71
hakekatnya perikatan itu lebih luas dari perjanjian, karena perikatan mencakup semua kekuatan dalam Buku ke tiga KUHPerdata, baik itu perikatan yang bersumber dari
perjanjian maupun perikatan yang bersumber dari undang-undang.
2. Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian
Pemahaman yang mendalam tentang perjanjian, terlebih dahulu kita harus mengerti prinsip-prinsipasas-asas dalam hukum perjanjian. Asas-asas dalam hukum
perjanjian adalah : a. Asas Personalia
Asas personalia atau asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat perjanjian adalah
hanya untuk kepentingan perseorangan saja.
95
Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 ayat 1 KUHPerdata, Pasal 1315 KUHPerdata
berbunyi : “Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta diterapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri.”
Sedangkan dalam Pasal 1340 KUHPerdata menyatakan bahwa: “persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.” Namun, ketentuan
tersebut ada pengecualiannya, yaitu Pasal 1317 KUHPerdata, yang berbunyi: “Dapat pula diadakan perjanjian untuk kepentingan orang ketiga, bila suatu
perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung syarat seperti itu.”
95
Salim HS., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, cet. 3, Jakarta, Sinar Grafika, 2005, hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
72
b. Asas Konsensualitas Asas ini disimpulkan dari Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan
salah satu syarat sahnya perjanjian adalah kesepakatan tanpa menyebutkan harus adanya formalitas tertentu disamping kesepakatan yang telah tercapai.
Asas Konsensualitas dapat diartikan, bahwa didalam pembuatan suatu kontrak harus didasarkan pada adanya kata sepakat. Sepakat maksudnya adalah bahwa
dua belah pihak yang mengadakan perjanjian, dengan kata lain mereka saling menghendaki sesuatu secara timbal balik. Adanya kemauan atas kesesuaian
kehendak oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian, jadi tidak boleh hanya karena kemauan satu pihak saja, ataupun terjadinya kesepakatan oleh
karena tekanan salah satu pihak yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak.
Kesepakatan itu artinya tidak ada paksaan, tekanan dari pihak manapun, betul- betul atas kemauan sukarela pihak-pihak. Berpedoman kepada ketentuan Pasal
1321 KUHPerdata bahwa tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena:
1 Kekhilafan atau kekeliruan dwaling; 2 Pemerasan Paksaan dwang;
3 Penipuan bedrog Unsur kekhilafankekeliruan dibagi dalam dua bagian, yakni kekhilafan
mengenai orangnya dinamakan error in persona. Dan kekhilafan barangnya dinamakan error in substansia. Mengenai kekhilafankekeliruan yang dapat
dibatalkan, harus mengenai intisari pokok perjanjian. Jadi harus mengenai
Universitas Sumatera Utara
73
objek atau prestasi yang dikehendaki. Sedangkan kekhilafankekeliruan mengenai orangnya tidak menyebabkan
perjanjian dapat batal. Kekhilafan atau kekeliruan terjadi apabila salah satu atau ke dua belah pihak khilaf tentang hal-hal pokok dari apa yang
diperjanjikan ataupun khilaf dengan siapa ia melakukan perjanjian. Paksaan dwang terjadi jika seseorang memberikan persetujuannya karena
ia takut pada suatu ancaman. Dalam hal ini paksaan tersebut harus benar- benar menimbulkan suatu ketakutan bagi yang menerima paksaan, misalnya ia
akan dianiaya atau akan dibuka rahasianya jika ia tidak menyetujui suatu perjanjian Pasal 1324 KUH Perdata.
Mengenai pengertian penipuan bedrog ini terjadi apabila menggunakan perbuatan secara muslihat sehingga pada pihak lain menimbulkan suatu
gambaran yang tidak jelas dan benar mengenai suatu hal. Untuk mengatakan terjadi suatu penipuan, maka harus ada kompleks dari muslihat-muslihat itu.
Subekti mengatakan bahwa, ”penipuan bedrog terjadi apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar, disertai dengan
kelicikan-kelicikan, sehingga pihak lain terbujuk karenanya untuk memberi perizinan”.
96
Suatu penipuan adalah apabila ada keterangan-keterangan yang tidak benar palsu disertai dengan kelicikan-kelicikan atau tipu muslihat dan harus ada
rangkaian kebohongan-kebohongan yang mengakibatkan orang menjadi percaya, dalam hal ini pihak tersebut bertindak secara aktif untuk
96
Subekti, Hukum Perjanjian, Op.cit., hal. 135.
Universitas Sumatera Utara
74
menjerumuskan seseorang. Misalnya, perbuatan memperjualbelikan sebuah rumah yang bukan merupakan hak miliknya dengan memalsukan surat-
suratnya.
