah 50 100

Pada pertanyaan nomor 3, sebanyak 58% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah melibatkan peserta didik dalam menata keindahan dan kebersihan kelas, 28% peserta didik menyatakan tidak pernah, 10% peserta didik menyatakan sering, dan 4% peserta didik menyatakan selalu. Hal ini menunjukkan bahwa pendidik mata pelajaran sejarah kadang-kadang melibatkan peserta didik dalam menata keindahan dan kebersihan kelas.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan bahwasanya pendidik jarang melibatkan peserta didik dalam penataan keindahan dan kebersihan kelas. Mungkin hanya mengandalkan petugas kebersihan sekolah saja. Tetapi memang, sebelum memulai pembelajaran pendidik memeriksa kelas bersih atau tidak. Kalau masih ada sampah yang berserakan di kelas, maka pendidik meminta peserta didik untuk mengambil dan membuangnya di tempat sampah.2

1

Pengamatan penulis, 1 Februari 2010, lihat lampiran 2


(49)

Tabel 4. 3

Penggunaan media pembelajaran

No. Pertanyaan F %

18. Apakah guru Sejarah anda menggunakan media pembelajaran (seperti peta, gambar, dll) dalam proses pembelajaran?

a. Selalu b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah

8 8 18 16

16 16 36 32

Jumlah 50 100

Pada pertanyaan nomor 18, sebanyak 36% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah menggunakan media pembelajaran selama pembelajaran berlangsung, 32% peserta didik menyatakan tidak pernah, dan 16% peserta didik menyatakan selalu dan sering. Dalam hal ini pendidik mata pelajaran sejarah perlu adanya kesiapan dan kontinuitas dalam menggunakan media dalam pembelajaran

Pendidik memang menggunakan media dalam proses pembelajaran, seperti Powerpoint ataupun media lainnya yang dibutuhkan. Tetapi, itu tidak bersifat kontinu atau terus menerus. Dalam artian kadang-kadang saja pendidik menggunakannya. Untuk hal ini pendidik mata pelajaran sejarah perlu adanya kesiapan dan kontinuitas dalam menggunakan media dalam pembelajaran. 3

b. Menunjukkan pembelajaran yang kreatif, indikator diantaranya adalah; (1) Menggunakan metode pembelajaran bervariatif

Tabel 4. 4

Penggunaaan metode pembelajaran bervariatif

No. Pertanyaan F %

4. Apakah dalam kegiatan pembelajaran guru Sejarah anda melakukan metode yang bervariasi (tidak hanya ceramah dan cerita)?

a. Selalu b. Sering

c. Kadang-kadang

3 5 30

6 10 60

3


(50)

d. Tidak pernah 12 24

Jumlah 50 100

Pada pertanyaan nomor 4, sebanyak 60% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah melakukan metode yang bervariasi (tidak hanya ceramah dan cerita) dalam kegiatan pembelajaran, 24% peserta didik menyatakan tidak pernah, 10% peserta didik menyatakan sering, dan 6% peserta didik menyatakan selalu. Karena dengan metode pembelajaran yang bervariatif, maka susana belajar akan terasa lebih “hidup”, dan peserta didik pun tidak jenuh.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan pendidik yang bersangkutan bahwasanya “metode pembelajaran yang digunakan bervariatif. Karena jika melakukan dengan satu metode saja akan cepat membuat para peserta didik bosan dan jenuh, maka saya (pendidik) selalu melakukan pembaharuan atau memvariasikan metode pembelajaran.4

c. Menunjukkan sikap tanggap, beberapa indikator diantaranya adalah; (1) menarik perhatian siswa, (2) Gerak mendekati

Tabel 4. 5

Menarik perhatian peserta didik

No. Pertanyaan F %

5. Apakah guru Sejarah anda dengan sengaja berhenti sejenak (diam) untuk menarik perhatian pada saat menyampaikan mata pelajaran?

a. Selalu b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah

2 15 26 7

4 30 52 14

Jumlah 50 100

Pada pertanyaan nomor 5, sebanyak 52% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah dengan sengaja berhenti sejenak

4

Hambali, Guru Bid. Studi. Sejarah SMAN 87 Jakarta, Wawancara Pribadi, Jakarta 28 Januari 2010., dan Bhakti Utami, Guru Bid. Studi. Sejarah dan Sosiologi SMAN 87 Jakarta,


(51)

(diam) untuk menarik perhatian pada saat menyampaikan mata pelajaran, 30% peserta didik menyatakan sering, 14% peserta didik menyatakan tidak pernah, dan 4% peserta didik menyatakan selalu. Karena dengan berhenti sejenak maka diharapkan konsentrasi peserta didik terhadap pelajaran akan lebih baik.

