berkembang menjadi AIDS, 20-50 menjadi ARC AIDS Related Complex dimana 90 diantaranya akan mengalami penurunan system kekebalan
tubuh yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium Koes Irianto, 2014: 464.
Berdasarkan laporan yang disampaikan secara resmi ke WHO GPA tampak adanya peningkatan yang tajam dari jumlah penderita baru maupun
kumulatif setia tahunnya dari berbagai negarawilayah sampai dengan akhir Maret 1990, 153 negara telah melaporkan adanya satu atau lebih penderita,
sedangkan 24 negara melaporkan tidak ada penderita. Jumlah seluruh penderita adalah 237.110. Perinciannya adalah sebagai berikut: Afrika
51.978 21,9, Amerika 150.619 63,5, Asia 618 0,3, Eropa 31.948 13,5 dan Oceania 1.947 0,8 Koes Irianto, 2014: 469-470.
Walaupun jumlah kasus infeksi HIVAIDS di Indonesia yang dilaporkan sampai tahun 2003 mencapai 2.156 orang, namun estemasi jumlah yang
sebenarnya saat ini diperkirakan lebih dari 30.000, bahkan ada tim ahli yang memperkirakan saat ini sudah lebih dari 150.000 orang yang terinfeksi
HIV. Dua tim yang berbeda memproyeksikan jumlah penderita infeksi HIV di Indonesia lebih dari 500.000 orang pada tahun 2000. Jadi, infeksi
HIVAIDS menjadi masalah yang serius bagi Indonesia Soekidjo Notoatmodjo, 2007: 319.
2.1.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pencegahan
Penularan HIVAIDS
Menurut Rinny Faulina dan Priyadi Nugraha Prabamukti 2012, upaya pencegahan terhadap penularan HIVAIDS pada waria adalah dengan
menggunakan kondom. Sedangkan faktor penyebab lainnya adalah pengetahuan tentang HIVAIDS dan pengetahuan tentang pentingnya kondom
pada waria yang relatif masih rendah sehingga mempengaruhi terhadap persepsi mereka tentang kerentanan, kegawatan, manfaat serta hambatan
dalam bertindak. 2.1.3.1
Perilaku Pencegahan Penularan HIVAIDS pada Waria Pekerja Seks Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu
tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai
faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat
memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu. Karena itu amat penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu,
sebelum mampu mengubah perilaku tersebut Machfoedz, 2005. Pencegahan penularan HIV dilakukan secara primer yang mencakup
mengubah perilaku seksual dengan prinsip ABC, yakni Abstinance tidak melakukan hubungan seksual, Be faithful setia kepada pasangan, dan
Condom pergunakan kondom jika terpaksa melakukan hubungan dengan pasangan. Juga disarankan untuk tidak menggunakan narkoba, terutama
narkoba suntikan dengan pemakaian jarum yang bergantian, serta pemakaian alat menoreh kulit dan benda tajam secara bergantian dengan orang lain
misalnya tindik, tato, silet cukur dan lain-lain. Petugas kesehatan perlu menerapkan kewaspadaan universal dan menggunakan darah serta produk
yang bekas dari HIV untuk pasien Nursalam, 2007: 167.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan HIVAIDS pada waria pekerja seks:
1. Penggunaan kondom.
2. Pengetahuan tentang pentingnya penggunaan kondom pada waria
masih relatif rendah. 3.
Pengetahuan tentang HIVAIDS masih rendah. 4.
Paparan informasi tentang perilaku seks pada waria yang berkaitan dengan penularan HIVAIDS masih rendah Rinny Faulina, 2012.
2.1.3.2 Teori HBM Health Belief Model
Model perilaku ini dikembangkan Rosenstock pada tahun 1950-an dan didasarkan atas partisipasi masyarakat pada program deteksi dini
tuberculosis. Analisis terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat pada program tersebut kemudian dikembangkan
sebagai model perilaku.
Berikut ini adalah komponen HBM yang terkait dengan perilaku pencegahan penularan HIVAIDS pada waria pekerja seks:
1. Perceived Susceptibility kerentanan yang dirasakan
Individu akan mengevaluasi kemungkinan masalah-masalah kesehatan lain yang akan berkembang. Semakin individu mempersepsikan
bahwa penyakit yang dialami beresiko, maka akan membuat individu itu mempersepsikannya sebagai ancaman dan melakukan tindakan
pengobatan Rosenstock, 1988.
2. Perceived Severity keseriusan yang dirasakan
Individu mempertimbangkan seberapa parah konsekuensi organik dan sosial yang akan terjadi jika terus membiarkan masalah kesehatan
yang dialami berkembang tanpa diberi penanganan dari praktisi kesehatan. Semakin individu percaya bahwa suatu konsekuensi yang
terjadi akan semakin memburuk, maka mereka akan merasakan hal tersebut sebagai ancaman dan mengambil tindakan preventif
Rosenstock, 1988. 3.
Perceived Benefits manfaat yang dirasakan Individu menilai bahwa dia akan memperoleh keuntungan ketika
memperoleh layanan kesehatan tertentu, misalnya semakin sehat dan dapat mengurangi resiko yang dirasakan Rosenstock, 1988.
4. Perceived Barriers hambatan yang dirasakan
Individu merasakan hambatan ketika memperoleh layanan kesehatan tertentu misalnya dalam hal pertimbangan biaya, konsekuensi
psikologis Rosenstock, 1988. 5.
Cues to Action isyarat untuk bertindak Peringatan mengenai masalah kesehatan yang berpotensi dapat
meningkatkan kecenderungan individu untuk mempersepsikannya sebagai ancaman dan melakukan tindakan Rosenstock, 1988.
6. Self Efficacy keyakinan diri
Self efficacy didefinisikan sebagai suatu estimasi kemampuan seseorang yang akan mendorong ke suatu hasil tertentu perilaku
Rosenstock, 1988.
Gambar 2.1 Kerangka Teori Health Belief Model Sumber : Rosenstock I. Historical origin of Health Belief model. Health
Education Monogr 2:334, 1974. Persepsi individual
Faktor-faktor modifikasi
Kemungkinan tindakan
1. Variabel demografi usia,
jenis kelamin 2. Variabel
psikologis kepribadian,
kelas sosial
3. Variabel struktural pengetahuan
pengalaman masa lalu
Manfaat yang dilihat dari
pengambilan tindakan dikurangi
hambatan yang diambil dari
pengambilan tindakan
Kerentanan yang dirasakan
Keseriusan yang dirasakan
Ancaman penyakit Kemungkinan
untuk mengambil tindakan secara
preventif
Petunjuk bertindak: Media massa
Saran orang lain Keturunan
Petugas kesehatan
2.2 Kerangka Teori