Wisata Sejarah: Restoran Tip Top Medan

(1)

WISATA SEJARAH: RESTORAN TIP TOP DI

MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Bidang Antropologi

Disusun Oleh :

CARLES DICKENS SULAIMAN GULTOM

060905052

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E DA N


(2)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Wisata Sejarah: Restoran Tip Top di Medan”. Disusun oleh Carles Dickens Sulaiman Gultom (060905052), 2012. Skripsi ini terdiri dari 105 halaman berupa isi dan 3 halaman berupa lampiran.

Penelitian yang dilakukan merupakan bentuk penelitian antropologi yang menitikberatkan perhatian pada bidang pariwisata dalam konteks antropologi, Adapun fokus perhatian adalah keberadaan Restoran Tip Top yang berada di Jalan Ahmad Yani, Kesawan Medan.

Latar belakang penulisan didorong oleh rasa ingin tahu penulis tentang pengembangan konsep pariwisata bangunan bersejarah yang berada di Kota Medan dari sudut pandang antropologis, sehingga aspek sejarah, bangunan hingga pada hubungan-hubungan yang tercipta menjadi bagian yang dideskripsikan lebih lanjut dalam penulisan ini.

Untuk mendapatkan deskripsi yang utuh mengenai keberadaan bangunan bersejarah Restoran Tip Top Medan, dipergunakan metode observasi partisipasi yang bertujuan untuk mendapatkan data lapangan yang benar- benar nyata dan usaha ini didukung oleh studi literatur mengenai keberadaan bangunan bersejarah di Kota Medan secara umum maupun keberadaan bangunan Restoran Tip Top secara khusus.

Hasil penelitian yang telah dilakukan mendapatkan gambaran bahwa keberadaan Restoran Tip Top Medan memiliki proses perjalanan yang panjang, dimulai dari masa kolonial Belanda, masa pendudukan Jepang, masa kemerdekaan Republik Indonesia hingga pada masa kini. Lintasan waktu tersebut mengukuhkan keberadaan Restoran Tip Top sebagai saksi sejarah perkembangan wilayah Medan menjadi sebentuk kota pada masa sekarang ini. Perjalanan sejarah yang panjang turut mempengaruhi kultural masyarakat yang berkaitan dengan keberadaan bangunan Restoran Tip Top, baik secara fisik berupa arsitektur bangunan, penyajian bentuk makanan hingga pada hubungan timbal-balik yang tercipta antara Restoran Tip Top dan masyarakat.

Penelitian yang telah dilakukan memberikan masukan berupa inventarisasi terhadap keberadaan bangunan bersejarah yang mewakili suatu masa dan bentuk tertentu yang dapat menjadi modal pengembangan kegiatan pariwisata di Kota Medan yang berbasis pada bangunan bersejarah, selain itu keberadaan bangunan Restoran Tip Top juga memperkokoh identitas wilayah Medan menjadi suatu kota yang berkembang pesat pada masa kini.

Kata-kata kunci : bangunan bersejarah, Restoran, tip top, kesawan, pariwisata, antropologi


(3)

UCAPAN TERIMAKASIH

Saya persembahkan gelar saya ini kepada kedua orang tua saya yang telah mengasuh dan tak pernah berhenti memberikan dukungan moral, materi dan doa kepada saya, yaitu Bapak B. Gultom (ayah) dan M. Simangunsong (ibu). Kepada saudara kandung saya yang tercinta, David Gultom, Daniel Gultom, Agustina br Gultom, Moses Gultom, Bethesda br Gultom, dan Hoki Huadian Gultom. Terimakasih banyak buat kasih sayang yang tak hentinya kalian berikan pada saya. Maaf pak, sudah lama menungguku untuk menyelesaikan studi.

Saya menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan saran, bimbingan, bantuan dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena hal itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

Ibu Dra. Sabariah Bangun M.Soc, Sc selaku dosen pembimbing proposal dan skripsi yang telah sangat bersabar memberikan bimbingan, motivasi, arahan, waktu, serta perhatiannya kepada saya, sejak penulisan proposal sampai akhirnya mampu menyelesaikaan skripsi ini dengan baik.

Bapak Dr. Fikarwin Zuska selaku ketua Departemen Antropologi Sosial FISIP USU, terima kasih karena telah memberikan waktu untuk membaca kembali skripsi yang saya ajukan. Bapak Drs. Agustrisno, M.SP selaku sekretaris jususan dan yang mewakili dosen wali saya, terima kasih juga buat masukan dan himbauan yang telah diberikan. Bapak Drs. Edi Saputra Siregar selaku dosen wali. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(4)

sebagai pemimpin dan pemberi kebijakan bagi seluruh civitas akademik FISIP USU. Terima kasih kepada seluruh staf pengajar di Departemen Antropologi Sosial yang telah sabar dalam membagi dan memberikan banyak ilmu, wawasan dan pengalaman/ilmu baru selama saya duduk di bangku kuliah. Ibu Prof. Dr. Chalida Fachruddin, selaku Ketua Penguji dan Bapak Drs. Yance. MSi selaku dosen penguji II, terima kasih buat masukan dan arahan yang telah diberikan pada penulisan proposal dan skripsi. Kak Nurhayati selaku staf administrasi Departemen Antropologi dan Kak Sofi yang telah banyak membantu saya dalam pengurusan administrasi selama perkuliahan..

Terimakasih juga yang sebesar-besarnya buat Pak Kus selaku pemilik dan pengelola Restoran Tip Top Medan, dan seluruh pegawai yang telah memberikan banyak data dan meluangkan sedikit waktu untuk saya. Sukses selalu buat usahanya.

Dalam satu kesempatan ini juga saya mengucapkan banyak terimakasih kepada Lisa Sere Sirait, Lizy Marcelin, Novi, Rini Sinulingga, Febri Siahaan, Aliya, Intan S. Eldevia, Lola, Kak Tia, Kak Nelly. Anak-anak SDS (adek-adek dari komunikasi) yang selalu membuatku tetap ceria dan tetap bersemangat Agitha, Dewi, Eva Reh, Elda, Nuning, Rachel, Melisa, mpok Min, dan Sri Hawani. Anak-anak Sekret SGC yang sudah ilang, dan anak RP (Rumah Pohon). Anak-anak Oz, Rambo, Kinoy, Robert, Adnan, Suja, Hendra, Joe, Desmon, Camat, Roy, Ewin, Surya, Kribo, Bg Lerry, Bg Pinem, Bg Hot, Bangun Engwa abangda Bronson, kakanda Ina dan Ani.


(5)

kerabat-kerabat tercinta. Look Sun Pakpahan, Hemalea Ginting, Alvian Azis, Wilfrit Silitonga, Firman Tambunan, Hendra Silaban, Arnold Sibarani, Feber Sihotang, Heksanta Bangun, Badai Sikumbang, Kevin Ginting, Novrianto Tarigan, Rebecca, Helena Damanik, Alloynina, Sindriani, Elmanuala P, Hendra Gunadi, umar, Erika, Ales, Arnop, Hizkia, Joseph, Hery M, Heri S, Remaja, Sandrak, Siwa Kumar, Ibnu Avena Matondang S. Sos, Fauzy akbar, dan Abdul.

Terima kasih juga kepada segenap keluarga besar INSAN Antropologi USU, kerabat JKAI, ASB (Aliansi Sumut Bersatu), LSM PUSAKA, Yayasan Budha Seruwai. Kepada kerabat senior, dan adik-adik junior. Terima kasih juga saya sampaikan kepada teman-teman yang tidak dapat saya tuliskan namanya satu persatu karena keterbatasan saya dalam mengingat nama teman-teman sekalian. Sukses dan sehat selalu buat kita semua. Harapan saya, semoga kelak skripsi ini dapat dimanfaatkan oleh kalangan yang membutuhkan sebagai bahan evaluasi dan informasi.

Medan, 21 Februari 2013 Penulis

NIM: 060905052 Carles D. S. Gultom


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak ke 2 dari 6 bersaudara pasangan B.Gultom dan M. Simangunsong. Lahir di Medan, tanggal 24 Agustus 1988.

Penulis adalah lulusan dari SD Negeri 173651 Pintu Pohan, pendidikan SLTP Negeri 1 Pintu Pohan dan kemudian melanjut pendidikan ke SMA Negeri 1 Porsea. Pada tanggal 7 Agustus 2006, penulis terdaftar sebagai mahasiswa program S1 jurusan Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Selain itu penulis juga aktif dalam beberapa organisasi di dalam atau pun di luar kampus. Diantaranya adalah sebagai divisi pendidikan di FMN FISIP tahun 2006-2007. Divisi riset dan pengembangan bakat dalam suatu kelompok belajar SGC (Study Group Culture) 2006-2008. Penasehat di UKM Etnis, Budaya, dan Pariwisata (UKM-Etbudpar FISIP USU). Selama masa kuliah penulis juga pernah aktif berperan serta dalam berbagai pelatihan dan riset. Diantaranya pelatihan fotografi dan videografi dari FISIP USU, Pelatihan seminar “Keberagaman” dari Aliansi Sumut Bersatu, delegasi USU untuk seminar dan penelitian JKAI Papua- Waena (2006), pelatihan “Pencatatan Budaya Tak Benda” dari Kementerian Budaya dan Pariwisata (2012).


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan kuasa-Nya saya dapat menyelesaikan Skripsi saya yang berjudul “Wisata Sejarah: Restoran Tip Top Medan”. Dalam penyelesaian tulisan tugas akhir ini saya bukan hanya sekedar penyaluran kewajiban untuk memenuhi gelar sarjana di Departemen Antropologi FISIP USU Medan, melainkan lebih jauh ke depan untuk menjadi bahan atau sebuah khasanah tambahan dam memahami wisata bangunan bersejarah.

Wisata bangunan bersejarah yang selama ini lekat dengan ruang-ruang yang dapat menguraikan sejarah masa lampau khususnya di Kota Medan. Bukan sebagai bahan pembicaraan romantisme sejarah masa lampau belaka melainkan menjadi pembelajaran dan tentunya dapat menjadi sebuah destinasi berbeda di tengahmaraknya pengembangan wisata yang lebih menawarkan pesona alam.

Restoran Tip Top adalah salah satu restoran tertua di Indonesia yang sudah ada sejak tahun 1934. Kuliner yang disajikan dalam restoran ini, mulai dari dulu hingga saat ini masih tetap dipertahankan, baik itu dari segi pengelolaan bahan makanan hingga siap saji. Selain itu, Restoran Tip Top juga memberikan nuansa yang mengingatkan kita pada zaman kolonial. Secara tak sengaja Restoran Tip Top ini telah dijadikan sasaran utama bagi para wisatawan luar dan domestik yang berkunjung ke Kota Medan untuk menikmati kuliner dengan nuansa kolonialnya. Namun akan menjadi dilema tersendiri bagi pengelola ketika pemerintah mengambil alih Restoran Tip Top ini dan dijadikan sebagai cagar budaya.


(8)

Akhir kata, karena keterbatasan penulis, pasti skripsi atau tugas akhir ini mempunyai banyak kekurangan. Oleh sebab itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk penyempurnaan isi skripsi ini.