97
Penipuan terjadi tidak saja jika suatu fakta tertentu dengan sengaja disembunyikan atau tidak diungkap, tetapi juga bila suatu informasi yang
keliru sengaja diberikan, atau bisa juga terjadi dengan tipu daya lainnya.
98
c. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak Freedom of Contract diatur di dalam Pasal 1338
ayat 1 KUHPerdata yang menyatakan bahwa: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”. Artinya para pihak diberi kebebasan untuk membuat dan mengatur sendiri isi
perjanjian tersebut, sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan,
99
memenuhi syarat sebagai perjanjian, tidak dilarang oleh undang-undang, sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, dan sepanjang
perjanjian tersebut dilaksanakan dengan itikad baik,
100
dan mereka wajib melaksanakan perjanjian yang telah mereka buat layaknya undang-undang.
Secara umum kalangan ilmuwan hukum menghubungkan dan memperlakukan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 jo. Pasal 1338 ayat 1
97
Achmad Iksan, Hukum Perdata IB, Jakarta, Pembimbing Masa, 1969, hal. 20.
98
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Op.cit., hal. 99.
99
Ibid.
100
Munir Fuady, Hukum Kontrak: Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Cet. 2, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999, hal. 30.
Universitas Sumatera Utara
75
KUHPerdata sebagai asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian.
101
Oleh karena Buku III KUHPerdata bersistem terbuka dan pasal-pasalnya merupakan apa yang dinamakan hukum pelengkap, maka para pihak boleh
mengenyampingkan pasal-pasal dalam Hukum Perjanjian jika mereka menghendaki. Tetapi, jika dalam perjanjian tersebut para pihak tidak
mengatur mengenai sesuatu hal, maka bagi sesuatu hal tersebut berlakulah ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata.
102
d. Asas Kepercayaan.
103
Suatu perjanjian tidak akan terwujud apabila tidak ada kepercayaan antara para pihak yang mengikatkan diri di dalamnya, karena suatu perjanjian
menimbulkan suatu akibat hukum bagi para pihak yaitu pemenuhan prestasi dikemudian hari.
e. Asas Kekuatan Mengikat.
104
Berdasarkan Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, bahwa dipenuhinya syarat sahnya perjanjian maka sejak saat itu pula perjanjian itu mengikat bagi
para pihak. Mengikat sebagai undang-undang berarti pelanggaran terhadap perjanjian yang dibuat tersebut berakibat hukum melanggar undang-undang.
f. Asas Itikad Baik
Asas itikad baik ini dapat ditemukan dalam rumusan Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata,
yang menyatakan
bahwa: “Perjanjian-perjanjian
harus
101
I.G. Rai Widjaja, Merancang Suatu Kontrak Contract Drafting, Cet. 2., Jakarta, Kesaint Blanc, 2003, hal. 82.
102
Subekti, Hukum Perjanjian, Op.cit., hal. 13.
103
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Cet. 1, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001, hal. 87.
104
Ibid., hal. 88.
Universitas Sumatera Utara
76
dilaksanakan dengan itikad baik.” Ketentuan ini pada dasarnya merupakan penegasan lebih lanjut dari
pelaksanaan suatu perjanjian yang telah dibuat secara sah. Terpenuhinya syarat sahnya perjanjian tidak begitu saja menghilangkan hak dari salah satu
pihak dalam perjanjian untuk tetap meminta pembatalan dalam hal perjanjian telah dilaksanakan tidak dengan itikad baik oleh pihak lainnya dalam
perjanjian.
105
g. Asas Keseimbangan.
106
Asas ini menghendaki kedua belah pihak dalam perjanjian memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Salah satu pihak yang memiliki hak untuk
menuntut prestasi kreditur berhak menuntut pelunasan atas prestasi dari pihak lainnya debitur, namun kreditur juga memiliki beban untuk
melaksanakan perjanjian tersebut dengan itikad baik. Jadi, kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajiban untuk memperhatikan itikad baik,
sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang. h. Asas Kepatutan dan Kebiasaan.
107
Asas ini dituangkan di dalam Pasal 1339 KUHPerdata, yang menegaskan bahwa: “Perjanjian tidak hanya mengikat terhadap hal-hal yang diatur di
dalamnya tetapi juga terhadap hal-hal yang menurut sifatnya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”
105
I.G. Rai Widjaja, Op.cit., hal. 84.
106
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Op.cit., hal. 88.
107
Ibid., hal. 89.
Universitas Sumatera Utara
77
3. Syarat Sahnya Perjanjian