Etika Bisnis Islam Analisis Implementasi Strategi Marketing Mix Pada Manajemen Pemasaran Supermarket Tip-Top Dari Persepektif Etika Bisnis Islam (Studi Kasus Pada Supermarket TIP TOP Rawamangun)

terpuruknya ekonomi Indonesia kedalam jurang kehancuran. Kolusi, korupsi, nepotisme, monopoli, penipuan, penimbunan barang, pengrusakan lingkungan, penindasan tenaga kerja, perampokan bank oleh para konglomerat, adalah persoalan - persoalan yang begitu telanjang di depan mata kita yang terlihat dalam media massa maupun media elektronik. 9 Pada tahun 1990-an Paul Ormerof, seorang ekonom kritis Inggris menerbitkan bukunya yang amat menghebohkan The Death of Economics, Ilmu Ekonomi Sudah Menemui Ajalnya. Ormerof, 1994. Tidak sedikit pula pakar ekonomi abad ini telah menyadari makin tipisnya kesadaran moral dalam kehidupan ekonomi dan bisnis modern. Amitas Etzioni menghasilkan karya monumental dan menjadi best seller; The Moral dimension: Toward a New Economics 1998. Berbagai buku etika bisnis dan dimensi moral dalam ilmu ekonomi semakin banyak bermunculan sehingga menjelang millenium ketiga dan memasuki abad 21, konsep etika bisnis mulai memasuki wacana bisnis. 10 Pandangan-pandangan di atas menunjukkan, bahwa Barat telah muncul kesadaran baru tentang pentingnya dimensi etika memasuki lapangan bisnis. Kecenderungan baru perusahaan-perusahaan besar, model abad 21, tampaknya juga mempunyai kecenderungan baru untuk 9 Veithzal Rivai, dkk, “Islamic Business and Economic Ethics, Mengacu pada Al-qur’an dan Mengikuti Jejak Rasulullah SAW dalam Bisnis, Keuangan, dan Ekonomi , h. 33. 10 Ibid., h.34. mengimplementasikan etika bisnis sebagai visi masyarakat yang bertanggungjawab secara sosial dan ekonomis. 11 Perusahaan-perusahaan besar kini berlomba-lomba menampilkan citra diri yang sadar lingkungan, bukan saja lingkungan fisik tetapi juga lingkungan sosial budaya. Jika di pusat kapitalisme, Amerika dan Eropa telah mulai berkembang tren baru bagi dunia bisnis, yaitu keniscayaan etika, meskipun mungkin belum sempurna, tentu kemunculannya lebih mungkin dan lebih dapat subur di negeri kita yang dikenal sangat agamis ini. Dari uraian diatas, dapat dikatakan, bahwa eksistensi etika dalam wacana bisnis merupakan suatu keharusan dan kebutuhan yang tak terbantahkan. 12 Dalam situasi dunia bisnis membutuhkan etika, Islam sejak lebih dari 14 abad yang lalu telah menyerukan urgensi etika bagi aktivitas bisnis. Islam sebagai sumber nilai dan etika Islam merupakan sumber nilai dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk wacana bisnis. Islam memiliki wawasan komprehensif tentang etika bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok – pokok kerusakan dalam perdagangan, faktor - faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan, masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika sosio - ekonomik menyangkut hak milik dan hubungan sosial. 13 11 Ibid., h.35. 12 Ibid., h.36. 13 Ibid., h.36. 3. Paradigma Bisnis dan Aksioma Etika Bisnis Islami Paradigma bisnis adalah gugusan pikir atau cara pandang tertentu yang dijadikan sebagai landasan bisnis baik sebagai aktivitas maupun sebagai entitas. Oleh karena itu, suatu paradigma bisnis dibangun dan dilandasi oleh aksioma - aksioma berikut ini : 14 a. Kesatuan Unity. Kesatuan disini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. 15 Dari konsep ini maka Islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horizontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam. 16 b. Keseimbangan keadilan. Keseimbangan equilibrium atau keadilan menggambarkan dimensi horizontal ajaran Islam yang berhubungan dengan keseluruhan harmoni pada alam semesta. Sifat keseimbangan atau keadilan bukan hanya sekedar karakteristik alami, melainkan 14 Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Visi Al- Qur’an Tentang Etika dan Bisnis Jakarta: Salemba Diniyah, 2002, h. 10. 15 Ibid., h. 11. 16 Ibid., h. 11. merupakan karakteristik dinamis yang harus diperjuangkan oleh setiap muslim dalam kehidupannya. 17 Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil, tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. 