Kecakapan Hukum Tersangka atau Terdakwa Dalam Pembuatan Akta Notaris

65 Apabila semua manusia dan badan hukum bisa menjadi pendukung hak dan kewajiban, maka belum berarti bahwa semua subyek hukum bisa dengan leluasa secara mandiri melaksanakan hak-haknya melalui tindakan-tindakan hukum. Untuk itu harus ada kecakapan bertindak, yaitu kewenangan untuk melakukan tindakan- tindakan hukum pada umumnya. Macam subyek hukum, ada subyek hukum yang oleh undang-undang dinyatakan sama sekali tidak cakap untuk melakukan tindakan hukum mereka yang ditaruh di bawah pengampuan karena sakit ingatan, ada yang tindakannya tidak bisa menimbulkan akibat hukum yang sempurna anak-anak belum dewasa pada umumnya, ada yang mempunyai kewenangan yang terbatas, dalam arti harus didampingi atau mendapat persetujuan dari orang lain membuat perjanjian kawin, untuk anak-anak yang telah mencapai usia menikah dan ada yang mempunyai kewenangan penuh mereka yang sudah dewasa. Jadi kecakapan bertindak adalah mengenai kewenangan bertindak pada umumnya, subyek hukum pada umumnya dan untuk tindakan-tindakan hukum pada umumnya, maka kewenangan bertindak adalah mengenai kewenangan bertindak khusus, yang hanya tertuju pada orang-orang tertentu untuk tindakan-tindakan hukum tertentu saja.

2. Kecakapan Hukum Tersangka atau Terdakwa Dalam Pembuatan Akta Notaris

Seorang yang ditahan merupakan perampasan ataupun pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang dilakukan oleh Universitas Sumatera Utara 66 Negara melalui aparatur Negara yang ditunjuk oleh undang-undang dalam hal ini Kepolisian, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim, hal ini jelas bahwa orang yang ditahan dirumah tahanan merupakan berdasarkan hukum dan merupakan tindakan yudicial. Menurut hukum perdata, seorang tersangka atau terdakwa tidak kehilangan hak keperdataanya. Keadaan seorang tersangka atau terdakwa bebas untuk mengadakan perbuatan hukum, seperti mengadakan perjanjian. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dalam suatu perjanjian berlaku asas konsensualisme yaitu pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan, dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan sesuatu formalitas. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 KUHPerdata yang menyatakan bahwa “tiada suatu hukuman pun mengakibatkan kematian perdata, atau kehilangan segala hak kewarganeragaan”. Sehingga dalam hal ini dapat diartikan bahwa walaupun seseorang sedang menjalankan hukuman maka tidak mengakibatkan hilangnya hak seseorang dalam melakukan perbuatan hukum. Dalam pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa hukum perdata mengakui manusia sebagai orang, yang berarti dikuai sebagai subjek hukun, yaitu pendukung hak dan kewajiban. Kalangan ahli hukum berpendapat bahwa kewenangan untuk Universitas Sumatera Utara 67 menjadi pendukung hak dan kewajiban, kususnya hak dan kewajiban keperdataan disebut kewenangan berhak dan ini ada pada manusia dan badan hukum. Kewenangan berhak tersebut sering disebut dengan kecakapan berhak, yang artinya kewenangan untuk dapat menyandang hak dan kewajiban. Kewenangan seseorang dimulai sejak saat ia dilahirkan dan pada saat itu ia sebagai pembawa hak, mulai saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal. Kewenangan berhak manusia. berhenti dengan kematiannya, atau apabila seseorang meninggalkan tempat kediamannya tanpa memberi pesan kepada orang lain, sehingga tidak ada kepastian tentang hidup matinya, dan telah ada keputusan pengadilan yang tetap tentang kematian atas dugaan kecuali ia memenuhi isi ketentuan Pasal 486 dan Pasal 487 KUHPerdata. Dengan kata lain, selama orang masih hidup selama itu pula ia mempunyai kewenangan berhak. Hanya kematianlah yang dapat mengakibatkan berhentinya kewenangan berhak seseorang. 89 Apabila melihat dari sistem peradilan pidana di Indonesia yang menganut asas praduga tak bersalah, sebagaimana terkandung didalam Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, menyatakan bahwa: “ Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”. Sehingga jika menyangkut asas praduga tak bersalah tersebut dapat diartikan bahwa seorang yang ditahan dirumah tahahan adalah patut dalam melakukan 89 F.X. Suhardana, Hukum Perdata I: Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 45-46. Universitas Sumatera Utara 68 perbuatan hukum apa saja, sepanjang pihak tersebut bebas menentukan kehendaknya tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Berdasarkan dari apa yang diuraikan diatas, maka dapat dikatakan bahwa seorang tersangka atau terdakwa tidak kehilangan kebebasan untuk melakukan perbuatan hukum, termasuk dalam membuat perjanjian-perjanjian untuk dirinya sendiri, baik itu perbuatan hukum dalam membuat perjanjian secara dibawah tangan ataupun perbuatan hukum yang dituangkan dalam akta Notaris. Universitas Sumatera Utara 69