Tabel 4. 6 Gerak mendekati

No. Pertanyaan F %

6. Apakah guru Sejarah anda berkeliling kelas untuk memeriksa hasil tugas siswa?

a. Selalu b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah

1 7 17 25

2 14 34 50

Jumlah 50 100

Pada pertanyaan nomor 6, sebanyak 50% peserta didik menyatakan tidak pernah pendidik mata pelajaran sejarah berkeliling kelas untuk memeriksa hasil tugas peserta didik, 34% peserta didik menyatakan kadang-kadang, 14% peserta didik menyatakan sering, dan 2% peserta didik menyatakan selalu. Karena dengan berkeliling kelas menandakan kesiapan dan perhatian pendidik yang memberikan tugas dan aktifitas peserta didik.

d. Penataan murid di dalam kelas, dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya adalah: (1) Penugasan kelas, (2) Pembimbingan siswa

Tabel 4. 7 Penugasan kelas

No. Pertanyaan F %

7. Apakah tugas yang diberikan guru Sejarah anda mendorong anda agar banyak membaca buku pelajaran?

a. Selalu b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah

4 9 26 11

8 18 52 22


(52)

8. Apakah guru Sejarah anda memberi tugas/PR pada akhir kegiatan pembelajaran?

a. Selalu b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah

4 14 27 5

8 28 54 10

Jumlah 50 100

9. Apakah guru Sejarah anda menjelaskan kepada siswa maksud/tujuan dari pemberian tugas tersebut?

a. Selalu b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah

5 17 23 5

10 34 46 10

Jumlah 50 100

Pada pertanyaan nomor 7, sebanyak 52% peserta didik menyatakan kadang-kadang tugas yang diberikan pendidik mata pelajaran sejarah mendorong peserta didik agar banyak membaca buku pelajaran, 22% peserta didik menyatakan tidak pernah, 18% peserta didik menyatakan sering, dan 8% peserta didik menyatakan selalu.

Pada pertanyaan nomor 8, sebanyak 54% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah memberi tugas atau PR pada akhir kegiatan pembelajaran, 28% peserta didik menyatakan sering, 10% peserta didik menyatakan tidak pernah, dan 8% peserta didik menyatakan selalu.

Pada pertanyaan nomor 9, sebanyak 46% peserta didik menyatakan kadang-kadang pendidik mata pelajaran sejarah menjelaskan kepada peserta didik tujuan dari pemberian tugas, 34% peserta didik menyatakan sering, dan 10% peserta didik menyatakan selalu dan tidak pernah.

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam pengelolaan kelas pada mata pelajaran sejarah dalam hal penugasan, dapat dinilai cukup karena bervariasinya jawaban peserta didik. Perlu adanya kejelasan tugas yang diberikan pendidik kepada peserta didik. Agar peserta didik pun mengerti maksud tugas yang diberikan oleh pendidik tersebut.


(1)

Tabel 4.17

Nilai Rata-rata Variabel Angket Pengelolaan Kelas Pada Mata Pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta

Dimensi Skor NH NS NS X 100 %

NH Kategori Variabel Penataan Murid di Dalam Kelas

507 5 X 4 = 20 507 =10,14 50 10,14X100=50,7 20 Baik Variabel Penataan Ruang Kelas dan Alat Pelajaran

378 4X4 = 16 378 = 7,56 50 7,56 X100=47,25 16 Baik Variabel Menciptakan Disiplin Kelas

631 6X4 = 24 631=12,62 50 12,62X100=52,58 24 Baik Variabel Menunjukkan Sikap Tanggap

