12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Konsep Waria atau Pria Transeksual
2.1.1.1 Definisi Waria
Definisi waria dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, 2005: 636 adalah kependekan dari wanita-pria, pria yang berjiwa dan bertingkah laku
serta mempunyai perasaan seperti wanita. Dalam pandangan psikologi, waria berada dalam kategori Gangguan Identitas Gender GIG atau yang sering
disebut transseksual. Menurut Bastman 2004: 12 transeksual adalah seseorang yang memiliki
keinginan untuk hidup dan diterima sebagai anggota kelompok lawan jenis, biasanya disertai dengan rasa tidak nyaman atau tidak sesuai dengan jenis
kelaminnya, dan menginginkan untuk membedah jenis kelamin serta menjalani terapi hormonal agar tubuhnya sepadan mungkin dengan jenis
kelamin yang diinginkan. Sejalan dengan itu, Koeswinarno 2010: 12 menambahkan bahwa seorang transeksual secara psikis merasa dirinya tidak
cocok dengan alat kelamin fisiknya sehingga mereka memakai pakaian atau atribut lain dari jenis kelamin yang lain. Sedangkan menurut Koes Irianto
2014: 323 transeksual merupakan keinginan untuk menjadi anggota dari jenis kelamin yang berlawanan dan mendapatkan kepuasan dalam peranan
tersebut. .
Berhubungan dengan subtipe transeksual, Danandjaja secara khusus mendefinisikan transeksual sebagai kaum homoseksual yang mengubah
bentuk tubuhnya menjadi serupa dengan lawan jenisnya. Selanjutnya, Puspitosari berpendapat bahwa waria seseorang yang secara jasmaniah jenis
kelaminnya laki-laki namun secara psikis cenderung berpenampilan wanita Puspitosari, 2005: 11.
2.1.1.2 Sejarah Waria
Sejarah belum pernah mencatat dengan pasti kapan dan dimana kebudayaan waria mulai muncul. Mungkin kaum waria belum masuk ke
dalam lingkungan peradaban manusia normal. Budaya waria sendiri tidak lahir begitu saja akibat modernisasi dimana banyak mengakibatkan kelainan-
kelainan seksual, seperti homoseks yang dianggap sebagai modernisasi dan sebagainya. Al-
Qur’an menyebutkan adanya kaum Nabi Luth yang disebut ”Liwath” yang artinya ”senggama melalui dubur” Puspitosari, 2005: 17.
Sejarah bangsa Yunani tercacat adanya kaum waria pada abad ke XVII yaitu munculnya beberapa waria kelas elite seperti Raja Henry III dari
Prancis, Abbe de Choicy Duta Besar Prancis di Siam, serta Gubernur New York tahun 1702, Lord Cornbury Nadia, 2005: 51.
Dukun pria di Turco-Mongol di Gurun Siberia pada umumnya berpakaian perempuan. Mereka biasanya memiliki kesaktian dan ditakuti
orang. Dukun-dukun semacam ini dapat juga dijumpai di negara Malaysia, kepulauan Sulawesi, Patagona, kepulauan Aleut dan beberapa suku Indian di
Amerika Serikat. Oman terkenal dengan Xanith. Konon, Xanith diperbolehkan untuk melindungi kaum perempuan dari berbagai bahaya dan
pekerjaan sehari-hari. Menurut sejarah, di Oman pelacuran perempuan sangat jarang dan seandainya ada harganya sangat mahal, Xanith kemudian beralih
fungsi sebagai pelacur dengan harga yang terjangkau oleh kelas ekonomi bawah sekalipun. Busana yang dipakai Xanith mengandung dua fungsi yaitu
sebagai budaya dan sebagai daya tarik seksual ketika mereka berfungsi sebagai pelacur. Berbagai catatan tersebut, tidak jelas apakah mereka benar-
benar kaum waria yang fenomena psikologisnya sebagaimana gejala transeksual atau sekedar gejala transvestet.