18 Hal ini sesuai dengan firman Allah di dalam Q.S. Al-Maidah 5: 8                                Artinya: “Wahai orang - orang yang beriman, Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, ketika menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. c. Kehendak Bebas Free Will. Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis Islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif 17 Ibid., h. 12. 18 Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, Implementasi Etika Islami Untuk Dunia Usaha Bandung: Alfabeta, 2013, h. 46 . berkarya dan berkerja dengan segala potensi yang dimilikinya. Kecenderungan manusia untuk terus-menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat, infak dan sedekah. 19 d. Tanggung Jawab Responsibility. Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggungjawabkan tindakannya. Secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya. 20 e. Kebenaran: kebajikan dan kejujuran. Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagai niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad transaksi proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika 19 Ibid., h. 46. 20 Ibid., h. 46. bisnis Islami sangat menjaga dan berlaku preventif pencegahan terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerja sama atau perjanjian dalam bisnis. 21 4. Pedoman dan Larangan Transaksi Bisnis dalam Islam Allah telah memerintahkan kepada seluruh manusia bukan hanya untuk orang yang beriman dan muslim saja untuk mengambil segala sesuatu yang halal dan baik thoyib. Selain itu, Allah juga memerintahkan untuk tidak mengikuti langkah - langkah setan dengan mengambil yang tidak halal dan tidak baik. 22 Sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S. Al-Baqarah 2 : 168                   Artinya : “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah - langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” Berbisnis merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Bahkan, Rasulullah saw. sendiri pun telah menyatakan, bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang hadist. Artinya, 21 Ibid., h. 46 22 Veithzal Rivai, dkk, “Islamic Business and Economic Ethics, Mengacu pada Al-qur’an dan Mengikuti Jejak Rasulullah SAW dalam Bisnis, Keuangan, dan Ekonomi, h.23. melalui jalan perdagangan ini, pintu - pintu rezeki akan dapat dibuka sehingga karunia Allah swt terpancar daripadanya. 23 Perlu diingat, bahwa Rasulullah saw. sendiri adalah seorang pedagang bereputasi international yang disegani, yang mendasarkan bangunan bisnisnya pada nilai-nilai Ilahi transeden. Prinsip-prinsip yang ideal ternyata pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. 24 Rasulullah saw. memberikan petunjuk mengenai etika bisnis berikut ini adalah uraiannya: 25 a. Pertama, prinsip esensial dalam berbisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah saw. sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda: “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mem punyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya.” HR. Al- Quzwani. “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” HR. Muslim. Rasulullah saw. sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di bagian bawah dan barang baru di bagian atas. 26 b. Kedua, kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis. Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekadar mengejar keuntungan sebanyak - banyaknya, sebagaimana yang diajarkan 23 Ibid., h.31. 24 Ibid., h.37. 25 Ibid., h.39. 26 Ibid., h.39. Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun menolong orang lain sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. 27 c. Ketiga, tidak melakukan sumpah palsu. Nabi Muhammad saw. sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis. Dalam sebuah hadist riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang - barang memang terjual tetapi hasilnya tidak berkah ”. Praktik sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah. 28 d. Keempat, ramah tamah. Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. 