Medan, 21 Februari 2013 Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN ORIGINALITAS

ABSTRAK……….. i

UCAPAN TERIMAKASIH... ii

RIWAYAT HIDUP PENULIS... v

KATA PENGANTAR……….vi

DAFTAR ISI……… viii

DAFTAR TABEL………... x

DAFTAR GAMBAR………..xi

DAFTAR LAMPIRAN...xii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

1.1 Latar Belakang……….. 1

1.2 Tinjauan Pustaka……… 6

1.3 Perumusan Masalah………... 16

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian………. 17

1.5 Lokasi Penelitian………... 19

1.6 Metode Penelitian……….. 19

a. Tipe dan Pendekatan Penelitian……….. 19

b. Teknik Pengumpulan Data……….. 20

c. Analisis Data……… 24

1.7 Pengalaman Penulis Selama di Lapangan………. 24

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN……….. 28

2.1 Gambaran Umum Kota Medan………. 28

2.2 Kota Medan Secara Demografis……… 31

2.3 Kota Medan Secara Ekonomi……… 33

2.3 Kota Medan Secara Sosial………. 36

2.4 Kota Medan Secara Kultural………. 37

2.5 Kota Medan Masa Kolonial……….. 37

BAB III KEBERADAAN RESTORAN TIPTOP DI KOTA MEDAN………... 49

3.1 Bangunan Tua Di Kawasan Kesawan………... 51

3.2 Sejarah Restoran Tip Top……….. 54

3.3 Sajian Restoran Tip………... 56

3.4 Pelayanan Restoran Tip Top………. 63

3.5 Pengunjung Restoran Tip Top………... 65

3.6 Harga………. 67

3.7 Saham Restoran Tip Top………... 67

3.8 Perekrutan Pegawai dan Juru Masak……… 68


(10)

BAB IV RESTORAN TIP TOP SEBAGAI WISATA SEJARAH

DI KAWASAN KESAWANKOTA MEDAN……… 74

4.1 Peran Pihak Pemerintah terhadap Restoran Tip Top,………... 74

4.2 Restoran Tip Top Sebagai Pusat Wisata Kawasan Berikat………….. 79

4.3 Dilema Penempatan Tip Top Menjadi Cagar Budaya………. 81

BAB V PENUTUP……….. 86

5.1 Kesimpulan……….. 86

5.2 Saran……… 88


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Pertumbuhan Penduduk……… 32 Tabel 2: Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin


(12)

DAFTAR GAMBAR

Foto 1: Peta Kawasan Kesawan……… 5 Foto 2: Medan tempo dulu……… 45 Foto 3: Kesawan Square bentuk perubahan Kawasan Kesawan kini………… 52 Foto 4: Jalan Ahmad Yani tempo dulu53

Foto 5: Restoran Tip Top dulu dan kini……… 54 Foto 6: Tungku yang menjadi alat untuk memasak di Restoran Tip Top…….. 59 Foto 7: Beberapa jenis cake atau kue yang dijual di Restoran Tip Top………. 60 Foto 8: Mesin uang Restoran Tip Top……… 62 Foto 9: Kemewahan Restoran Tip Top dengan tangga yang menuju lantai 2… 63 Foto 10: Suasana santai para bangsawan kolonial di Restoran Tip Top………. 72 Foto 11: Seorang pengunjung tengah menikmati pesona Restoran Tip Top….. 74


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Ujian Proposal dikeluarkan oleh Departemen Antropologi Sosial FISIP USU

2. Surat Izin Penelitian Lapangan dikeluarkan oleh Departemen Antropologi Sosial FISIP USU


(14)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Wisata Sejarah: Restoran Tip Top di Medan”. Disusun oleh Carles Dickens Sulaiman Gultom (060905052), 2012. Skripsi ini terdiri dari 105 halaman berupa isi dan 3 halaman berupa lampiran.

Penelitian yang dilakukan merupakan bentuk penelitian antropologi yang menitikberatkan perhatian pada bidang pariwisata dalam konteks antropologi, Adapun fokus perhatian adalah keberadaan Restoran Tip Top yang berada di Jalan Ahmad Yani, Kesawan Medan.

Latar belakang penulisan didorong oleh rasa ingin tahu penulis tentang pengembangan konsep pariwisata bangunan bersejarah yang berada di Kota Medan dari sudut pandang antropologis, sehingga aspek sejarah, bangunan hingga pada hubungan-hubungan yang tercipta menjadi bagian yang dideskripsikan lebih lanjut dalam penulisan ini.

Untuk mendapatkan deskripsi yang utuh mengenai keberadaan bangunan bersejarah Restoran Tip Top Medan, dipergunakan metode observasi partisipasi yang bertujuan untuk mendapatkan data lapangan yang benar- benar nyata dan usaha ini didukung oleh studi literatur mengenai keberadaan bangunan bersejarah di Kota Medan secara umum maupun keberadaan bangunan Restoran Tip Top secara khusus.

Hasil penelitian yang telah dilakukan mendapatkan gambaran bahwa keberadaan Restoran Tip Top Medan memiliki proses perjalanan yang panjang, dimulai dari masa kolonial Belanda, masa pendudukan Jepang, masa kemerdekaan Republik Indonesia hingga pada masa kini. Lintasan waktu tersebut mengukuhkan keberadaan Restoran Tip Top sebagai saksi sejarah perkembangan wilayah Medan menjadi sebentuk kota pada masa sekarang ini. Perjalanan sejarah yang panjang turut mempengaruhi kultural masyarakat yang berkaitan dengan keberadaan bangunan Restoran Tip Top, baik secara fisik berupa arsitektur bangunan, penyajian bentuk makanan hingga pada hubungan timbal-balik yang tercipta antara Restoran Tip Top dan masyarakat.

Penelitian yang telah dilakukan memberikan masukan berupa inventarisasi terhadap keberadaan bangunan bersejarah yang mewakili suatu masa dan bentuk tertentu yang dapat menjadi modal pengembangan kegiatan pariwisata di Kota Medan yang berbasis pada bangunan bersejarah, selain itu keberadaan bangunan Restoran Tip Top juga memperkokoh identitas wilayah Medan menjadi suatu kota yang berkembang pesat pada masa kini.

Kata-kata kunci : bangunan bersejarah, Restoran, tip top, kesawan, pariwisata, antropologi


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bangunan merupakan materi fisik yang memiliki cerita dibaliknya, baik itu sejarah pendirian, bahan baku hingga pada lintasan sejarah keberadaan bangunan bersejarah tersebut. Pada bangunan tertentu memiliki nama, ciri dan khas tersendiri yang dijadikan tempat tinggal oleh suatu kelompok masyarakat atau komunitas secara terus-menerus dalam waktu yang lama, sehingga dapat dikatakan memiliki lintasan durasi sejarah tertentu, baik itu berupa peristiwa, nama seseorang ataupun cerita-cerita lainnya.

Kejadian masa lalu secara sederhana dapat dikatakan sebagai bentuk objek studi sejarah, berkaitan dengan kejadian masa lalu dan objek studi sejarah meliputi segala sesuatu yang terjadi pada rentang waktu tertentu. Sejarah, dapat berarti sebagai ingatan atas kejadian masa lampau yang benar-benar terjadi atau riwayat asal usul keturunan (terutama untuk raja-raja, tokoh-tokoh tertentu yang berpengaruh). Umumnya sejarah dikenal sebagai informasi mengenai kejadian yang sudah lampau. Sejarah juga sebagai riwayat tentang masa lampau yang menyelidiki dan menuturkan riwayat masa lampau tersebut sesuai dengan apa yang terjadi tanpa dapat melepaskan diri dari kejadian dan serta kenyataan masa sekarang yang sedang kita alami bersama dan tidak pula kita lepaskan dari perspektif masa depan.


(16)

Sebagai sebuah kisah, sejarah menyajikan sesuatu yang benar-benar terjadi. Cerita sejarah disusun berdasarkan sumber-sumber, fakta-fakta dan bukti-bukti berupa peninggalan-peninggalan sejarah. Setiap individu, masyarakat maupun setiap bangsa memiliki sejarah sendiri-sendiri. Proses sejarah dapat memberikan pengalaman, pelajaran dan pemantapan kepribadian bagi seorang individu, masyarakat dan bangsa. Dokumentasi perjalanan sejarah yang hanya tersisa sebagai media yang menghubungkan antara masa lalu dan masa kini, dokumentasi perjalanan sejarah dapat berbentuk bangunan, dokumentasi dan cerita turun-temurun. Dimana peninggalan sejarah ini sangat berguna dan dapat dijadikan sumber utama dalam menelaah masalah atas peristiwa yang terjadi di saat itu (Suprayitno :2005).

Kota Medan merupakan salah satu kota yang memiliki sejumlah peninggalan sejarah yang beragam, salah satunya yang dapat terlihat dengan jelas adalah bangunan-bangunan bersejarah yang masih tampak hingga saat ini di sepanjang Kawasan Kesawan. Bangunan-bangunan tersebut telah mengukir dan memiliki sejarahnya masing-masing sehingga dapat mendukung perkembangan Kota Medan sendiri.

Medan dalam bahasa Melayu berarti tempat berkumpul, karena sejak zaman dulu merupakan tempat berkumpul orang-orang dari Hamparan Perak, Sukapiring dan daerah lainnya untuk berdagang dan bertaruh. Daerah ini dikenal dengan nama kampung Melayu. Dalam tulisan Sinar (1994) tercatat bahwa kampung ini dikelilingi oleh kampung-kampung lain, seperti Kesawan, Tebing Tinggi, dan Merbau. Keberadaan kampung-kampung ini sekarang sudah tidak ada


(17)

lagi, karena terdesak oleh perluasan Kota Medan. Tanah Lapang Esplanade (lapangan Merdeka) saat itu masih merupakan kebun tembakau yang penuh dengan rawa-rawa. Wilayah yang tidak dikuasai langsung oleh Pemerintah Hindia Belanda meliputi kawasan Kesultanan atau daerah Swapraja, sedangkan daerah yang dikuasai langsung oleh pemerintah Belanda disebut dengan Daerah Gouvernement (Sinar:1994)

Dalam perkembangannya, pada tahun 1886 Medan dijadikan Kotapraja oleh Pemerintah Hindia Belanda. Berbagai perkantoran didirikan. Pada tanggal 3 Maret 1887 Medan dijadikan ibukota Kerisidenan Sumatera Timur. Akibat perkembangan yang semakin pesat oleh statusnya sebagai ibukota Keresidenan, maka pada tanggal 4 April 1909 Medan diberi status pemerintahan otonom (Sinar:1994).

Dibawah pemerintahan Kotapraja Medan mengadakan pembangunan jalan-jalan baru, jembatan, pipa air minum, listrik dan klinik-klinik. Belakangan, pada tahun 1915 Keresidenan Sumatera Timur ditingkatkan statusnya menjadi Gubernemen, dan Gouverneur yang pertama adalah HJ Crijzen. Kelak Sultan Deli Makum Arrasjid mengalihkan kepemilikan sebagian tanahnya yang luas menjadi tanah kota tahun 1918 untuk menampung perluasan kota. Sampai tahun 1937 Medan telah menjadi pusat kegiatan administrasi pemerintahan dan ekonomi serta terdapat berbagai bangunan infrastruktur pendukung lainnya (Sinar :1994).