196 2X4=8 196= 3,92 50

3,92 X100 = 49 8 Baik Variabel Menunjukkan Pembelajaran Kreatif

99 1X4=4 99=1,98 50

1,98 X100 =49,5 4 Baik Variabel Alokasi Penggunaan Waktu Belajar Mengajar

108 1X4=4 108=2,16 50

2,16 X100 =54 4 Baik Variabel Penyesuaian metode pembelajaran dengan materi

114 1X4=4 114=2,28 50

2,28 X100 = 57 4


(2)

73

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata variabel angket pengelolaan kelas pada mata pelajaran Sejarah di SMAN 87 Jakarta adalah dapat dikatakan baik. Ini dibuktikan dengan rumus perhitungan NS X 100 %.

NH


(3)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan di SMAN 87 Jakarta tentang pengelolaan kelas pada mata pelajaran sejarah yang berkaitan dengan metode pembelajaran Sejarah dapat dinilai cukup.

B. Saran-saran

Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapatlah kiranya diajukan beberapa saran dengan harapan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Adanya kerjasama yang baik antara pihak sekolah, guru maupun siswa dalam mewujudkan pengelolaan kelas yang baik agar menciptakan situasi dan kondisi yang optimal dalam belajar sehingga dapat terarah kepada tujuan pendidikan yang diharapkan.

2. Bagi pihak pemerintah ataupun sekolah, seyogyanya memberikan bantuan (tambahan) dan mengikutsertakan guru dalam peningkatan kemampuan dan keterampilan melalui pendidikan dan pelatihan profesi, pengaturan dan pelatihan secara regional atau nasional. Pelaksanaan ini sebaiknya secara profesional dan adil tidak membedakan sekolah negeri atau swasta, sehingga tidak terjadi perbedaan yang terlalu jauh. Selain itu perlu adanya


(4)

75

dorongan, penghargaan, dan perhatian yang lebih bagi guru yang aktif dalam bidang organisasi sekolah atau manapun.


(5)

Arikunto, Suharsimi. Pengelolaan Kelas dan Siswa, Sebuah Pendekatan Evaluatif, Jakarta: CV. Rajawali, 1988

Bahri Djamarah, Syaiful. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000

Bahri Djamarah, Syaiful, dan Aswan Zaini, Strategi Belajar Mengajar Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006

Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya), Jakarta: Prenada Media Group, 2006

Dira J Rama, Metode Alternatif Pengajaran Sejarah, artikel diakses pada 02 September 2008, dari http://64.203.71.11/kompas-cetak/jateng/41127.htm Fajar Arnie, Portofolio Dalam Pelajaran IPS, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2005

Fathurrohman, Pupuh, dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar (Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami). Bandung: PT Refika Aditama, 2007

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1991

Porter Bobby, dan Mike Hernachi, Quantum Teaching, Bandung: Kaifa, 2000 Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokrasi “sebuah Model Pelibatan

Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan”, Jakarta: Prenada Media, 2004, Ed. I

Rukmana Ade, dan Asep Suryana, Pengelolaan Kelas, Bandung: UPI PRESS, 2006

Sabri, Alisuf, Pengantar Ilmu pendidikan, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005

Semiawan Conny, dkk, Pendekatan Keterampilan Proses Bagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar, Jakarta: PT Grasindo, 1992


(6)

77

Setiawan, Irwan. Belajar Mandiri Dengan Pemanfaatan Program Powerpoint Dalam Pembelajaran Sejarah Di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Bengkulu Selatan, Artikel diakses pada 08 September 2009, dari

http://www.psb-psma.org/forum/software/lain-lain/belajar-mandiri-dengan-pemanfaatan-program-powerpoint-dalam-pembelajaran-sejarah Sudijono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1994

Sudirman. N. dkk., Ilmu Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Dilengkapi Contoh Proposal dan

Laporan Penelitian), Bandung: ALFABETA, 2005

Sumaatmadja, Nursid. Konsep Dasar IPS, Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 2007

Syaodih, Nana, Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2008

Thabary Hasbullah, Rahasia Sukses Belajar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplilkasi Pendidikan, Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu, Bandung: PT Imperial Bhakti Utama, 2007