29 Nabi Muhammad saw, mengatakan, “Allah merahmati seseorang yang ramah dan toleran dalam berbisnis.” HR. Bukhari dan Tarmizi e. Kelima, tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut. 30 Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk 27 Ibid., h.39. 28 Ibid., h.40. 29 Ibid., h.40 30 Ibid., h.40 menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli.” f. Keenam, tidak boleh menjelek - jelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. 31 Nabi Muhammad saw. bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain.” HR. Muttafaq „alaih. g. Ketujuh, tidak melakukan ikhtikar. Ikhtikar adalah menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh. 32 Contoh perbuatan ikhtikar misalnya: “Seorang pedagang minyak, mengetahui bahwa kebutuhan minyak pada hari raya akan meningkat. Oleh karena itu, jauh hari sebelum hari raya, pedagang tersebut telah menyimpan minyaknya untuk dijual pada hari raya dengan tujuan memperoleh keuntungan besar dengan naiknya harga tersebut.” 33 h. Kedelapan, takaran, ukuran, dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar - benar diutamakan. Sebagaimana Firman Allah swt. Dalam Q.S. Al – Mutaffifiin 83 : 1 – 3 31 Ibid., h.40 32 Ibid., h.40 33 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah Jakarta: Kencana, 2012, h. 12.                 Artinya : “Kecelakaan besarlah bagi orang - orang yang curang, yaitu orang - orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” Azab dan kehinaan yang besar pada kiamat disediakan bagi orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang. 34 i. Kesembilan, bisnis tidak boleh mengganggu kegiatan ibadah kepada Allah swt. 35 j. Kesepuluh, membayar upah sebelum kering keringat karyawan. Nabi Muhammad saw, bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda- tunda. 36 k. Kesebelas, tidak monopoli. Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh sederhana adalah eksploitasi penguasaan individu tertentu atas 34 Veithzal Rivai, dkk, “Islamic Business and Economic Ethics, Mengacu pada Al-qur’an dan Mengikuti Jejak Rasulullah SAW dalam Bisnis, Keuangan, dan Ekonomi , h. 41. 35 Ibid. h.42. 36 Ibid., h.42. hak milik sosial seperti air, udara, beserta tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. 37 l. Keduabelas, Tadlis Penipuan. Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak sama- sama ridha. Mereka harus mempunyai informasi yang sama complete information sehingga tidak ada pihak yang merasa dicurangi ditipu karena terdapat kondisi yang bersifat unknown to one party keadaan dimana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui oleh orang lain. Unknown to one party dalam bahasa fiqihnya disebut tadlis, dan dapat terjadi dalam 4 empat hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan. 38 Tadlis dalam kuantitas contohnya adalah pedagang yang mengurangi takaran timbangan barang yang dijualnya. Dalam kualitas contohnya adalah penjual yang menyembunyikan cacat barang yang ditawarkan. Tadlis dalam harga contohnya adalah memanfaatkan ketidaktahuan pembeli akan harga pasar dengan menaikkan harga produk di atas harga pasar. Bentuk tadlis yang terakhir, yakni tadlis dalam waktu penyerahan, contohnya adalah petani buah yang menjual buah di luar musimnya padahal si petani mengetahui bahwa ia tidak dapat menyerahkan buah yang dijanjikan itu pada waktunya. 39 37 Ibid., h.42. 38 Adiwarman A. Karim, BANK ISLAM; Analisis Fiqih dan Keuangan, h. 31. 39 Ibid., h.31. m. Ketiga belas. Taghir Gharar atau disebut juga taghrir adalah situasi di mana terjadi incomplete information karena adanya uncertainty to both parties ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Dalam tadlis, yang terjadi adalah pihak A tidak mengetahui apa yang diketahui pihak B unknown to one party. Sedangkan dalam taghrir, baik pihak A maupun pihak B sama- sama tidak memiliki kepastian mengenai sesuatu yang ditransaksikan uncertain to both parties. Gharar dapat juga terjadi dalam 4 empat hal, yakni kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan. 40 Gharar dalam kuantitas terjadi dalam kasus ijon, di mana penjual menyatakan akan membeli buah yang belum tampak di pohon seharga Rp X. Dalam hal ini terjadi ketidakpastian mengenai berapa kuantitas buah yang dijual, karena memang tidak disepakati sejak awal. Contoh gharar dalam kualitas adalah seorang peternak yang menjual anak sapi yang masih dalam kandungan induknya. Dalam kasus ini terjadi ketidakpastian dalam hal kualitas objek transaksi, karena tidak ada jaminan bahwa anak sapi tersebut akan lahir dengan sehat tanpa cacat, dan dengan spesifikasi kualitas tertentu. 