Diantara keragaman bangunan-bangunan bersejarah ini penulis akan melakukan penelitian pada salah satu bagian kawasan bersejarah di Kota Medan ini. Adapun kawasan tersebut berada di Jalan Kesawan Medan. Penulis


(18)

mengangkat judul penelitian tentang Kawasan Kesawan karena terdapat deretan bangunan bersejarah yang juga merupakan peninggalan budaya yang ada di Kota Medan yang dapat dijadikan salah satu objek wisata yang dalam hal ini wisata sejarah. Sepanjang jalan Kesawan terdapat beragam bangunan bersejarah, diantaranya adalah : kantor Nederlandsch Indische Escompto Maatschappij, Gedung South East Asia Bank, Gedung PT. London Sumatera Tbk, Gedung Bank Modern (Indomaret), Gedung Jakarta Lloyd, Gedung P.T. London Sumatera, Restauran Tip Top1

Salah satu bangunan bersejarah tersebut adalah Restoran Tip Top yang berdiri Pada tahun 1929. Restauran ini pada awalnya bernama Jangkie, sesuai nama pemiliknya, dan pada saat itu berada di jalan Pandu, Medan. Setelah beberapa waktu, restauran ini pindah ke Kesawan pada tahun 1934 dan bernama Tip Top (yang berarti “sempurna”). Perubahan nama restorant dilakukan untuk menarik pelanggan dan memunculkan kesan elegan serta mewah yang dapat menarik pengunjung kalangan Belanda yang pada masa itu banyak berdiam di wilayah Kota Medan. Pengunjung yang datang ke restorant ini biasanya orang Belanda yang bekerja di perkebunan atau kantor pemerintah biasanya datang untuk makan pagi atau menikmati kopi pada sore hari. Mereka sangat tergila-gila akan kopi robusta lokal dari Sidikalang yang beraroma harum dari dapur Tip Top. Ketika Jepang menjajah Indonesia pada tahun 1942, nama Tip Top berubah menjadi Jangkie kembali. Ini disebabkan karena nama Tip Top yang bernuansa ke-Belanda-an (Sinar:1994)

1


(19)

Foto 1. Peta Kawasan Kesawan

Untuk dapat mengerti tentang masa lalu suatu daerah atau bangunan maupun manusia, sejarah memiliki andil yang cukup penting. Hal ini menjadikan sejarah tidak jarang bahkan selalu dijadikan bahan yang dapat menjadi paket tujuan wisata, dalam artian dapat dikemas menjadi lebih menarik. Memperkenalkan sejarah kepada tiap generasi sangat penting, diperlukan suatu terobosan khusus agar hikmah sejarah atau pengetahuan sejarah bisa dipahami oleh semua orang, sehingga dari sisa sejarah tersebut setiap orang ingin membuktikan atau mengunjungi daerah ataupun bangunan tersebut secara langsung, hal ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah tersebut.

Salah satu upaya untuk menyajikan suatu sejarah agar lebih menarik adalah dengan mengemasnya sebagai salah satu unsur dari perilaku pariwisata. Pariwisata merujuk pada Pendit (2003:14) yang merumuskan pariwisata sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan wisata, termasuk pengusaha objek, dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait. Wisata adalah kegiatan


(20)

perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela dan bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.

Wisata sejarah sebagai bentuk kegiatan apabila seorang atau sekelompok individu melakukan perjalanan ke suatu tempat yang berhubungan dengan berbagai macam tempat yang mendukung untuk mendapatkan sejarah atau asal muasal suatu objek, namun tidak semua tempat dapat dijadikan daerah tujuan wisata sejarah karena diperlukan adanya kriteria tertentu agar suatu wilayah dapat menjadi daerah tujuan wisata sejarah.

Keberadaan bangunan bersejarah juga sebagai suatu bentuk upaya mengenal lebih dekat bukti peninggalan dan dapat dikembangkan dalam bentuk wisata sejarah. Setiap situs sejarah dapat dikembangkan menjadi potensi wisata dengan terlebih dahulu melengkapi setiap lokasi dengan fasilitas standar sesuai dengan tujuan wisata sejarah.

1.2 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka diperlukan untuk dapat menentukan arah dari penelitian tersebut, maka dengan adanya tinjauan pustaka diharapkan penelitian nantinya akan berjalan sesuai dengan apa yang telah digariskan sebelumnya. Dalam tinjauan pustaka ini akan dijelaskan secara sistematis mengenai hal-hal yang bersifat teoritik serta dapat membantu menjelaskan penelitian ini, adapun hal-hal bersifat teoritik yang akan dijelaskan secara sistematis adalah : 1. Kebudayaan, konsepsi mengenai kebudayaan yang sesuai dengan arah dan tujuan penelitian ini, 2. Pariwisata, meliputi kegiatan yang berkaitan pariwisata, wisatawan, wisata dan aspek sejarah yang terdapat pada kegiatan tersebut.


(21)

Konsepsi Kebudayaan

Untuk dapat melihat pariwisata dalam pandangan kebudayaan, maka penjelasan mengenai tinjaun pustaka akan dimulai dengan konsepsi kebudayaan. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1980:193), pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dapat terwujud kehidupan sehari-hari, salah satu pengertian kebudayaan yang bersifat abstrak itu diwujudkan dalam bentuk kegiatan pariwisata.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat (Koenjaraningrat :1980).

Ketiga wujud kebudayaan (ide, wujud sosial dan materi/fisik) berjalan seiring dan berkaitan serta dalam penjelasan suatu fenomena kebudayaan ketiga wujud kebudayaan tersebut tidak dapat dipisahkan namun dapat dijelaskan secara terpisah( Koenjaraningrat:1980).

Pada dasarnya kebudayaan memiliki unsur-unsur yang terjalin dan saling berhubungan satu dengan yang lainya. Adapun mengenai unsur-unsur kebudayaan menurut Koenjtaraningrat (1996: 80-8) bahwa ada tujuh unsur kebudayaan yang


(22)

dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia yang kemudian disebut unsur-unsur kebudayaan universal, yaitu: 1. Bahasa, 2. Sistem Pengetahuan, 3. Organisasi Sosial, 4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi, 5. Sistem Mata Pencaharian, 6. Sistem Religi, dan 7. Kesenian.

Kebudayaan fisik adalah kebudayaan yang meliputi semua benda atau objek fisik hasil karya manusia, seperti rumah, gedung bersejarah, perkantoran, jalan, dan sebagainya. Oleh karenanya, sifat dari kebudayaan fisik paling konkrit, mudah diraba dan diobservasi. Kebudayaan fisik merupakan hasil dari aktivitas sosial manusia (Harris dalam Fedyani:2003)

Antropologi sangat erat hubungannya dengan kebudayaan, dimana antropologi memiliki beberapa sub bidang ilmu di dalamnya, salah satu sub bidang ilmu dalam antropologi adalah antropologi pariwisata. Hubungan antropologi dan pariwisata adalah membahas dua hal utama yaitu relevansi teori-teori antropologi dalam melihat berbagai masalah dalam pariwisata dan masalah kedudukan peneliti dalam proses representasi.

Pariwisata

Pariwisata sendiri secara harfiah adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan wisatawan. Hal ini membuktikan bahwa ini erat hubungannya dengan antropologi, dimana adanya proses belajar mengetahui apa yang diinginkan calon wisatawan sebagai dasar atau awal usaha pemenuhan kebutuhan yang benar-benar mereka inginkan.

Hubungan antropologi dan dunia pariwisata adalah untuk membahas aspek-aspek budaya masyarakat sebagai asset dalam dunia pariwisata. Kajian teori


(23)

dan konsep-konsep antropologi terutama dalam melestarikan aspek budaya masyarakat dan sekaligus mengkaji aspek budaya masyarakat sebagai aset pariwisata dalam upaya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak makna dan nilai dari aspek budaya serta sejarah.

Menurut Pendit (2003) terdapat berbagai pendapat dalam mendefinisikan kata pariwisata tersebut, namun hal yang paling penting adalah kita harus memandang pariwisata secara menyeluruh termasuk aspek lainnya yang terlibat dan mempengaruhi pariwisata, seperti :

1. Wisatawan

Setiap wisatawan ingin mencari dan menemukan pengalaman fisik dan psikologis yang berbeda – beda antara satu wisatawan dengan wisatawan lainnya. Hal inilah yang membedakan wisatawan dalam memilih tujuan dan jenis kegiatan di daerah yang dikunjungi.

2. Industri Penyedia Barang dan Jasa

Orang – orang bisnis atau investor melihat pariwisata sebagai suatu kesempatan untuk mendatangkan keuntungan dengan cara menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan wisatawan.

3. Pemerintah Lokal 4. Masyarakat setempat

Masyarakat lokal biasanya melihat pariwisata dari faktor budaya dan pekerjaan karena hal yang tidak kalah pentingnya bagi masyarakat lokal adalah bagaimana pengaruh interaksi wisatawan dengan masyarakat lokal baik pengaruh yang menguntungkan maupun yang merugikan.


(24)

Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa pariwisata merupakan gabungan dari sejumlah fenomena yang muncul dari interaksi antara wisatawan, industri penyedia barang & jasa, pemerintah lokal, dan masyarakat setempat dalam sebuah proses untuk menarik dan melayani wisatawan.

Mengutip Pendit (2003:14) yang mengatakan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek wisata dan daya tarik wisata. Objek wisata dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Sementara wisatawan sendiri adalah orang-orang yang melakukan perjalanan wisata.

Adapun keragaman jenis pariwisata adalah: Wisata Budaya, Wisata Kesehatan, Wisata Olahraga, Komersial, Wisata Industri, Wisata Politik, Wisata konvensi, Wisata sosial, Wisata Pertanian, Wisata maritim (bahari), Wisata Cagar Alam, Wisata Buru, Wisata Pilgrim dan Wisata Sejarah. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah wisata sejarah (Marpaung, 2002: 19).

Sugiama (2000:10) mempertegas hubungan yang terjadi dari kegiatan pariwisata, yaitu :

a. Akomodasi, merupakan komponen yang penting dalam memfasilitasi wisatawan selama berada di daerah yang mereka kunjungi. Contoh: hotel dan restoran.

b. Atraksi wisata, merupakan komponen yang menjadi salah satu dasar wisatawan berkunjung ke suatu daerah.


(25)

memudahkan kebutuhan wisatawan selama berada di destinasi wisata. Contoh: biro perjalanan, supermarket, bank, ATM, layanan kesehatan.

d. Transportasi, merupakan komponen yang memungkinkan wisatawan mencapai destinasi yang dituju. Transportasi ini dapat berupa transportasi dari tempat tinggal wisatawan ke destinasi wisata, maupun transportasi selama berada di destinasi wisata.

e. Infrastruktur lain, seperti sarana air, listrik, dan komunikasi. Komponen ini memiliki peran yang penting sebagai penunjang operasional komponen lain.

f. Elemen institusi, merupakan komponen yang berperan dalam pengembangan dan pengelolaan destinasi wisata yang bersangkutan. Peran ini biasanya dilakukan oleh pemerintah.

Berdasarkan pandangan Sugiama, nampak jelas bahwa dalam pengembangan suatu potensi menjadi objek wisata harus mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan akomodasi, fasilitas, atraksi, transportasi, dan infrastruktur lainnya.

Pertimbangan lainnya yang tidak kalah pentingnya dalam pengembangan objek wisata adalah faktor geografis. Menurut Maryani (2000) terdapat lima unsur geografis yang sangat penting untuk diaplikasikan dalam pariwisata, yaitu faktor lokasi (location), tempat (place), hubungan timbal balik (interrelation), gerakan (movement), dan pewilayahan (regionalisasi).

Kaitannya dengan pengembangan wisata warisan budaya, sebuah sumber menyatakan bahwa produk wisata budaya terdiri dari atraksi dan benda peninggalan. Logayah dan Maryani (2008) menyusun rinciannya adalah sebagai


(26)

berikut :

1. Archaeological, Historical, and Cultural sites yang termasuk kedalam situs budaya, sejarah dan arkeologi adalah monumen nasional dan budaya, bangunan peribadatan bersejarah contohnya gereja, masjid, kuil (klenteng), bangunan (gedung) bersejarah, bentuk daerah dan kota, dan berbagai tempat penyelenggaraan event bersejarah lain.

2. Distinctive Cultural Patterns, pola kebudayaan, tradisi, dan gaya hidup yang tidak biasa (yang berbeda dengan yang dimiliki oleh para wisatawan).

3. Arts and Handicrafts, yang termasuk kedalamnya adalah tarian, musik, dan drama, dan seni melikus, memahat, hal tersebut dapat menjadi suatu atraksi yang sangat menarik bagi para wisatawan terutama jika dikemas dengan baik.

4. Interesting Economis Activities, salah satu jenis atraksi wisata yang sukses dari atraksi wisata budaya adalah observasi, deskripsi, dan terkadang demonsentrasi dari suatu aktivitas perekonomian yang menarik seperti pasar tradisional.

5. Interesting Urban Areas, berbeda dengan area pedesaan, area perkotaan dengan variasi gaya arsitektural, bangunan-banguan dan daerah-daerah bersejarah, merupakan suatu atraksi bagi para wisatawan yang menikmati pemandangan perkotaan dan karakteristik kota tersebut.

6. Museum and other Cultural Fasilities, yang termasuk didalamnya adalah museum bersejarah dan fasilitas kebudayaan lainnya seperti barang antik dan galeri.


(27)

7. Cultural Festivals, beberapa tipe dari festival kebudayaan yang terkait dengan tradisi lokal dan kesenian dapat menjadi atraksi yang utama.

Informasi dan makna sejarah. Dua hal itu merupakan aspek penting yang dicari orang ketika mereka mengunjungi situs wisata sejarah. Hal ini dapat dilakukan dengan mengunjungi prasasti, candi, istana, benteng, makam, gedung, tempat peribadatan, museum dan monument. Dimana dalam hal ini bangunan dianggap sebagai suatu bangunan yang berpotensi untuk dijadikan suatu sumber yang kuat untuk mencari dan mengetahui suatu sejarah dan asal muasal peristiwa maupun daerah terkait. Bangunan tujuan wisata sejarah ini juga merupakan tempat yang dijadikan pemerintah sebagai cagar budaya dan sejarah karena mamiliki sejarah yang tinggi dalam peristiwa yang terkait (Yoeti, 1985: 95).

Hall dan M. C. Arthur (1996:12) membagi Cultural Heritage ke dalam beberapa tipe yaitu Artefacts, Buildings, Sites (collection of buildings, artifact, and/or site of historical event), Townscapes, dan Landscape (eg. History City).

Menurut UU No. 5 tahun 1992 dan UU No. 11 tahun 2010 tentang benda cagar budaya menerangkan bahwa bangunan bersejarah atau kuno adalah benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagian atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, seperti Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki alternatif untuk mengembangkan potensi budaya bangunan sejarah (culture heritage), karena


(28)

masih banyak terdapat bangunan-bangunan atau rumah-rumah tempat tinggal dari zaman kolonial Belands sehingga memiliki objek wisata yang dapat dikembangkan menjadi wisata warisan budaya. Peninggalan penjajahan Kolonial menyisakan bangunan- bangunan yang memiliki gaya dan arsitektur yang khas serta mengandung pengetahuan dan pendidikan.

Dari pengamatan sejarah Indonesia yang agak panjang, ternyata bahwa banyak tempat dan kota di Indonesia punya sejarah yang cukup tua, bukan di Jawa dan Bali saja tetapi termasuk kota Ternate dan sebagainya. Sejarah memang tidak secara khusus dan rinci menggambarkan atau mencatat secara tertulis keadaan kota-kota itu. Apalagi sebagian besar dari sejarah formal Indonesia ditulis oleh orang ”luar” (Silas 2007 :2)

Penulis sendiri mengangkat penelitian yang berdasarkan pada pengertian di atas, yakni wisata sejarah. Dimana lokasi penelitian yang penulis teliti adalah Kawasan Kesawan adalah kawasan yang memiliki keragaman bangunan bersejarah dari segi asal muasal perkembangan dan penggunaan yang merupakan inti pembentukan Kota Medan.

Menurut Mumford2

2

http://www.scribd.com/doc/65928093/Pengertian-Kota-Menurut-Para-Ahli

Kota sebagai tempat pertemuan yang berorientasi ke luar. Sebelum kota menjadi tempat pemukiman yang tetap, pada mulanya kota sebagai suatu tempat orang pulang balik untuk berjumpa secara teratur, jadi ada semacam daya tarik pada penghuni luar kota untuk kegiatan rohaniah dan perdagangan serta, kegiatan lain. Dan Hardoy menggunakan sepuluh kriteria untuk mendefinisikan suatu kota, yaitu:


(29)

1. Berukuran dan berpenduduk besar 2. Bersifat permanen

3. Mempunyai kepadatan minimum untuk zaman dan daerahnya

4. Mempunyai struktur dan pola dasar yang dapat dikenali sebagai jalan-jalan dan ruang kota.

5. Merupakan suatu tempat dimana orang tinggal dan bekerja

6. Mempunyai sejumlah minimal fungsi-fungsi kota yang dapat meliputi sebuah pasar, suatu pusat pemerintahan atau politik, suatu pusat militer, suatu pusat keagamaan atau suatu pusat kegiatan intelektual lengkap dengan lembaga-lembaga yang besangkutan.

7. Suatu masyarakat yang heterogen, dan bertingkat-tingkat serta adanya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat tesebut.

8. Suatu pusat ekonomi perkotaan untuk zaman dan daerahnya yang menghubungkan suatu hiterland pertanian dan mengelola bahan mentah untuk pasaran yang lebih luas.

9. Merupakan sebuah pusat pelayanan bagi wilayah sekitarnya.

10.Merupakan suatu pusat difusi dan mempunyai cara hidup perkotaan sesuai dengan jaman dan daerahnya

Pendapat Pendit (2003: 195) mengenai keterkaitan pariwisata dan kebudayaan adalah adanya hubungan yang dapat dijelaskan berdasarkan dari cerita. Dimana hubungan antara pariwisata dan kebudayaan berawal dari rasa ingin tahu seseorang. Sehingga muncul apa yang dikatakan bahwa pariwisata adalah sebagai awal dari suatu penilaian maka perasaan ini yang mendorong orang


(30)

untuk melakukan perjalanan (berwisata). Lebih lanjut dilakukan penyimpulan bahwa makin banyak orang melakukan perjalanan, makin bertambah pula pengetahuan serta pengalamannya. Kemudian berlanjut pada bertambahnya ‘kekayaan’ intelegensia dan jiwanya.

Kebudayaan nampak dalam tingkah laku dan hasil karya manusia (culture in act and artifact). Manifestasi kebudayaan itulah yang diharapkan kepada wisatawan untuk dinikmati sebagai atraksi wisata. Dengan kata lain, di belakang manifestasi kebudayaan terdapat nilai kebudayaan yang dapat dijual (Soekadijo, 1996: 288-289).

Pariwisata yang berhubungan dengan penelitian etnografi, sebagai antropolog tidak boleh mengabaikan wisatawan selama penelitian lapangan dan tidak juga boleh mengabaikan keseriusan pariwisata sebagai suatu akademisi penelitian yang berhubungan untuk mengambil peran aktif dalam perencanaan dan pengembangan pariwisata sebagai disiplin ilmu penelitian antropologi. Pemahaman melalui pendekatan secara interpretatif adalah aspek penting dalam mempelajari pariwisata sebagai suatu karya etnografi.

1.3 Perumusan Masalah

Perumusan masalah memerlukan adanya pembatasan masalah, agar penelitian ini tidak menjadi rancu ataupun menjadi meluas kepada hal-hal yang tidak terkait dengan masalah yang sedang diteliti. Adanya pembatasan masalah, diharapkan agar dalam penelitian ini akan menjadi lebih fokus yaitu keberadaan bangunan bersejarah di Kawasan Kesawan Medan dalam lingkup kegiatan wisata


(31)

sejarah.

Pembahasan dilakukan dengan cara memasukkan suatu informasi maupun data yang didapat di lapangan maupun studi kepustakaan yang memiliki keterkaitan dengan masalah ini.

Penelitian yang akan dilakukan ini mengambil judul “Wisata Sejarah: Restoran Tip Top Medan” bertujuan untuk melihat peranan wisata sejarah dalam dunia kepariwisataan dan perkembangan kegiatan wisata sejarah.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah sebelumnya, permasalahan utama dari penelitian ini adalah peranan dan perkembangan Kawasan Kesawan sebagai salah satu objek wisata sejarah yang memiliki potensi untuk perkembangan dunia kepariwisataan di Kota Medan secara khusus.

Permasalahan tersebut dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian, antara lain :

1. Bagaimana wisata sejarah Restoran Tip Top di Jalan Ahmad Yani Kawasan Kesawan Medan?

2. Apa saja peran pihak-pihak terkait (pemerintah, masyarakat dan wisatawan) dalam melestarikan bangunan bersejarah tersebut?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan harus memiliki tujuan yang hendak dicapai dan manfaat dari penelitian tersebut, adapun yang menjadi tujuan dan manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


(32)

a. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara keseluruhan mengenai keberadaan bangunan bersejarah di Kawasan Kesawan Medan sebagai kawasan bangunan bersejarah yang berpotensi sebagai objek wisata sejarah yang ada di Kota Medan.

Hal ini ditujukan untuk melihat bagaimana proses pelestarian dan pengembangan kawasan bangunan bersejarah menjadi tujuan wisata sejarah di Kota Medan.

Adapun tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Untuk menggambarkan perkembangan Kawasan Kesawan Medan khususnya Restoran Tip Top sebagai objek wisata Kota Medan

2. Untuk mengetahui peranan pihak-pihak terkait, yaitu : pemerintah, masyarakat dan wisatawan dalam melestarikan bangunan bersejarah sebagai objek wisata sejarah,

b. Manfaat Penelitian

Sebagai sebentuk penelitian, besar harapan penulis agar nantinya hasil dari penelitian dapat memberikan sumbangan nyata yang berarti bagi khalayak umum dan masyarakat Kota Medan pada khususnya. Secara sederhana manfaat yang diharapkan dari penelitian dan hasil penelitian ini adalah pengembangan bangunan yang memiliki nilai-nilai sejarah yang merupakan salah satu identitas pengukir sejarah Kota Medan dan memiliki nilai dalam daerah tujuan wisata sejarah.


(33)

Menariknya penelitian ini untuk semakin memperkokoh jatidiri masyarakat Kota Medan melalui keragaman bangunan bersejarah di Kawasan Kesawan Medan dengan tujuan utama agar para generasi berikutnya mengenal sejarah dan budaya sebagai identitas serta sebagai pembentuk identitas Kota Medan.

Adapun manfaat penelitian ini nantinya adalah :

1. Pada bidang akademis, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi penambah khasanah penelitian bidang antropologi pariwisata.

2. Penelitian ini secara akademis diharapkan dapat memberikan sumbangan secara nyata mengenai bangunan bersejarah yang berpotensi sebagai objek wisata sejarah di Kota Medan.

1.5 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah faktor penting dalam suatu proses penelitian, adapun lokasi penelitian ini di Restoran Tip Top Jalan Ahmad Yani Medan. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas aspek aksesbilitas, yaitu jarak yang dekat, rapport yang baik antara peneliti dengan informan yang telah terjalin sebelumnya.

1.6 Metode Penelitian

a. Tipe dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan bersifat deskripsi, yang bermaksud menggambarkan secara terperinci mengenai Restoran Tip Top di


(34)

daerah Kawasan Kesawan Medan sebagai objek wisata sejarah di Kota Medan. Penulis tertarik dalam meneliti tentang Restoran Tip Top di Kawasan Kesawan sebagai suatu objek wisata sejarah yang memiliki andil dalam dunia kepariwisataan Kota Medan yang selama ini terus berkembang dan masih sering dikunjungi oleh wisatawan baik daerah maupun internasional. Tanpa menganggap itu sebagai perbedaan dan suatu keistimewaan dari objek-objek wisata sejarah lainnya hingga dapat menjadi suatu konflik, melainkan sebagai suatu keragaman tentang bangunan bersejarah yang ada di Kota Medan.

Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah pendekatan kualitatif. Dalam pendekatan kualitatif, pengetahuan tentang daerah sekitar Kesawan Medan serta orang-orang yang tinggal di lingkungan tersebut menjadi masukan buat peneliti dan juga ungkapan-ungkapan yang ada pada pihak-pihak terkait yang diteliti mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan fokus penelitian Kawasan Kesawan menjadi daerah tujuan wisata sejarah, hal tersebut justru digunakan sebagai data dalam penelitian ini.

b. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam hal mendeskripsikan tentang Restoran Tip Top di Kawasan Kesawan Medan saat sekarang ini, maka dilakukan penelitian lapangan sebagai suatu upaya untuk memperoleh data primer. Selain itu diperlukan juga penelitian dari berbagai sumber kepustakaan sebagai upaya untuk memperoleh data sekunder. Dalam penelitian kualitatif, metode yang digunakan adalah metode observasi atau pengamatan dan wawancara.


(35)

Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu:

Metode observasi dilakukan guna mengetahui situasi dalam konteks ruang dan waktu pada daerah penelitian. Menurut penulis, data yang diperoleh dari hasil wawancara saja tidaklah cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, oleh karena itu diperlukan suatu aktivitas dengan langsung mendatangi tempat penelitian dan melakukan pengamatan. Pengamatan akan dilakukan pada setiap kegiatan atau peristiwa yang dianggap perlu atau berhubungan dengan tujuan penelitian.

Metode yang dipakai adalah observasi (partisipasi maupun non-partisipasi) observasi partisipasi membantu untuk memahami lingkungan dan menilai keadaan yang terlihat ataupun keadaan yang tersirat (tidak terlihat, hanya dapat dirasakan) dengan memperhatikan kenyataan atau realitas lapangan, yang mana dalam observasi jenis ini peneliti tidak hanya sebatas melakukan pengamatan, tetapi juga dalam keseharian masyarakat dimana penelitian ini akan dilakukan, salah satu cara yang penulis lakukan adalah dengan terlibat langsung sebagai pemandu wisata (guide), hal ini tidak terlalu sulit bagi peneliti dikarenakan peneliti merupakan penduduk Kota Medan sendiri. Observasi diharapkan dapat berjalan dengan baik oleh karena sebelumnya telah dilakukan pra-penelitian. Walaupun demikian peneliti akan berusaha berfikir secara objektif sehingga data yang diperoleh dilapangan adalah benar dan sesuai dengan kenyataan yang ada dilapangan.


(36)

Dalam hal perlengkapan pada saat melakukan kegiatan penelitian yang bersifat observasi non-partisipasi, digunakan kamera untuk mempublikasikan hal-hal penting yang dianggap mendukung penelitian. Dengan adanya kamera dapat memudahkan peneliti untuk menggambarkan keadaan dari masyarakat setempat dimana penelitian berlangsung.

Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam (depth interview) kepada beberapa informan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Informan disini adalah pihak-pihat terkait yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan Kawasan Kesawan Medan. Dimana yang berpotensi menjadi informan pangkal adalah orang yang pertama kali peneliti dapatkan dalam melakukan penelitian awal, yang dalam hal ini adalah para pemandu wisatawan (guide), melalui pemandu wisatawan (guide) didapatkan sedikit keterangan tentang Restoran Tip Top di Kesawan Medan tersebut.

Informan kunci adalah orang yang dianggap memiliki keterkaitan langsung dan memiliki pengetahuan yang dalam tentang hal yang diteliti, dalam hal ini Kawasan Kesawan Medan, dimana yang termasuk dalam informan kunci pada penelitian ini adalah pemilik bangunan Restoran Tip Top di Kawasan Kesawan Medan.

Informan biasa, yaitu yang berpengalaman dan juga memiliki pengetahuan yang cukup tentang Kawasan Kesawan Medan, yaitu wisatawan dan pemerintah (Dinas Pariwisata Kota Medan dan Lurah setempat) maupun pihak-pihak yang memiliki kemampuan sejarah atas Kota Medan dan Kawasan Kesawan.


(37)

Wawancara mendalam ini dilakukan dengan mendatangi orang-orang yang dianggap mempunyai dan memiliki pengetahuan yang luas dan lengkap tentang sejarah dan asal-usul Kawasan Kesawan Medan. Hal ini perlu dilakukan karena pengetahuan akan sejarah dan asal-usul Kawasan Kesawan tersebut memberikan sumbangan yang berarti dalam memahami makna dan merupakan tema pokok penelitian yang akan dilakukan.

Teknik wawancara juga dilakukan dengan cara komunikasi verbal atau langsung dengan para informan dengan berpedoman pada interview guide yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk mendapatkan data konkrit yang lebih rinci dan mendalam. Perlengkapan yang digunakan pada saat wawancara adalah catatan tertulis untuk mencatat bagian-bagian yang penting dari hasil wawancara dan tape recoder yang digunakan untuk merekam proses wawancara dalam rangka antisipasi terhadap keabsahan data yang diperoleh ketika di lapangan.

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, akan tetapi memiliki keterkaitan fungsi dengan salah satu aspek pendukung bagi keabsahan suatu penelitian. Data sekunder berupa sumber-sumber atau referensi tertulis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, data sekunder dalam penelitian ini adalah: Studi kepustakaan sebagai teknik pengumpul data selanjutnya, dimaksudkan peneliti sebagai suatu sarana pendukung untuk mencari dan mengumpulkan data dari beberapa buku, jurnal, majalah, koran dan hasil penelitian para ahli lain yang berhubungan dengan masalah penelitian guna lebih menambah pengertian dan wawasan peneliti demi kesempurnaan akhir penelitian.


(38)

c. Analisis Data

Dapat dikatakan bahwasanya dalam penelitian ini penulis berusaha untuk bersikap objektif terhadap data yang diperoleh di lapangan. Data ini diperlakukan sebagaimana adanya, tanpa dikurangi, ditambahi ataupun diubah, sehingga tidak akan mempengaruhi keaslian data-data tersebut. Keseluruhan data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan tersebut akan diteliti kembali, pada akhirnya kegiatan ini bertujuan untuk memeriksa kembali kelengkapan hasil wawancara.

Langkah selanjutnya, data-data yang telah tersedia dan telah diteliti kembali ini akan dianalisis secara kualitatif. Keseluruhan data yang diperoleh dari observasi, wawancara dan sumber kepustakaan disusun berdasarkan pemahaman-pemahaman akan fokus penelitian atau berdasarkan kategori yang sesuai dengan tujuan penulis.

1.7 Pengalaman Penulis Selama di Lapangan

Penelitian ini pada awalnya berjudul Wisata Bangunan Bersejarah di Kawasan Kesawan Medan. Kemudian berganti judul menjadi “ Wisata Sejarah: Restoran Tip Top di Medan” setelah melalui ujian seminar proposal. Kajian judul yang pertama terlalu luas oleh sebab itu disempitkan kepada Restoran Tip Top saja.

Restoran Tip Top adalah salah satu restoran tertua yang ada di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1934, masa kolonial Belanda dulu. Bangunannya yang masi bergaya bangunan Eropa. Restoran Tip Top berada tepat di Jalan A. Yani Medan, terlihat jelas karena letaknya juga tepat di pinggir jalan raya.


(39)

Tak lengkap rasanya jika kita khususnya orang Medan atau yang berdomisili di Medan tak pernah berkunjung atau bahkan tak tau tentang keberadaan Restoran Tip Top ini, karena restoran ini termasuk restoran yang tertua di Kota Medan dan kuliner ang disajikan juga masi tetap menjaga cita rasa yang sudah ada sejak generasi pertama pemilik restoran ini.

Saya berdomisili di Jalan Jamin Ginting Pasar 1 Padang Bulan Medan. Tak begitu jauh jarak antara restoran Tip Top dengan tempat saya tinggal. Cukup dengan sekali naik angkutan umum (angkot) yang menuju arah Aksara Pancing. Setelah itu, turun tepat di depan Merdeka Walk atau persimpangan Kantor Gubernur Sumatera Utara. Untuk selanjutnya perjalan ditempuh dengan jalan kaki saja ke arah Lonsum, dikarenakan jalur kendaraan satu arah. Kira-kira berjalan kaki 200 meter, kita sudah sampai di Restoran Tip Top yang berasa di sisi kanan jalan raya.

Sesampai di restoran, kita langsung dipersilahkan untuk duduk oleh pelayan perempuan dengan pakai rok dan kemeja bercorak batik sambil menyuguhkan daftar menu dan harga makanan dan minuman yang disediakan. Wah!! Untuk kelas menengah kebawah, lumayan mahal juga harga makanan dan minuman yang disediakan, berkisar antara Rp. 4000 sampai Rp 62.000 untuk semua jenis makanan dan minuman yang berciri khas Indonesia dan luar (seperti eropa). Tapi jika diliat dari orang yang berkunjung ke Restoran Tip Top, kebanyakan orang-orang yang dating cukup memesan sajian khas saja, yaitu sepotong cake dengan secangkir minuman hangat. Kebetulan juga cake yang disajikan di Restoran Tip Top ini adalah cake yang di masak pada tungku masak


(40)

yang menggunakan kayu bakar dan cita rasa cakenya itu masi terjaga dari awal berdirinya restoran sampai sekarang ini.

Jarum jam menunjukkan tepat jam 10.00 WIB, restoran tak begitu ramai dikunjungi. Hanya ada beberapa orang tua beruban di bagian teras duduk dengan kursi rotan sambil menikmati kopi hangat dan serapan yag di letakkan di sebuah meja bundar. Saya sendiri duduk di sisi dalam restoran, tepat di meja 5. Ada 9 meja petak dengan alas meja merah kotak-kotak yang mengisi ruangan dalam. Setiap meja di lengkapi dengan 6 kursi kayu, tetapi ada juga yang dilengkapi dengan 4 kursi kayu saja. Di bagian tengah ruangan dipajang dengan rapi gelas-gelas kristal pada masa kolonial dulu. Di sisi belakang pajang gelas-gelas, bias kita liat mesin uang kasir yang dipakai pada jaman masa colonial dulu, sudah agak usang warnanya. Di bagian dalam restoran ada sebuah steeling masakan Indonesia, dan di depannya terdapat telepon umum yang dipakai pada waktu dulu. Kasir restoran ada di sisi dalam restoran, tepat di ujung jalan menuju Restoran Tip Top.

