Konstitusi Sistem Pemerintahan Belanda 1. Sistem Pemerintahan

Dengan Demokrasi Parlementer atau Konstitusional, hal tersebut bisa diminimalisir, karena amandemen yang terjadi di Belanda pada tahun 1848 bertujuan untuk mencegah hal tersebut, dan lebih bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Menurut Talcott Parson, kekuasaan adalah kemampuan untuk menjamin terlaksananya kewajiban-kewajiban yang mengikat, oleh kesatuan-kesatuan dalam suatu sistem organisasi kolektif Budiardjo, 2008:63. Dengan kekuasaan yang lebih mengarah kepada kepentingan masyarakat atau Demokrasi, Belanda berusaha menjamin adanya hak-hak yang tetap dimiliki masyarakat tanpa campur tangan dari pemerintah dan meminimalisir terjadinya perusakan kekuasaan oleh penguasa. Dengan menggunakan sistem Rules of Law yang menjamin supremasi hukum atas hak-hak warga negaranya.

2.1.2. Konstitusi

Pada tahun 1815 ketika Kerajaan Belanda berdiri untuk pertama kalinya dan juga munculnya konstitusi serta adanya Parlemen Belanda States General, dengan adanya permintaan dari bagian selatan Belanda pada era modern, kebanyakan pada akhirnya menjadi Belgia, didirikan dua lembaga perwakilan, yang pertama adalah Senat, yang dipilih oleh Raja Belanda, dan yang kedua adalah Dewan Perwakilan yang dipilih oleh orang-orang kaya di Belanda The Binnenhof, 2013:14. Meskipun sudah ada Dewan Perwakilan Rakyat, proses pemilihan untuk perwakilan rakyat tersebut dinilai kurang mewakili karena hanya dipilih oleh kalangan atas, di Kerajaan Belanda. Namun kemudian, pada 1848, dengan melihat fenomena yang terjadi di masyarakat, Menteri Kerajaan Belanda, Johan Rudolph Thorbecke, merancang kembali konstitusi Belanda dengan amandemen sehingga mengurangi pengaruh politik Raja Belanda Michels, 2007:8. Langkah yang diambil oleh Thorbecke menjadi sebuah langkah penting dalam sistem perpolitikan serta sistem parlemen Belanda. Dengan melakukan hal tersebut, Thorbecke membuat sebuah gebrakan baru dalam perkembangan sistem demokrasi di Belanda yang bertahan sampai sekarang. Prinsip konstitusi yang digunakan oleh parlemen Belanda berdasarkan kepada Konstitusi Belanda. Konstitusi tersebut berisikan mengenai aturan-aturan kewarganegaraan, aturan dalam hak memilih, aturan Kotamadya, dan aturan untuk Provinsi yang ada di Belanda. Politik fundamental dan hak sosial masyarakat Belanda tertuang pada bagian pertama dari Konstitusi Belanda. Pada Artikel 1 disebutkan bahwa: “All persons in the Netherlands shall be treated equally in equal cases. Discrimination on the grounds of religion, philosophy of life, political persuasion, race, sex or any other ground is not permitted” The Dutch Political System in Nutshell, 2008:10. Artinya: “Setiap orang di negara Belanda harus diperlakukan setara dalam segala bentuk. Diskriminasi terhadap hal yang berkaitan dengan agama, tata cara pandangan hidup, pandangan politik, ras, perbedaan gender atau yang lainnya tidak diperkenankan”. Dengan demikian pemerintahan Belanda memberikan kebebasan dalam menjalankan kehidupan masyarakatnya. Kebebasan beragama, kebebasan berekspresi, hak untuk memilih dan dipilih, kebebasan pers, kebebasan berkumpul dan berserikat, hak atas kebebasan pribadi, hak atas kepemilikan dan yang terpenting hak untuk merdeka, meskipun kedua hak terakhir bisa dicabut melalui pengadilan The Dutch Political System in Nutshell, 2008:11. Kebebasan yang didapat oleh warga negara Belanda tersebut merupakan hak-hak perorangan yang tidak dapat diganggu gugat. Hal tersebut adalah Rules of Law yang dijlankan oleh pemerintahan Belanda. Dikemukakan bahwa syarat- syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokratis di bawah Rules of Law Budiardjo, 2008:116 adalah: a. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa, konstitusi, selain menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin. b. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak independent and impartial tribunals. c. Pemilihan umum yang bebas. d. Kebebasan untuk menyatakan pendapat. e. Kebebasan untuk berserikatberorganisasi dan beroposisi. f. Pendidikan kewarganegaraan civil education.

2.1.3. Lembaga pemerintahan