41 Gharar dalam harga terjadi bila, misalnya, bank syariah menyatakan akan memberi pembiayaan murabahah rumah 1 tahun dengan marjin 20 atau 2 tahun dengan marjin 40, kemudian disepakati oleh nasabah. Ketidakpastian 40 Ibid., h.32. 41 Ibid., h.32. terjadi karena harga yang disepakati tidak jelas, apakah 20 atau 40. Contoh gharar dalam waktu penyerahan terjadi bila seseorang menjual barang yang hilang misalnya, seharga Rp X dan disetujui oleh si pembeli. Dalam kasus ini terjadi ketidakpastian mengenai waktu penyerahan, karena si penjual dan pembeli sama- sama tidak tahu kapankah barang yang hilang itu dapat ditemukan kembali. 42 n. Keempat belas, komoditi bisnis yang dijual adalah barang-barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dan sebagainya. 43 o. Kelima belas, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa ada paksaan. 44 Firman Allah swt dalam Q.S An Nisa 4 : 29                           Artinya : “Hai orang - orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu .” 42 Ibid., h.33. 43 Veithzal Rivai, dkk, “Islamic Business and Economic Ethics, Mengacu pada Al-qur’an dan Mengikuti Jejak Rasulullah SAW dalam Bisnis, Keuangan, dan Ekonomi , h. 43. 44 Ibid., h.43. p. Keenam belas, segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya. Rasulullah saw. memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan utangnya. Sabda Nabi saw., “Sebaik - baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar utangnya.” HR. Hakim. 45 q. Ketujuh belas, memberi tenggang waktu apabila pengutang kreditor belum mampu membayar. 46 Sabda Nabi saw., “Barang siapa menangguhkan orang yang kesulitan membayar utang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah nauangan – Nya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan – Nya.” HR. Muslim. r. Ketujuh belas, bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. 47 Firman Allah swt. Dalam Q.S. Al – Baqarah 2 : 278               Artinya: “Hai orang - orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba yang belum dipungut jika kamu orang - orang yang beriman.” s. Risywah Suap – Menyuap. Yang dimaksud dengan perbuatan risywah adalah memberi sesuatu kepada pihak lain untuk 45 Ibid., h.43. 46 Ibid., h.43 47 Ibid., h.43 mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. 48 Allah swt. telah menyinggung praktik suap- menyuap pada sejumlah ayat Alquran. Diantaranya Firman Allah swt dalam Q.S. Al- Baqarah 2: 188                   Artinya : “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetah ui.” 5. Perbedaan Bisnis Islam dan Bisnis Non-Islam Dal am bukunya yang berjudul “Islamic Business and Economic Ethics”, perbedaan bisnis Islam dan Bisnis Non-Islam sebagai berikut : 49 Tabel 3.1 No Aspek Ekonomi Islam Kapitalisme 1 Sumber Al- Qur’an dan Hadist Daya pikir manusia 2 Motif Ibadah Rasional materialisme 3 Tujuan Falah dan mashalah Utilitarian,individualisme 4 Prinsip jual-beli Melarang gharar,maysir, najsy , barang haram Tidak jelas melarangnya 48 Adiwarman A. Karim, BANK ISLAM; Analisis Fiqih dan Keuangan, h.45. 49 Vei thzal Rivai, dkk, “Islamic Business and Economic Ethics, Mengacu pada Al-qur’an dan Mengikuti Jejak Rasulullah SAW dalam Bisnis, Keuangan, dan Ekonomi , h. 93-94. 