4.3. Kelompok Kepentingan
Ketika partai-partai kecil menolak accession Turki ke Uni Eropa, begitu pula dengan Geert Wilders. Mantan anggota parlemen yang keluar dari partai
VVD pada tahun 2004 karena ketidaksepahaman Wilders dengan VVD mengenai accession Turki ke Uni Eropa. Setelah keluarnya Wilders dari VVD, Wilders
mendirikan Grup Wilders Groep Wilders yang berpandangan mengenai anti- imigrasi, penolakan atas perluasaan Uni Eropa, dan masuknya Turki ke Uni Eropa
Harmsen, 2007. Groep Wilders merupakan cikal bakal berdirinya Freedom Party atau PVV
pada tahun 2005. Grup Wilders pada mulanya mengkritisi pemerintah Belanda terhadap kontribusi pendanaan pemerintah yang terlalu besar. Namun, Grup
Wilders melihat bahwa imigran yang ada di Belanda semakin banyak, dan mulai mendominasi Belanda. Grup Wilders dengan pemikirannya menjadi penerus dari
pemikiran Fortuyn yang tewas pada 2002, sebuah pemikiran konservatif anti- imigran. Wilders pernah mengatakan bahwa, Turki terlalu besar, terlalu miskin,
dan terlalu muslim. Bahkan secara geografis dan sejarah, Turki bukan bagian dari Uni Eropa Hollander, 2007:22.
Sebuah pernyataan yang diberikan oleh Wilders tersebut cukup kontroversi. Pernyataan tersebut merupakan sindiran terhadap Turki. Sejak
serangan 11 September di Amerika Serikat, pembunuhan Fortuyn 2002, dan bahkan pembunuhan atas sutradara Theo Van Gogh 2004, menjadi kebangkitan
kembali atas ketakutan terhadap Islam di Belanda. Wilders menilai bahwa semakin banyaknya imigran yang hadir di Belanda, akan menciptakan krisis
identitas di Belanda. Pada tahun 2005 akan diadakannya ratifikasi terhadap konstitusi Uni
Eropa, dan disini Wilders melihat bahwa, dari segi perluasaan Uni Eropa, harus mendapat perhatian khusus, karena perluasaan yang terjadi di Uni Eropa akan
membawa dampak besar apalagi jika Turki dapat dengan mudah masuk ke Uni Eropa. Jika Turki masuk ke Uni Eropa, akan merubah skema Uni Eropa. Uni
Eropa yang pengambilan keputusan kebijakannya melalui jajak pendapat serta dari banyaknya jumlah penduduk, akan dengan mudah di dominasi oleh Turki.
Jumlah penduduk Turki bahkan lebih banyak dari negara-negara yang memiliki dominasi di Uni Eropa, yaitu Jerman, Perancis, dan Inggris.
Dengan adanya hal tersebut, pada tahun 2005, Wilders mengkampanyekan untuk menolak konstitusi Uni Eropa yang dinilai lebih banyak merugikan publik
Belanda. Dengan mengkampanyekan penolakan terhadap konstitusi Uni Eropa, Wilders berharap bahwa accession Turki bisa diredam dan dipikirkan ulang oleh
pemerintah Belanda. Penjabaran yang dilakukan oleh Wilders dapat dikatakan sebagai pandangan eurosceptical atau keraguan terhadap Eropa terkait
permasalahan Turki yang berkaitan dengan imigrasi dan Islam fundamental serta
permasalahan etnik dan budaya. 4.4. Opini Publik Dalam Isu Integrasi Turki
Sejak beberapa tahun terakhir, topik mengenai perluasaan Uni Eropa menjadi perhatian khusus, terutama sejak tahun 1999 dan seterusnya yang
membahas mengenai accession Turki ke Uni Eropa Hollander, 2007:25. Eurosceptism sudah menjangkit publik Belanda terhadap masuknya Turki ke Uni
Eropa. Awalnya, publik tidak memiliki permasalahan khusus mengenai masuknya Turki di Uni Eropa, bahkan menurut Eurobarometer, publik Belanda mendukung
kebijakan pemerintah Belanda dalam membantu accession Turki ke Uni Eropa. Namun, Hasil dari referendum dalam pengesahan Konstitusi Uni Eropa yang baru,
menunjukan bahwa publik menolak konstitusi tersebut dengan persentase 62 httpwww.dw.dedutch-reject-eu-constitutiona-1603076.
Penolakan tersebut berkaitan dengan permasalahan perluasan didalam Konstitusi Uni Eropa yang juga berkaitan dengan krisis identitas yang mungkin
terjadi, serta kebijakan pemerintah Belanda yang akan diambil kedepan terutama mengenai sikap Belanda terhadap Turki. Publik menilai bahwa Uni Eropa
bergerak terlalu cepat dan terburu-buru. Setelah dikejutkan atas pembunuhan Pim Fortuyn pada tahun 2002 dan
pembunuhan Theo Van Gogh, seorang sutradara film kontroversi yang dibunuh oleh militan Islam pada tahun 2004 Mohd Zin, Ahmad Sakat, 2011:2966.
