Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak Berdasarkan Hukum Internasional

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH: NIM: 110200450

TENGKU AZLANSHAH ALSANI

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

NIM : 110200450

TENGKU AZLANSHAH ALSANI

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

Disetujui/Diketehui Oleh:

KETUA DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

NIP : 106403301993031002 Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Chairul Bariah, S.H., M. Hum.

NIP : 106403301993031002 NIP : 196403301993031002 Arif, S.H., M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : TENGKU AZLANSHAH ALSANI

NIM : 110200450

Judul :

menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah benar hasil karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain.

Apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut di atas, maka saya bersedia mempertanggunjawabkannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk menerima sanksi pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Medan, Maret 2015

NIM : 110200450 Tengku Azlanshah Alsani PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL


(4)

ABSTRAKSI

Tengku Azlanshah Alsani* Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum.**

Arif, S.H., M.Hum.***

Pekerja anak merupakan setiap anak yang melakukan segala jenis pekerjaan yang memiliki sifat atau intensitas yang dapat mengganggu pendidikan, membahayakan keselamatan, kesehatan serta tumbuh kembangnya. Peraturan hukum internasional pada prinsipnya sudah mengatur mengenai pelarangan mempekerjakan anak. Akan tetapi, dewasa ini jumlah pekerja anak di dunia masih terbilang cukup banyak. Berdasarkan hal ini, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaturan anak sebagai pekerja berdasarkan hukum internasional? Bagaimana kedudukan ILO sebagai organisasi perburuhan internasional? Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja anak berdasarkan hukum internasional?

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yakni penelitian yang dilakukan atas norma-norma hukum yang berlaku, baik norma hukum yang berasal dari hukum nasional maupun norma hukum yang berasal dari hukum internasional. Metode penelitian yuridis normatif merupakan prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya dan sifat penelitian adalah deskriptif analitis, yakni menggambarkan dan menguraikan norma-norma hukum nasional dan norma-norma hukum internasional, terkait dengan perlindungan hukum terhadap pekerja anak.

Berdasarkan penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa pengaturan anak sebagai pekerja telah di atur di dalam Konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja. Selanjutnya, kedudukan ILO sebagai organisasi perburuhan internasional adalah sebagai pembuat standar perburuhan internasional. Perlindungan hukum terhadap pekerja anak telah diatur di dalam hukum internasional. ILO selaku organisasi perburuhan internasional telah mengeluarkan peraturan-peraturan hukum yang mengatur mengenai perlindungan pekerja anak. Di samping itu ILO juga telah membentuk suatu program-program yang ditujukan untuk memberantas pekerja anak di dunia. Adapun yang menjadi saran yaitu, hendaknya pemerintah suatu negara membentuk suatu undang-undang atau peraturan-peraturan khusus yang mengatur mengenai perlindungan terhadap anak sebagai pekerja, karena sesungguhnya, perlindungan hukum terhadap pekerja anak di dunia, merupakan tanggung jawab pemerintah suatu negara.

Kata Kunci: Pekerja Anak, Perlindungan Hukum, ILO

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahnya Penulis mampu menyelesaikan skripsi ini serta teriring Shalawat dan Salam Penulis haturkan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa umat manusia keluar dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan ilmu dan islam. Penulisan skripsi ini berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi tugas dan memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua saya, Tengku Otteman Hidayat dan Tengku Melfira, yang telah mendoakan serta memberikan cinta, kesabaran, perhatian, bantuan dan pengorbanan yang tak ternilai sehingga saya dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan formal hingga Strata Satu (S1).

Dalam proses penyusunan skripsi ini saya juga mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih terhadap semua dukungan dan bantuan yang telah diberikan, saya menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM). Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;


(6)

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H.,M.Hum. selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H.,M.H., DFM selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. OK Saidin, S.H.,M.Hum. selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak M. Hayat, S.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik;

7. Ibu Dr. Chairul Bariah, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Internasional sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I. Terimakasih atas waktu, saran dan bimbingan yang Ibu berikan selama ini hingga saya menyelesaikan skripsi ini;

8. Bapak Arif, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II. Terimakasih atas bimbingan, saran, nasihat, dan ilmu yang Bapak berikan selama ini dengan penuh kesabaran hingga skripsi ini selesai;

9. Seluruh dosen dan pegawai di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 10. Maharany Fitri yang tak pernah henti memberikan semangat, dukungan, saran

dan selalu ada di masa-masa senang hingga sulit. Semoga tahun depan dapat selesai kuliah tepat pada waktunya;

11. Kakak dan Adik-adik saya: Tengku Dita Tasya Yunita, Tengku Azra Sahira, Tengku Fairuz Jasmine, dan Tengku Zalfa Qadriyya Munadhila, yang selalu


(7)

mengingatkan saya untuk menyelesaikan skripsi saya hingga akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya;

12. Rekan-rekan Kubucolae: M. Febriyandri Satria, Hafizul Haque Hadiwidjojo, Yoga Pradistya, Teuku Anwari Faiz, Rio Riezky Yuliandrie, M. Ragil Pratama, Nurul Fadhillah, Khairunnisa Nur Fiezry Lubis, Tania Taramaya, Farahdiba Nadine, Cut Nirza Amanda, dan Soraya Rizka, yang telah menemani saya dari masa-masa SMA hingga sampai saat sekarang ini. Semoga kita sukses kedepannya dan semoga cepat tamat ya kawan-kawan. 13. Sahabat saya M. Ibnu Hidayah yang selalu ada di masa-masa senang hingga

sulit yang dijalani bersama dari awal sampai akhir perkuliahan;

14. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Hukum USU. Terkhusus Pengurus Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Hukum USU Periode 2013-2014: Bang Hary Azhar Ananda, Bang Ihsan An Auwali, Kak Nurul Atika, Kak Izma Suci Maivani, Tengku Devy Malinda, Rizky Chairunnisya, Putri Maysari, Nida Syafwani Nasution, M. Ibnu Hidayah, M. Hadyan Yunhas Purba, Bakhtiaruddin Dalimunthe, Pupimbiddi Nasution, Yuanda Winaldi, Shanditya Sultan Firdaus, Rafikha Fazal, Ray Bachtian Rangkuti, dan Anggie R. K. Harahap. Terimakasih telah mempercayakan saya sebagai Ketua Bidang Kewirausahaan Pengembangan Profesi dan Ketua DPC KAM Madani FH USU. Semoga apa yang kita lakukan selama ini diridhoi oleh Allah SWT.;

15. Keluarga besar KAM Madani DPC Fakultas Hukum USU Periode 2013-2014: Anggie R.K. Harahap, Auzy Arifin Hutabarat, Iqbal Fauzan, Faisal


(8)

Anshari Dwana, Ray Bachtian Rangkuti, Sabrina, Nazla Adila, Nurul Amelia, Lidya Lestarica, dan Retta Sari Situmeang.

16. Rekan-rekan “GK” : M. Ibnu Hidayah, M. Febriyandri Satria, Tri Yanto Yeremia Siagian, Rahmad Rivai, Firman Sinaga, Ernanda Gurning, Nida Syafwani Nasution, Natasya Rehulina Bangun, Grace Dina Mariana Sitinjak, Fitri Apriliani, Dinda Anwar, dan Nurul Fatimah yang telah mengisi hari-hari selama perkuliahan;

17. Rekan-rekan International Law Student Association (ILSA) Fakultas Hukum USU;

18. Untuk seluruh teman-teman terbaik selama di Fakultas Hukum USU yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Terima kasih telah memberikan dukungan dan semangat serta membuat hari-hari selama di perkuliahan menjadi lebih berarti;

Penulis sadar bahwa hasil penulisan skripsi ini tidaklah sempurna. Penulis berharap pada semua pihak agar dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk kedepannya. Akhirnya, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan jasa semua pihak yang telah membantu penulis secara tulus dan ikhlas. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, Maret 2015

NIM : 110200450 Tengku Azlanshah Alsani


(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...i

LEMBAR PERNYATAAN ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR SINGKATAN ...xi

ABSTRAKSI ...xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Perumusan Masalah ...6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ...6

D. Keaslian Penulisan ...8

E. Tinjauan Kepustakaan ...8

F. Metode Penelitian ...10

G. Sistematika Penulisan ...13

BAB II A. Pekerja Anak Berdasarkan Hukum Internasional ...16 B. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Timbulnya Pekerja Anak

PENGATURAN ANAK SEBAGAI PEKERJA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL


(10)

1. Faktor Pendorong (Supply-Side Factor) ...18 2. Faktor Penarik (Demand-Side Factor) ...21 C. Bentuk-bentuk Pekerjaan Anak

1. Bentuk-bentuk Pekerjaan yang Diperbolehkan

untuk Anak ...24 2. Bentuk-bentuk Pekerjaan yang Dilarang

untuk Anak ...25 D. Pengaturan Hukum Mengenai Pekerja Anak Berdasarkan

Hukum Internasional ...30

BAB III

A. Sejarah ILO ...36 B. Tujuan dan Tugas ILO ...39 C. Struktur ILO

1. Konferensi Buruh Internasional...41 2. Badan Pelaksana...42 3. Kantor Perburuhan Internasional ...45 D. Kedudukan ILO sebagai Organisasi Perburuhan

Internasional ...45 KEDUDUKAN ILO SEBAGAI ORGANISASI PERBURUHAN INTERNASIONAL


(11)

BAB IV

A. Tinjauan Umum Pekerja Anak di Dunia ...54 1. Kasus Pekerja Anak Pembongkar Kapal di Chittagong,

Bangladesh ...56 2. Kasus Pekerja Anak Jermal di Pantai Timur, Sumatera

Utara, Indonesia ...61 B. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Anak Berdasarkan

Hukum Internasional ...69 1. Perlindungan terhadap Hak-hak Pekerja Anak Berdasarkan

Hukum Internasional ...71 2. Peran ILO dalam Memberikan Perlindungan terhadap

Masalah Pekerja Anak di Dunia ...77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...86 B. Saran ...87

DAFTAR PUSTAKA ...89 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel No. 1.1. Usia Minimum untuk Bekerja ...2 Tabel No. 2.1. Usia Minimum untuk Bekerja di Negara Berkembang...17 Tabel No. 2.2. Usia Minimum untuk Bekerja di Negara Maju ...17 Tabel No. 4.1. Rentang Usia Pekerja di Industri Pembongkaran Kapal di Chittagong, Bangladesh ...58 Tabel No. 4.2. Peraturan-peraturan Nasional Bangladesh yang Mengatur tentang Usia Anak ...59


(13)

DAFTAR SINGKATAN

AFL-CIO :

CEACR :

CRC : Convention on the Rights of the Child ILO : International Labour Organization

IPEC : International Programme for the Elimination of Child Labour LBB : Liga Bangsa-Bangsa

MoU : Memorandum of Understanding PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa

SIMPOC :

Committee of Experts on the Application of Conventions and Recommendations

American Federation of Labour-Congress of Industrial Organization

Statistical Information and Monitoring Programme on Child Labour


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, keadaan anak-anak di dunia tidaklah menggembirakan. Nasib mereka belumlah seindah ungkapan yang sering kali kita dengar dimana memposisikan anak sebagai suatu hal yang bernilai penting, anak sebagai generasi penerus bangsa, dan lain-lain sebagainya. Hak yang diberikan hukum kepada anak belum sepenuhnya ditegakkan.