Restoran Tip Top biasanya sudah tutup mulai dari jam 22.00 WIB atau 23.00 WIB. Terkecuali pada hari libur atau malam minggu biasanya tutup lebih lama, biasa sampai jam 24.00 WIB. Jika dibandingkan pengunjung pagi restoran dan pengunjung sore atau malam, lebih banyak pengunjungnya pada malam hari. Orang dari berbagai usia turut menikmati kuliner Restoran Tip Top dan nuansa masa kolonialnya. Tak tertutup untuk umum, kerap sekali dijumpai bule-bule (wisatawan asing dari eropa) duduk santai sambil berbincang-bincang dengan temannya. Untuk melengkapi suasana klasik Restoran Tip Top, sesekali para pegunjung di hiburan dengan alunan musik santai dari pentas mini yang terdapat


(41)

di sudut kanan ruangan sebelam dalam. Mereka yang ingin bernyanyi juga diperkenankan untuk bernyanyi.

Bagi pengunjung yang tak sempat menikmati sajian kuliner yang di sediakan Restoran Tip Top atau ingin membawa oleh-oleh buat di bawa pulang, tak usah berkecil hati. Di Sebelah restoran terdapat ruangan khusus menjual cake dan aneka makanan ringan yang bercorak Restoran Tip Top untuk dapat dibawa pulang. Restoran Tip Top juga melayani pesanan kue kotak untuk mereka yang tak sempat berkunjung tapi ingin menikmati suguhan cake Restoran Tip Top.

Sudah 1 jam berlalu yang terlihat hanya pegawai-pegawai retoran yang sibuk lalu lalang melayani para tamu yang datang, mengantar pesanan, lalu membersihakan meja yang sudah selesai dipakai, kasir yang sibuk menghitung faktur-faktur pesanan, tak terlihat ada banyak celah untuk menjumpai dan bertanya untuk lebih lanjut tentang Restoran Tip Top yang terkenal ini. Pak Dendrikus Kelana sebagai pengelola restoran juga turut sibuk melayani dan berbagi senyum untuk setiap pelanggan yang datang.


(42)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Gambaran Umum Kota Medan

Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara secara umum adalah kota ketiga terbesar di Indonesia dan kota terbesar di Pulau Sumatera. Perkembangan Kota Medan mengalami pasang surut. Pada masa sebelum munculnya perkebunan di Sumatera Utara, Kota Medan berada dibawah Padang. Namun sejak munculnya industri perkebunan di Sumatera Utara atau tepatnya Sumatera Timur, pertumbuhan Kota Medan mengalami peningkatan yang cukup drastis.

Medan muncul sebagai pusat kegiatan ekonomi, administrasi pemerintahan, politik dan kebudayaan. Medan sebagai pusat kegiatan ekonomi perkebunan menjadi daya tarik yang luar biasa bagi kaum pendatang untuk mengadu nasib. Akibatnya berbagai macam kelompok ethnik diantaranya adalah : Karo, Toba, Mandailing, Minangkabau, Aceh, Cina, Jawa, India dan lain lain menjadi penghuni Kota Medan bersama dengan etnik asli yakni Melayu (Suprayitno : 2005).

Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara. Untuk itu kota memiliki berbagai kelebihan yang dapat dilihat dari berbagai aspek.

Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat


(43)

dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain. Demikian juga secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2010 diperkirakan telah mencapai 2.109.339 jiwa (BPS :2010).

Luas Kota Medan mecapai 26.510 hektar (265,10 Km2 ) atau 3.6% dari keseluruhan wilayah sumatera utara (BPS:2010). Dengan demikian, dibandingkan dengan kota /kabupaten lainnya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relative besar.

Geografi Kota Medan terletak pada 3o 30’ – 3o 43’ lintang utara dan 98o 35’- 98o 44’ bujur timur. Untuk itu topografi Kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37.5 meter di atas permukaan laut (BPS :2010)

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, WaliKota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat WaliKota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama


(44)

maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan. Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administrative ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis.

Secara administratif, wilayah Kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya (BPS :2010).


(45)

Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun ke luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah tBelawan dan pusat Kota Medan saat ini.

2.2 Kota Medan Secara Demografis

Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, etnis, budaya dan keragaman (plural) adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara Demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian berada pada posisi yang tinggi menjadi suatu keadaan dimana tingkat dan kematian berada pada posisi menengah atau seimbang.

Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak factor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat


(46)

dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun. Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi.

Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural.

Tab el 1

Pertumbuhan Penduduk

Tah un Jumlah

Penduduk

Luas Wilayah (KM²)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM²)

2005 2.036.185 265,10 7.681

2006 2.067.288 265,10 7.798

2007 2.083.156 265,10 7.858

2008 2.102.105 265,10 7.929,5

2009 2.121.053 265,10 8.001

Sumber BPS.go.id (2010).

Tab el 2

Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Per-Kecamatan Kota Medan Kecamatan Laki-laki Perempuan Laki-laki dan

Perempuan

Medan Tuntungan 39.729 42.25 81.974

Medan Johor 60.912 62.557 123.469

Medan Amplas 58.320 59.456 117.776

Medan Denai 71.346 70.496 141.842


(47)

Medan Kota 35.258 37.603 72.861

Medan Maimun 19.402 20.517 39.919

Medan Polonia 25.897 26.655 52.552

Medan Baru 18.838 23.351 42.189

Medan Selayang 48.587 50.780 99.367

Medan Sunggal 55.164 57.262 112.426

Medan Helvetia 70.880 73.598 114.478

Medan Petisah 29.590 32.572 62.162

Medan Barat 34.596 36.117 70.713

Medan Timur 52.438 55.970 108.408

Medan Perjuangan 45.171 48.791 93.962

Medan Tembung 65.760 69.003 134.763

Medan Deli 84.671 82.521 167.192

Medan Labuhan 56.795 54.696 111.491

Medan Marelan 70.903 68.917 139.820

Medan Belawan 48.833 46.751 95.584

Sumber BPS.go.id (2010).

2.3 Kota Medan Secara Ekonomi

Pembangunan ekonomi daerah dalam periode jangka panjang (mengikuti pertumbuhan PDRB- Produk Domestik Regional Bruto), membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor non primer, khususnya industri pengolahan dengan increasing retunrn to scale (relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Ada kecenderungan, bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi membuat semakin cepat proses peningkatan pendapatan masyarakat per kapita,


(48)

dan semakin cepat pula perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lain mendukung proses tersebut, seperti tenaga kerja, bahan baku, dan teknologi, relatif tetap.

Perubahan struktur ekonomi umumnya disebut transformasi struktural dan didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat (produksi dan pengangguran faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Berdasarkan perbandingan peranan dan kontribusi antar lapangan usaha terhadap PDRB pada kondisi harga berlaku tahun 2005-2007 menunjukkan, pada tahun 2005 sektor tertier memberikan sumbangan sebesar 70,03 persen, sektor sekunder sebesar 26,91 persen dan sektor primer sebesar 3,06 persen. Lapangan usaha dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sebesar 26,34 persen, sub sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65 persen dan sub sektor industri pengolahan sebesar 16,58 persen (BPS:2010).

Kontribusi tersebut tidak mengalami perubahan berarti bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2006. Sektor tertier memberikan sumbangan sebesar 68,70 persen, sekunder sebesar 28,37 persen dan primer sebesar 2,93 persen. Masing-masing lapangan usaha yang dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran sebesar 25,98 persen, sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65 persen.

Demikian juga pada tahun 2007, sektor tertier mendominasi perekonomian Kota Medan, yaitu sebesar 69,21 persen, disusul sektor sekunder sebesar 27,93 persen dan sektor primer sebesar 2,86 persen. Masing masing lapangan usaha


(49)

yang dominan memberikan kontribusi sebesar 25,44 persen dari lapangan usaha perdagangan/hotel/restoran, lapangan usaha transportasi/telekomunikasi sebesar 19,02 persen dan lapangan usaha industri pengolahan sebesar 16,28 persen( BPS :2010).

Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan tahun 2009 berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 terjadi peningkatan sebesar 6,56 persen terhadap tahun 2008. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 9,22 persen. Disusul oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran 8,47 persen, sektor bangunan 8,22 persen, sektor jasa-jasa 7,42 persen, sektor listrik ,gas dan air bersih 5,06 persen, sektor pertanian 4,18 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh sebesar 2,94 persen, sektor industri 1,71 persen, dan penggalian tumbuh 0,46 persen. Besaran PDRB Kota Medan pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku tercapai sebesar Rp.72,67 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp. 33,43 triliun (BPS:2010)

Terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Medan tahun 2009 sebesar 6,56 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyumbang pertumbuhan sebesar 2,20 persen Disusul oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 1,85 persen, sektor bangunan 0,91 persen, sektor jasa-jasa 0,76 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 0,43 persen, sektor industri 0,25 persen, sektor pertanian 0,10 persen, sektor listrik ,gas dan air bersih 0,07 persen dan sektor pertambangan dan penggalian menyumbang pertumbuhan 0,00 persen (BPS:2010)


(50)

Dari sisi penggunaan, sebagian besar PDRB Kota Medan pada tahun 2009 digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga yang mencapai 36,20 persen, disusul oleh ekspor neto 30,53 persen (ekspor 50,82 persen dan impor 20,29 persen), pembentukan modal tetap bruto 20,61 persen, konsumsi pemerintah 9,54 persen dan pengeluaran konsumsi lembaga nirlaba 0,64 persen. PDRB per Kapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2009 mencapai Rp. 34,26 juta, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar Rp. 31,07 juta (BPS :2010).

2.4 Kota Medan Secara Sosial

Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan, keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan penghambat bagi pertumbuhan ekonomi Kota Medan. Keberadaan sarana pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana vital bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya.

Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan merupakan salah satu masalah utama pengembangan kota yang sifatnya kompleks dan multi dimensional yang penomenanya di pengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, lokasi, gender dan kondisi lingkungan. Kemiskinan bukan lagi dipahami hanya sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat .


(51)

Data SUSENAS tahun 2004, memperkirakan penduduk miskin di Kota Medan tahun 2004 berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa. Dilihat dari persebarannya, Medan bagian Utara (Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan) merupakan kantong kemiskinan terbesar (37,19%) dari keseluruhan penduduk miskin(BPS :2010).

2.5 Kota Medan Secara Kultural

Sebagai pusat perdagangan baik regional maupun internasional, sejak awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis) dan agama. Oleh karenanya budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak beragamnya nilai nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan (modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai nilai budaya yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan.

Adanya pluralisme ini juga merupakan peredam untuk munculnya isu isu primordialisme yang dapat mengganngu sendi sendi kehidupan sosial. Oleh karenanya, tujuan dan sasaran strategi pembangunan Kota Medan dirumuskan dalam bingkai visi dan misi kebudayaan yang harus dipelihara secara harmonis. 2.6 Kota Medan Masa Kolonial

Sebelum bangsa Belanda menguasai daerah Sumatera Utara, penduduk Sumatera Utara telah mengenal bangsa lain seperti Portugis, Spanyol, dan Inggris. Masa pemerintahan Belanda dimulai pada tahun 1885 yang ditandai dengan dikeluarkannya peraturan dasar ketatanegaraan Pemerintah Hindia Belanda.