Publik juga mengalami sebuah shock-theraphy, dimana ditemukannya jaringan militan Islam di Belanda Leidschendam, 2002. Ketika berbicara mengenai
Islam, publik Belanda akan mengacu kepada dua elemen imigran, Turki dan Maroko. Turki sebagai salah satu imigran terbesar di Belanda, mendapat perhatian
khusus publik Belanda McLaren, 2007:258. Imigran Turki yang menjadi newcomers menjadi perhatian yang dinilai
perlu dipertimbangkan oleh pemerintah Belanda dikarenakan imigran Turki yang menjadi newcomers di Belanda merupakan sebuah krisis yang dialami publik
Belanda. Perbedaan dari cara hidup, budaya, dan cara pandang Turki, bisa
dikategorikan sebagai perusakan dalam tatanan hidup yang telah ada di Belanda. Menurut Tajfel dan Turner, terkait dengan teori identitas sosial adalah bahwa,
psikologi sosial terkait kebiasaan, yang memberikan pemikiran bahwa identitas dari satu anggota kelompok mewakili seluruh anggotanya Alexander, Levin
Henry, 2005:33. Dengan kematian Fortuyn, Fortuyn berhasil dalam “mengembalikan” ingatan publik Belanda terhadap banyaknya imigran yang
datang ke Belanda. Hal ini memicu penurunan dukungan publik terhadap Turki. Publik
menilai bahwa, jika memang Turki menginginkan masuk ke Uni Eropa, sebaiknya Turki melakukan perubahan terhadap HAM dan juga berkaitan pula dengan hak-
hak perempuan. Publik Belanda menilai dalam hal politik ataupun ekonomi, Turki dinilai masih belum mampu untuk memenuhinya. Sebanyak 96 publik Belanda
menilai Turki harus memperbaiki sistem HAM dan sebanyak 86 merasa Turki harus mengembangkan ekonominya Eurobarometer 63.4, 2005:4.
Pada tahun 2005, ketika Uni Eropa memutuskan untuk memperbaharui konstitusi Uni Eropa, dan kepercayaan diri yang tinggi dari pemerintahan bahwa
publik akan mendukung keputusan pemerintah, mendapat sambutan lain dari publik Belanda. Publik lebih menekankan terhadap penyelarasan sistem Turki
dengan Kriteria Kopenhagen sedangkan pemerintah Belanda yang terlalu menginginkan Turki, seakan mengabaikan pandangan publik.
Publik yang sudah merasa cukup atas kebijakan yang diambil oleh pemerintah Belanda, merasa perlu mengambil tindakan agar pemerintah
menyadari bahwa suara masyarakat atau publik Belanda harus di dengar Best,
2007:181. Imigran yang semakin banyak di Belanda juga dinilai publik sebagai hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah, karena mulai menipisnya lapangan
pekerjaan serta tidak memakmurkan publik Belanda sendiri. Islam, sejak terjadinya serangan 11 September, dikenal sebagai
fundamental di Eropa. Hal ini yang dikhawatirkan pula oleh publik Belanda, dan membawa terror tersendiri serta mengembalikan pandangan mengenai
Islamophobia bagi publik Belanda Saz, 2011:481. Walaupun Turki sebagai negara sekuler, publik masih beranggapan bahwa Islam merupakan hal utama di
Turki. Pandangan tersebut menciptakan image tersendiri bagi publik Belanda.
Image dari sebuah negara adalah kumpulan dari kepercayaan pemikiran masyarakat, ide, dan kesan terhadap sebuah negara Jenes, 2012:4. Image Turki
sebagai masyarakat yang masih memiliki kekurangan dalam hal ekonomi, politik, dan HAM, membuat publik berpandangan hal serupa terhadap Islam Saz,
2011:482. Perbedaan mengenai kultur, budaya, serta sejarah Turki juga membuat pandangan publik bahwa, Turki bukan bagian Eropa dan hanya sebagian dari
geografis Turki yang masuk ke Eropa. Sebayak 55 dari publik Belanda sepakat bahwa perbedaan budaya antara Turki dan Eropa terlalu besar Eurobarometer 66,
2006:6. Publik juga beranggapan bahwa penolakan terhadap konstitusi Uni Eropa,
bukan penolakan terhadap Uni Eropa, melainkan, penolakan terhadap kinerja Uni Eropa, terutama kinerja pemerintah Belanda dan penolakan terhadap accession
Turki ke Uni Eropa Grosskopf, 2007:6. Penolakan ini mengejutkan
pemerintahan Belanda, dimana pemerintah merasa optimis pada awalnya, tetapi mendapat hasil yang mengecewakan. Dengan penolakan ini pula, pemerintah
melihat sikap publik sebagai sebuah perhatian khusus. Pemerintah Belanda pada akhirnya meredam keinginan untuk memaksakan
masuknya Turki ke Uni Eropa. Terjadi kesepahaman antara publik dan perintah. Pemerintah Belanda, dalam menjaga integritas politiknya pun mengambil langkah
yang pas. Langkah politik tersebut bisa dikategorikan sebagai win-win solution. Kedekatan pemerintah Belanda dengan Turki serta keinginan publik Belanda,
menjadi perhatian khusus pemerintah Belanda, sehigga Belanda mengambil keputusan untuk mengembalikan proses masuknya Turki ke Uni Eropa kepada
Kriteria Kopenhagen sesuai dengan keinginan publik Belanda.
64
BAB V PENUTUP