Perkembangan globalisasi yang pesat, tanpa disadari telah banyak menyebabkan tuntutan kehidupan menjadi semakin tinggi, terutama dalam hal perekonomian. Kemajuan ekonomi secara tidak langsung menimbulkan masalah-masalah baru, di antaranya adalah timbulnya anak jalanan, pekerja seks, dan pekerja anak.

Pekerja anak di lain sisi, merupakan basis perekonomian bagi negara-negara berkembang di Asia, di mana banyak barang-barang keperluan sehari-hari yang diekspor seperti karpet, pakaian, dan hasil-hasil pertanian dihasilkan oleh mereka. Namun yang menjadi permasalahannya adalah tidak jarang ditemukannya pekerja anak yang bekerja di lapangan pekerjaan yang berpotensial akan bahaya, seperti pertambangan, konstruksi, pertanian komersil, dan pengangkutan barang dan jasa.1

1

Gamini Herath and Kishor Sharma, Child Labour in South Asia, (England: Ashgate Publishing Limited, 2007), hal. 3.


(15)

International Labour Organization atau yang selanjutnya disebut dengan ILO, di dalam laporannya di tahun 2013 menyebutkan bahwa jumlah pekerja anak di dunia adalah sebanyak 168 juta anak-anak, di mana 85 juta anak-anak di antaranya bekerja di lapangan pekerjaan yang berbahaya.2

Dalam dunia Internasional, yang berhak dinyatakan sebagai anak adalah seseorang yang berumur di bawah 18 tahun. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam United Nation Convention on the Rights of the Child yang dirumuskan pada tahun 1989. Akan tetapi, berdasarkan ILO Minimum Age Convention No. 138 Tahun 1973, ILO menyediakan opsi lain mengenai usia minimum bagi pekerja, yakni:

Sebagai contoh, di Chittagong, Bangladesh, banyak sekali ditemukan anak-anak berusia di bawah umur 18 tahun melakukan pekerjaan yang berbahaya, yakni sebagai awak pembongkar kapal-kapal bekas.

3

C.138

Tabel No. 1.1. Usia Minimum untuk Bekerja

Ketentuan Umum Pengecualian Bagi Negara Berkembang Usia Minimum

Dasar 15 tahun 14 tahun

Pekerjaan Berbahaya

Ketentuan Biasa : 18 tahun Ketentuan Tertentu : 16 tahun

Ketentuan Biasa : 18 tahun Ketentuan Tertentu : 16 tahun

Pekerjaan Ringan 13-15 tahun 12-14 tahun

Sumber: Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973.

2

ILO, Child Labour. Sebagaimana dimuat dalam: http://www.ilo.org/global/topics/child-labour/lang--en/index.htm. Diakses pada tanggal 26 Januari 2015 pukul 21.00 WIB.

3


(16)

Terlepas dari ketentuan-ketentuan di atas, pada dasarnya anak adalah sumber daya manusia yang potensial sifatnya dalam pembangunan suatu negara. Seorang anak nantinya diharapkan untuk dapat meneruskan cita-cita perjuangan bangsanya. Perwujudan anak sebagai generasi terbaik yang berkualitas tentunya membutuhkan suatu perlindungan khusus terhadap dirinya, terhadap hak-haknya, agar nantinya dapat mengemban tanggung jawabnya dengan baik di dalam masyarakat.

Secara umum, perlindungan anak khususnya pekerja anak merupakan upaya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Instrumen hukum yang merupakan landasan perlindungan Hak Asasi Manusia sebagai isu global adalah

The Universal Declaration of Human Rights, yang diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 10 Desember 1948 di Paris. Deklarasi ini dapat dikatakan sebagai suatu payung hukum dalam mengatur perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Secara khusus, perlindungan anak khusunya pekerja anak mengacu pada ketentuan United Nation Convention on the Rights of the Child yang dirumuskan pada tahun 1989.

Hak anak merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. Hal ini dapat dijumpai dalam hukum Hak Asasi Manusia domestik yang memberikan penegasan bahwa setiap individu termasuk anak merupakan subjek dari hak. Gagasan mengenai hak anak bermula sejak berakhirnya Perang Dunia I sebagai reaksi atas penderitaan yang timbul akibat dari bencana peperangan terutama yang dialami oleh kaum perempuan dan anak-anak. Awal dari pembentukan hak anak bermula dari gerakan para aktivis perempuan yang melakukan protes dan meminta


(17)

perhatian publik atas nasib anak-anak yang menjadi korban perang. Salah seorang tokoh di antara para aktivis tersebut adalah Eglantyne Jebb, yang kemudian mengembangkan sepuluh butir pernyataan tentang hak anak atau rancangan deklarasi hak anak (Declaration of The Rights of The Child), yang pada tahun 1923 diadopsi oleh lembaga Save the Children Fund International Union.4

Pada tahun 1959 Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan Pernyataan mengenai Hak Anak yang merupakan deklarasi internasional kedua bagi hak anak. Tahun 1979 saat dicanangkannya Tahun Anak Internasional, Pemerintah Polandia Adapun pernyataan hak anak yang dikemukakan Eglantyne Jebb adalah mencakup hak anak atas: nama dan kewarganegaraan, kebangsaan, persamaan dan non-diskriminasi, perlindungan, pendidikan, bermain, rekreasi, hak akan makanan, kesehatan dan hak berpartisipasi dalam pembangunan.

Kemudian pada tahun 1924 untuk pertama kalinya Deklarasi Hak Anak diadopsi secara Internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa. Deklarasi ini dikenal juga sebagai Deklarasi Jenewa.

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, pada tahun 1948 Majelis Umum PBB kemudian mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada tanggal 10 Desember. Peristiwa ini yang kemudian pada setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Hak Asasi Manusia se-dunia ini menandai perkembangan penting dalam sejarah HAM dan beberapa hal menyangkut hak khusus bagi anak-anak tercakup dalam deklarasi ini.

4

Supriady W. Eddyono, Pengantar Konvensi Hak Anak, lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, (Jakarta, 2005), hal. 1


(18)

mengajukan usul bagi perumusan suatu dokumen yang meletakkan standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis.

Inilah awal perumusan Konvensi Hak Anak. Tahun 1989, rancangan Konvensi Hak Anak diselesaikan dan pada tahun itu juga naskah akhir tersebut disahkan dengan suara bulat oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November. Kovenan ini kemudian diratifikasi oleh setiap bangsa kecuali oleh Somalia dan Amerika Serikat.5

Pekerja anak merupakan isu yang penting selama beberapa dekade di beberapa negara berkembang di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

Konvensi Hak Anak secara tidak langsung memberikan jaminan bagi setiap anak untuk mendapatkan segala perhatian dan perlindungan yang dibutuhkan, demi tercapainya suatu kesejahteraan bagi seluruh anak di dunia. Anak merupakan suatu bagian dari masyarakat yang memerlukan pemeliharaan dan perlindungan. Dalam kehidupan bermasyarakat, ketidakberdayaan yang dimiliki oleh anak-anak menjadikan mereka sering dipandang sebelah mata. Keadaan yang demikian mengakibatkan seringkali hak-hak anak terabaikan. Kegagalan melindungi hak-hak anak tentunya menimbulkan pula suatu ancaman bagi pembangunan nasional, karena sesungguhnya anak merupakan generasi penerus bangsa, yang selanjutnya akan mewujudkan cita-cita bangsanya.

6

5

Supriady W. Eddyono, Ibid.,hal. 1 6

Gamini Herath and Kishor Sharma, Op. Cit., hal. 11

Setiap anak yang bekerja, sudah pastilah membutuhkan suatu perlindungan, karena


(19)

sesungguhnya banyak sekali anak-anak di dunia terlibat dalam suatu bentuk pekerjaan yang dapat mencederai fisik ataupun mentalnya, dan bahkan kematian.7

B. Perumusan Masalah

Dengan melihat pentingnya perlindungan terhadap pekerja anak demi tercapainya suatu kesejahteraan bagi anak-anak di dunia, maka penulis dengan ini tertarik untuk menulis dan menyusun skripsi dengan judul: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa hal yang akan dikaji di dalam skripsi ini, yakni:

1. Bagaimana pengaturan anak sebagai pekerja berdasarkan hukum internasional?

2. Bagaimana kedudukan ILO sebagai organisasi perburuhan internasional?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja anak berdasarkan hukum internasional?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis menentukan tujuan penulisan sebagai berikut:

7

Rachel Hodgkin and Peter Newell, Implementation Handbook for The Convention on The Rights of The Child, (UNICEF, 2007), hal. 480


(20)

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan seorang anak untuk dinyatakan sebagai pekerja berdasarkan hukum internasional.

2. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan ILO sebagai organisasi perburuhan internasional.

3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja anak berdasarkan hukum internasional.

Manfaat penulisan yang diharapkan diperoleh dari skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Secara teoritis, diharapkan pembahasan terhadap masalah-masalah yang diangkat dan dibahas mampu melahirkan pemahaman mengenai pengaturan anak sebagai pekerja menurut hukum internasional, kedudukan ILO sebagai organisasi perburuhan internasional, serta perlindungan hukum terhadap pekerja anak berdasarkan hukum internasional.

2. Secara Praktis

Secara praktis, skripsi ini diharapkan dapat menjadi kajian bagi para pihak akademisi dalam menambah wawasan pengetahuan terutama di bidang Hukum Internasional.


(21)

D. Keaslian Penulisan

Skripsi yang mengangkat judul "Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak Berdasarkan Hukum Internasional" ini adalah merupakan karya ilmiah yang belum pernah diangkat menjadi judul skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyusun skripsi ini berdasarkan referensi dari buku-buku, media cetak dan elektronik, serta sumber-sumber hukum internasional yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pekerja anak.