(52)

Pemerintahan Hindia Belanda dilaksanakan dengan menganut asas sentralisasi. Medan sebagai kota yang baru dibuka masih merupakan bagian dari wilayah Keresidenan Sumatera Timur sampai tahun 1870 (Sinar :1994).

Sumatera Timur sampai pertengahan abad ke-19 didiami oleh kelompok etnis Melayu, Batak, Karo dan Batak Simalungun. Mereka inilah yang dikenal sebagai penduduk asli Sumatera Timur (Reid dalam Suprayitno:2005).

Sumatera Timur adalah daerah daerah dataran rendah yang luas. Didaerah ini terdapat hutan mangrove yang ditumbuhi oleh pohon bakau dan nipah, serta banyak dijumpai sungai sungai yang bermuara ke selat malaka (Suprayitno :2005).

Pemerintah Belanda melancarkan politik ekspansionisme ke Sumatera timur pada pertengahan abad ke-19. Pengaruhnya semakin kuat setelah sultan Serdang (Basyaruddin menandatangani perjanjian acte van erkening tanggal 16 agustus 1862 yang menyatakan takluk pada pemerintah Belanda. Setelah itu meyusul kerajaan asahan 2 maret 1886, langkat 21 oktober 1885 dan sebagainya (Suprayitno : 2005)

Mengingat perkembangan ekonomi yang pesat di Sumatera Timur, maka pada tahun 1887 ibukota keresidenan Sumatera Timur dipindahkan ke Medan (Sinar dalam Suprayitno : 2005).

Dengan adanya penataan wilayah kerajaan Sumatera Timur, maka belanda secara otomatis telah memasukkan daerah Sumatera Timur ke dalam struktur birokrasi kolonial yang berpusat di Batavia (Suprayitno :2005). Hal ini artinya Belanda telah berhasil menyatukan wilayah kerajaan yang belum pernah memiliki


(53)

kesatuan politik dan administrasi. Belanda pun secara tidak langsung telah memberikan identitas baru kepada daerah pesisir Sumatera Timur dan menghubungkan daerah itu dengan Jawa.

Medan sendiri dalam bahasa Melayu berarti tempat berkumpul, karena sejak zaman dulu merupakan tempat berkumpul orang-orang dari Hamparan Perak, Sukapiring dan daerah lainnya untuk berdagang dan bertaruh. Daerah ini dikenal dengan nama kampung Melayu. Kampung ini dikelilingi oleh kampung-kampung lain, seperti Kesawan, Binuang, Tebing Tinggi, dan Merbau. Keberadaan kampung-kampung ini sekarang sudah tidak ada lagi, karena terdesak oleh perluasan Kota Medan. Tanah Lapang Esplanade (lapangan Merdeka) saat itu masih merupakan kebun tembakau yang penuh dengan rawa-rawa. Wilayah yang tidak dikuasai langsung oleh Pemerintah Hindia Belanda meliputi kawasan Kesultanan atau daerah Swapraja, sedangkan daerah yang dikuasai langsung oleh pemerintah Belanda disebut dengan Daerah Gouvernement (Sinar :1994)

Dalam perkembangannya, pada tahun 1886 Medan dijadikan Kotapraja oleh Pemerintah Hindia Belanda. Berbagai perkantoran didirikan. Pada tanggal 3 Maret 1887 Medan dijadikan ibukota Kerisidenan Sumatera Timur. Akibat perkembangan yang semakin pesat oleh statusnya sebagai ibukota Keresidenan, maka pada tanggal 4 April 1909 Medan diberi status pemerintahan otonom. Dibawah pemerintahan Kotapraja Medan mengadakan pembangunan jalan-jalan baru, jembatan, pipa air minum, listrik dan klinik-klinik. Belakangan, pada tahun 1915 Keresidenan Sumatera Timur ditingkatkan statusnya menjadi Gubernemen, dan Gouverneur yang pertama adalah HJ Crijzen. Kelak Sultan Deli Makum


(54)

Arrasjid mengalihkan kepemilikan sebagian tanahnya yang luas menjadi tanah kota tahun 1918 untuk menampung perluasan kota. Sampai tahun 1937 Medan telah menjadi pusat kegiatan administrasi pemerintahan dan ekonomi(Sinar :1994).

Hal yang cukup menarik bahwa secara fisik perkembangan kota tidak hanya berurusan dengan kebutuhan orang hidup, seperti tempat tinggal, perkantoran, stasiun kereta api dan sebagainya melainkan juga berhubungan dengan orang-orang yang meninggal, yaitu adalah kebutuhan akan pemakaman. Berbagai pihak ikut mengupayakan kebutuhan itu sehingga di Medan sejak dahulu diketahui memiliki beberapa kompleks pemakaman, baik untuk umum maupun bagi kelompok masyarakat tertentu. Perkembangan kota yang pesat menjadikan Medan sebuah kota modern yang ditandai dengan berdirinya bangunan-bangunan beragam gaya arsitektural. Banyak orang mengatakan bahwa Kota Medan menjadi betul-betul unik di Hindia Belanda, karena telah menjadi kota bergaya Eropa dalam nuansa Inggris (Sinar :1994)

Pemenuhan kebutuhan kehidupan sebuah perkotaan juga berhubungan dengan pusat perbelanjaan. Di Medan, pada bulan Maret 1933 diresmikan pusat pasar yang menempati areal di sekitar Jalan Sutomo yang saat itu bernama Wilhelminestraat dan jalan Sambu (Hospitaalweg). Pusat Pasar itu meliputi 4 (empat) buah bangunan besar dan panjang (loods) yang megah. Arsitek Belanda sangat kagum dengan kebudayaan Perancis, sehingga merancang pusat pasar itu dan mengadopsi bentuk pasar bangunan Les Halles (Pasar Sentral) di Paris. Demikian pula halnya dengan bentuk dan pola taman-taman di Medan, mendapat


(55)

pengaruh dari model taman-taman di kota Paris, sehingga Kota Medan mendapat julukan Parijs van Sumatera. Pesatnya perkembangan Kota Medan tampak pula dari pembagian wilayah administrasinya. Pada tahun 1959 wilayah Kota Medan terbagi atas 4 (empat) wilayah kecamatan, dan pada saat ini terbagi atas 21 wilayah Kecamatan. Hal ini disesuaikan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan luasan wilayah (Sinar :1994).

Namun pada saat sekarang ini keberadaan bangunan tersebut telah berganti menjadi bentuk bengunan baru yang dipengaruhi oleh perubahan waktu dan perkembangan zaman.

Mengutip Matondang (2012:1) yang mengatakan bahwa Perkembangan wilayah Medan menjadi sebentuk Kota tidak lepas dari peran materi fisik yang menunjang kehidupan manusia, penciptaan atas ruang kota didasari atas kebutuhan maupun faktor estetika yang berguna bagi manusia.

• Kawasan Pecinan

Dari aspek sejarah keberadaan kawasan Pecinan memperlihatkan struktur komposisi masyarakat mayoritas etnik china di masa lalu. Lokasi bangunan ini dan sekitarnya merupakan wilayah pemukiman orang- orang Cina yang umumnya sebagai pedagang, tuan tanah, penarik pajak, dan lainnya yang mendapat perlindungan dari Penguasa pada masa pemerintahan Belanda. Daerah kawasan Pecinan yaitu meliputi daerah perkantoran, dan perdagangan yang berada pada Jl. Cirebon, Jl. Surakarta, Jl. Bogor.

• Kawasan Kampung Tamil


(56)

perkebunan yang ada di Kota Medan. Awalnya orang Tamil bermukim disekitar kota-kota besar yang ada di Kota Medan. Pemukiman orang Tamil yang sering dikenal dengan nama kampung Madras, dan yang lebih familiar lagi dikenal dengan nama kampung Keling. Daerah pemukiman mereka biasanya lebih dominan terletak di pinggiran sungai. Tepatnya mayoritas orang Tamil tersebut berada di pinggiran sungai Babura, dimana sungai ini merupakan sungai yang menjadi jalur utama transportasi di masa lampau. Tetapi sekarang pemukiman orang-orang Tamil sudah menyebar di sejumlah tempat di seluruh Kota Medan.

Awal datangnya orang Tamil ke Medan ialah ingin bekerja sebagai kuli perkebunan. Hal ini dilatarbelakangi dengan keadaan orang Tamil yang datang ke Medan, yang berasal dari golongan orang –orang rendah di India baik dari segi pendidikan dan ekonomi. Orang-orang Tamil inilah yang dipekerjakan sebagai kuli/budak perkebunan milik orang Eropa.

• Kawasan Pribumi 1. Mandailing

Merupakan kawasan yang berada pada sepanjang aliran di pemukiman Sungai Deli, Kelurahan Sei Mati, serta kampung baru dan sekitarnya.

2. Melayu/ Minang

Daerah kawasan Melayu/Minang berada pada daerah kota Matsum. Asal kata Matsum dari kota Matsum berasal dari nama Sultan Deli yaitu Maimun Al Rashyid Perkasa Alam yg membangun istana Maimun dan Masjid Raya. Kota Matsum merupakan kota-nya masyarakat Melayu Deli di kota Swapraja Medan yang ditandai dengan kediaman Sultan di istana Jalan Puri dan para


(57)

bangsawannya yang ditandai dengan banyak istana-istana para tengku yang berupa rumah panggung. Daerah-nya dari Jalan Halat, Jalan Japaris dan Sisingamangaraja dan Ismailiyah. Jalan Puri juga dulunya lebar seperti Amaliun, dan sekarang d Jalan Puri masih terdapat satu rumah panggung model rumah Melayu Deli.

Pada saat sekarang ini tidak kelihatan lagi keberadaan bangunan bersejarah di Kota Medan akibat tidak adanya tindakan pelestarian bangunan-bangunan bersejarah. Kini hanya deretan rumah toko yang kelihatan akibat masyarakat yang tinggal di bangunan bersejarah menjual bangunan tersebut kepada orang yang sanggup membayarnya dengan harga tinggi, pemerintah Kota Medan hanya membiarkan hal seperti ini terjadi

• Kawasan Eropa

Kawasan Eropa dahulunya disebut dengan nama Kesawan yang merupakan cikal bakal berdirinya Kota Medan yang wilayahnya terhubung dari Kesawan hingga Labuhan Deli. Awal abad ke-19 pembangunan Medan menjadi sedemikian pesat ditandai banyaknya infrasturuktur yang dibangun. Banyak juga bangunan baru berdiri dengan tampilan arsitektur bergaya Eropa. Ada jalur rel kereta api dan stasiun Kereta Api dibangun di Kota Medan; lokasinya berdekatan dengan Esplanade atau lapangan Merdeka Medan. Dulunya Kawasan Eropa adalah sebuah kampung tempat persinggahan para pedagang yang datang untuk berdagang hingga menyabung ayam. Semua kegiatan dilakukan di sana. Tempat ini merupakan sentral penduduk yang berasal dari Serdang yang akan menuju ke Sunggal atau dari Percut ke Hamparan Perak, bahkan yang dari Labuhan ke Deli


(58)

Tua. Kawasan Eropa inilah yang kini kemudian menjadi kesawan (Sinar :1986) Sebenarnya Kesawan itu dahulunya masuk ke dalam wilayah perkebunan. Kemudian berkembanglah tempat itu. Maka banyaklah pertokoan-pertokoan yang dibuat oleh orang-orang Cina di lokasi ini Seiring waktu, berbagai etnik pun menyebar memanfaatkan wilayah ini sebagai kawasan bisnis. Di tahun 1918, wilayah itu pun diserahkan oleh Kesultanan Deli kepada pemerintah (Sinar :1994)

Pada masa kolonial Hindia-Belanda wilayah Kota Medan diatur hingga akhirnya terbentuklah gemeente atau pemerintahan lokal yang mengurus kebutuhan daerah setingkat kota. Oleh gemeente Kota Medan atau pemerintah Kota Praja Medan, kawasan itu pun disusun teratur sedemikian rupa hingga membentuk sebuah kawasan bernama Kesawan yang di penuhi dengan bangunan-bangunan bergaya Eropa (Said :1992).

