22
atau mereka yang membuatnya, dan mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sempurna. Kesempurnaan akta Notaris sebagai alat bukti tidak perlu didukung atau
ditunjang oleh alat bukti lain, tapi akta Notaris itu sendiri harus dilihat sebagaimana apa adanya yang tertulis di dalamnya.
Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan hukumnya. Sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik, dan tidak bertabrakan
dengan wewenang jabatan lainnya. Dengan demikian jika seseorang pejabat Notaris melakukan
suatu tindakan
diluar wewenang
yang telah
ditentukan, dapat
dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang. Wewenang Notaris hanya dicantumkan dalam pasal 15 ayat 1, 2, dan 3 UUJN.
29
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1 ayat 1 UUJN, “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya”.
Dengan diaturnya kewenangan Notaris dalam UUJN, maka dapat diketahui bahwa Notaris memiliki kewenangan atribusi, dimana kewenangan yang dimilikinya ini
melekat pada jabatannya sebagai seorang pejabat umum.
2. Konsepsi
Konsepsi diartikan
sebagai ”kata
yang menyatukan
abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.”
30
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis
29
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Bandung, Refika Aditama, 2009, hal. 15.
30
Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998, hal. 28.
Universitas Sumatera Utara
23
yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.”
31
Samadi Surya Brata memberikan arti mengenai pengertian konsep, yaitu sebuah konsep berkaitan dengan defenisi operasional, “konsep diartikan sebagai kata
yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi operasional”.
32
Defenisi operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas masalah, tidak boleh memiliki makna ganda.
Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan
serangkaian defenisi operasional atas beberapa variable yang digunakan. Selanjutnya, untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda
tentang tujuan
yang akan
dicapai dalam
penelitian ini,
maka kemudian
dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi operasional sebagai berikut: 1. Pembatalan menurut kamus umum bahasa Indonesia yaitu berasal dari kata
“batal”, yaitu menganggap tidak sah, menganggap tidak pernah ada. 2. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
33
3. Akta Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang di tetapkan dalam undang-undang ini.
34
31
Soerjono Soekanto, Op.cit, hal. 133.
32
Samadi Surya Barata, Op.cit, hal. 3.
33
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 1 angka 1.
34
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 1 angka 7.
Universitas Sumatera Utara
24
4. Tanda tangan adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan, termasuk pula parap, teraan atau cap tanda tangan atau cap parap, teraan cap nama atau
lainnya sebagai pengganti tanda tangan.
35
5. Rumah Tahanan Negara selanjutnya disebut Rutan adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan
di sidang Pengadilan.
36
6. Putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dan
segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini.
37
7. Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945.
38
G. Metode Penelitian 1.
Spesifikasi Penelitian
Sifat dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis, artinya dalam penelitian akan menguraikanmemaparkan sekaligus menganalisa terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan atas kewenangan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya.
35
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai, Pasal 1 Ayat 2 b.
36
Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana, Pasal 1 angka 2.
37
Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981, Pasal 1 angka 11.
38
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, Pasal 1.
Universitas Sumatera Utara
25
Jenis penelitian yang diterapkan adalah memakai penelitian dengan metode penulisan dengan pendekatan yuridis normatif penelitian hukum normatif, yaitu
penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai pijakan normatif, yang berawal dari
premis umum kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Hal ini dimasudkan untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru suatu tesis dan
kebenaran-kebenaran induk teoritis. Penelitian yuridis normatif menurut Ronald Dworkin disebut juga dengan
penelitian doktrinal doctrinal research, yaitu suatu “penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku law as it written in the book, maupun
hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan law as it is decided by the judge trough judicial process”.
39
2. Metode Pendekatan