E. Tinjauan Kepustakaan

Perlindungan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai sebuah hal atau perbuatan yang bertujuan untuk memperlindungi yang menyebabkan seseorang atau sesuatu ditempatkan di bawah sesuatu.8

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan manusia dalam masyarakat. Pada panel diskusi V Majelis Hukum Indonesia, beliau mengatakan bahwa hukum adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat dan juga meliputi lembaga-lembaga, institutions, dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya kaidah itu dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan.9

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan

8

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hal 674

9


(22)

kata lain perlindungan hukum adalah sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum itu sendiri, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.10

• Bekerja setiap hari.

Pekerja, menurut Pasal 1 angka 3 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pekerja anak adalah setiap anak yang melakukan segala jenis pekerjaan yang memiliki sifat atau intensitas yang dapat mengganggu pendidikan, membahayakan keselamatan, kesehatan serta tumbuh kembangnya. Berikut adalah indikator seorang anak dikatakan sebagai pekerja anak, antara lain:

• Tereksploitasi.

• Bekerja pada waktu yang panjang.

• Waktu sekolah terganggu atau tidak sekolah.11

Perlindungan hukum terhadap pekerja anak merupakan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Hak-hak anak sejatinya merupakan Hak Asasi Manusia. Perlindungan terhadap hak-hak anak telah diatur di dalam hukum internasional, yakni sesuai dengan yang termuat di dalam Konvensi Hak Anak Tahun 1989. Berikut adalah hak-hak anak yang termuat di dalam Konvensi Hak Anak Tahun 1989, antara lain:

10

Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Para Ahli. Sebagaimana dimuat dalam: http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/. Diakses pada tanggal 30 Januari 2015 pukul 15.00 WIB

11

Departemen Pekerja dan Transmigrasi RI, Modul Penanganan Pekerja Anak, (Jakarta, 2005), hal. 10


(23)

1. Bermain;

2. Mendapatkan nama sebagai identitas; 3. Mendapatkan makanan;

4. Mendapatkan kewarganegaraan sebagai status kebangsaan; 5. Mendapatkan persamaan;

6. Mendapatkan pendidikan; 7. Mendapatkan perlindungan; 8. Mendapatkan sarana rekreasi; 9. Mendapatkan akses kesehatan;

10. Mendapatkan kesempatan berperan dalam pembangunan.12

F. Metode Penelitian 1.

Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum yuridis normatif, karena penelitiannya dilakukan atas norma-norma hukum yang berlaku, baik norma hukum yang berasal dari hukum nasional maupun norma hukum yang berasal dari hukum internasional.

Jenis Penelitian

2.

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Sumber data diperoleh dari:

Metode Pengumpulan Data

12

Rausya dan Agenda Perlindungan Anak. Sebagaimana dimuat dalam: http://jodisantoso.blogspot.com/2007/09/raisya-dan-agenda-perlindunganhak-anak.html. Diakses pada tanggal 30 Januari 2015 pukul 21.00 WIB


(24)

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum mengikat yang termasuk dalam sumber sumber hukum internasional sesuai Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional. Dalam tulisan ini mencakup: perjanjian/konvensi internasional, kebiasaan internasional, prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradad, dan putusan pengadilan internasional maupun doktrin.

Selain sumber-sumber hukum internasional, penulisan skripsi ini juga mempergunakan peraturan perundang-undangan yang terdapat di Indonesia seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, maupun peraturan di tingkat yang lebih rendah.

2) Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yakni: buku hukum, termasuk skripsi, thesis, disertasi hukum dan jurnal hukum, serta kamus hukum.

3) Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, mencakup:

a. Bahan-bahan yang memberikan petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer dan sekunder;

b. Bahan-bahan primer, sekunder, dan tertier (penunjang) diluar bidang hukum.

3.

Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan


(25)

hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klarifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisis data, yaitu:

a. Memilih ketentuan-ketentuan yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur masalah perlindungan pekerja anak;

b. Data yang berupa sumber hukum internasional dan hukum nasional ini dianalisis secara induktif kualitatif.

4.

Penarikan kesimpulan terhadap data yang berhasil dikumpulkan dengan mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun secara induktif. Pada proses deduktif, bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui (diyakini) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat lebih khusus.

Teknik Penarikan Kesimpulan

13

Sedangkan pada prosedur induktif, proses berawal dari proposisi-proposisi khusus (sebagai hasil pengamatan) dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) berupa asas umum.14

Penarikan kesimpulan terhadap data yang berhasil dikumpulkan dilakukan dengan mempergunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif maupun secara induktif, sehingga akan dapat diperoleh jawaban terhadap permasalahan-permasalahan yang telah disusun.

13

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 11

14


(26)

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman dalam upaya mendapatkan jawaban atas rumusan masalah, maka pembahasan akan diuraikan secara garis besar melalui sistematika penulisan. Tujuannya agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemikiran dalam menguraikan lebih lanjut mengenai inti permasalahan yang akan dicari jawabannya. Pada bagian ini terdapat ringkasan garis besar dari 5 (lima) bab yang terdapat di dalam skripsi. Setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab yang akan mendukung keutuhan pembahasan setiap bab. Sistematikanya adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi pengantar yang didalamnya terurai mengenai latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan skripsi.

BAB II :

Bab ini menguraikan tentang pekerja anak berdasarkan hukum internasional, faktor-faktor yang melatarbelakangi timbulnya pekerja anak, bentuk-bentuk pekerjaan untuk anak, serta PENGATURAN ANAK SEBAGAI PEKERJA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL


(27)

pengaturan hukum mengenai pekerja anak berdasarkan hukum internasional.

BAB III :

Bab ini membahas mengenai sejarah ILO, tujuan dan tugas ILO, struktur organisasi ILO, serta kedudukan ILO sebagai organisasi perburuhan internasional.

BAB IV :

Bab ini membahas mengenai tinjauan pekerja anak di dunia, yang meliputi kasus pekerja anak pembongkar kapal di Chittagong, Bangladesh dan kasus pekerja anak jermal di Pantai Timur, Sumatera Utara, Indonesia, serta perlindungan hukum terhadap pekerja anak berdasarkan hukum internasional, yang meliputi perlindungan terhadap hak-hak pekerja anak berdasarkan hukum internasional, dan peran ILO dalam memberikan PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL

KEDUDUKAN ILO SEBAGAI ORGANISASI PERBURUHAN INTERNASIONAL


(28)

perlindungan terhadap masalah pekerja anak di dunia.

BAB V : PENUTUP

Pada bab akhir ini, penulis mengambil kesimpulan terhadap pembahasan mulai dari BAB I sampai dengan BAB IV dan juga memberikan saran-saran yang mungkin berguna bagi perkembangan pembahasan tentang perlindungan hukum bagi pekerja anak di dunia.


(29)

BAB II

PENGATURAN ANAK SEBAGAI PEKERJA BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL

A. Pekerja Anak Berdasarkan Hukum Internasional

Pekerja anak adalah setiap anak yang bekerja pada jenis pekerjaan yang oleh karena hakikat dari pekerjaan tersebut atau oleh karena kondisi-kondisi yang menyertai atau melekat pada pekerjaan tersebut ketika pekerjaan tersebut dilakukan, membahayakan anak, melukai anak (secara jasmani, emosi dan atau seksual), mengeksploitasi anak, atau membuat anak tidak mengenyam pendidikan.15

Yang dimaksud dengan pekerja anak bukanlah anak yang mengerjakan tugas kecil di sekitar rumah atau yang mengerjakan pekerjaan dalam jumlah sedikit sepulang sekolah. Pekerja anak juga tidak mencakup anak yang melakukan pekerjaan yang wajar dilakukan untuk tingkat perkembangan anak seusianya dan yang memungkinkan si anak memperoleh keterampilan praktis dan mengembangkan tanggungjawab. Pekerja anak adalah semua anak yang bekerja pada pekerjaan yang merusak mereka dan karena itu harus dihentikan.16

Konsep pekerja anak didasarkan pada Konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja, yang menggambarkan definisi internasional yang paling komprehensif dan otoritatif tentang usia minimum untuk diperbolehkan bekerja, yang mengacu secara tidak langsung pada “kegiatan

15

ILO, Serikat Pekerja/Serikat Buruh & Pekerja Anak, 2009, hal. 8 16


(30)

ekonomi”. Konvensi ini menetapkan kisaran usia minimum dimana menetapkan usia bagi anak-anak untuk tidak boleh bekerja.17

Usia Minimum Secara Umum

Tabel di bawah ini memperlihatkan usia minimum menurut Konvensi ILO No. 138 untuk negara-negara dimana perekonomian dan fasilitas pendidikan kurang berkembang.

Tabel No. 2.1. Usia Minimum untuk Bekerja di Negara Berkembang Pekerjaan

Ringan Pekerjaan Berbahaya

Tidak kurang dari 14

tahun untuk periode awal 12-14 tahun

18 tahun (16 tahun dengan persyaratan tertentu yang ketat) Sumber: Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa semua anak berusia di bawah 12 tahun yang melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi adalah pekerja anak sehingga perlu dihapuskan. Anak-anak usia 12-14 tahun yang bekerja dianggap sebagai pekerja anak, kecuali jika mereka melakukan tugas ringan.

Di sebuah negara di mana perekonomian dan fasilitas pendidikannya cukup berkembang, usia minimum harus diterapkan sebagaimana yang digambarkan dalam tabel di bawah ini:

Tabel No. 2. 2 Usia Minimum untuk Bekerja di Negara Maju Usia Minimum Secara

Umum

Pekerjaan

Ringan Pekerjaan Berbahaya

Tidak kurang dari 15

tahun untuk periode awal 13-15 tahun

18 tahun (16 tahun dengan persyaratan tertentu yang ketat) Sumber: Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973

17

ILO, Proyek Pendukung Program Terikat Waktu Indonesia untuk Penghapusan Bentuk-bentuk Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerja Anak. –Tahap II, (Jakarta, 2008), hal. 3


(31)

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa semua anak usia di bawah 13 tahun yang berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan ekonomi dianggap sebagai pekerja anak yang perlu dihapus. Anak-anak usia 13-15 tahun yang bekerja dianggap sebagai pekerja anak, kecuali jika mereka melakukan tugas ringan.

B. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Timbulnya Pekerja Anak

Pelibatan anak dalam praktek pekerja pada dasarnya didasari oleh 2 faktor, yakni faktor pendorong (supply-side factor) dan faktor penarik (demand-side factor).18

1. Faktor Pendorong (Supply-Side Factor)

Faktor pendorong atau supply-side factor merupakan faktor yang berasal dari dalam diri si anak, yang mendorong anak untuk melakukan suatu aktifitas tertentu yang menghasilkan uang. Faktor pendorong yang menyebabkan anak terlibat dalam praktek pekerja anak, antara lain:

a. Peralihan Demografi yang Lambat

Peralihan demografi yang lambat di beberapa bagian di dunia menyebabkan banyaknya anak-anak bekerja. Pada tahun 1999, di beberapa negara berkembang, hampir 49% dari penduduknya adalah anak-anak.19

18

Franzisca Humbert, The Challenge of Child Labour in International Law(Cambridge Studies in International and Comparative Law), 2009, hal. 25

19

ILO, A Future without Child Labour, hal. 5

HIV/AIDS memperburuk keadaan dimana penyakit tersebut telah menjangkiti kebanyakan penduduk yang berada pada kelompok


(32)

usia yang dinyatakan produktif untuk bekerja. Keadaan inilah yang akhirnya mendorong anak-anak memilih untuk menjadi pekerja.

b. Migrasi

Migrasi yang terjadi akibat dari adanya bencana alam ataupun konfik bersenjata menyebabkan rentannya seorang anak untuk menjadi pekerja. Migrasi yang dilakukan dari desa ke kotapun dapat menyebabkan anak-anak untuk akhirnya menjadi pekerja anak-anak.

c. Kemiskinan

Keluarga miskin mengirim anak-anak mereka bekerja untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Banyak anak yang bekerja di lahan pertanian atau toko keluarga yang kelangsungannya bergantung pada anggota keluarga yang bersedia bekerja tanpa dibayar. Kemiskinan adalah penyebab utama timbulnya pekerja anak. Namun, perlu diketahui bahwa pada dasarnya kemiskinan tidaklah selalu menyebabkan timbulnya pekerja anak. Sebagai contoh di kawasan miskin Kerala, India, praktek pekerja anak sudah dihapuskan.20

20


(33)

d. Pendidikan

Kondisi sistem pendidikan secara keseluruhan berpengaruh terhadap perkembangan dari jumlah pekerja anak suatu negara.21 Seringkali ditemukan adanya suatu pengaturan yang berbeda antara batas usia minimum untuk bekerja dengan usia wajib sekolah yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional suatu negara.22 Jika usia minimum untuk bekerja lebih rendah dari usia wajib sekolah, hal ini dapat mengakibatkan tidak tercapainya kebijakan pemerintah untuk mencapai pendidikan yang merata. Di negara-negara berkembang, dana untuk pendidikan sangatlah minim. Sebagai contoh di Bangladesh, banyak sekali ditemukan fasilitas yang kurang memadai di sekolah-sekolah.23 Sebanyak 30% anak-anak di negara-negara berkembang tidak lulus sekolah dasar.24

e. Adat dan Sikap Sosial

Di India, ditemukan bahwa sebanyak 73% anak laki-laki dan 80% anak perempuan dinyatakan putus sekolah karena minimnya fasilitas-fasilitas yang memadai, yang dapat digunakan di berbagai sekolah. Hal tersebutlah yang akhirnya mendorong anak untuk memilih menjadi pekerja anak.

Di banyak negara, elit yang berkuasa atau kelompok etnis mayoritas berpendapat bahwa bekerja merupakan hal yang wajar dan alamiah untuk

21

UNICEF, The State of the World’s Children 1997, hal. 29 22

ILO, A Future without Child Labour, Op. Cit., hal. 56 23

ILO/IPEC, Khair, Child Labour in Bangladesh, hal. 11 24


(34)

anak-anak miskin. Para elit atau kelompok etnis tersebut tidak mempunyai komitmen untuk mengakhiri masalah pekerja anak, dan sesungguhnya ingin terus mengeksploitasi anak-anak ini karena mereka merupakan tenaga kerja yang murah. Pada kasus-kasus lain, bila orang tua mempunyai sedikit uang untuk membiayai pendidikan anak-anaknya, pada umumnya mereka memilih untuk menyekolahkan anak laki-laki, sehingga anak perempuan rawan dipekerjakan sebagai pekerja anak.25

f. Diskriminasi terhadap Kaum Etnis Minoritas

Di Amerika Latin, anak-anak suku pedalaman cenderung untuk bekerja daripada bersekolah. Anak-anak Dalit di Asia Tenggara dan anak-anak Rom di bagian Timur dan Selatan Eropa, juga mengalami hal yang sama. Mereka lebih memilih untuk bekerja, dikarenakan tidak adanya fasilitas pendidikan yang tersedia di daerah tempat tinggal mereka.26

2. Faktor Penarik (Demand-Side Factor)

Faktor penarik atau demand-side factor adalah faktor yang berasal dari luar diri anak. Faktor inilah yang menjadi alasan bagi dunia kerja untuk menerima anak untuk bekerja. Berikut adalah faktor penarik yang menyebabkan anak terlibat dalam praktek pekerja anak, antara lain:

25

ILO, Serikat Pekerja/Serikat Buruh & Pekerja Anak, 2009, Op. cit., hal 10 26


(35)

a. Upah Murah

Secara umum, alasan para pengusaha mempekerjakan anak-anak sebagai pekerja adalah upahnya yang murah. Upah kerja seorang anak lebih murah daripada mempekerjakan seorang dewasa.

b. Ketidakberdayaan Anak

Alasan utama para pengusaha untuk mempekerjakan anak adalah ketidakberdayaannya. Anak-anak tidaklah sadar akan hak yang dimilikinya. Keadaan yang demikian seringkali menyebabkan anak-anak lebih mudah untuk dieksploitasi.27

c. Hukum yang Tidak Memadai

Keberadaan hukum yang tidak memadai juga menyebabkan timbulnya pekerja anak di dunia. Hukum yang berlaku di negara-negara yang telah meratifikasi konvensi-konvensi internasional yang mengatur mengenai pelarangan terhadap pekerja anak, cenderung tidak konsisten dan kontradiktif.28 Seringkali para pengusaha mengelak apabila mereka dituduh menggunakan jasa dari pekerja anak.29

27

Franzisca Humbert, Ibid., hal. 30 28

UNICEF, End Child Exploitation, hal. 14 29

UNICEF, End Child Exploitation, Ibid., hal. 16

Banyak negara-negara yang telah menetapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai batas minimum usia untuk bekerja. Namun yang menjadi permasalahan di sini adalah dalam membuat peraturan-peraturan tersebut, negara seringkali mengabaikan keberadaan berbagai sektor


(36)

seperti pertanian, jasa domestik, usaha keluarga dan sektor informal yang pada umumnya melibatkan anak-anak untuk bekerja di sana. Sebagai contoh, US Fair Labour Standards Act of 1938 dan Indian Child Labour (Prohibition and Regulation) Act of 1986, dimana tiadanya peraturan yang mengatur mengenai sektor usaha keluarga.30 Keadaan seperti inilah yang menyebabkan rentannya terjadi eksploitasi anak oleh pihak pengusaha.31

d. Tidak Adanya Serikat Pekerja

Jumlah pekerja anak menjadi besar apabila serikat pekerja atau serikat buruh lemah atau bahkan tidak ada. Serikat pekerja atau serikat buruh pada umumnya tidak dijumpai di sektor informal di mana mengorganisasikan para pekerja secara kolektif sulit dilakukan.32

e. Perkembangan Teknologi

Perkembangan teknologi termasuk sebagai faktor penentu timbulnya pekerja anak. Perkembangan zaman yang juga menuntut pada kecanggihan teknologi membuat beberapa perusahaan dalam melakukan proses produksi menggunakan alat-alat teknologi canggih, sehingga banyak sekali pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh tenaga ahli menjadi lebih cepat selesai hanya dengan hitungan waktu yang sangat singkat dikerjakan oleh sebuah alat. Sebagai contoh, di Thailand,

30

Franzisca Humbert, Op. Cit, hal. 28 31

Franzisca Humbert, Ibid., hal. 28 32


(37)

industri-industri yang telah memiliki teknologi yang canggih, tetap saja mempekerjakan anak-anak untuk melakukan pekerjaan kasar dan serabutan, dikarenakan upahnya yang murah dan jaminan perlindungan kerja yang minim. Kehadiran pekerja anak di sini dianggap dapat memacu produktifitas barang yang dihasilkan.33

C. Bentuk-bentuk Pekerjaan untuk Anak

1. Bentuk-bentuk Pekerjaan yang Diperbolehkan untuk Anak

Anak adalah seorang individu yang berusia di bawah 18 tahun. Hal ini telah diatur di dalam Konvensi Hak Anak Tahun 1989 dan Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerjaan Anak.34

33

Franzisca Humbert, Op. Cit., hal. 30 34

ILO, Proyek Pendukung Program Terikat Waktu Indonesia untuk Penghapusan Bentuk-bentuk Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerja Anak. –Tahap II, Loc. cit., hal. 3

Pada prinsipnya, setiap anak tidak diperkenankan untuk bekerja. Namun, melihat perkembangannya, banyak sekali ditemukan anak-anak yang bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Atas dasar tersebut, ILO selaku badan khusus PBB yang menangani masalah ketenagakerjaan di dunia, telah menetapkan bentuk-bentuk pekerjaan yang diperbolehkan untuk anak, sebagaimana diatur di dalam Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum Untuk Bekerja yang menyatakan sebagai berikut:


(38)

Pasal 7

(1) Peraturan atau perundang-undangan nasional dapat memperbolehkan dipekerjakannya atau bekerjanya orang berusia 13-15 tahun dalam pekerjaan ringan yang:

a. tidak berbahaya bagi kesehatan dan perkembangan mereka;

b. tidak menganggu kehadiran mereka mengikuti orientasi kejuruan atau program latihan yang disetujui oleh penguasa yang berwenang atau kemampuan mereka mendapat manfaat dari pelajaran yang diterima.

(2) Peraturan atau perundang-undangan nasional dapat memperbolehkan mempekerjakan orang yang berusia sekurang-kurangnya 15 tahun, akan tetapi belum menyelesaikan pendidikan sekolah wajibb dalam pekerjaan yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam sub a dan b ayat (1) Pasal ini.

(3) Penguasa yang berwenang harus menetapkan kegiatan yang diperbolehkan pada pekerjaan berdasarkan ayat (1) dan (2) Pasal ini dan wajib menetapkan jumlah jam kerja dan kondisi yang harus dipenuhi dalam melakukan pekerjaan yang dimaksud.

(4) Tanpa mengabaikan ketentuan ayat (1) dan (2) Pasal ini, Anggota yang telah menyatakan tunduk kepada ketentuan ayat (4) Pasal 2, selama masih dikehendaki dapat menggantikan usia 12 dan 14 tahun untuk usia 13 dan 15 tahun pada ayat (1) dan usia 14 tahun untuk usia 15 tahun pada ayat (2) Pasal ini.

Dari ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang anak yang berumur di bawah 18 tahun diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan ringan. Pekerjaan ringan yang dimaksudkan disini adalah pekerjaan yang tidak bertentangan dengan syarat yang telah diatur di dalam ketentuan Pasal 7 Konvensi ini.

