3 Melaporkan kepada yang berwenang tentang kecurangan dan
penyelewengan dalam bidang ketenagakerjaan yang tidak jelas diatur dalam perundang-undangan.
Tujuan utama dari usaha-usaha non-penal ini adalah memperbaiki kondisi- kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempunyai pengaruh
preventif terhadap kejahatan. Usaha-usaha non-penal ini misalnya penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan
tanggung jawab sosial warga masyarakat; penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral, agama dan sebagainya; peningkatan
usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja; kegiatan Karang Taruna, Pramuka, kegiatan pesantren kilat selama anak-anak libur sekolah;
kegiatan patrol dan pengawasan lainnya secara kontinyu oleh polisi dan aparat keamanan lainnya, dan sebagainya.
46
C. Hambatan Pemerintah dalam Menanggulangi Eksploitasi Pekerja Anak
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi pekerja anak, namun pada umumnya di negara berkembang berjalan sangat lamban. Hal
ini terutama disebabkan persepsi yang masih berkembang di negara-negara tersebut, antara lain:
47
1. Pendidikan formal yang dilaksanakan kerap kali tidak sesuai
dengan kebutuhan anak keluarga miskin dan bahkan menjauhkan mereka dari lingkungannya;
2. Anak diperlukan untuk ikut membantu memenuhi kebutuhan
keluarga, terutama bagi keluarga miskin; 3.
Undang-undang dan peraturan mengenai pekerja anak sulit dilaksanakan karena banyaknya perusahaan yang mempekerjakan
anak;
46
M. Hamdan, Loc.Cit
47
Abu Huraerah , Op.Cit. Hal 83
Universitas Sumatera Utara
4. Anggapan bahwa pemerintah tidak seharusnya mencampuri
keinginan orang tua tentang apa yang dirasakannya paling baik bagi anak-anaknya sendiri.
Dalam kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap anak, Stephen J. Wooduse 1998 berpendapat bahwa sistem hukum dan perundang-
undangan di Indonesia memang terkesan masih kuang tanggap terhadap pekerja anak, dan bahkan di masyarakat sendiri sebagaimana diperoleh
dari suatu studi kualitatif di Jawa Timur: anak bekerja dianggap sebagai suatu bentuk latihan dari pengabdian anak kepada orang tuanya, dan
karenanya tidak dianggap sebagai suatu masalah.
48
Dalam upaya penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak
ini juga menimbulkan berbagai tantangan, yaitu :
49
1. Belum tersedianya data serta informasi yang akurat, dan terkini tentang
pekerja anak baik tentang besaran jumlah pekerja anak, lokasi, jenis pekerjaan, kondisi pekerjaan dan dampaknya bagi anak.
2. Belum tersedianya informasi mengenai bentuk-bentuk pekerjaan terburuk
untuk anak. 3.
Terbatasnya kapasitas dan pengalaman Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan berbagai pihak lainnya dalam upaya penghapusan bentuk-
bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. 4.
Lemahnya koordinasi berbagai pihak terkait dengan penghapusan bentuk- bentuk pekerjaan terburuk untuk anak baik di Tingkat Pusat maupun Daerah
Provinsi dan KabupatenKota. 5.
Rendahnya pengetahuan, kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
48
Ibid. Hal 76
49
Keputusan Presiden Nomor 59 Tahun 2002
Universitas Sumatera Utara
6. Belum memadainya perangkat hukum dan penegakkannya yang diperlukan
dalam aksi penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. 7.
Belum adanya kebijakan yang terpadu dan menyeluruh dalam rangka penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
Menurut Woodouse, upaya memberikan perlindungan hukum perlu mengambil pendekatan yang bersifat multi-dimensional dan multi-sektor,
antara lain :
50
1 Mengubah persepsi masyarakat terhadap pekerja anak, bahwa anak
yang bekerja dan terganggu tumbuh kembangnya dan tersita hak- haknya akan pendidikan tidak dapat dibenarkan;
2 Melakukan advokasi secara bertahap untuk mengeliminasi pekerja
anak, dengan perhatian pertama diberikan kepada jenis pekerjaan yang sangat membahayakan: dalam hal ini perlu ada kampanye
besar-besaran untuk menghapuskan pekerjaan anak di jermal; 3
Mengundangkan dan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang selaras dengan konvensi-konvensi internasional. Khususnya
Konvensi Hak Anak dan Konvensi-konvensi ILO yang menyangkut anak;
4 Mengupayakan perlindungan hukum dan menyediakan pelayanan
memadai bagi anak-anak yang bekerja di sekor informal, seperti di tempat pembuangan akhir TPA sampah di Bantar Gebang,
Bekasi, misalnya; dan
50
Loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
5 Memastikan agar anak-anak yang bekerja memperoleh pendidikan
yang memadai, yaitu minimal pendidikan dasar 9 tahun, dan pendidikan keterampilan melalui bentuk-bentuk pendidikan
alternatif yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan