37
organisasinya. Hal ini menunjukkan bahwa Ikwanul Muslimin dan kelompok Islam lainnya dapat berpartisipasi dalam politik sesuai dengan prosedur demokrasi
yang ada. Dengan cara ini, gerakan sosial Islam dapat memberikan sumbangsih pada perkembangan lembaga demokrasi di lingkungannya.
78
Pada Pemilu parlemen tahun 2000, Ikhwanul Muslimin memperoleh 17 kursi melalui jalur independen, dan pada Pemilu 2005 jumlah tersebut meningkat
signifikan menjadi 99 kursi 20 persen.
79
Selanjutnya, pasca terjadinya revolusi Mesir yang menumbangkan Presiden Husni Mubarak pada tahun 2011, Mesir
kembali menyelenggarakan pemilihan umum. Freedom and Justice Party FJP yang didirikan oleh Ikhwanul Muslimin ikut serta dalam pemilihan umum
Parlemen Mesir dan berhasil memenangkan Pemilu Parlemen dan Presiden Mesir yang mengantarkan Muhammed Mursi berkuasa di Mesir.
B. Peran Militer dalam Politik Mesir
Keterlibatan Militer dalam politik Mesir mempunyai sejarah panjang. Salah satu momentum penting yang mengawali kepemimpinan militer di Mesir
adalah saat terjadinya kudeta terhadap pemerintahan Raja Farouk pada Juli 1952. Kudeta ini dilakukan oleh para perwira militer yang tergabung dalam The Free
78
Mahadi Fadulullah, Titik Temu Agama dan Politik, Analisa Pemikiran Sayyid Qutb, Solo: Ramadhani, 1991, hal. 20.
79
Council on Foreign Relations Dune: ‗ Very Dramatic’ Achievement for Muslim Brotherhood in Egyptian
Parliamentary Elections di lihat pada 28 Juni 2015
http:www.cfr.orgegyptdunne-very-dramatic- achievement-muslim-brotherhood-egyptian-parliamentary-electionsp9318
38
Officers atau Organisasi Perwira Bebas dibawah pimpinan Gamal Abdul-
Nasser.
80
Kudeta Militer yang berhasil menumbangkan Raja Farouk merupakan titik balik dalam pemerintahan, Mesir yang pada awalnya berada dalam kepemimpinan
absolut seorang Raja lalu digantikan dengan kepemimpinan Militer. Pada masa ini diadakan berbagai program revolusi untuk menghapuskan segala bentuk
kebijakan pemerintahan Raja Farouk. Rezim militer membentuk Revolution Command Council
RCC yang merupakan suatu perangkat eksekutif militer yang menjalankan pemerintahan atau mengatur masyarakat. Selain sebagai perangkat
eksekutif militer, RCC juga bertugas memberangus oposisi intern di dalam tubuh militer dan masyarakat.
81
RCC Mesir dipimpin oleh Jenderal Muhammad Naguib, yang pada bulan September di tahun yang sama dikukuhkan sebagai Perdana
Menteri Mesir dengan Gamal Abdul-Nasser sebagai deputinya. Pada masa berikutnya RCC memaksa Muhammed Nugaib mundur dari kepemimpinannya
dan pada tahun 1954, Gamal mengambil alih kepemimpinan itu. Dalam masa jabatan Gamal Abdul-Nasser, terdapat banyak pemimpin militer yang memegang
peranan penting dalam politik domestik Mesir.
82
Ia memasukkan lebih banyak kalangan militer dalam pemerintahan, seperti pada saat ia menjabat deputi perdana menteri maupun perdana menteri. Di lain
80
Agus R. Rahman, „Militer dan Demokratisasi di Mesir‟, dalam Syamsumar Dam ed., Militer dan Demokratisasi di Nigeria, Mesir dan Afrika Selatan
, Jakarta: Pusat Penelitian Politik, 2001 hal. 63.
81
Amos Perlmutter, The Military and Politics in Modern Times, New Haven: Yale University Press, 1977 hal. 217.
82
Moataz El Fegiery, „Crunch Time for Egypt‟s Civil-Military Relations‟, FRIDE-Policy Brief, 134 August 2012, hal. 1.
39
pihak, RCC tetap menjadi pendukung utama rezim Gamal Abdul-Nasser dan melanggengkan kekuasaan militer di Mesir. Tidak jauh berbeda dengan
pendahulunya, Gamal Abdul-Nasser juga menetapkan kebijakan-kebijakan otoritarian yang serupa dalam pemerintahannya. Ia membubarkan seluruh partai
politik yang berkuasa di tahun 1952, melarang dan memenjarakan sejumlah aktivis organisasi Ikhwanul Muslimin.