Di Indonesia, budaya waria memang tidak secara khusus seperti di Oman, Turco-Mongol, atau tempat-tempat lain Nadia, 2005: 53. Meskipun
demikian, kita dapat menemukannya, misalnya pada masyarakat Ponorogo Jawa Timur yang berkecimpung dalam dunia seni Warok. Para Warok di
daerah ini terkenal sangat sakti yang menjadikan mereka kebal terhadap senjata tajam. Agar dapat menjalankan ilmunya dengan sempurna maka ada
berbagai pengorbanan dan persyaratan yang harus dijalaninya. 2.1.1.3
Jenis-jenis Waria Kemala Atmojo Nadia, 2005: 40 menyebutkan jenis-jenis waria sebagai
berikut : a.
Transeksual yang aseksual, yaitu seorang transeksual yang tidak berhasrat atau tidak mempunyai gairah seksual yang kuat.
b. Transeksual homoseksual, yaitu seorang transeksual yang memiliki
kecenderungan tertarik pada jenis kelamin yang sama sebelum ia sampai ke tahap transeksual murni.
c. Transeksual heteroseksual, yaitu seorang transeksual yang pernah
menjalani kehidupan heteroseksual sebelumnya. Misalnya pernah menikah.
Adapun penyebab dari waria transeksual ini masih menjadi perdebatan; apakah disebabkan oleh kelainan secara biologis dimana didalamnya terdapat
kelainan secara hormonal dan kromosom atau disebabkan oleh lingkungan nurture seperti trauma masa kecil, atau sering diperlakukan sebagai
seorang perempuan dan lain sebagainya. Beberapa teori tentang abnormalitas seksual menyatakan bahwa
keabnormalan itu timbul karena sugesti masa kecil. Seseorang akan mengalami atau terjangkit abnormalitas seksual karena pengaruh luar,
misalnya dorongan kelompok tempat ia tinggal, pendidikan orang tua yang menjurus pada benih-benih timbulnya penyimpangan seksual, dan pengaruh
budaya yang diakibatkan oleh komunikasi intens dalam lingkungan abnormalitas seksual.
Di dalam penelitian ini ketiga subyek penelitian termasuk transeksual homoseksual, hal ini disebabkan karena waria transeksual sebagai subyek
penelitian memiliki kecenderungan tertarik pada jenis kelamin yang sama sebelum mereka sampai ke tahap transeksual murni. Pada saat usia Sekolah
Dasar SD mereka mulai tertarik dengan jenis kelamin yang sama, namun mereka belum berani mengaktualisasikan dirinya sebagai seorang waria. Dan
setelah lulus Sekolah Menengah Pertama SMP mereka mulai berani berdandan, bersosialisasi dan mengaktualisasikan diri sebagai waria di
tempat “cebongan” tempat pelacuran tanpa sepengetahuan orang tua atau keluarga.
2.1.1.4 Ciri-ciri Waria
Seseorang dapat dikatakan sebagai waria karena memiliki beberapa ciri- ciri tertentu. Dalam Koeswinarno 2010: 7-10 gangguan identitas gender
transeksual memiliki beberapa kriteria yaitu: a.
Identifikasi yang kuat dan menetap terhadap lawan jenis. b.
Pada anak-anak, terdapat minimal empat dari lima ciri berikut ini: 1
Berulang kali menyatakan keinginan untuk menjadi atau memaksakan bahwa ia adalah lawan jenis;
2 Lebih suka memakai pakaian lawan jenis;
3 Lebih suka berperan sebagai lawan jenis dalam bermain atau
terus-terusan berfantasi menjadi lawan jenis; 4
Lebih suka melakukan permaianan yang merupakan stereotip lawan jenis;
5 Lebih suka melakukan dengan temna-teman dari lawan jenis.
c. Pada remaja dan orang dewasa, simtom-simtom seperti keinginan
untuk menjadi lawa jenis, berpindah ke kelompok lawan jenis, ingin diperlakukan sebagai lawan jenis, keyakinan bahwa emosinya adalah
tipikal lawan jenis. d.