5 Motif konsumsi Kebutuhan need Keinginan wants 6 Tujuan konsumsi Memaksimumkan maslahah Maximize utility 7 Motif Produksi Kebutuhan dan kewajiban kemanusiaan Ego dan rasionalisme 8 Hubungan dengan pelaku bisnis lain Persaudaraan ukhuwah dan kemitraan Persaingan 9 Prinsip keuangan Real based economy Monetary based economy 10 Spekulasi Haramkan spekulasi Halalkan spekulasi 11 Instrumen moneter Bagi hasil,jualbeli,ijarah Bunga 12 Prinsip pengeluaran Expenditure Berdasarkan 3 tingkatan maslahah dharuriyat, hajiyat, tahsiniyat Tidak memperhatikan prioritas maslahah 13 Sumber Zakat, infaq, sedeqah, „usyur, kharaj, pajak kondisional Pajak 14 Sasaran Penerima Pada zakat ditentukan 8 asnaf Tanpa melihat asnaf 15 Tujuan Memprioritaskan pengentasan kemiskinan Bukan memprioritaskan pengentasan kemiskinan 16 Dampak Sarana menciptakan keadilan ekonomi Kesenjangan 17 Prinsip Time Value of Money Economic Value of Time 18 Fungsi Uang Uang sebagai komoditas Uang sebagai medium of change 19 Sifat Money as flow concept Money as stock concept 20 Instrumen Dinar, dirham dan fulus Fiat money uang kertas yang tidak sesuai nilai nominal dan instrinsik 21 Fungsi Negara Penjamin kebutuhan minimal dan pendidikan pembinaan melalui baitul mal Penentu kebijakan melalui departemen- departemen 22 Pertumbuhan Pertumbuhan dan pemerataan, keadilan Pertumbuhan ekonomi 23 Pencetakan mata uang Ditentukan oleh permintaan di sektor riil Tidak ditentukan kebutuhan di sektor riil 24 Paradigma Islam Pasar

C. Manajemen Pemasaran

1. Definisi Manajemen Pemasaran Menurut Paul Peter dan James Donnelly, marketing management can be d efined as “the process of planning and executing the conception, pricing, promotion, and distribution of goods, services, and ideas to create exchanges with target groups that satisfy customer and organizational objectives”. Yang artinya sebagai berikut: manajemen pemasaran dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan, pelaksanaan gambaran konsep dari harga, promosi dan distribusi barang, pelayanan, serta beberapa ide yang saling berhubungan dengan objek lainnya untuk mencapai kepuasan konsumen dan tujuan organisasi. 50 Sementara itu, Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah mendefinisikan manajemen pemasaran adalah kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya yang pada intinya berusaha untuk mengidentifikasi apa sesungguhnya yang dibutuhkan oleh konsumen, dan bagaimana cara pemenuhannya dapat diwujudkan. 51 Thamrin Abdullah dan Francis Tantri mendefinisikan manajemen pemasaran sebagai proses yang mencakup analisis, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan juga mencakup barang, jasa serta gagasan, berdasarkan pertukaran dan tujuannya adalah memberikan kepuasan bagi pihak yang terlibat. 52 2. Perkembangan Manajemen Pemasaran Sejak revolusi industri, manajemen pemasaran telah mengalami beberapa tahap perkembangan. Namun banyak juga perusahaan yang masih berada pada tahap pertama. Adapun tahap-tahap perkembangan tersebut adalah : 53 50 Paul Peter James Donnelly, Marketing Management : knowledge and skills New York: The McGraw-Hill Companies, 2009, h. 15. 51 Ernie tisnawati sule dan kurniawan saefullah, Pengantar manajemen, edisi I Jakarta: Prenada Media,2005, h. 14. 52 Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Manajemen Pemasaran Jakarta: Rajawali Pers, 2012, h. 22. 53 Bashu Swastha, Azas - Azas Marketing, Cet.V Yogyakarta: Liberty Offset Yogyakarta, 2002, h. 23 - 27. a. Tahap Orientasi Produksi Dalam tahap pertama ini perusahaan berorientasi pada produksi production oriented. Tujuan dan perencanaan perusahaan ditentukan oleh Bagian Produksi. Sedangkan fungsi dari Bagian Penjualan hanya menjual hasil produksi saja; harga sudah ditentukan oleh Bagian Produksi dan Keuangan. Disini, usaha pemasarannya tidak ditujukan untuk mendapatkan orang yang bersedia membeli produk dengan harga yang layak. Adapun konsep yang dianut oleh perusahaan dalam tahap ini disebut dengan konsep produk product concept. b. Tahap Orientasi Penjualan Setelah perusahaan berhasil membuat barang secara besar- besaran kemudian timbul masalah bagaimana menjual barang- barang tersebut. Membuat barang yang baik saja tidak cukup menjamin berhasilnya pemasaran. Hasil kerja dalam penjualan masih diukur terutama dari volume penjualan yang dihasilkan, dan bukan dari laba pemasaran. Jadi, perusahaan yang berorientasi pada penjualan sales orientation ini menganut sebuah konsep yang disebut konsep penjualan sales concept. c. Tahap Orientasi Pemasaran Pada tahap ketiga ini, perusahaan menganut konsep manajemen pemasaran yang terintegrasi, dan diarahkan kepada