83
Kematian Presiden Gamal Abdul Naseer pada tahun 1970 menjadi akhir dari kepemimpinannya di Mesir. Kemudian ia digantikan oleh wakilnya yakni
Anwar Sadat, yang merupakan mantan perwira Organisasi Perwira Bebas dan juga terlibat dalam revolusi 1952. Pola seperti ini menunjukan bahwa masa
kepemimpinan militer di Mesir masih terus berlanjut. Namun, pemerintahan Sadat nampaknya tidak begitu otoritarian seperti dua pemimpin sebelumnya. Hal ini
dapat dilihat dari kebijakan pemerintahan Sadat yang cenderung lebih bebas. Keterlibatan militer pada masa Sadat mulai berkurang sebab presiden dapat
mengontrol militer untuk tetap berada di belakangnya.
84
Rakyat mesir diberikan Kebebasan politik dan ekonomi yang lebih besar oleh rezim militer yang dipimpin Sadat. Pembentukan partai-partai politik
diperbolehkan kembali untuk ikut serta dalam pemilu Mesir. Sadat juga membentuk National Democratic Party NDP sebagai basis pendukung
83
Diplomats Handbook, Egypt: Will Democracy Succeed the Pharaoh? daring, dapat dilihat di http:www.diplomatshandbook.orgpdfHandbook_Egypt.pdf
diakses pada 13 April 2015.
84
C.f.: Cooper, “Demilitarization of Egyptian Cabinet,” International Journal of Middle East Studies, 14 May 1982, hal. 204- 210.
40
politiknya. Satu hal penting lainnya ialah pembubaran Arab Socialist Union sebagai bentuk penghapusan kepemimpinan otoriter masa pemerintahan Nasser.
85
Setelah kematian Sadat yang tewas terbunuh pada tahun 1981 oleh seorang tentara di negeri itu, Husni Mubarak yang pada awalnya menjabat sebagai wakil
presiden naik menjadi Presiden keempat Mesir menggantikan Sadat. Berbeda dengan Sadat yang cenderung memisahkan dan membatasi keterlibatan militer di
dalam politik, Husni Mubarak yang berasal dari kalangan militer justru merangkul institusi tersebut dan memberikan tempat dalam ranah sipil Mesir. Petinggi militer
menempati 10 persen dari pos kementrian di Mesir.
86
Selain itu, sebagian besar dari 26 gubernur di Mesir adalah pejabat senior dalam lingkungan militer dan polisi. Dalam mencapai jabatannya, mereka harus
rela untuk menanggalkan karir kemiliterannya. Namun demikian, mereka tetap terintegrasi dengan militer. Peranan gubernur di sini cukup jelas, yaitu
memastikan bahwa aktivis oposisi tidak terlibat pada aktivitas yang merusak kontrol politik, yang berpotensi meruntuhkan tabir demokrasi Mesir, atau paling
buruk memperkuat institusi politik baik dalam level lokal dan regional.
87
Pada tahun 1981, Mubarak memberlakukan Undang-undang Keadaan Darurat yang memberikan kewenangan kepada polisi dan militer, menangguhkan
hak konstitusional warga negara, dan melegalkan sensor. Terkait undang-undang
85
Moataz El Fegiery, „Crunch Time for Egypt‟s Civil-Military Relations‟, hal.2.
86
Robert Springborg, Mubarak’s Egypt: Fragmentation of the Political Order Boulder, CO: Westview
Press, 1989, hal. 95-133.
87
S.A. Cook, Rulling but not Governing, Baltimore: John Hopkin University Press, , 2007, hal. 26.
41
tersebut pemerintah Mesir menggunakannya untuk melawan pihak radikal seperti kelompok Islam fundamentalis yang memberikan ancaman pada stabilitas
kepemimpinan di Mesir. Selain itu, pada masa awal Mubarak secara bertahap mengenalkan politik yang terkontrol. Ia mengizinkan oposisi dan organisasi
masyarakat mulai aktif dalam politik, namun di sisi lain, Mubarak juga memperbolehkan penangkapan aktor oposisi, dan secara tidak langsung
menyingkirkan mereka dari kompetisi politik.
88
Semenjak diberlakukannya Undang-Undang Keadaan Darurat Militer, masyarakat Mesir merasa bahwa pemerintahan Mubarak telah mengekang
kebebasan mereka melalui aksi militer dan aparat keamanan yang diberi keleluasaan dalam mengadili siapa saja pihak yang berpotensi mengancam
kestabilan dan keamanan pemerintahan, baik kelompok Ikhwanul Muslimin maupun kelompok demonstran anti Mubarak. Di bawah undang-undang Keadaan
Darurat Militer, para demonstran sering menerima aksi kekerasan yang dilancarkan oleh pihak aparat keamanan dalam serangkaian aksi demonstran yang
memprotes pemerintahan Mubarak, selain itu undang-undang tersebut juga digunakan sebagai kontrol terhadap pihak oposisi seperti Ikhwanul Muslimin,
agar tidak dapat masuk ke dalam pemerintahan dan mengkritisi kepemimpinan Husni Mubarak.
89
88
Omar A. Sheira, Towards a way out of the Egyptian Dillema: New Lessons for And Old Regime. Tilburg: Tilburg University, T.th, hal.9-10.