BAB III UNSUR PAKSAAN YANG DAPAT MENIMBULKAN PEMBATALAN

TERHADAP AKTA NOTARIS YANG DITANDATANGANI DI DALAM RUMAH TAHANAN

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian

Pengaturan umum mengenai perjanjian di Indonesia terdapat di dalam Buku III KUHPerdata tentang Perikatan. Dalam Buku III KUHPerdata disebutkan dalam perjanjian menganut sistem terbuka open system, artinya setiap orang bebas mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, baik perjanjian bernama nominaat maupun perjanjian tidak bernama innominaat, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Sedangkan pasal-pasal dari hukum perjanjian yang terdapat dalam Buku III KUHPerdata tersebut merupakan apa yang dinamakan aanvulendrecht atau hukum pelengkap optional law, yang berarti bahwa pasal-pasal dalam Buku III KUHPerdata boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian. 90 Pengertian mengenai perjanjian dalam KUHPerdata masih terasa kurang jelas, oleh karena itu para ahli hukum membuat rumusan mengenai pengertian perjanjian, yaitu antara lain: Hartono Hadisoeprapto menyatakan bahwa: ”perjanjian adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang 90 Subekti, Hukum Perjanjian, Op.cit., hal. 13. 69 Universitas Sumatera Utara 70 satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu”. 91 Menurut Abdulkadir Muhammad, ”perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”. 92 Sudikno Mertokusumo menyebutkan bahwa: ”perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”. 93 Subekti, memberikan definisi perjanjian adalah: “suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal”. 94 Untuk pemahaman pengertian tentang perjanjian, maka tidak akan terlepas hubungannya dengan perikatan, karena perjanjian adalah sumber yang terpenting bagi lahirnya suatu perikatan. Berdasarkan Pasal 1233 Buku III KUHPerdata menyatakan: Tiap-tiap perikatan lahir baik karena persetujuan, baik karena Undang-undang. Jadi, perikatan dapat lahir melalui perjanjian yaitu dengan dikehendaki oleh para pihak dan juga melalui Undang-Undang, artinya perikatan dapat lahir antara orang atau pihak yang satu dengan pihak yang lain baik dengan atau tanpa orang- orang tersebut menghendakinya. Membedakan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu melahirkan perikatan dan perikatan lahir karena adanya perjanjian. Jadi pada 91 Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan, Yogyakarta, Liberty, 1984, hal. 78. 92 Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1980, hal. 78. 93 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Op.cit., hal. 97. 94 Subekti, Hukum Perjanjian, Op.cit., hal. 1 Universitas Sumatera Utara 71 hakekatnya perikatan itu lebih luas dari perjanjian, karena perikatan mencakup semua kekuatan dalam Buku ke tiga KUHPerdata, baik itu perikatan yang bersumber dari perjanjian maupun perikatan yang bersumber dari undang-undang.

2. Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

ANALISA YURIDIS SAHNYA PERJANJIAN YANG DIBUAT DENGAN AKTA NOTARIIL YANG DITANDA TANGANI DI RUMAH TAHANAN KEPOLISIAN (Kajian Putusan Mahkamah Agung RI No. 3641 K/Pdt/2001)

0 16 79

KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN MENGIKAT PERJANJIAN YANG DIBUAT DI DALAM RUMAH TAHANAN NEGARA ( Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3641.K/Pdt/2001 )

2 8 18