2. Bentuk-bentuk Pekerjaan yang Dilarang untuk Anak

ILO selaku organisasi perburuhan internasional telah mengatur mengenai bentuk-bentuk pekerjaan yang dilarang untuk anak. ILO melalui Konvensi No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan


(39)

Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan Anak, telah memberikan suatu defenisi mengenai pekerjaan yang dilarang untuk seorang anak, yakni:

Pasal 3

Dalam Konvensi ini, istilah "bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak" mengandung pengertian:

a. segala bentuk perbudakan atau praktik-praktik sejenis perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak-anak, kerja ijon (debt bondage) dan perhambaan serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk pengerahan anak-anak secara paksa atau wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata;

b. pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno; c. pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan haram,

khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional yang relevan;

d. pekerjaan yang sifatnya atau lingkungan tempat pekerjaan itu apabila dilakukan dapat membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak-anak.

Dari ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang anak tidak patut untuk melakukan suatu pekerjaan yang memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan ketentuan di atas. Berikut adalah beberapa bentuk pekerjaan terlarang bagi anak, sesuai dengan yang diatur di dalam ketentuan Konvensi ini, antara lain:

a. Pekerjaan di bidang pertanian

Sejumlah besar anak bekerja di sektor pertanian dan perikanan. Anak-anak ini mulai bekerja sejak usia dini dan jam kerja mereka lebih panjang daripada jam kerja anak-anak di perkotaan. Anak-anak sering kali dijumpai sedang bekerja di ladang milik keluarga atau lahan sewaan. Di samping itu, tidak mustahil satu keluarga, termasuk anak-anak, dipekerjakan sebagai satu unit oleh perusahaan pertanian.


(40)

b. Pekerjaan rumah tangga

Bentuk pekerja anak ini sangat umum dijumpai di Indonesia dan banyak orang menganggapnya sebagai suatu hal yang wajar dan dapat diterima. Pekerjaan rumah tangga dapat dikerjakan anak di rumah orangtuanya seperti membersihkan rumah, memasak dan menjaga adik laki-laki dan adik perempuan. Masalah timbul ketika pekerjaan rumah tangga dilakukan di rumah tangga orang lain. Pekerja anak di sektor ini diharuskan bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang, tanpa diberi kesempatan untuk bersekolah dan dalam keadaan terkucil dari orang tua dan teman-temannya. Mereka juga berisiko dianiaya secara jasmani maupun seksual oleh majikannya.35

c. Pekerjaan di tambang dan galian

Pekerja anak juga banyak dijumpai di dalam sektor pertambangan skala kecil di Indonesia dan di banyak negara lainnya. Di sektor ini, mereka bekerja dengan jam kerja yang panjang tanpa diberi alat pelindung, pakaian kerja atau pelatihan yang memadai, dan harus menghadapi tingkat kelembaban yang tinggi dan suhu yang ekstrim. Pekerja anak di pertambangan beresiko menderita cedera otot karena ketegangan yang berlebihan pada otot sewaktu berusaha menarik, membawa atau mengangkat sesuatu yang berat, kelelahan/kehabisan tenaga dan gangguan otot serta tulang, dan beresiko menderita cedera

35


(41)

yang serius karena tertimpa benda jatuh. Di banyak negara, anak-anak yang masih sangat muda, berusia 6 atau 7 tahun, sudah bekerja memecah batu dengan palu, mencuci bijih, mengayaknya dan memindahkannya dari satu tempat ke tempat lain. Banyak pula pekerja anak berusia 9 tahun sudah bekerja di bawah tanah, memasang bahan peledak dan mengambilkan serta membawakan barang untuk pekerja dewasa.

d. Pekerjaan dalam proses manufaktur

Keterlibatan anak dalam pekerjaan manufaktur (pekerjaan pengolahan untuk membuat atau menghasilkan suatu produk) ada bermacam-macam. Ada anak yang dilibatkan/dipekerjakan secara tetap atau hanya dipekerjakan dan diberhentikan menurut kebutuhan, secara legal atau ilegal, sebagai bagian dari usaha orang tuanya/keluarganya atau dengan secara langsung bekerja untuk seorang majikan, atau bekerja di pabrik atau bengkel-bengkel kecil. Jenis-jenis pekerjaan seperti ini antara lain meliputi pekerjaan mengasah batu permata, dan membuat berbagai macam produk seperti pakaian dan alas kaki, bahan-bahan kimia, kuningan, kaca, kembang api, dan korek api. Pembuatan produk-produk tersebut dapat membuat anak-anak terkena bahan-bahan kimia berbahaya, terpaksa harus berada di ruangan yang pengap karena ventilasinya buruk, berisiko terkena kebakaran, dan


(42)

ledakan, keracunan, mendapat penyakit pernafasan, menderita luka tergores, menderita luka bakar dan bahkan menyebabkan kematian.36

e. Pebudakan dan kerja paksa

Meskipun sudah ada konvensi-konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dan ILO yang ditujukan untuk menghentikannya, praktik perbudakan dan kerja paksa masih saja terus dilakukan. Kerja paksa paling banyak dijumpai di daerah-daerah pedesaan. Di sana kerja paksa dapat dengan lebih mudah disembunyikan sehingga tidak diketahui oleh pihak berwajib serta tidak sampai tersiar keluar dan menarik perhatian masyarakat. Kerja paksa juga kadang-kadang dikaitkan dengan penindasan etnis kaum minoritas dan penduduk pribumi. Para ahli percaya bahwa perdagangan anak (trafficking in children) semakin menjadi-jadi, baik di dalam batas negara maupun di luar batas negara hingga memasuki wilayah negara lain. Anak-anak diperdagangkan untuk dimanfaatkan sebagai pekerja paksa dalam berbagai situasi, seperti eksploitasi seks komersial, kerja ijon (praktik mempekerjakan anak untuk membayar utang) di sektor pertanian, atau pekerjaan rumah tangga. Di Indonesia, banyak kaum migran berusia muda yang berisiko menjadi korban perdagangan anak dengan beberapa di antaranya dipaksa atau diperdaya untuk bekerja di industri seks

36


(43)

setelah meninggalkan kampung halamannya untuk mencari pekerjaan.37

f. Pekerjaan dalam perekonomian informal

Pekerjaan informal yang dilakukan anak-anak meliputi beragam kegiatan. Banyak kegiatan tersebut berlangsung di jalanan dan anak yang disuruh mengerjakannya hanya dibekali dengan perlengkapan minim, misalnya, pekerjaan mengangkut beban di tempat konstruksi dan di pembuatan batu bata. Beberapa jenis pekerjaan informal yang dilakukan anak-anak dapat dianggap sebagai pekerjaan mencari uang secara mandiri (self-employment), misalnya menyemir sepatu, mengemis, menarik becak, menjadi kernet angkutan kota, berjualan koran, menjadi tukang sampah, dan memulung. Pekerjaan informal lainnya berlangsung di rumah dan karena itu, kurang terlihat oleh umum.38

D. Pengaturan Hukum Mengenai Pekerja Anak Berdasarkan Hukum

Internasional

Dunia Internasional menaruh perhatian yang besar terhadap perkembangan serta perlindungan pekerja anak di dunia. Perlindungan hukum terhadap pekerja anak merupakan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Hak-hak anak

37

ILO, Serikat Pekerja/Serikat Buruh & Pekerja Anak, 2009, Ibid., hal 9 38


(44)

sejatinya merupakan bagian dari hak asasi manusia. Dalam hukum internasional, hak-hak anak telah diatur di dalam:

1) Konvensi PBB tentang Hak Anak (The United Nations Convention on the Rights of the Child )

Konvensi PBB tentang Hak Anak (The United Nations Convention on the Rights of the Child) atau yang selanjutnya disebut dengan CRC, ditetapkan pada tahun 1989. Pasal CRC yang paling erat kaitannya dengan perjuangan memerangi masalah pekerja anak adalah Pasal 32 yang berbunyi: “Negara mengakui hak anak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan dari melakukan pekerjaan yang berpotensi mengandung risiko bahaya atau mengganggu pendidikan anak, atau membahayakan kesehatan atau perkembangan jasmani mental, rohani, moral atau sosial anak.”39

2) Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk

Diperbolehkan Bekerja

Ketentuan konvensi ini, secara tidak langsung memerintahkan kepada negara-negara peratifikasi, untuk melindungi anak-anak dari segala kegiatan eksploitasi terhadap dirinya, yang dapat membahayakan kesehatannya, baik secara fisik maupun mental, serta tumbuh kembangnya.

Konvensi ini mewajibkan Negara menerapkan kebijakan nasional yang akan secara efektif menghapus pekerja anak. Konvensi ini

39


(45)

menetapkan usia minimum diperbolehkan bekerja atau usia minimun untuk bekerja yang tidak boleh kurang dari usia usai wajib belajar, agar perkembangan fisik dan mental anak tidak terganggu sebelum mereka memasuki usia angkatan kerja. Butir-butir utama konvensi adalah:

a. Konvensi berlaku untuk semua sektor kegiatan ekonomi.

b. Negara diwajibkan memberlakukan kebijakan nasional untuk memastikan dihapuskannya pekerja anak.

c. Negara harus mendeklarasikan usia minimum nasional untuk diperbolehkan bekerja. Usia minimum nasional tersebut berlaku untuk anak-anak yang dipekerjakan untuk mendapatkan upah maupun untuk anak-anak yang bekerja secara mandiri ( self-employed).

d. Usia minimum untuk masuk kerja haruslah 15 tahun. Bilamana usia yang wajar untuk meninggalkan sekolah lebih tinggi daripada 15 tahun, maka usia minimum untuk masuk kerja juga sekurang-kurangnya harus usia tersebut.

e. Negara berkembang yang perekonomian dan fasilitas

pendidikannya belum mencapai tingkat perkembangan yang memadai atau mencukupi diperbolehkan menetapkan usia 14 tahun sebagai usia minimum awal. Usia minimum awal ini hendaknya secara bertahap dinaikkan.


(46)

f. Usia minimum 18 tahun ditetapkan untuk setiap pekerjaan yang dianggap berbahaya. Usia ini dapat dikurangi menjadi 16 tahun apabila kaum muda tersebut mendapatkan perlindungan dari bahaya dan dengan diberi instruksi atau pelatihan khusus.

g. Tenaga kerja muda yang berusia 13 tahun atau lebih boleh dipekerjakan dalam pekerjaan ringan tertentu, apabila tidak merusak kesehatan mereka dan tidak mempengaruhi kehadiran dan prestasi mereka di sekolah atau di kursus pelatihan. Di negara-negara sedang berkembang, ketentuan ini dapat berlaku untuk tenaga kerja muda berusia 12 tahun atau lebih.

h. Konvensi ini tidak berlaku untuk pekerjaan umum, kejuruan atau teknis yang dilakukan di sekolah atau lembaga pelatihan.40

3) Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerjaan Anak.