Sejak itu berdatanganlah perusahaan-perusahaan asing untuk membuka berbagai perkantoran, bank, perusahaan perkebunan, kantor pusat perkebunan dan pemerintahan, perusahaan pelayaran, kapal-kapal asing, dan lain-lainnya hingga Kesawan penuh dan menjadi pusat kota. Dulu kios-kios yang dibangun di situ masih berbentuk kayu (Said :1992)

Wilayah Gemente merupakan wilayah yang terlihat modern dan benar – benar bergaya kolonial Eropa. Sebagian besar fasilitas-fasilitas umum penunjang Medan berada disini. Orang-orang Eropa seluruhnya bermukim di wilayah ini dalam kantong-kantong gaya yang eksklusif. Begitu juga dengan orang-orang Tionghoa dan Timur Asing lainnya yang ditempatkan disini dalam kantong-kantong pemukiman yang khusus (Sinar :1994).


(59)

foto 2. Medan tempo dulu

medantempoedoeloe.blogspot.com diakses pada 17 November 2012

Hanya sedikit orang dari kalangan Bumiputra yang tinggal di wilayah Gemeente. Itupun hanya orang yang memiliki kepentingan tertentu, ataupun penduduk yang pada awalnya memiliki tanah dan rumah di wilayah sosial yang tergolong tinggi. Bahasa yang digunakan di tempat ini beragam-ragam sesuai dengan penduduknya. Orang-orang Eropa berkomunikasi dengan bahasa mereka sendiri, terutama dengan bahasa Belanda. Sementara orang-orang Tionghoa memakai bahasa ibu mereka, begitu juga dengan orang-orang India. Namun yang menjadi pengantar komunikasi berbeda-beda tersebut adalah bahasa Melayu Indonesia yang dicampur dengan bahasa Belanda (Said :1992)

Tujuan dari awal pembangunan kota pada masa kolonial adalah sebagai kota perantara untuk pengiriman hasil bumi dari daerah jajahan (dikuasai) ke luar negeri. Dengan demikian fungsi kota adalah sebagai suatu pusat perekonomian dan administrasi pemerintahan kolonial Belanda ketika itu. Kota ini merupakan


(1)

5.2 Saran

Untuk pengembangan kawasan wisata berikat ini perlu sebenarnya untuk campur tangan berbagai pihak untuk merealisasikan termasuk pemerintah, wisatawan maupun masyarakat yang ada.

Pemerintah dengan berbagai kebijakan untuk penguatan ini sangat diharapkan. Dengan kebijakan yang ada maka Kawasan Kesawan pada umumnya dan Restoran Tip Top pada khususnya dapat terjaga dan terus bertahan menyajikan pesona wisata. Tentunya dalam pembuatan kebijakan sendiri sangat diharapkan etikad baik serta keseriusan para pengambil kebijakan untuk benar benar bertindak dijalur yang benar. Mengingat telah begitu banyak bangunan bersejarah yang telah punah akibat ketidak seriusan dan permainan belaka para pengambil kebijakan.

Kehadiran para wisatawan juga sangat diharapkan. Hal ini karena kehadiran wisatawan mampu menjaga eksistensi sebuah daerah wisata untuk terus beroperasi. Dengan adanya wisatawan diharapkan devisa untuk merevitalisasi wisata ini tetap berkesinambungan

Selain wisatawan dan pemerintah andil masyarakat juga sangat diharapkan. Sebagai kontrol sosial dan juga sebagai pemilik sah sebenarnya dari sejarah yang menjadikan kota tempat kelahirannya. Ketiga stake holder ini mampu bersinergi dan merasa memiliki wisata ini.

Dari sudut pandang antropologi pariwisata keberadaan Restoran Tip Top cukup memberikan ruang khasanah bagi terbentuk kajian kajian terkait. Seperti kajian kajian tentang pariwisata yang mampu memberikan secara menyatu antara


(2)

wisata sejarah dan kuliner nmenjadi satu kesatuan. Dan masyarakat yang menikmati Restoran Tip Top bebar benar mampu merasakan dimensi yang benar benar dirasakan ketika berada di dalamnya.

Kontradiksi penghancuran bangunan bersejarah terjadi karena, dalam kenyataannya, di Kota Medan sedang digalakkan upaya industrialisasi pariwisata yang berkenaan dengan pemanfaatan aneka bangunan tua bersejarah sebagai objek dan daya tarik wisata utama, yang sebenarnya potensial menyejahterakan masyarakat dan menjaga pelestarian warisan budaya itu sendiri.

Perda No. 6 Tahun 1988 yang sudah ada hendaknya tidak dijadikan “macan kertas” di mana di dalamnya terdapat penegakan hukum yang konsisten dan pemerintah sudah seharusnya berada terdepan dalam penegakannya, lebih-lebih Orde Baru sudah berlalu dan saat ini eranya reformasi. Bila perlu, bangunan-bangunan bersejarah lainnya yang belum dilindungi segera dimasukkan dalam Perda tersebut. Masyarakat sebaiknya berada di belakang kelompok kritis dan intelektual yang membela pemberhentian penghancuran bangunan bersejarah. Kalau tidak, penghancuran akan dengan lebih mudah terjadi.

Serta pembentukan kearsipan terhadap Restoran Tip Top juga menjadi suatu yang penting. Dimana Dengan adanya arsip blue print sebuah bangunan bersejarah, maka akan lebih mudah ketika harus membangun ulang bangunan tersebut Berdasarkan pengalaman ini disadari betul betapa pentingnya keberadaan arsip bangunan bersejarah. Terkait dengan hal tersebut. Sebuah bangunan kuno yang sudah ada arsipnya, tersimpan rapi dan mudah diakses, akan sangat membantu proses renovasi atau peremajaan kembali suatu bangunan. Sangat


(3)

membantu arsitek, karena dalam disiplin bidang konservasi, ada penilaian mengenai autentisitas, orisinalitas. Jadi, dari desain aslinya, kita tahu apakah sebuah bangunan itu tambahan saja. Oleh sebab itu arsip dan arsitektur harus menyatu ibarat lampu dengan cahaya, dan air dengan gemericiknya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adhisakti, L. Mengasah Pusaka dan Desa Menjadi Media Usaha yang Berkilau. Jurnal INSINYUR. XXIII (3). 2001

Budihardjo. Eko. Arsitektur dan Kota di Indonesia, Alumni. 1992

Breman, Jan. Menjinakkan Sang Kuli; Politik Kolonial, Tuan Kebun, dan Kuli di Sumatra Timur pada Awal Abad Ke-20. P.T. Pustaka Utama Grafiti – Perwakilan Koninklijk Instituut voor Taal, Land-en Volkenkunde, Jakarta. 1997.

Erawan I Nyoman. Pariwisata dan Pembangunan ekonomi (Bali sebagai Kasus), Denpasar, Upada Sastra, 1994

Gerritsen Fokke. Local Identity, Landscape And Community In The Prehistoric, Amsterdam, Amsterdam University Press, 2003

Hall, C. M. and McArthur, S. Wasteland to World Heritage, University Press, Melbourne. 1996

Ihromi T.O. Pokok-pokok Antropologi Budaya, Jakarta, PT. Gramedia, 1990

Kartawan. Dampak Pengembangan Produk Wisata Pantai Terhadap Lama Tinggal Wisatawan, dalam Jurnal Ekonomi & Bisnis, Polban, Bandung, 2000 Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi I, Jakarta. UI-Press, 1980

Koentjaraningrat. Pengantar Antropologi I, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1996

Koentjaraningrat. Pengantar Antropologi II, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1997

Maran Rafael Raga. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2007

Marpaung, Happy. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung: Alfabeta. 2002. Maryani, Enok. Dimensi Geografi Dalam Kepariwisataan. Jurnal Pariwisata. 2000.

Matondang, Ibnu Avena. Berawal Dari Masa Depan Menatap Sejarah: Bangunan Bersejarah diantara Realitas dan Fungsional. Jurnal Arabesk. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Banda Aceh, Wilayah Kerja Provinsi Aceh dan Sumatera


(5)

Utara, Seri Informasi Kepurbakalaan Nomor 1 Edisi XI Januari – Juni 2011.

Matondang, Ibnu Avena. Rumah Sakit Deli Maatschappaij; Ikon Sejarah Kesehatan dan Aspek Legalitas. Jurnal Arabesk. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Banda Aceh, Wilayah Kerja Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, Seri Informasi Kepurbakalaan Nomor 1 Edisi XII Januari – Juni 2012.

Passchier, Corr. Medan; Urban Development by Planters and Entepreneurs 1870-1940. Issues in Urban Development, CNWS Leiden University. 1995

Pelzer, Karl. J. Toean Keboen dan Petani; Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria di Sumatra Timur 1863-1947. Penerbit Sinar Harapan.

Pendit Nyoman S. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana, Jakarta. PT. Pradaya Paramita, 2003

Picard, Michel. Bali Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta, Kepustakaan Populer Gramedia, 2006

Said, Muhammad. Suatu Zaman Gelap Di Deli; Koeli Kontrak Tempo Doeloe Dengan Derita dan Kemarahannya, Percetakan Waspada, Medan, 1977.

Sidharta, & Eko Budiharjo. Konservasi Lingkungan dan Bangunan Kuno Bersejarah di Surakarta. Yogyakarta: Gadjahmada University Press. 1989

Silas, Johan. Perkembangan Perumahan Indonesia. Bandung. Sila Press. 2007

Sinar. Tengku Luckman. Jatidiri Melayu. Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Seni Budaya Melayu, 1994

Soekadijo R. G. Anatomi Pariwisata Memahami Pariwisata sebagai “systemic lingkage, Jakatra. PT. Gramedia Pusaka Utama, 1996

Sugiama, Gima. A. Pengembangan Kepuasan Wisata Bermakna, Polban, Bandung, 2001

Sugiama, A. Gima. Pariwisata: Prinsip, Konsep, dan Aplikasi. Diktat Mata Kuliah Pengantar Pariwisata Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Negeri Bandung. 2000.

Suprayitno. Medan Sebagai Kota Pembauran Sosio Kultur di Sumatera Utara Pada Masa Kolonial Belanda, Medan. bulletin Historisme Edisi No.21/Tahun x, 2005.


(6)

Suryawan. I Wayan. Genealogi Kekerasan dan Pergolakan Subaltern, Bara di Bali Utara. Jakarta: kencana, 2010.

Yoety, Oka A. (1996). Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung : Angkasa.

Sumber lain :

detik.com, “Gedung Tua di Medan, Perda, dan Penyalahgunaan Izin”, Selasa 26 Oktober 2004