Syarat Sahnya Perjanjian Suatu Tinjauan Tentang Pembatalan Akta Notaris Yang Penandatanganannya Dilakukan di Dalam Rumah Tahanan (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No.3641 K/Pdt/2001).

77

3. Syarat Sahnya Perjanjian

Persyaratan suatu perjanjian merupakan hal mendasar yang harus diketahui dan dipahami dengan baik. Suatu perjanjian akan mengikat dan berlaku apabila perjanjian tersebut dibuat dengan sah. Berikut ini akan dibahas mengenai persyaratan yang dituntut oleh undang-undang bagi perjanjian agar dapat dikatakan sah. Terdapat 4 empat syarat sahnya perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu : 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; Dalam tercapainya kata sepakat atau kesepakatan dalam mengadakan perjanjian, kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Artinya, para pihak dalam perjanjian untuk mencapai kata sepakat tersebut tidak dalam keadaan menghadapi tekanan yang mengakibatkan adanya “cacat” bagi perwujudan kehendak tersebut. 108 Tidak dalam keadaan menghadapi tekanan tersebut dimaksudkan bahwa para pihak dalam mencapai kata sepakat harus terbebas dari kekhilafan kesesatan, paksaan dan penipuan seperti yang tercantum dalam Pasal 1321 KUHPerdata, yang berbunyi: “Tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan.” 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada asasnya, setiap orang adalah cakap menurut hukum, kecuali jika oleh undang-undang tidak cakap. 108 Ibid., hal. 73. Universitas Sumatera Utara 78 Dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebutkan orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, yaitu orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh dibawah pengampuan, dan perempuan yang bersuami. Tetapi pada subjek yang terakhir, yaitu perempuan bersuami telah dihapuskan oleh Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963, sehingga sekarang kedudukan perempuan yang bersuami diangkat ke derajat yang sama dengan pria dan cakap untuk mengadakan perbuatan hukum. 3. Suatu hal tertentu; Mengenai suatu hal tertentu diatur di dalam Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334 KUHPerdata. Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya bahwa suatu perjanjian haruslah mempunyai objek tertentu, apa yang diperjanjikan atau barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya dan tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barangnya tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. 109 4. Suatu sebab yang halal. Syarat keempat untuk sahnya suatu perjanjian yang diatur di dalam Pasal 1335 sampai dengan Pasal 1337 KUHPerdata adalah mengenai suatu sebab yang halal. Terkait dengan hal ini, Wirjono Prodjodikoro, menyatakan bahwa tidak mungkin ada suatu persetujuan yang tidak memiliki sebab atau causa, oleh karena causa sebetulnya adalah isi dari persetujuan dan tiap-tiap persetujuan 109 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2002, hal. 155. Universitas Sumatera Utara 79 tentu mempunyai isi. 110 Dengan demikian, yang dimaksud dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi dari perjanjian itu sendiri. Terhadap dua syarat sahnya perjanjian yang pertama, yaitu syarat kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya dan syarat kecakapan untuk membuat perikatan disebut sebagai syarat subyektif. Sebab mengenai orang-orang atau subyek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan dua syarat yang terakhir, yaitu syarat suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal disebut sebagai syarat obyektif karena mengenai obyek dari perjanjian atau perbuatan hukum yang dilakukan itu. 111 Keempat syarat di atas mutlak harus ada atau mutlak harus dipenuhi dalam suatu perjanjian, oleh karenanya tanpa salah satu syarat tersebut perjanjian tidak dapat dilaksanakan. Apabila salah satu dari syarat subyektif tidak terpenuhi, maka suatu perjanjian dapat dimintakan oleh salah satu pihak untuk dibatalkan. Sedangkan apabila salah satu syarat obyektif tidak terpenuhi, maka suatu perjanjian adalah batal demi hukum, artinya dari semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. 112

4. Pembatalan Suatu Perjanjian

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

ANALISA YURIDIS SAHNYA PERJANJIAN YANG DIBUAT DENGAN AKTA NOTARIIL YANG DITANDA TANGANI DI RUMAH TAHANAN KEPOLISIAN (Kajian Putusan Mahkamah Agung RI No. 3641 K/Pdt/2001)

0 16 79

KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN MENGIKAT PERJANJIAN YANG DIBUAT DI DALAM RUMAH TAHANAN NEGARA ( Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3641.K/Pdt/2001 )

2 8 18