Konvensi tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan Anak ditetapkan secara aklamasi pada tahun 1999. Konvensi ini mendefinisikan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak seperti praktik perbudakan anak, kerja paksa, kerja ijon, perdagangan anak, penghambaan, prostitusi, pornografi, dan bentuk-bentuk pekerjaan

40


(47)

yang membahayakan kesehatan, keselamatan dan moral anak. Konvensi ini memerlukan langkah-langkah segera dan efektif untuk memastikan ditetapkannya pelarangan dan penghapusan bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak tersebut sebagai hal yang mendesak. Beberapa ketentuan penting dari konvensi ini adalah:

a. Yang dimaksud dengan ‘anak’ adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun, sama seperti pengertian tentang "anak" dalam Konvensi tentang Hak Anak (Pasal 2).

b. Kegiatan-kegiatan tertentu yang didefinisikan sebagai bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak adalah: semua bentuk-bentuk perbudakan, pelacuran, pemanfaatan anak dalam pornografi dan dalam produksi dan perdagangan dan peredaran obat-obat terlarang (Pasal 3).

c. Di luar bentuk yang telah disebutkan sebagai bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, selanjutnya masing-masing pemerintah, melalui konsultasi dengan organisasi pekerja dan pengusaha, diserahkan untuk membuat daftar rinci berisi apa yang merupakan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, yaitu pekerjaan yang dapat merusak kesehatan, keselamatan atau moral anak (Pasal 3 huruf d).

d. Negara harus mengambil langkah-langkah segera dan efektif untuk menghapus bentuk-bentuk terburuk ini (Pasal 1).41

41


(48)

e. Negara harus membentuk mekanisme yang tepat untuk memantau pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan yang memberlakukan Konvensi ini (Pasal 5).

f. Negara harus menyusun dan menjalankan program aksi untuk menghapus, sebagai suatu prioritas, bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak, melalui konsultasi dengan lembaga-lembaga pemerintah, organisasi pengusaha dan pekerja, dan juga dengan kelompok-kelompok lain yang berkepentingan sebagaimana sepatutnya (Pasal 6).

g. Negara harus mengupayakan rehabilitasi dan pengintegrasian sosial para pekerja anak yang telah berhasil ditarik keluar dari pelarangan dan tindakan segera untuk menghapuskan bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak (Pasal 7 ayat (2) huruf b).

h. Hendaknya ada akses untuk mendapatkan pendidikan dasar secara gratis dan, bilamana memungkinkan dan diperlukan, pendidikan kejuruan, untuk semua anak yang telah dibebaskan dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak (Pasal 7 ayat (2) huruf c). i. Pertimbangan harus diberikan terhadap situasi khusus yang

dihadapi anak perempuan (Pasal 7 ayat (2) huruf e).

j. Pihak berwenang wajib ditunjuk untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang memberlakukan konvensi ini (Pasal 7 ayat (3)).42

42


(49)

BAB III

KEDUDUKAN ILO SEBAGAI ORGANISASI PERBURUHAN INTERNASIONAL

A. Sejarah ILO

ILO adalah sebuah badan khusus dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memiliki tanggung jawab khusus secara internasional dalam mengurusi segala hal terkait dengan masalah ketenagakerjaan. ILO berkantor pusat di Jenewa dan memiliki 179 negara anggota. ILO merupakan badan khusus PBB yang unik. Struktur tripartit yang dimilikinya menempatkan pemerintah, organisasi pengusaha, dan serikat pekerja pada posisi yang setara dalam menentukan program dan proses pengambilan kebijakan.43

International Labour Organization atau yang selanjutnya disebut dengan ILO, merupakan badan khusus PBB yang tertua, dikarenakan ILO berdiri jauh sebelum terbentuknya PBB. ILO didirikan pada tahun 1919, yakni bersamaan dengan berdirinya Liga Bangsa-Bangsa (LBB), sebagai bagian dari Perjanjian Versailles yang mengakhiri Perang Dunia I. Para pendiri ILO telah berkomitmen untuk memasyarakatkan kondisi kerja yang manusiawi serta memerangi ketidakadilan, penderitaan dan kemiskinan.44

Pada tahun 1944, yaitu sewaktu terjadi krisis internasional kedua, para anggota ILO membangun tujuan-tujuan ini dengan menerapkan Deklarasi Philadelphia, yang menyebutkan bahwa:

43

ILO, Pusat Informasi ILO Jakarta, hal 1 44


(50)

a. Pekerja/buruh bukan barang dagangan;

b. Kebebasan menyatakan pendapat dan berserikat;

c. Semua manusia berhak mengenyam kehidupan yang layak, bagi spiritual maupun material dalam suasana kebebasan; dan

d. Wakil-wakil pekerja, pengusaha, dan pemerintah memiliki status yang

sama untuk mengambil keputusan dalam meningkatkan

kemakmuran.45

Pendirian Organisasi Perburuhan Internasional berlandaskan kepercayaan bahwa perdamaian harus dibangun berdasarkan keadilan sosial.

Pada tahun 1946, ILO menjadi lembaga spesialis pertama di bawah PBB yang baru saja terbentuk. Saat peringatan hari jadinya yang ke 50 di tahun 1969, ILO menerima Hadiah Nobel Perdamaian. Besarnya peningkatan jumlah negara yang bergabung dengan ILO selama beberapa dasawarsa setelah masa Perang Dunia II telah membawa banyak perubahan. Organisasi ini meluncurkan program-program bantuan teknis untuk meningkatkan keahlian dan memberikan bantuan kepada pemerintah, pekerja dan pengusaha di seluruh dunia, terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Di negara-negara-negara-negara seperti Polandia, Cili dan Afrika Selatan, bantuan ILO mengenai hak-hak serikat pekerja berhasil membantu perjuangan mereka dalam memperoleh demokrasi dan kebebasan.46

Tahun 1998 merupakan tahun penting bagi ILO, di mana para delegasi yang menghadiri Konferensi Perburuhan Internasional (International Labour Conference) mengadopsi Deklarasi ILO tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak

45

Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 143.

46


(51)

Mendasar di Tempat Kerja.47 Deklarasi tersebut mewajibkan para negara anggota untuk menghormati, meningkatkan dan mempraktikkan hak-hak mendasar yang terkandung di dalam konvensi inti ILO, dengan tanpa memandang apakah mereka sudah meratifikasinya atau belum. Berikut adalah nama-nama pemimpin ILO dari masa ke masa:48

1) Albert Thomas dari Prancis, menjabat dari tahun 1920-1932. 2) Harold Butler dari Inggris, menjabat dari tahun 1932-1939.

3) John Winant dari Amerika Serikat, menjabat dari tahun 1939-1941. Di masa kepemimpinannya, ia telah memindahkan sementara kantor pusat ILO ke Montreal, Kanada, karena alasan keamanan. Pada tahun 1941 ia mengundurkan diri dari jabatannya ketika ia diangkat sebagai Duta Besar Amerika Serikat untuk Inggris.

4) Edward Phelan dari Irlandia, menjabat dari tahun 1941-1948. Edward Phelan berperan besar dalam merumuskan Deklarasi Philadelphia pada tahun 1944. Di masa kepemimpinannya, pada tahun 1946, ILO menjadi badan khusus PBB, yang pada saat itu baru saja terbentuk.

5) David Morse dari Amerika Serikat, menjabat dari tahun 1948-1970. Di masa kepemimpinannya, ILO mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1965, tepat pada saat peringatan hari jadi ILO yang ke 50 tahun.

6) Wilfred Jenks dari Inggris, menjabat dari tahun 1970-1973.

47

ILO, Sekilas Tentang ILO, Ibid., hal. 3 48

ILO, Origins and History, Sebagaimana dimuat dalam: http://www.ilo.org/global/about-the-ilo/history/lang--en/index.htm. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 pukul 20.00 WIB.


(52)

7) Francis Blanchard dari Prancis, menjabat dari tahun 1973-1989. Di masa kepemimpinannya, ILO berperan besar dalam pembebasan Polandia dari belenggu diktator dengan memberikan dukungan penuh untuk melegitimasi keberadaan Solidarnosc Union49

8) Michel Hansenne dari Belgia, menjabat dari tahun 1989-1999. sebagai serikat buruh sesuai dengan Konvensi No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi, yang telah diratifikasi oleh Polandia pada tahun 1957.

9) Juan Somavia dari Cili, menjabat dari tahun 1999-2012. Di masa kepemimpinannya, ILO mengambil peran dalam usaha memberantas kemiskinan demi tercapainya TheMillenium Development Goals. 10) Guy Rider dari Inggris, terpilih menjadi Director-General ILO di

bulan Oktober 2012 untuk masa jabatan selama 5 tahun.

B. Tujuan dan Tugas ILO

Tujuan utama ILO adalah mempromosikan kesempatan bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif, dalam suasana yang merdeka, setara, aman dan bermartabat. ILO berusaha mencapai tujuan ini melalui empat kunci sasaran, yakni:50

1. Mempromosikan dan mewujudkan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja;

49

Solidarnosc Union adalah satu-satunya serikat buruh di negara Polandia yang tidak berada di bawah kekuasaan pihak komunis. Sebagaimana dimuat dalam: http://en.wikipedia.org/wiki/Solidarity_(Polish_trade_union). Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 pukul 22.00 WIB.

50


(53)

2. Menciptakan kesempatan yang lebih besar bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak;

3. Meningkatkan cakupan dan keefektifan perlindungan sosial untuk semua;

4. Memperkuat asas tripartit dan dialog sosial.

Berikut adalah tugas-tugas ILO dalam mencapai tujuannya, antara lain:51

1) Merumuskan kebijakan dan program internasional untuk

mempromosikan hak asasi manusia, memperbaiki kondisi kerja dan hidup, dan meningkatkan kesempatan kerja;

2) Menciptakan standar perburuhan internasional yang didukung oleh sistem yang unik untuk mengawasi segala hal terkait dengan masalah ketenagakerjaan;

3) Merumuskan program kerjasama internasional yang dilaksanakan dalam kemitraan yang aktif dengan konstituen, untuk membantu negara-negara anggota menjalankan setiap kebijakan secara efektif; 4) Memberikan pelatihan, pendidikan dan kegiatan penelitian untuk

membantu upaya ini.

C. Struktur Organisasi ILO

ILO merupakan organisasi yang unik dikarenakan karakter tripartit yang dimilikinya, dimana di dalam organ-organnya duduk wakil-wakil dari pihak pemerintah, pengusaha dan buruh.