89
Hamdy A. Hassan Civil Society in Egypt under the Mubarak Regime Afro Asian Journal of Social Sciences 2Quarter II 2011, hal. 13
42
Selain itu, fungsi awal militer Mesir sebagai penjaga keamanan termasuk di dalamnya stabilitas internal, mulai beralih menjadi pelindung pemerintah yang
berkuasa. Pemerintah juga cenderung lebih bergantung pada militer dalam kasus ancaman dalam bentuk internal, melibatkan personel militer dalam rapat-rapat
Mubarak mengenai kontrol instabilitas domestik. Seperti pada September 1984, Mubarak menaikkan harga bahan pangan dan asuransi, sehingga mengakibatkan
protes di Kufr al-Dawwar. Militer kemudian mengambil alih untuk menghentikan kekacauan tersebut meskipun tanpa deployment tentara yang berlebihan. Selain
itu, pada tahun 1986 militer kembali menghentikan pemberontakan yang dilakukan sebanyak 20,000 anggota paramiliter Central Security Force dari
kalangan petani berpendidikan rendah yang diharuskan mengikuti wajib militer justru menentang program wajib militer tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
militer mendominasi berbagai sektor dan menekan peran kepolisian dalam suatu negara.
90
Era Hosni Mubarak memberikan militer hak-hak yang sama dengan sipil, atau disebut dwi-fungsi militer. Dalam era ini, militer diberi otonomi yang luas
untuk membuat dan menjalankan industri bisnis militer. Selain itu, militer Mesir menjadi faktor kunci ekonomi sejak 1980-an, baik itu di sektor real estate,
produksi peralatan rumah tangga, dan tujuan wisata. Kegiatan bisnis militer membentuk 20 persen dari output ekonomi tahunan negara itu.
91
Berbeda dengan
90
Robert B. Satloff, Army and Politics in Mubarak’s Egypt, Washington D.C: The Washington Institute for
Near East Policy,1988, hal. 15-16.
91
Quantara.de, The Mubarak System without Mubarak dapat dilihat di http:en.qantara.decontentpolitical-
upheaval-in-egypt-the-mubarak-system-without-mubarak?wc_c=7155 diakses pada 19 April 2015
43
masa pemerintahan Anwar Sadat yang memotong anggaran belanja militer dan sangat membatasi peran dan keterlibatan militer dalam urusan publik dan politik,
Husni Mubarak justru sangat menyambut adanya kontribusi dan keikutsertaan militer dalam pembangunan ekonomi Mesir dan menjamin peranan militer
sebagai penjamin stabilitas dalam negeri. Mubarak memberikan anggaran pengeluaran pemerintah yang cukup tinggi kepada militer Mesir,
92
dan memberikan keleluasaan untuk mengatur aktivitas pemerintah dalam
pembangunan serta untuk memperkuat pengaruhnya dalam politik dalam negeri Mesir.
Kekuasaan Husni Mubarak berakhir dengan revolusi yang terjadi di Mesir tahun 2011. Seletelah revolusi berakhir, Mesir menyelengarakan pemilihan umum
tahun 2012. Muhammad Mursi yang berasal dari kalangan sipil terpilih menjadi presiden di negeri itu, Dewan Militer Mesir mengintegrasikan diri ke dalam tubuh
pemerintahan baru Mesir yang dipimpin oleh Muhammad Mursi. Ketua Dewan Militer Hussein Tantawi kembali menduduki posisi yang dijabat olehnya di era
Husni Mubarak yaitu, Menteri Pertahanan. Jendral Mohammed Al-Assar mengatakan, Mahkamah Agung Militer dan sejumlah institusi militer lain di
pemerintahan akan tetap ada sampai terbentuknya konstitusi baru dan penyelenggaraan pemilu parlemen berikutnya. Sebaliknya, kekuasaan militer akan
berakhir dan dialihkan secara penuh ke Presiden Muhammad Mursi.
93
92
R. B. Satloff, Army and Politics in Mubarak’s Egypt, hal. 8
93
World.Time.com How the Military Won Egypt’s Presidential Election dapat dilihat di
http:world.time.com 20120618how-the-military-has-won-egypts-presidential-election
diakses pada 28 Juni 2015
44
Keterlibatan Militer dalam politik Mesir sedikit demi sedikit disingkirkan oleh Presiden Mursi yaitu dengan cara memecat beberapa jajaran Dewan
Tertinggi Angkatan Bersenjata Mesir SCAF. Sejak jatuhnya Hosni Mubarak pada 11 Februari 2011 kekuasaan eksekutif di Mesir berada di tangan Supreme
Council of the Armed Force SCAF. Dengan memecat beberapa petinggi SCAF
dan menunjuk pemimpin militer baru yang loyal kepadanya, Presiden Mursi memberikan penegasan bahwa institusi militer dan negara berada dalam
kekuasaan presiden. Upaya reformasi ini dilakukan untuk mencegah politisasi angkatan bersenjata dan meningkatkan pengawasan sipil terhadap militer.
Kemudian pemerintah Morsi memegang kekuasaan eksekutif secara penuh dan mereformasi struktur kekuasaan Mesir terhadap pemerintahan sipil yang
demokratis.
94
C. Faktor-Faktor Kemenangan Mursi dalam Pemilu Mesir