Rasa tidak nyaman yang terus-menerus dengan jenis kelamin biologisnya atau merasa terasing dari peran gender jenis kelamin
tersebut.
1 Pada anak-anak, terwujud dalam satu hal diantaranya: pada laki-
laki, merasa jijik dengan penisnya dan yakin bahwa penisnya akan hilang seiring berjalannya waktu; tidak menyukai permainan
stereotip anak laki-laki. 2
Pada remaja dan orang dewasa, terwujud adanya keinginan kuat untuk menghilangkan karakteristik jenis kelamin sekunder melalui
pemberian hormon danatau operasi; yakin bahwa ia dilahirkan dengan jenis kelamin yang salah.
e. Tidak sama dengan kondisi fisik antar jenis kelamin.
f. Menyebabkan distress atau gangguan dalam fungsi sosial dan
pekerjaan. Menurut Howard Friedman 2008: 22, ciri-ciri transeksual adalah :
a. Identitas transeksual harus sudah menetap selama minimal dua
tahun, dan harus bukan merupakan gejala dari gangguan jiwa lain seperti skizofrenia, atau berkaitan dengan kelainan interseks, genetik
atau kromosom. b.
Adanya hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari kelompok lawan jenisnya, biasanya disertai perasaan risih atau tidak
serasi dengan anatomi seksualnya. c.
Adanya keinginan untuk mendapatkan terapi hormonal dan pembedahan untuk membuat tubuhnya semirip mungkin dengan
jenis kelamin yang diinginkan.
Tanda-tanda untuk mengetahui adanya masalah identitas dan peran jenis menurut Koeswinarno 2010: 9, yaitu :
a. Individu menampilkan identitas lawan jenisnya secara kontinyu.
b. Memiliki keinginan yang kuat berpakaian sesuai dengan lawan
jenisnya. c.
Minat dan perilaku yang berlawanan dengan lawan jenisnya. d.
Penampilan fisik hampir menyerupai lawan jenis kelaminnya. e.
Perilaku individu yang terganggu peran jenisnya seringkali menyebabkan ditolak di lingkungannya.
f. Bahasa tubuh dan nada suara seperti lawan jenisnya.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri transeksual adalah: 1 individu menampilkan identitas lawan jenisnya secara
kontinyu minimal dua tahun, 2 memiliki keinginan yang kuat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari lawan jenisnya, 3 mempunyai keinginan
yang kuat untuk berpakaian dan berperilaku menyerupai lawan jenis kelaminnya.
2.1.1.5 Faktor Pendukung Terjadinya Waria
Menurut Koeswinarno 2010: 6 ada dua faktor penyebab terjadinya waria, yaitu:
a. Faktor Biologis
Faktor biologis dipengaruhi oleh hormon seksual dan genetik. Faktor ini dapat menentukan identitas seseorang. Tingkah laku maskulin dapat
bertambah pada perempuan yang ditambah hormon laki-lakinya, sehingga
menyebabkan tingkat hormon laki-lakinya menjadi tinggi dalam lingkungan prenatal dan sebaliknya apabila pada masa masa prenatal anak laki-laki
tingkat hormon laki-lakinya dihilangkan maka anak tersebut sering menunjukkan tingkah laku seperti perempuan.
b. Pengalaman pengetahuan sosial
Faktor pengalaman sosial merupakan pengalaman yang berhubungan dengan jenis kelamin. Pengalaman tersebut dapat mendorong tingkah laku
seseorang anak laki-laki yang pada masa kecilnya bermain peran sebagai anak perempuan maka tingkah laku tersebut dapat mempengaruhi dalam
mengembangkan identitas jenis kelamin yang tidak sesuai. Di dalam Davidson 2006: 617 beberapa peneliti menyadari bahwa aspek maskulinitas
dan feminitas yang berhubungan dengan budaya dan perbedaan antara menyukai berbagai aktivitas yang lebih umum dilakukan lawan jenis
memiliki pendapat bahwa masyarakat cenderung memberikan toleransi rendah bagi anak laki-laki yang melakukan berbagai aktivitas yang lebih
umum dilakukan anak perempuan, sedangkan anak-anak perempuan dapat melakukan permainan dan berpakaian dengan gaya yang lebih mirip anak
laki-laki dan tetap memenuhi standar perilaku yang dapat diterima bagi anak-anak perempuan.