51

ILO, Mission and Objectives. Sebagaimana dimuat dalam: http://www.ilo.org/global/about-the-ilo/mission-and-objectives/lang--en/index.htm. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 pukul 23.00 WIB.


(54)

Ketiga organ utama ILO adalah:52

1) Konferensi Buruh Internasional (International Labour Conference) 2) Badan Pelaksana (Governing Body);

3) Kantor Buruh Internasional (International Labour Office)

1. Konferensi Buruh Internasional

Konferensi Buruh Internasional merupakan badan pembuat keputusan dan badan legislatif, yang dalam kenyataannya merupakan suatu "Parlemen Industri Dunia". Konferensi terdiri dari empat wakil yang berasal dari negara-negara anggota, dua mewakili pihak pemerintah, masing-masing satu dari pihak buruh dan manajemen dari negara yang bersangkutan. Para delegasi membicarakan dan melakukan pemungutan suara secara independen. Pemungutan suara dilakukan dengan melalui suara terbanyak dua pertiga. Konferensi itu menunjang peraturan perundang-undangan perburuhan di setiap negara dengan mengeluarkan:53

a. Rekomendasi-rekomendasi; dan b. Konvensi-konvensi.

Suatu rekomendasi menyatakan prinsip-prinsip untuk memberikan pedoman kepada suatu negara dalam merancang undang-undang perburuhan atau peraturan-peraturan perburuhan dan karena alasan inilah telah dibuat suatu instrumen yang menentukan standar-standar. Namun, negara-negara tidak terikat kewajiban untuk memberlakukan rekomendasi-rekomendasi tersebut, meskipun

52

J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 2, alih bahasa oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, S,.H., (Jakarta: Sinar Grafika, 1989), hal. 860

53


(55)

mereka terikat pada kewajiban untuk mengajukan rekomendasi tersebut kepada otoritas legislatif nasionalnya. Suatu konvensi ILO mempunyai sifat traktat, walaupun konvensi tersebut disahkan oleh konferensi dan tidak ditandatangani oleh para delegasi negara-negara anggota. Yang terutama, konvensi itu dirancang sebagai sebuah contoh model bagi perundang-undangan domestik. Negara-negara anggota berkewajiban untuk mengajukan konvensi tersebut kepada otoritas-otoritas yang kompeten untuk diundangkan atau dilakukan tindakan lainnya (Pasal 19 Konstitusi ILO).

Apabila suatu negara anggota telah memperoleh persetujuan atas suatu konvensi, maka negara yang bersangkutan wajib meratifikasinya dan karena itu memikul kewajiban dalam menerapkan ketentuan-ketentuannya. Negara-negara anggota juga berkewajiban memberikan laporan tahunan tentang tindakan-tindakan yang telah dilakukannya untuk melaksanakan perundang-undangannya sesuai dengan konvensi.

2. Badan Pelaksana

Badan Pelaksana yang mengadakan pertemuan beberapa kali dalam satu tahun, lebih kurang merupakan suatu organ eksekutif dari organisasi. Badan inipun berkarakter tripartit seperti halnya konferensi, dengan beranggotakan 56 anggota, 28 diantaranya mewakili pihak pemerintah, 14 wakil pengusaha dan dipilih oleh para delegasi buruh pada konferensi. Badan Pelaksana mengangkat Direktur Jenderal Kantor Buruh Internasional, mengusulkan Anggaran Organisasi


(56)

dan mengawasi pekerjaan Kantor Buruh Internasional serta berbagai Komite dan Komisi.54

Di samping konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi (yang sampai saat ini telah dikeluarkan lebih dari 160 konvensi dan lebih dari 170

Amandemen-amandemen tahun 1945 dan 1946 terhadap konstitusi dilakukan terutama dengan tujuan untuk memperkuat ketentuan-ketentuan bagi penerapan konvensi-konvensi yang dikeluarkan oleh konferensi, untuk menjadikan ILO sebagai perangkat kerja independen dari Liga Bangsa-Bangsa, serta untuk memungkinkannya bekerja sama lebih dekat dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan lembaga-lembaga internasional lainnya. Amandemen-amandemen ini meliputi perumusan kembali Pasal 19 Konstitusi ILO yang berkenaan dengan kewajiban-kewajiban negara anggota berkaitan dengan konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi, termasuk penambahan pada kewajiban bagi negara-negara anggota untuk melaporkan dari waktu ke waktu mengenai hukum dan praktek apabila otoritasi-otoritas yang berwenang belum menyetujui instrumen-instrumen yang diajukan kepadanya untuk mendapat persetujuan dan tindakan lainnya serta, juga meliputi ketentuan-ketentuan yang lebih spesifik mengenai penerapan instrumen-instrumen ini di negara-negara federal. Lebih lanjut oleh Pasal 19 Konstitusi ILO, istilah "konvensi" dipakai untuk menggantikan istilah "rancangan konvensi" yang tidak tepat dan di dalam Pasal 13 Konstitusi ILO, dibuat ketentuan yang mengatur pembiayaaan independen dari organisasi tersebut.

54


(57)

rekomendasi), organisasi melalui organ-organnya telah mengeluarkan instrumen-instrumen yang kurang formal untuk menegaskan kebijaksanaan-kebijaksanaannya, misalnya, resolusi-resolusi, konklusi-konklusi, observasi-observasi, ketentuan tentang garis pedoman dan laporan-laporan. Secara kolektif, instrumen-instrumen ini membentuk sebuah Kode Perburuhan Internasional (International Labour Code) yang membuat standar-standar kebijaksanaan perburuhan dunia.55

55

J.G.Starke, Ibid.,hal 861

Ciri penting lainnya dari perangkat kerja organisasi adalah ketentuan-ketentuan dalam Pasal 24 dan Pasal 25 Konstitusi ILO yang memberikan hak kepada asosiasi pengusaha perindustrian dan serikat-serikat buruh untuk mengajukan pengaduan kepada Badan Pelaksana apabila suatu negara telah lalai mematuhi secara efektif suatu konvensi yang mengikatnya. Kemudian terdapat prosedur pengaduan oleh negara-negara anggota yang ditetapkan dalam Pasal 26 sampai Pasal 34 Konstitusi ILO, dimana pengaduan ini dapat menyebabkan diangkatnya sebuah Komisi Penyelidikan dan dilakukannya tindakan terhadap negara yang tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya itu, untuk mendesaknya menaati kewajiban-kewajiban tersebut. Pengawasan atas pelaksanaan instrumen-instrumen ILO itu dilakukan oleh sebuah komite para ahli tentang penerapan konvensi-konvensi dan rekomendasi-rekomendasi.


(58)

3. Kantor Perburuhan Internasional

Merupakan staf administrasi atau dinas sipil organisasi, yang mengemban fungsi yang mirip sekali dengan fungsi sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa dan bertindak sebagai sebuah penerbit.56

D. Kedudukan ILO sebagai Organisasi Perburuhan Internasional

Defenisi organisasi internasional sangatlah beragam. Berikut adalah defenisi-defenisi organisasi internasional menurut para ahli:

a. Boer Mauna menyatakan bahwa organisasi internasional adalah suatu perhimpunan negara-negara yang merdeka dan berdaulat yang bertujuan untuk mencapai kepentingan bersama melalui organ-organ dari perhimpunan itu sendiri.57

b. Rebecca M.M. Wallace menyatakan bahwa organisasi internasional untuk tujuan hukum internasional adalah suatu satuan yang dikukuhkan dengan perjanjian yang memiliki negara-negara sebagai anggota utamanya.58

c. N.A. Maryan Green menyatakan bahwa organisasi internasional adalah organisasi yang dibentuk berdasarkan suatu perjanjian, di mana tiga atau lebih negara menjadi peserta.59

56

J.G.Starke, Op. cit., hal 862 57

Boer Mauna, seperti yang dikutip oleh Hasnil Basri Siregar, S.H., Pekermbangan Organisasi Internasional, (Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, 1998), hal. 2

58

Rebecca M. M. Wallace, Hukum Internasional, alih bahasa oleh Bambang Arumanandi, S.H., M.Sc., (Semarang: Press Semarang, 1993), hal. 71

59


(59)

ILO selaku organisasi internasional, berusaha untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat di dunia, khususnya bagi kaum pekerja. ILO menjalankan fungsinya sebagai pembuat standar perburuhan internasional, dimana standar perburuhan internasional tersebut berupa konvensi (convention)

dan rekomendasi (recommandation) yang menetapkan suatu standar minimum. Untuk melindungi dan meningkatkan penghormatan terhadap hak-hak dasar pekerja, ILO menetapkan Deklarasi tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja pada tahun 1998. Deklarasi ini berisi empat kebijakan dasar, yakni:60

1) Hak pekerja untuk berserikat secara bebas dan bernegosiasi secara kolektif;

2) Menghapuskan kerja paksa; 3) Menghapuskan pekerja anak;

4) Menghapuskan diskriminasi yang tidak adil dikalangan pekerja.

Deklarasi tersebut mewajibkan negara-negara anggota ILO untuk menghormati, meningkatkan dan mempraktikkan hak-hak mendasar yang merupakan pokok dari konvensi-konvensi inti ILO. Berikut adalah 8 (delapan) konvensi inti ILO yang mengatur mengenai hak-hak dasar pekerja, antara lain:61

60

International Labour Organization, Sebagaimana dimuat dalam: http://en.wikipedia.org/wiki/International_Labour_Organization . Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 pukul 15.00 WIB

61


(60)

1. Konvensi No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan terhadap Hak Berorganisasi

Konvensi ini menjamin pengusaha dan pekerja/buruh hak untuk membentuk dan bergabung dengan organisasi pengusaha atau organisasi pekerja/buruh, dan untuk melaksanakan secara bebas hak untuk berorganisasi. Menjamin dihapuskannya tindakan-tindakan diskriminasi anti serikat pekerja/serikat buruh, dan menjamin diberikannya perlindungan terhadap organisasi pengusaha dan organisasi pekerja/buruh dari campur tangan atau pembatasan-pembatasan oleh pihak berwajib.

2. Konvensi No. 98 Tahun 1949 tentang Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama

Konvensi ini melindungi pekerja/buruh yang menjalankan haknya untuk berserikat; menjunjung tinggi prinsip tidak campur tangan antara organisasi pekerja/buruh dan organisasi pengusaha; dan mempromosikan perundingan bersama secara sukarela.

3. Konvensi No. 29 Tahun 1930 tentang Kerja Paksa atau Wajib Kerja

Konvensi ini bertujuan mengenyahkan dengan segera segala bentuk kerja paksa (forced labor) atau wajib kerja (compulsory labor). Sekalipun demikian, ada lima pengecualian yang diizinkan oleh


(61)

konvensi ini, yaitu: (1) wajib militer; (2) kewajiban sipil tertentu; (3) menggunakan tenaga narapidana sebagai hasil hukuman yang telah ditetapkan pengadilan; (4) pekerjaan yang dibutuhkan dalam keadaan darurat; dan (5) pekerjaan berskala kecil yang menekankan semangat kebersamaan masyarakat, yang dilakukan secara bergotong royong.

4. Konvensi No. 105 Tahun 1957 tentang Penghapusan Kerja Paksa Konvensi ini menetapkan penghapusan segala bentuk kerja paksa atau wajib kerja sebagai alat pemaksaan atau pendidikan politik; sebagai hukuman atas pernyataan pendapat politik dan ideologi tertentu; sebagai pengerahan pekerja; sebagai cara mendisplinkan tenaga kerja; sebagai hukuman karena ikut ambil bagian dalam pemogokan; dan sebagai cara untuk melakukan diskriminasi berdasarkan ras, sosial, nasional atau agama.

5. Konvensi No. 100 Tahun 1951 tentang Pengupahan yang Setara Konvensi ini menggaris bawahi atau menekankan pentingya prinsip kesetaraan upah antara laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang setara nilainya. Hal ini mencakup semua pembayaran yang dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerjaan oleh laki-laki dan perempuan: upah pokok dan setiap pembayaran tambahan, secara langsung maupun tidak, dalam bentuk uang secara tunai maupun dalam bentuk bukan uang.


(62)

6. Konvensi No. 111 Tahun 1958 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan

Konvensi ini melindungi hak kesetaraan kesempatan dan perlakuan. Menetapkan agar kebijakan nasional dirancang untuk menghapus segala diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, aliran atau paham politik, keturunan bangsa asal atau asal usul sosial.

7. Konvensi No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan Anak.

Konvensi tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan Anak ditetapkan secara aklamasi pada tahun 1999. Konvensi ini mendefinisikan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak seperti praktik perbudakan anak, kerja paksa, kerja ijon, perdagangan anak, penghambaan, prostitusi, pornografi, dan bentuk-bentuk pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan dan moral anak. Konvensi ini memerlukan langkah-langkah segera dan efektif untuk memastikan ditetapkannya pelarangan dan penghapusan bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak tersebut sebagai hal yang mendesak. Beberapa ketentuan penting dari konvensi ini adalah:


(63)

a. Yang dimaksud dengan "anak" adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun, sama seperti pengertian tentang "anak" dalam Konvensi tentang Hak Anak (Pasal 2).

b. Kegiatan-kegiatan tertentu yang didefinisikan sebagai bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak adalah: semua bentuk-bentuk perbudakan, pelacuran, pemanfaatan anak dalam pornografi dan dalam produksi dan perdagangan dan peredaran obat-obat terlarang (Pasal 3).

c. Di luar bentuk yang telah disebutkan sebagai bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, selanjutnya masing-masing pemerintah, melalui konsultasi dengan organisasi pekerja dan pengusaha, diserahkan untuk membuat daftar rinci berisi apa yang merupakan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak., yaitu pekerjaan yang dapat merusak kesehatan, keselamatan atau moral anak (Pasal 3 huruf d).

d. Negara harus mengambil langkah-langkah segera dan efektif untuk menghapus bentuk-bentuk terburuk ini (Pasal 1).62

e. Negara harus membentuk mekanisme yang tepat untuk memantau pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan yang memberlakukan Konvensi ini (Pasal 5).

f. Negara harus menyusun dan menjalankan program aksi untuk menghapus, sebagai suatu prioritas, bentuk-bentuk terburuk

62


(64)

pekerjaan anak, melalui konsultasi dengan lembaga-lembaga pemerintah, organisasi pengusaha dan pekerja, dan juga dengan kelompok-kelompok lain yang berkepentingan sebagaimana sepatutnya (Pasal 6).

g. Negara harus mengupayakan rehabilitasi dan pengintegrasian sosial para pekerja anak yang telah berhasil ditarik keluar dari pelarangan dan tindakan segera untuk menghapuskan bentuk-bentuk terburuk pekerjaan anak. (Pasal 7 ayat (2) huruf b).

h. Hendaknya ada akses untuk mendapatkan pendidikan dasar secara gratis dan, bilamana memungkinkan dan diperlukan, pendidikan kejuruan, untuk semua anak yang telah dibebaskan dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. (Pasal 7 ayat (2) huruf c). i. Pertimbangan harus diberikan terhadap situasi khusus yang

dihadapi anak perempuan (Pasal 7 ayat (2) huruf e).

j. Pihak berwenang wajib ditunjuk untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang memberlakukan konvensi ini (Pasal 7 ayat (3)).

8. Konvensi No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja

Konvensi ini mewajibkan negara menerapkan kebijakan nasional yang akan secara efektif menghapus pekerja anak. Konvensi ini menetapkan usia minimum diperbolehkan bekerja atau usia minimun untuk bekerja yang tidak boleh kurang dari usia usai wajib belajar,


(1)

dunia demi tercapainya suatu keadilan sosial. ILO juga memberikan peluang bagi serikat pekerja ataupun organisasi pengusaha di suatu negara anggota, untuk mengajukan pengaduan kepada ILO apabila terjadi suatu pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah negara-negara anggota ILO dalam menerapkan ketentuan konvensi-konvensi yang telah diratifikasinya. Namun pada prinsipnya, perlindungan hukum terhadap pekerja anak pada kenyataannya bergantung di tangan pemerintah suatu negara, karena sesungguhnya, peran organisasi internasional hanyalah sebagai pembentuk standar-standar internasional yang nantinya dapat digunakan sebagai pedoman bagi negara dalam melakukan legislasi terhadap peraturan-peraturan hukum terkait dengan masalah pekerja anak.

B. Saran

Berdasarkan sejumlah penjelasan diatas, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Perlindungan hukum terhadap pekerja anak pada hakikatnya merupakan tanggung jawab dari pihak pemerintah suatu negara. Oleh karena itu, demi memberikan suatu perlindungan terhadap pekerja anak, hendaknya pemerintah membuat suatu undang-undang atau peraturan-peraturan khusus yang mengatur mengenai perlindungan terhadap anak sebagai pekerja. Undang-undang atau peraturan-peraturan khusus tersebut juga hendaknya menyediakan ruang-ruang


(2)

bagi publik dengan suatu sistem yang jelas agar mereka dapat secara aktif berpartisipasi dan ikut mengawasi negara dalam rangka memberikan bagi pekerja anak.

2. Dalam kaitannya memberantas pekerja anak di dunia, maka setiap pemerintah harus mempunyai target untuk menghapus pekerja anak secara tuntas. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukanlah suatu kebijakan yang bersifat nasional dengan upaya menghapuskan kemiskinan yang telah terstruktur. Disamping itu, hendaknya pihak pemerintah membangun sistem pendidikan yang kuat, dan tidak membebani rakyat, karena selama ini, mayoritas anak-anak yang bekerja dikarenakan orangtua mereka tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk menyekolahkan anak-anaknya. Selain itu, pemerintah haruslah membangun kesadaran publik bahwa pekerja anak pada prinsipnya membawa dampak yang buruk bagi kesehatan anak, baik fisik maupun mental, serta tumbuh kembangnya. Anak merupakan generasi penerus bangsa. Oleh karena itu, perlindungan terhadap anak merupakan kewajiban kita bersama.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku:

Gamini Herath and Kishor Sharma, Child Labour in South Asia, England: Ashgate Publishing Limited, 2007

Supriady W. Eddyono, Pengantar Konvensi Hak Anak, lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Jakarta, 2005

Rachel Hodgkin and Peter Newell, Implementation Handbook for The Convention on The Rights of The Child, UNICEF, 2007

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2000

M.L. Tobing, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983

Departemen Pekerja dan Transmigrasi RI, Modul Penanganan Pekerja Anak, Jakarta, 2005

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2007

ILO, Serikat Pekerja/Serikat Buruh & Pekerja Anak, 2009

ILO, Proyek Pendukung Program Terikat Waktu Indonesia untuk Penghapusan bentuk Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-Bentuk Terburuk Pekerja Anak. –Tahap II, Jakarta, 2008

Franzisca Humbert, The Challenge of Child Labour in International Law(Cambridge Studies in International and Comparative Law), 2009


(4)

ILO, Child Labour, Targeting the Intolerable UNICEF, The State of the World’s Children, 1997 ILO/IPEC, Khair, Child Labour in Bangladesh UNICEF, End Child Exploitation

ILO, Pusat Informasi ILO Jakarta ILO, Sekilas Tentang ILO

Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003

J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 2, alih bahasa oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, S,.H., Jakarta: Sinar Grafika, 1989

Hasnil Basri Siregar, S.H., Pekermbangan Organisasi Internasional, Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, 1998

Rebecca M. M. Wallace, Hukum Internasional, alih bahasa oleh Bambang Arumanandi, S.H., M.Sc., Semarang: Press Semarang, 1993

N. A. Maryan Green, International Law, London: Pitman Publishing, 1987

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Cetakan Ke V, 2000

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Cetakan Pertama, Bandung: PT. Refika Aditama, 2008

Dan O’Donnel, Perlindungan Anak, Sebuah Panduan bagi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, alih bahasa Agus Ryanto, Jakarta: UNICEF, 2006

Edy Ikhsan, Beberapa Catatan tentang Konvensi Hak Anak, Medan: USU Digital Library, 2002


(5)

C. de Rover, To Serve & To Protect Acuan Universal Penegakan HAM , alih bahasa Supardan Mansyur, Cetakan Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000

Ahmad Sofian, S.H., M. H., Perlindungan Anak di Indonesia: Dilema dan Solusinya, Medan: PT. Sofmedia, 2012

Elena Arnal, Steven Tobin, Raymond Torres, Combating Child Labour: A Review of Policies, OECD, 2003

ILO, Konstitusi Organisasi Perburuhan Intetnasional, Jakarta: ILO Jakarta, 2012

Thesis:

Setiono, Rule Of Law (Supremasi Hukum), Surakarta : Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003

Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Investor Di Indonesia, Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003

Instrumen Hukum:

Konvensi Hak Anak Tahun 1989 Konstitusi ILO

Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja

Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan Anak


(6)

UU No. 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 138 Tahun 1973 tentang Batasan Usia Minimum Diperbolehkan untuk Bekerja

UU No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk Menghapuskan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan Anak.

UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Website

www.ilo.org

www.shipbreakingbd.info www.unicef.org

www.academia.edu www.fidh.org

www.yourdictionary.com. www.wikipedia.org

http://www.tesishukum.com http://ngm.nationalgeographic.com http://jodisantoso.blogspot.com