Tak jauh berbeda dengan Koeswinarno, Puspitosari 2005: 12 mengatakan bahwa faktor-faktor terjadinya transeksual adalah :
a. Faktor Biologis
Dipengaruhi oleh hormon seksual dan genetik seseorang. Hermaya Nadia, 2005: 29 berpendapat bahwa peta kelainan seksual dari lensa biologi
dapat dibagi ke dalam dua penggolongan besar yaitu : 1
Kelainan seksual akibat kromosom Dari kelompok ini, seseorang ada yang berfenotip pria dan yang
berfenotip wanita. Dimana pria dapat kelebihan kromosom X. Bisa XXY, atau XXYY. Diduga, penyebab kelainan ini karena tidak berpisahnya
kromosom seks pada saat meiosis pembelahan sel yang pertama dan kedua. Hal ini dikarenakan usia seorang ibu yang berpengaruh terhadap
proses reproduksi. Artinya bahwa semakin tua seorang ibu, maka akan semakin tidak baik proses pembelahan sel tersebut dan, akibatnya akan
semakin besar kemungkinan menimbulkan kelainan seks pada anaknya. 2 Kelainan seksual bukan karena kromosom
Menurut Moertiko Nadia, 2005: 31 mengatakan bahwa dalam tinjauan medis, secara garis besar kelainan perkembangan seksual telah dimulai sejak
dalam kandungan ibu. Kelompok ini dibagi menjadi empat jenis: a.
Pseudomale atau disebut sebagai pria tersamar. Ia mempunyai sel wanita tetapi secara fisik ia adalah pria. Testisnya mengandung
sedikit sperma atau sama sekali mandul. Menginjak dewasa, payudaranya membesar sedangkan kumis dan jenggotnya berkurang.
b. Pseudofemale atau disebut juga sebagai wanita tersamar. Tubuhnya
mengandung sel pria. Tetapi, pada pemeriksaan gonad alat yang mengeluarkan hormon dalam embrio alat seks yang dimiliki adalah
wanita. Ketika menginjak dewasa, kemaluan dan payudaranya tetap kecil dan sering tidak bisa mengalami haid.
c. Female-pseudohermaprodite, penderita ini pada dasarnya memiliki
kromosom sebagai wanita XX tetapi perkembangan fisiknya cenderung menjadi pria.
d. Male-pseudohermaprodite, penderita ini pada dasarnya memiliki
kromosom pria XY namun perkembangan fisiknya cenderung wanita.
2 Faktor Psikologis
Sosial budaya yang termasuk didalamnya pola asuh lingkungan yang membesarkannya. Mempunyai pengalaman yang sangat hebat dengan lawan
jenis sehingga mereka berkhayal dan memuja lawan jenis sebagai idola dan ingin menjadi seperti lawan jenis. Ibis Nadia, 2005: 27 mengatakan bahwa
faktor-faktor terjadinya abnormalitas seksual dapat digolongkan ke dalam dua bagian yaitu :
1 Faktor internal, abnormalitas seksual yang disebabkan oleh dorongan
seksual yang abnormal dan abnormalitas seksual yang dilakukan dengan cara-cara abnormal dalam pemuasaan dorongan seksual.
2 Faktor eksternal sosial, abnormalitas seksual yang disebabkan oleh
adanya pasangan seks yang abnormal. Howard Friedman 2008: 31 mengatakan bahwa sebab utama pola tingkah laku relasi seksual yang
abnormal yaitu adanya rasa tidak puas dalam relasi heteroseksual.
2.1.2 Konsep HIVAIDS